Pengenalan katakter
Melisa Yong ju
Melisa Yong ju adalah adik kesayangan Alan Yong ju, seorang CEO muda tampan dan berkuasa. Sebelumnya Melisa sangat di benci oleh Alan Yong ju karena dia adalah anak dari istri kedua ayahnya. Tapi suatu hari pengorbanan yang Melisa lakukan mampu merubah sikap dingin dan acuh Alan Yong ju menjadi cinta dan kasih sayang yang luar biasa.
Begitulah Melisa, ia selalu peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Hingga suatu hari rasa kepeduliannya itu membuatnya harus menerima perjodohan dengan Kevin Sanjaya, seorang pria yang tidak ia kenal sama sekali.
Alan Yong ju
Ia seorang CEO muda, menggantikan ayahnya yang tewas terbunuh. Ia selalu menjaga Melisa Yong ju dengan nyawanya. Terlepas dari masalalunya dulu, dimana ia sangat menyesali kebenciannya terhadap Melisa. ia berjanji akan melakukan apapun demi kebahagiaan adik kesayangannya itu.
Kevin Sanjaya
Pemuda tampan berusia 24 tahun yang di jodohkan dengan Melisa. Seiring berjalannya waktu perasaan cintanya kepada Melisa tumbuh dan semakin besar. Tapi sederet aturan dan perjanjian pra nikah yang di buat Alan Yong ju membuatnya serba salah dan semakin frustasi.
Suatu hari di kediaman keluarga besar Yong ju
"Ayahhhh..." Melisa berlari kecil menghampiri ayahnya.
"Ayah sudah pulang." Imbuhnya lagi.
"Apa kamu merindukan ayahmu ini nak?" Mengusap-usap lembut rambut anak gadisnya.
"Tentu saja aku merindukan ayah, sudah satu bulan ayah pergi keluar negeri." Sambil mengerucutkan bibirnya.
Ia menampilkan wajah cemberut yang di buat sedramatis mungkin, agar ayahnya tau betapa ia sangat merindukan ayahnya.
"Apa kamu lupa ayahmu ini Jhonatan Yong ju, CEO perusahaan terbesar di Asia. Tentu saja ayah akan sering pergi untuk melihat perkembangan anak perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah."
Yong ju Group memang perusahaan terbesar di Asia yang bergegerak di bidang media, finansial dan properti.
Dan tiba-tiba saja
"DUAAARRRRRR!!!!!!!" Dalam sekejab Jhonatan tergeletak bersimbah darah. Seseorang telah menembaknya.
"Ayaaaahhhh......"
Melisa berteriak histeris melihat ayahnya terbunuh di depan matanya sendiri.
"Ada apa ini?" Alan yang mendengar teriakan Melisa bergegas keluar dan melihat apa yang terjadi.
"Ayaahhh!!" Alan terkejut dan berlari menghampiri ayahnya yang tergeletak dan, "DUAARRRRRRR!!!"
Sekali lagi sebuah tembakan menggelegar. Tembakan itu ditujukan untuk menghabisi nyawa Alan Yong ju, pewaris utama Yong ju Group. Tapi Melisa merangkul dan melindungi tubuh kakaknya sehingga dia yang tertembak.
"Dasar bodoh!!! Kenapa kau mengorbankan dirimu untuk orang lain?" Antara panik, cemas dan marah Alan berusaha menggoyang-goyangkan tubuh adiknya agar tetap tersadar.
"Orang lain katamu? Di dalam tubuh kita mengalir darah yang sama, bagaimana bisa aku membiarkan mu terluka kak?" Tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
***
"Bagaimana keadaan adik saya dok?" Tanya Alan penuh kekhawatiran.
"Dia belum sadar tuan, tapi anda jangan khawatir, dia sudah melewati masa kritisnya."
"Syukurlah, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu kepada Melisa."
