aku bagai daun kering
yang terjatuh tersapu angin
aku ingin kembali
menjadi diriku yang dulu
tapi pasti tak akan bisa
......***......
Zoya Arora, gadis cantik berusia 20 tahun, putri dari Yash Arora dan Alamanda, yang selama hidupnya tinggal di desa terpencil bernama Jhansi yang jauh dari dunia luar. Ayahnya sengaja mengasingkan Zoya agar ia tak ditemukan oleh keluarganya, karena keluarga Arora tak menyetujui hubungan Yash dan Alamanda.
Zoya kecil tumbuh bersama dengan kerabat jauh Yash, bernama Delina yang sudah menganggap Zoya sebagai putrinya sendiri.
Sedang Yash, ia hanya sebulan sekali mengunjungi Zoya karena ia tak mau keluarganya curiga tentang keberadaan Zoya.
Yash tak menikah lagi setelah Alamanda meninggal saat melahirkan Zoya. Ia sibuk mengurus bisnis dan perusahaannya. Namun sedetikpun ia tak pernah melupakan Zoya yang tinggal jauh darinya.
Di suatu malam setelah Yash mengunjungi Zoya, tiba-tiba mobilnya mengalami kecelakaan dan ia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Yash ternyata menitipkan surat wasiat kepada Daniel, pengacara keluarga Arora, yang isinya adalah semua harta dan perusahaan miliknya akan ia berikan pada Zoya.
Daniel menyampaikan pesan dari mendiang Yash kepada Akash, ayah Yash yang juga kakek Zoya.
Akash memerintahkan Daniel untuk mencari Zoya. Namun ternyata butuh waktu yang cukup lama untuk menemukan keberadaan Zoya.
Selama enam bulan, Daniel mencari Zoya dan akhirnya berhasil menemukannya lewat sebuah surat yang dikirimkan Delina, bibi Zoya kepada Yash.
Tanpa berlama-lama, Daniel segera menuju ke desa Jhansi dimana Zoya tinggal. Delina terkejut karena ada orang asing yang bisa datang ke tempat tinggalnya bersama Zoya. Pasalnya tempatnya tinggal adalah desa terpencil yang bahkan tidak tersentuh oleh modernisasi peradaban.
"Nama saya Daniel Hazar. Saya adalah pengacara keluarga Arora. Saya harus bertemu dengan Nona Zoya Arora," terang Daniel tanpa berbasa-basi.
"Zoya sedang tidak ada di rumah. Dia sedang mengajar. Kalau boleh saya tahu, dari mana Anda tahu alamat ini?" tanya Delina.
Daniel memberikan surat yang Delina kirim kepada Yash. Delina terkejut karena surat darinya ada di tangan Daniel.
"Ini surat dari Anda?" Tanya Daniel.
"Iya, ini surat dari saya. Tidak biasanya Yash tidak mengunjungi Zoya. Sudah enam bulan ini dia tidak kemari. Makanya saya berinisiatif mengirim surat kepada Yash."
"Mohon maaf, saya kemari juga karena ingin memberitahu mengenai Tuan Yash."
"Ada apa dengan Yash?"
"Tuan Yash sudah meninggal dunia enam bulan lalu dalam kecelakaan mobil."
Bagai di sambar petir di siang bolong, Delina sangat terkejut mendengar kabar kematian Yash.
"Apa?!" Sebuah suara membuat Daniel dan Delina mengarah ke pemilik suara.
"Zoya?!" Delina makin terkejut karena ternyata Zoya mendengar percakapan antara dirinya dan Daniel.
Gadis cantik berambut panjang itu terkulai lemas dan menangis histeris.
Daniel yang melihat Zoya begitu sedih kehilangan ayahnya, mencoba membantu Zoya berdiri dan membawanya duduk ke sofa.
"Mohon maaf, tolong lepaskan tangan Anda," ucap Zoya pada Daniel dengan suara lembutnya. Zoya tidak terbiasa berdekatan dengan lawan jenis seperti ini.
"Ah iya, maafkan saya." Daniel merasa gugup saat meminta maaf.
