NovelToon NovelToon

Love Day!

Chapter 01 : Siswa Pindahan

Cinta seperti sebuah undian yang akan kau menangkan secara tak terduga.

 

Menyusuri koridor, orang-orang mulai memalingkan wajah mereka padaku, para pria tampak menutupi dirinya dengan buku dan beberapa wanita saling bersembunyi diantara rok teman mereka.

"Jangan sembunyi di sana?"

Seharusnya itu tidak boleh dilakukan.

Aku serius.

Seperti inilah keseharian biasa yang kualami di sekolah ini, karena aku memiliki mata menakutkan orang-orang mulai menjauhiku dan entah sejak kapan orang-orang mulai menjuluki sebagai preman sekolah walaupun aku belum pernah berkelahi dengan siapapun.

Apa-apaan coba?

Memangnya seseorang dinilai dari penampilannya saja.

"Hey Arta, tunggu sebentar?" seseorang memanggilku dari belakang, dia adalah wali kelasku bernama Ibu Sania, walau tubuhnya kecil ia memiliki hati yang besar dan satu-satunya guru yang tidak merasa takut padaku.

"Ada apa Bu?"

Dia malah mencubitku.

"Tolong hentikan itu."

"Ada apanya? Kamu belum memberikan tugasmu, mana tugas kelompokmu?"

"Yah... soal itu ibu tahu bahwa diriku ini ditakuti semua murid lain, dan saat ibu menyuruhku untuk bergabung dengan kelompok, itu artinya aku dibebaskan dalam tugas."

Dia malah mencubitku kembali.

"Aw... Sakit."

"Kamu ini bisa-bisanya membuat alasan seperti itu, paling tidak cari satu teman atau pacar agar kau bisa bersikap baik terhadap orang lain dengan begitu orang-orang bisa merubah pandangan mereka padamu."

"Ibu meminta hal sulit," saat aku mengatakan itu dia malah tersenyum lembut.

Rambut hitam yang diikat bergaya ponytail miliknya berayun tertiup angin.

"Aku yakin suatu hari akan ada seseorang yang mau menerimamu tanpa memikirkan gosip yang beredar."

"Hal itu jelas mustahil," balasku selagi berjalan pergi, hanya baru beberapa langkah Ibu Sania kembali berkata.

"Ngomong-ngomong kamu masih harus mengumpulkan pekerjaan rumahmu besok, walaupun sendirian."

Aku hanya mendesah pelan tanpa melihat ekspresi yang ditunjukkannya sekarang, lebih cepat sampai ke kelas adalah hal yang terbaik.

Aku duduk di kursi belakang kelas yang berdekatan dengan jendela, karena semua orang takut padaku bangku di sebelahku masih kosong.

Sejujurnya walau orang-orang berusaha menghindariku aku tidak keberatan, mungkin karena sudah terbiasa hal itu tidak pernah membuatku terganggu.

Memang benar ada sebagian dari diriku yang merasa kesepian namun sebagian lagi membuatku nyaman, jika begini aku yakin bisa lulus dari SMA tanpa membuat masalah.

Setelah pelajaran kelas berlangsung sebentar, tiba-tiba seorang siswa yang belum pernah kulihat muncul begitu saja di depan kelas, dia memiliki rambut pirang sepinggul serta memiliki aura seperti seorang Idol umumnya.

Rambut pirang itu bukanlah rambut yang sengaja dicat melainkan pirang yang benar-benar muncul karena alami.

Sudah jelas dia mungkin dari Eropa atau semacamnya.

Dia lalu memperkenalkan dirinya.

"Namaku Natalie, aku baru pindah dari luar kota aku harap kalian bisa menjadi temanku," atas pernyataannya yang imut semua orang terlihat gembira, tentu para laki-laki yang menjadi mayoritas utama.

Bagi sekolah swasta yang tidak besar seperti di sini, memiliki murid asing adalah suatu yang langka.

Untuk sesaat aku merasa Natalie melirik ke arahku, mungkin dia juga takut padaku jadi aku mengalihkan pandangan ke bangku di sampingku.