"Tapi tuan," Dengan ragu, dokter berusaha menyampaikan kondisi kesehatan Melisa.
"Tapi apa, katakanlah?" Alan geram karena sang dokter tak kunjung melanjutkan kalimatnya.
"Seumur hidup, adik anda akan mengalami masalah pada jantungnya. Karena pelurunya melukai jantung adik anda, dan itu akan memicu berbagai masalah terhadap kondisi kesehatannya kemudian hari."
"Apa?" Alan terkejut dan terduduk lesu di kursi tunggu depan ruang ICU.
***
Waktu berlalu begitu cepat. Kondisi kesehatan Melisa pun berangsur membaik dan di izinkan pulang kerumahnya.
"Maaf tuan Alan, ada tamu di luar." Ucap salah seorang bibik pelayan rumah.
"Siapa bik?"
"Tuan Farhan Sanjaya."
"Suruh dia masuk!"
Sial, dia pasti akan menyampaikan perjodohan yang ayah rencanakan. Gumam Alan dalam hati.
Bersambung...
"Apa yang membuat paman Farhan kemari?"
Alan menunjukka raut wajah kurang bersahabat
"Paman datang kemari bersama pengacara ayahmu, kami bermaksud untuk membicarakan tentang perjodohan antara Melisa dan Kevin."
"Huhh, Adikku baru saja sembuh. Makam ayahku juga belum kering. Jangan bicarakan itu sekarang."
"Justru lebih baik diputuskan sekarang karena dengan begitu ayahmu bisa beristirahat dengan tenang." Farhan berusaha mendesak Alan.
"Tidak!" Alan mengepalkan tangannya. Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa Farhan membicarakan perjodohan saat Melisa masih sekolah.
"Alan apa kau tidak ingin ayahmu ...." Belum sempat Farhan menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba Melisa datang.
"Aku sudah mendengar semuanya." Memandangi semua yang duduk di ruang tamu.
"Demi ayahku, aku putuskan untuk menerima perjodohan ini." Sebenarnya hatinya begitu terluka karena sejujurnya hatinya belum siap dengan pernikahan. Jangankan menikah, untuk berpacaran saja belum terfikirkan di benak Melisa.
***
Di kediaman Farhan sanjaya
"Kevin, tentang perjodohan yang ayah bicarakan tempo hari, ayah sudah memutuskan untuk secepatnya menggelar pernikahan kalian."
"Apa?" Kevin terkejut dengan perkataan ayahnya.
"Please yah, ini jaman moderen, kenapa ayah melakukan hal konyol ini?."
"Dan satu lagi, Kevin belum berfikir untuk menikah. Jadi jangan lagi ayah berbicara tentang pernikahan."
"Terserah, yang jelas ayah tetap pada keputusan ayah. Kalian akan menikah secepatnya." Farhan berlalu meninggalkan Kevin yang mematung di sofa.
***
Teng..... Teng.... teng....
Bel istirahat berbunyi. Melisa yang bermaksud untuk pergi ke perpustakaan tiba-tiba langkahnya terhenti karena seseorang memanggilnya.
"Melisa..." Teihat seseorang berjalan sambil melambaikan tangan. Dia adalah Farhan.
"Paman, ada apa sampai kemari?"
"Ada yang ingin paman bicarakan denganmu."
"Baiklah kita bicara di taman depan perpustakaan saja ya paman."
Keduanya berjalan menuju sebuah bangku taman, tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Begini nak, paman ingin meminta bantuanmu untuk meyakinkan Kevin agar dia setuju dengan perjodohan ini."
"Apa yang bisa saya bantu paman?"
"Temui dia, dan bicarakan semuanya termasuk pesan ayahmu tentang perjodohan ini." Farhan menyodorkan kertas bertuliskan alamat tempat Kevin kuliah.
"Baiklah paman, sepulang sekolah aku akan menemuinya."
Sepulang sekolah, Melisa meminta sang sopir untuk mengantarnya ke kampus tempat Kevin kuliah.