"Kita baru saja bertemu, jadi sebaiknya jangan sembarangan menyentuh saya," ucap Zoya lagi.
Daniel merasa malu sekaligus tak enak hati pada Zoya. Ia pun meminta maaf lagi.
"Maafkan saya."
Zoya duduk di sofa dengan memeluk Delina. Belum habis air matanya untuk menangisi kepergian sang ayah.
...…***…...
Malam pun tiba,
Zoya memandangi foto ayahnya yang nampak masih gagah di usianya yang sudah separuh abad. Ia tak menyangka jika akan kehilangan sang ayah secepat ini.
Air matanya mulai kering, namun kesedihan masih nampak di wajah putihnya.
Zoya memutuskan menemui Daniel yang masih duduk di sofa ruang tamu.
"Lalu, ada perlu apa Anda datang kemari selain untuk mengabarkan kepergian ayah saya?" tanya Zoya
Daniel menatap Zoya yang duduk di depannya. Wajah cantik Zoya tak luput dari campur tangan ibunya.
Daniel menatap Zoya lekat-lekat. Daniel mengagumi wajah cantik nonanya ini. ia bagai tersihir olehnya.
"Kenapa Anda hanya diam?" Zoya bertanya lagi pada Daniel.
"Dia sangat cantik, dan sikapnya sangat sopan", batin Daniel.
"Saya datang kemari membawa pesan dari Tuan Akash."
"Tuan Akash?" Zoya mengerutkan dahinya.
"Tuan Akash adalah ayah Tuan Yash. Yang tak lain adalah kakek Nona."
"Apa?" Zoya terkejut. Selama ia mengenal ayahnya, sekalipun ayahnya tak pernah bercerita tentang keluarganya.
"Tuan Yash meninggalkan surat wasiat untuk Nona Zoya." Daniel menyerahkan sebuah map kepada Zoya.
Dengan ragu Zoya membuka map yang berisikan sebuah surat. Zoya membaca dengan seksama surat yang ditulis oleh ayahnya.
Air matanya kembali mengalir usai membaca surat dari sang ayah. Delina menenangkan Zoya dengan mengelus pundaknya lembut.
"Apa maksud surat ayah ini, Tuan?" tanya Zoya.
"Jangan panggil saya 'tuan', panggil saja Daniel." Daniel mengkonfirmasi.
"Maaf. Tolong jelaskan pada saya, Daniel."
"Tuan Yash menulis sebuah wasiat untuk Nona. Yang isinya adalah Nona berhak atas semua harta milik Tuan Yash termasuk juga perusahaan."
"A-apa? Bagaimana bisa?"
"Tentu saja bisa. Karena Nona adalah putri Tuan Yash satu-satunya."
"Mohon maaf, Nak Daniel..." Delina ikut berbicara.
"Tapi selama ini Zoya tidak pernah belajar tentang perusahaan atau apapun yang berhubungan dengan bisnis.
Bagaimana bisa nanti dia memimpin sebuah perusahaan?"
"Karena itulah saya datang kemari. Saya ingin membawa Nona Zoya ke rumah keluarga Arora. Dan disana nanti Nona Zoya bisa belajar tentang bisnis dan perusahaan."
"Eh? Bagaimana ini, Bu?" Zoya menatap Delina yang sudah seperti ibu baginya.
"Jika kau merasa yakin, maka pergilah. Ini adalah wasiat mendiang ayahmu. Ibu bukanlah siapa-siapamu. Tapi
kau memiliki keluarga diluar sana."
"Tuan Akash saat ini sedang sakit,” imbuh Daniel.
"Apa?"
"Kakek Nona membutuhkan Nona disampingnya. Sejak kepergian Tuan Yash, Tuan Akash sering sakit-sakitan. Beliau merasa bersalah karena selama ini tak pernah bertemu dengan cucunya."
"............" Zoya tak tahu harus menjawab apa.
"Nak Daniel, ini sudah malam. Sebaiknya Nak Daniel menginap disini saja. Perjalanan malam hari cukup berbahaya."