Maaf kursi, karena diriku kau mungkin akan kosong selamanya.

Ketika aku bergumam demikian sosok gadis yang sebelumnya ada di depan kelas tiba-tiba muncul di depanku, aku cukup terkejut dengan itu, akan tetapi aku bisa menahannya agar tidak mengeluarkan suara aneh.

"Aku memutuskan untuk duduk di sini, aku harap kita bisa berteman baik," katanya demikian.

Semua siswa mulau berteriak "Heh" kemudian diam-diam memberikan protes pada guru.

Mereka seharusnya tidak berlebihan seperti itu, aku terluka di sini.

Gadis bernama Natalie duduk seolah tidak terlalu memikirkannya dan sesekali melirik ke arahku.

Saat aku balik melihatnya dia langsung mengalihkan pandangannya dan itu terjadi sampai pulang sekolah.

Ketika semua orang telah keluar kelas, aku masih disibukkan dengan orang aneh yang duduk di sampingku, aku bertanya padanya.

"Kau tidak pulang?"

"Aku pikir akan sedikit lebih lama di sini."

"Kalau begitu aku pergi duluan."

"Tunggu sebentar, namamu.. Aku belum tahu namamu?"

"Namaku Arta, aku pikir sebaiknya kau menjauhiku seperti yang lainnya.. Aku takut kau akan dapat masalah."

Dia malah menatapku dengan mata berbinar.

"Ternyata kau orang yang baik, padahal kita baru saling kenal tapi kau malah memperhatikanku," katanya selagi menyatukan kedua tangannya malu-malu.

"Me-memangnya siapa yang mengkhawatirkanmu, aku hanya memperingatimu."

Dia menatapku jahil.

Sepertinya ada yang aneh dengan gadis ini, dia tidak mungkin berniat menusukku saat aku lengah kan.

"Aku pergi."

"Kita pulang bareng."

"Pulang sendiri sana, aku harus ke perpustakaan sekarang."

"Kalau begitu aku ikut."

Aku hendak berjalan ke arah pintu, akan tetapi Natalie segera menghalanginya dengan badannya serta tangan yang dia bentangkan sangat lebar.

"Ikut..."

"Aku tidak ingin bertanggung jawab dengan apa yang dikatakan orang-orang ketika kau bersamaku."

"Itu tidak masalah."

Dia mungkin hanya sedikit penasaran denganku, nantinya saat dia bosan dia akan meninggalkanku begitu saja.

Chapter 02 : Kucing Yang Ini Terlalu Imut

Di perpustakaan itu aku telah menumpuk lima buku di atas meja di dekatku, Seharusnya ini menjadi tugas kelompok dimana setiap orang membaca satu buku lalu merangkumnya ke dalam buku catatan, berhubung aku sendirian jadi semuanya menjadi tugasku.

"Kau rupanya ingin membaca novel selepas pulang."

"Bukan begitu, ini sebenarnya tugas kelompok."

Gadis di sampingku ini mencoba menahan tawa agar tidak keluar dari mulutnya.

"Aku tahu kelompok Arta semuanya tak terlihat."

Dia malah mengejekku.

"Maaf saja, aku ini penyendiri."

"Penyendiri kah?" katanya menatapku dengan jahil.

Aku penasaran kenapa matanya selalu berbinar saat dia tertarik akan sesuatu bahkan aku tidak tahu apa yang sebenarnya dia pikirkan sekarang, dia hanya mengikutiku kemari dan lalu sedikit menggodaku.

Natalie mengambil satu buku dariku.

"Biar aku bantu, aku siswa baru kurasa akan lebih baik jika kita bisa sekelompok dan saling membantu. Jujur aku sangat senang."

"Senang kenapa?" aku balik bertanya saat dia menutup mulutnya dengan sampul buku.

Perkataannya diselimuti rasa malu hingga pipinya merona.

"Dengan ini aku telah menjadi anggota kelompok pertamamu atau mungkin aku bisa menjadi teman pertamamu juga."