"Baiklah, Bu. Nona, tolong pikirkan dengan baik. Jika Nona setuju, bereskan barang-barang Nona lalu besok ikut dengan saya."
Zoya menganggukkan kepala tanda ia mengerti.
...…***…...
Keesokan harinya, Zoya sudah merapikan barang-barangnya kedalam tas besar. Ia menatap Delina yang sudah dua puluh tahun menjaga dirinya.
Memang ada rasa berat dihati Delina. Tapi, gadis cantik didepannya ini tetaplah bukan putrinya. Ia harus merelakan Zoya untuk kembali pada keluarganya.
Zoya memeluk Delina erat sebelum ia pergi.
"Kirimkanlah surat untuk Ibu ya." Pesan Delina pada Zoya.
"Iya, Bu."
Zoya masuk ke dalam mobil. Perjalanan panjang siap Zoya tempuh. Ini adalah pertama kalinya ia pergi dari desa tempat ia dibesarkan.
Saat mulai memasuki kota kecil bernama Sargha, Zoya mulai takjub dengan gedung-gedung tinggi yang menjulang seperti menantang langit.
Daniel tersenyum kecil melihat tingkah aneh Zoya.
"Wajahnya memang cantik, tapi dia benar-benar masih lugu dan polos," batin Daniel.
Setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam, mereka tiba di sebuah landasan pesawat di kota Sargha dan melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat jet pribadi yang sudah disiapkan oleh Daniel menuju ke kota Karachi. Kota dimana keluarga Zoya berada.
Zoya terlihat ragu. Ia tidak pernah sekalipun menaiki pesawat terbang.
“Jangan takut! Semuanya aman dan tidak akan terjadi apapun. Naiklah, Nona!” ucap Daniel.
Zoya mengangguk paham kemudian masuk ke dalam pesawat jet pribadi milik keluarganya itu.
*
*
*
Mereka tiba di kediaman Arora sudah hampir tengah malam. Zoya tertidur didalam mobil.
"Nona! Sudah sampai. Bangun, Nona!" Panggil Daniel pelan.
Zoya menggeliat pelan. "Heh? Apa?! Sudah sampai ya? Maaf aku ketiduran."
"Tidak apa, Nona. Oh ya, ini sudah hampir tengah malam. Tuan Akash sudah tidur pastinya. Nona menyapa beliau
besok pagi saja. Sekarang saya akan antar Nona ke kamar Nona."
Zoya masih berdiam diri di depan rumah mewah nan megah itu. Ia masih tak percaya jika dirinya akan tinggal di rumah sebesar ini.
"Nona! Mari masuk! Jangan diam disana!"
Daniel benar-benar tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi Nona mudanya ini. Dia terlalu polos dan lugu.
"Ah, iya. Maaf Daniel."
Zoya mengekori Daniel. Mereka menuju ke lantai atas dengan menaiki lift. Dan lagi-lagi Zoya terheran-heran dengan kecanggihan teknologi di rumah besar ini.
"Ini kamar Nona."
Sebuah kamar dengan luas yang hampir sama dengan rumahnya di desa membuat Zoya kembali terpana.
"Nona istirahat saja dulu. Besok saya akan datang kembali."
Zoya mengangguk. Ia merebahkan dirinya di ranjang besar yang sangat nyaman. Zoya melihat sekeliling kamarnya.
Mimpi apa aku semalam? Kenapa tiba-tiba aku bisa ada disini?
Zoya memejamkan matanya. Berharap esok akan lebih baik lagi untuknya.
#bersambung
Hai genks, mamak kembali dengan kisah baru. sebelumnya kisah ini pernah ku UP disini tapi sudah kuhapus, namun kini re Up karena satu dan lain hal.
Maaf jika nama-nama yang ada disini dikenal oleh kalian, hihihi.
Semoga kisah ini bisa menghibur kalian semua.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya kesayangan 😘
Selama ini hidup terasing
damai terasa kurasa
kini beberapa orang menawarkan cinta
akankah ku lebih bahagia?
...🍂🍂🍂...
Pagi itu, Zoya masih berdiam diri di dalam kamarnya. Ia menunggu Daniel untuk datang menjemputnya di kamar.
Masih pukul tujuh pagi ketika pintu kamar Zoya diketuk.
"Nona, ini saya Daniel."
Zoya segera berlari menuju pintu kamarnya. Dilihatnya Daniel sudah rapi dengan setelan jasnya.
"Bagaimana kabar Nona? Apa tidur Nona nyenyak?"
"Kabarku baik. Iya, terima kasih."
"Mari ikut saya! Tuan Akash sudah menunggu Nona. Apa Nona gugup?" Tanya Daniel ketika melihat raut wajah tegang Zoya.
"Sedikit." Zoya mengatur napasnya.
"Itu kamar Tuan Akash."
Zoya mengangguk dan mengikuti langkah Daniel menuju ke sebuah kamar.
Daniel mengetuk pintu. Seorang wanita cantik paruh baya membukakan pintu.
"Sudah datang rupanya..." Ucap si wanita yang tak lain adalah Mahiya, Bibi Zoya.
Daniel mempersilahkan Zoya untuk masuk ke kamar Akash.
Zoya terkejut ketika mendapati seorang lelaki tua tengah berbaring di tempat tidur.
"Nona, ini adalah Tuan Akash, kakek Nona." Daniel memperkenalkan.
"Dan ini, Nyonya Mahiya, adik dari Tuan Yash." Lanjut Daniel.
Zoya hanya mengangguk.
"Halo, senang bertemu denganmu, keponakanku..." Sapa Mahiya dengan memeluk Zoya.
"Zoya...." Akash memanggil Zoya lirih.
Daniel memberi isyarat agar Zoya mendekat ke ranjang kakeknya.
Zoya pun duduk di tepi ranjang. Dipegangnya tangan keriput milik kakeknya.
"Wajahnya mirip dengan ayah," batin Zoya.
Akash menatap cucunya yang sudah tumbuh menjadi gadis dewasa.
"Kau sudah besar, Nak. Maaf kakek tidak bersamamu ketika kau tumbuh."
"Tidak apa. Aku dibesarkan dengan baik oleh Ibu Delina."
"Delina?" Mahiya terkejut.
“Jadi dia yang sudah menolong Kak Yash dan perempuan itu selama ini?” Mahiya mengernyit tak suka.
"Kau harus tinggal disini mulai sekarang," lanjut Akash.
"Iya, Kek. Aku akan ada disini bersama Kakek."
Akash tersenyum memandangi cucunya yang cantik.
......***......
Zoya turun ke lantai bawah. Ia menemui beberapa asisten rumah tangga yang bekerja disana.
Daniel memperkenalkan mereka satu persatu.
"Nona, ini Ibu Nela, dia adalah kepala pelayan disini," terang Daniel.
"Halo, Nona. Selamat datang di rumah keluarga Arora," sapa Nela.
Zoya hanya menjawab dengan anggukan.
"Dan ini Pak Teguh. Dia adalah kepala keamanan disini."
"Senang bertemu Anda, Nona Zoya," sapa Teguh.
"Terima kasih, Pak."
"Nah, ini adalah Nana, dia yang akan jadi asisten Nona di rumah ini."
"Asisten?" Zoya mengerutkan dahinya.
"Dia yang akan menyiapkan semua keperluan Nona." Terang Daniel lagi.
"Salam, Nona. Wah, Nona sangat
cantik. Pasti Nona mirip dengan ibu Nona ya?" Cerocos Nana.
Nela mencubit lengan Nana agar tak
banyak bicara.
"Maaf, Nona. Saya memang kadang
suka bicara sembarangan!"
"Tidak apa. Aku senang kau suka
bicara. Jadi aku punya teman disini."
"Untuk hari ini, saya rasa sekian dulu. Nona silahkan istirahat dulu di rumah. Besok baru kita berkunjung ke perusahaan." Jelas Daniel.
"Dan kalian, kalian boleh kembali bekerja!" titah Daniel.