Untuk pertama kalinya jantungku berdegup kencang karena seseorang.

Keesokan harinya Ibu Sania menatapku dengan pandangan jahil dan berkata," Enaknya masa muda, sekelompok dengan murid pindahan yang cantik adalah sesuatu yang kutunggu-tunggu, benar kan Arta."

Aku hanya menjatuhkan bahuku lemas sebagai balasan, padahal jika sendirian aku juga tidak masalah.

Selama beberapa minggu aku selalu mengobrol satu sama lain dengan Natalie, dan tanpa kusadari aku menjadi semakin akrab dengannya.

Dalam perjalanan ke sekolah aku tanpa sengaja bertemu dengan Natalie di jalan yang sering aku lalui, dia sedang berjongkok di pinggir jalan tampak sibuk akan sesuatu hingga aku memutuskan untuk mendekatinya.

"Arta selamat pagi."

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Ah, aku bertemu dengannya... Bagaimana, bukannya dia imut."

Yang ditunjukkan Natalie padaku adalah seekor kucing oranye yang cukup gemuk. Aku segera mundur untuk menjaga jarak.

"Apa jangan-jangan Arta takut kucing?"

"Sebenarnya aku tidak memiliki hubungan baik dengan mereka, setiap mereka dekat denganku mereka akan mulai menggeram dan mencakar wajahku."

"Ah, mungkin karena wajahmu sangat jelek."

"Oi."

"Aku cuma bercanda."

Natalie meletakan kucing tersebut untuk membiarkannya pergi begitu saja lalu melanjutkan.

"Bagaimana kalau aku saja yang menjadi kucing, nyan..nyan," dengan pose imut dia melipat kedua tangannya di dekat wajah dan mengayunkan seperti kucing pada umumnya.

Damage-nya terlalu besar bagi penyendiri sepertiku.

"Ayo cepat elus kepalaku, kucing ini ingin dimanjakan."

"Mana mungkin aku bisa melakukannya," teriakku demikian.

"Lagi-lagi seperti itu, dasar pemalu."

"Harusnya kau yang malu."

Aku memutuskan berjalan lebih dulu dan Natalie berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya di sampingku.

"Sejak tugas itu selesai, kita tidak pernah ke perpustakaan lagi. Bagaimana kalau selepas pulang sekolah kita pergi ke sana?"

"Apa kau ingin meminjam buku?" aku balik bertanya.

"Tidak juga."

"Lalu kenapa kita ke sana?"

"Di sana cukup sepi aku pikir kita bisa menghabiskan waktu bersama untuk belajar, lihat ini."

Natalie mengulurkan kertas ulangannya padaku dan nilainya benar-benar merah. Dia sepertinya tidak terlalu pandai dalam pelajaran matematika.

"Aku sangat berterima kasih jika kau mau mengajariku, aku akan mentraktirmu apa saja sebagai ucapan terima kasih nanti.. Bagaimana?"

"Apa boleh buat, baiklah."

"Tidak sia-sia aku menjawab soalnya dengan salah."

"Natalie, apa kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak, mungkin perasaanmu saja."

"Mungkin begitu, akhir-akhir ini aku mendengar bisikan ghaib."

"Memangnya kau ini punya indra keenam apa?"

Chapter 03 : Ajakan Pergi Bersama

Tak hanya menyediakan buku-buku pelajaran, perpustakaan juga menyediakan novel-novel remaja yang populer meskipun tidak sebanyak yang diinginkan para murid, karena itu terkadang perpustakaan ini sangat ramai di jam-jam tertentu.

Aku dan Natalie memilih meja yang berada di pojokan agar tidak mengganggu yang lainnya.

"Kau bisa menggunakan cara pertama untuk menyelesaikan soal ini."

"Aku mengerti, jadi seperti ini."

Bagiku berada berduaan di tempat ini bersama gadis cantik sangat penuh tekanan terlebih aroma Natalie benar-benar sangat harum.

"Ada apa Arta, apa kau merasa gugup denganku?"

"Tidak tuh."

"Benarkah, wajahmu memerah loh."