"Baik, Tuan."
Daniel berpamitan pada Zoya. Lalu Zoya mulai menjelajahi rumah besar yang kini jadi tempat tinggalnya bersama Nana.
"Nana, berapa usiamu?" Tanya Zoya.
"Saya? Dua puluh tahun, Nona."
"Oh ya? Jadi kau seumuran denganku."
"Eh? Benarkah? Wah, kebetulan yang indah ya, Nona."
Zoya tersenyum. "Di belakang ada apa saja?"
"Ada taman, Nona. Nona inginkesana?"
"Iya, ayo!" Zoya mengangguk antusias.
.
.
.
Sementara itu,
"Bagaimana? Kau sudah urus gadis itu?"
"Sudah, Nyonya. Dia sedang berjalan-jalan keliling rumah."
"Cih, benar-benar kampungan. Dengar ya, aku tidak akan sudi menerima dia sebagai keponakanku. Dia dan ibunya bagai parasit untuk Kak Yash."
"Lalu apa rencana Nyonya?"
"Daniel, aku butuh bantuanmu. Kau bersedia bukan membantuku?" Tanya Mahiya dengan suara seksinya.
"Dengan senang hati, Nyonya."
"Bagus. Aku akan menyusun rencana untuk gadis udik itu. Aku benci melihat wajahnya. Dia sangat mirip dengan ibunya."
......***......
Sore harinya, Zoya mengajak Akash menyambangi taman menggunakan kursi roda. Kondisi Akash sudah mulai sedikit membaik.
"Ibu Delina bilang, kita harus banyak berjalan-jalan jika ingin cepat sehat. Kakek pasti bosan bukan seharian ada di kamar. Aku ingin mengajak kakek ke taman belakang."
"Memangnya ada apa dengan taman belakang?" Tanya Akash merasa tidak hapal seluruh area rumahnya.
"Kakek lihat saja nanti."
Pada dasarnya Zoya adalah gadis yang
supel dan ramah kepada siapa saja. Meski tinggal di pedesaan terpencil, Delina tak pernah membatasi pergaulan Zoya, selama masih dalam batas wajar. Karena menjaga anak perempuan lebih sulit dari pada menjaga anak lelaki. Apalagi dengan wajah cantik yang dimiliki Zoya. Pastinya banyak pemuda desa yang suka padanya. Tapi Zoya tahu batasannya. Mereka semua hanya ia anggap sebagai teman.
Akash terkejut melihat taman belakang rumahnya kini berubah menjadi lebih berwarna. Zoya menanam beberapa bunga mawar berwarna warni.
"Apa yang terjadi disini? Tamannya sangat indah." Puji Akash.
"Tadi pagi aku berkunjung kesini, dan kulihat tidak banyak bunga disini. Lalu aku meminta Nana untuk membeli beberapa bunga mawar untuk kutanam disini. Boleh kan, Kek?"
"Tentu saja boleh. Maaf ya, Kakek sudah membuatmu menjadi orang asing selama 20 tahun."
"Tidak, Kek. Aku senang hidup di desa. Disana nyaman dan tenang. Tidak seperti disini yang sangat ramai dan bising."
"Lalu apa kau tidak suka tinggal disini?"
"Tidak. Aku suka pindah kemari. Aku senang karena ternyata aku masih memiliki keluarga."
Akash memandang sendu cucu semata wayangnya.
"Kakek, kalau boleh aku tahu ... Dimana makam ayah? Aku ingin mengunjungi makam ayah."
Akash menghela napas. "Boleh. Theo akan mengantarmu kesana."
"Theo?"
"Dia adalah asisten kakek. Suruh Nana untuk memanggil Theo."
.
.
.
Senja di hari itu, Zoya pergi ke makam ayahnya yang ternyata tak jauh dari rumah. Hanya butuh berjalan kaki saja. Yash di makamkan di pemakaman keluarga Arora.
Zoya memandangi batu nisan yang bertuliskan nama ayahnya. Zoya mengelus batu nisan itu.
Ada semburat kesedihan dimatanya. Air matanya tak lagi bisa ia tahan. Zoya menangis di makam ayahnya.
"Nona, jangan bersedih. Nona
harus kuat. Nona akan memimpin sebuah perusahaan, jadi tegarlah," ucap
pria yang berusia sekitar 40 tahunan itu.
“Perusahaan? Yang benar saja! Aku
bahkan tidak pernah lanjut sekolah. Bagaimana bisa aku memimpin perusahaan?” batin Zoya.
Zoya menghapus air matanya.
"Pak, apa di rumah ada perpustakaan?" tanyanya.
"Ada, Nona. Memangnya kenapa?"
"Tolong antarkan saya kesana."
“Paling tidak aku bisa belajar dari buku. Aku akan banyak membaca, agar aku jadi lebih banyak tahu.”
......***......
Hingga waktu makan malam tiba, Zoya
masih berkutat di perpustakaan. Ia sangat bersemangat untuk mempelajari semua
tentang bisnis keluarga Arora.
Ia juga melihat-lihat album foto keluarga yang ada di perpustakaan.
Ia nampak sedih karena tak ada satupun foto ibunya dan juga dirinya.
“Apa yang sebenarnya terjadi dengan ayah dan ibu? Jika aku bertanya pada kakek ... rasanya tidak sopan. Aku harus mencari tahu tentang masa lalu mereka. Dan kenapa aku sampai hidup diasingkan oleh ayahku?”
"Kau ada disini rupanya!" Daniel mengejutkan Zoya.
"Daniel? Dari mana kau tahu aku ada disini?"
"Nana yang memberitahuku. Kau sedang membaca apa?"
"Kau tidak memanggilku dengan panggilan 'nona' lagi?"
"Ups, maaf. Tapi ... bisakah aku melakukannya jika tak ada orang lain?"
"Tentu saja," jawab Zoya tersenyum.
"Kau sangat bersemangat belajar."
"Iya. Pak Theo bilang aku akan memimpin perusahaan. Jadi, aku harus banyak belajar. Oh ya, omong-omong, berapa usiamu? Kau terlihat masih muda untuk menjadi seorang pengacara."
"Usiaku 27 tahun. Benarkah? Apa aku terlihat muda?" Goda Daniel.
Zoya tertawa. Ia senang karena
hidupnya makin berwarna setelah bertemu dengan keluarganya. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk kehidupan Zoya nantinya.
#bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejak ya kesayangan 😘😘😘
Dinding itu begitu kokoh
tak akan bisa aku tembus
siapa yang merelakan diri membantuku?
aku harap itu adalah kamu
...🍂🍂🍂...
Malam itu, semua anggota keluarga Arora
berkumpul untuk makan malam bersama. Kondisi Akash makin membaik sejak
kedatangan Zoya. Zoya pun dengan telaten merawat kakeknya itu.
Sudah satu minggu Zoya tinggal dengan keluarga barunya. Tak ada keanehan yang terjadi disana. Zoya merasa bahagia dikelilingi orang-orang yang menyayanginya.
Zoya masih penasaran dengan kisah ayah dan ibunya. Tapi ia bingung bicara dengan siapa. Bertanya pada Nana? Tidak mungkin. Ia masih muda dan pasti tak tahu apa-apa.
"Kakek dengar kau belajar dengan serius tentang perusahaan. Kau memang penuh energi seperti ayahmu. Kakek suka semangatmu."
"Terima kasih, Kek. Pada dasarnya aku sangat suka belajar dan membaca buku."
"Oh ya, besok kau ada waktu? Bibi ingin mengajakmu jalan-jalan. Sudah seminggu kau tinggal disini, tapi kau hanya belajar di perpustakaan. Kau pasti bosan, bukan?" Mahiya bertanya dengan suara seksi dan lembutnya.
"Ah, tidak Bibi. Aku senang berada di ruang baca."
"Bibimu benar. Berjalan-jalanlah sebentar untuk mengurangi penat."
"Ah iya, baiklah Kakek."