"Berhenti menggodaku."

Natalie tertawa kecil atas pernyataanku lalu melanjutkan.

"Padahal Arta sangat baik kenapa malah berakhir tidak memiliki teman?" Natalie mendekatkan wajahnya begitu dekat hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya.

Terlalu dekat, terlalu dekat.

"Memang benar matamu sangat menakutkan, seperti anggota gangster."

"Berisik."

Aku segera mengalihkan pandangan darinya.

"Ngomong-ngomong Natalie, kau sangat lancar menggunakan bahasa Indonesia, apa sebelumnya kau mempelajarinya?"

"Benar sekali, aku sangat bekerja keras.. Saat tinggal di Prancis aku terus belajar sampai kepalaku hampir meledak, aku mencari berbagai hal tentang Indonesia, dari budayanya, makanan serta musiknya, aku benar-benar jatuh cinta dengan negara ini."

"Begitukah, apa yang membuatmu jatuh cinta?"

Natalie tersipu malu selagi sedikit menundukkan kepalanya.

"Tidak ada alasan untuk jatuh cinta pada seseorang."

"Kita tidak membahas cinta seseorang," teriakku.

"Kau tidak bisa diajak bercanda, membosankan. Aku punya kenalan di negaraku saat waktu SMP dan memperkenalkan negara Indonesia, jadi saat itu aku banyak mencari informasinya... Kalau tau ada seseorang seperti Arta aku akan datang lebih awal kemari."

Aku hanya mendesah pelan lalu mengambil buku paling dekat di rak selagi menunggu Natalie menyelesaikan soalnya.

"Selesai, mohon diperiksa, guru."

"Nilainya 50 poin."

"Heh."

"Kau salah dalam perhitungan bagian ini dan ini."

"Guru memang hebat, aku akan berjuang lebih keras lagi sampai kepalaku meledak."

"Tidak segitunya kali."

Aku kembali membaca buku di tanganku.

"Ngomong-ngomong apa guru tidak memiliki ponsel, aku sangat sulit menghubungimu?"

"Karena aku tidak memiliki teman kurasa itu tidak masalah, dan tolong berhenti memanggilku guru."

"Tentu saja masalah, besok hari libur bagaimana kalau kita membeli ponsel untukmu?"

"Aku tidak punya uang."

"Jangan khawatir, aku punya banyak uang, Arta bisa meminjamnya dariku."

"Benarkah?"

"Dengan bunga."

"Ogah."

Natalie tertawa kecil.

"Aku cuma bercanda, Arta bisa meminjam sebanyak apapun."

Sultan memang beda.

"Aku tidak yakin bisa mengembalikannya, mungkin aku harus bekerja paruh waktu dulu."

"Beli dulu, baru bekerjanya belakangan."

Aku memalingkan wajahku selagi menggaruk pipiku malu.

"Jika kau tidak keberatan."

"Arta sangat imut."

"Jangan menggodaku."

Kukira dia akan bosan hingga meninggalkanku begitu saja, akan tetapi yang kupikirkan ternyata salah.

Apa dengan ini kami benar-benar berteman?

"Tapi Arta sebenarnya tinggal di mana?"

"Aku hanya tinggal di Rusun tak jauh dari sini, orang tuaku berada di desa karena itu aku tinggal di sini sendirian," mata Natalie kembali berbinar.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyaku dengan pandangan bermasalah.

"Bukannya berbahaya tinggal sendirian di kota sebesar ini, aku harus pindah ke sampingmu."

Aku ini cowok.

"Yang berbahaya di sini kau.. Kau pasti berniat menjahiliku atau sebagainya."

"Fufu tepat sekali."

Teman pertamaku malah seseorang seperti ini, setelah memberikan alamat rumahku akhirnya aku bisa kembali ke sana dan membaringkan tubuhku di tempat tidur.

Besok adalah hari libur dan kami akan pergi bersama.

Bukannya itu artinya kencan, tidak, kurasa hanya jalan dengan seorang gadis bukan berarti disebut kencan kami hanya berteman.

Cuma itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!