“Cih, dasar gadis udik. Bisa-bisanya dia hanya menuruti keinginan ayah saja. Bersiaplah, karena kau akan mendapat pelajaran dariku.” Seringai Mahiya.
.
.
.
"Nana, apa kau tahu kisah tentang ayah dan ibuku?" tanya Zoya.
Entah kenapa aku menanyakan ini pada Nana.
"Maksud Nona, Tuan Yash dan Nyonya Alamanda?"
Zoya memutar bola matanya. "Siapa lagi?"
"Saya tidak tahu banyak, Nona. Saya juga baru tahu kalau Tuan Yash memiliki anak dari Nyonya Alamanda, yaitu Nona Zoya. Kenapa Nona bertanya?"
"Aku hanya ingin tahu tentang masa lalu ayah dan ibu. Dan kenapa aku sampai hidup diasingkan. Apa kau tahu aku harus bertanya pada siapa?"
"Umm, bagaimana kalau Tuan Daniel saja. Dia adalah pengacara di keluarga ini. Dan setahu saya, dia dekat dengan Tuan Yash."
Ide dari Nana bagus juga. Tapi ... apa Daniel bisa dipercaya?
...🍂...
Pagi itu Nisa keluar dari kamarnya sudah dalam keadaan rapi. Ia memakai gaun panjang yang terlihat sopan. Ibunya bilang seorang wanita harus bisa menjaga kehormatannya. Dan itulah yang selalu Zoya ingat dalam kehidupannya.
Zoya melihat Theo keluar dari kamar kakeknya. Dan tiba-tiba ia teringat jika masing-masing orang dirumah ini memiliki asisten.
Zoya mulai berpikir siapa asisten ayahnya semasa hidupnya? Zoya berjalan cepat menghampiri Theo.
"Pak Theo, tunggu!" Zoya mengatur napasnya.
"Ada apa, Nona? Nona ingin menemui Tuan Akash?"
"Tidak. Aku mencari bapak. Ada yang ingin kutanyakan pada bapak."
Theo nampak mengerutkan keningnya. "Nona mau bicara dengan saya?"
"Iya. Kita bicara di ruang baca saja. Mari, pak!"
Zoya dan Theo duduk berhadapan di ruang baca.
"Ada apa, Nona? Apa yang ingin Nona bicarakan dengan saya?"
"Maaf jika saya mengganggu waktu bapak. Saya ingin bertanya tentang ayah. Siapa asisten ayah semasa hidupnya? Kulihat semua orang di rumah ini memiliki asisten. Pasti ayahku juga memiliki asisten kan?"
Theo terdiam. "Kenapa Nona menanyakan ini?"
"Aku ingin tahu tentang masa lalu ayahku. Selama ini aku tak begitu mengenalnya."
"Asisten Tuan Yash bernama Hendra. Dia sudah mengundurkan diri setelah Tuan Yash meninggal."
"Dimana dia sekarang?"
"Saya tidak tahu, Nona."
"Aku mohon tolonglah, Pak!" pinta Zoya.
Theo merasa tak enak hati pada Nona Mudanya ini. Ia tak mau jika apa yang Zoya akan lakukan bisa menyakiti keluarga ini.
......***......
Akhirnya Zoya mendapat alamat Hendra
dari Theo. Ia segera menuju kesana seorang diri menggunakan taksi dengan bantuan Nana.
Sesampainya di depan rumah Hendra, Zoya
menekan bel. Muncul seorang wanita yang Zoya tebak adalah istri Hendra.
"Permisi, saya ingin bertemu dengan Pak Hendra."
"Anda siapa? Ada perlu apa dengan suami saya?"
"Saya adalah putri dari Yash Arora,” jawab Zoya tegas.
Hendra yang sebenarnya mengetahui kedatangan Zoya, sangat terkejut saat mendengar Zoya menyatakan bahwa ia adalah
anak Yash.
Hendra segera menuju pintu dan bertemu dengan Zoya.
"Nona Zoya?" Hendra nampak kebingungan melihat Zoya ada di rumahnya.
.
.
.
"Terima kasih bapak bersedia menemui saya," ucap Zoya membuka percakapan.
"Dari mana Nona tahu kalau saya tinggal disini?"
"Pak Theo. Saya meminta alamat bapak dari beliau."
"Saya turut berduka atas kehilangan Nona. Saya..." Hendra seakan tak mampu berkata apapun lagi.
"Kenapa bapak berhenti jadi asisten ayah saya? Apa karena ayah sudah tidak ada?"
"Nona..."
"Pasti bapak sudah tahu 'kan
jika saya sekarang tinggal di rumah keluarga Arora. Saya ... hanya ingin tahu kisah masa lalu ayah dan ibuku. Pasti bapak tahu banyak soal itu. Benar 'kan?"
"Nona... sebaiknya jangan membuka luka lama di keluarga Nona. Jika tidak, Nona bisa terluka."
"Kenapa? Apa yang keluarga itu tutupi?"
"Tidak ada, Nona." Hendra membuang muka.
Zoya tahu jika Hendra mengetahui sesuatu namun tak bisa ia katakan.
"Baiklah, saya tidak akan bertanya lagi. Tapi, saya punya permintaan."
"Eh?"
"Kembalilah bekerja, Pak. Jadilah asisten saya." Pinta Zoya.
"Apa?"
"Saya mohon!" Zoya memohon dengan mata berkaca-kaca. "Saya tidak tahu apa-apa tentang perusahaan, saya mohon bantuan bapak untuk membimbing saya."
Hendra tampak bingung. Ia ingin menolak permintaan Zoya, tapi disatu sisi ia juga ingat pesan terakhir mendiang
Yash.
......"Tolong jaga putriku,...
...Hendra. Aku yakin banyak orang yang ingin menyingkirkannya setelah aku tiada....
...Tolong penuhi permintaanku..."......
Hendra memejamkan mata seraya berpikir. Sedangkan Zoya dengan harap-harap cemas menunggu jawaban Hendra.
"Baiklah, Nona. Saya bersedia."
Semburat senyum manis terukir di wajah cantik Zoya. Ia sangat berterimakasih kepada Hendra.
......***......
Keesokan harinya, Hendra kembali bekerja pada keluarga Arora. Ia menunggu didepan kamar Zoya.
Hendra pun mengetuk pintu kamar Zoya.
Tak lama Zoya membuka pintu dan tersenyum pada Hendra. Hari ini mereka akan pergi ke gedung Aro Group.
Beberapa minggu lalu Zoya pernah
berkunjung ke perusahaan bersama Daniel namun hanya berkeliling saja. Tapi kali
ini, ia akan mulai belajar tentang bisnis dan juga Aro Group.
Sesampainya di gedung utama Aro Group, banyak mata memandang ke arah Zoya dan Hendra.
Zoya memakai setelan kerja panjang warna hitam dengan kemeja putih didalamnya.
Untung saja waktu itu bibinya mengajaknya berbelanja baju, Zoya memanfaatkan hal itu untuk membeli beberapa baju kerja.
Zoya menuju ke ruangan milik ayahnya yang sekarang di tempati oleh bibinya, Mahiya.
Mahiya tercengang melihat Zoya datang bersama Hendra. Di ruangan itu juga ada Daniel yang tak kalah terkejut.
"Zoya? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Mahiya dengan suara khasnya.
"Aku ingin belajar tentang perusahaan, Bibi. Mohon bimbingan dari Bibi dan juga Daniel."
.
.
.
"Zoya, apa yang kau lakukan? Kenapa tiba-tiba datang ke kantor?" Daniel membawa Zoya ke ruangannya.
"Kenapa memangnya? Kau sendiri yang bilang kalau aku harus belajar tentang bisnis."
"Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi." Daniel mengusap wajahnya.
"Kenapa kau begitu takut?"
"Dunia bisnis tak seperti yang kau bayangkan. Kau bisa terluka nanti."
"Daniel... Kenapa kau bicara begini padaku?"
"Karena aku peduli padamu..."
"Eh?"
#bersambung
yuk tinggalkan jejak lagi yuk, he he he
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!