Di dalam mobil Melisa mencoba menghubungi Alan. Kakaknya itu pasti akan panik kalau ia pulang terlambat.
"Halo, kak... hari ini aku akan pulang terlambat.
"Sayang memangnya kamu mau kemana, jangan berbuat yang aneh-aneh, jangan membuat kakakmu ini cemas!"
"Iya iya, aku hanya ingin mampir ke toko buku sebentar." Maafkan aku kak, aku terpaksa bohong. Kalau aku katakan yang sebenarnya pasti kakak tidak akan mengizinkan.
"Baiklah jaga dirimu baik-baik."
Sesampainya di tempat yang di tuju, Melisa turun dari mobil dan mengedarkan pandangannya.
"Dikampus seluas ini bagaimana aku bisa menemukannya. Aku lupa meminta nomor televon Kevin kepada paman Farhan tadi." Gerutu Melisa kepada dirinya sendiri.
"Ah maaf kak, apa kakak kenal dengan kak Kevin?" Tanya Melisa kepada seorang mahasiswa yang kebetulan melintas.
"Kevin? Oh iya tadi dia ada di kantin. Apa perlu saya antar?"
"Kalau tidak merepotkan kakak baiklah". Melisa berjalan mengekor di belakang pria yang mengantarnya.
"Vin... " Melambaikan tangannya.
" Ada yang nyari lo."
"Siapa ya?" Kevin menatap heran karena merasa tidak kenal dengan sosok gadis berseragam SMA di depannya.
"Aku Melisa kak, bisa kita bicara sebentar?"
Melisa? Apa ini Melisa yang ayah ceritakan kemarin?
"Baiklah ikut aku." Kevin membawanya ke tempat yang lebih sepi.
"Ada apa? Apa kau ingin membahas perjodohan?"
"Aku harap kakak mau menerima perjodohan ini, ini permintaan terakhir ayahku sebelum meninggal. Aku hanya ingin ayah beristirahat dengan tenang."Dengan beruraian air mata Melisa menjelaskan semuanya.
Karena tidak tega Kevin berusaha menenangkan Melisa.
"Sudah sudah jangan menangis. Aku akan menerima perjodohan ini."
Kenapa ini? Kenapa hatiku berdebar seperti ini? kenapa aku menuruti keinginan gadis itu? Aaaaahh aku rasa aku sudah gila.
Sesampainya di rumah Melisa berusaha memejamkan matanya, sedari tadi air matanya tak henti hentinya mengalir.
Ayah, aku harap ayah tenang disana. Aku sayang ayah. Apapun aku lakukan demi ayah.
Hingga akhirnya ia terlelap.
"Melisa di mana bik?" Alan berjalan menuju sofa ruang tengah. Pekerjaannya hari ini benar benar menguras tenaga dan fikirannya.
"Nona di kamar tuan, sejak pulang sekolah tadi nona tidak keluar kamar. Saya coba mengantarkan makan siang ke kamar tapi nona sedang tidur, jadi makanannya saya taruh di meja."
Alan berjalan menuju kamar adiknya. Ia tau betul kalau sudah seperti ini pasti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
Jegleegg!!! suara pintu kamar terbuka. Alan mendekati adiknya. Mengusap lembut dan mencium kepalanya.
Kau pasti terluka dengan perjodohan ini, kenapa kau selalu mementingkan kebahagiaan orang lain. Bodohnya aku dulu yang membenci gadis semulia ini.
Begitulah Melisa, ia selalu menampilkan senyum walau hatinya terluka. Ia selalu tampil kuat di hadapan semua orang. Di balik semua itu ia selalu menyembunyikan tangisnya dalam gugu.
Bersambung......
Pagi yang begitu cerah, udara menghempas helaian dedaunan sehingga membuat embun yang menempel berjatuhan.
Sama halnya dengan Melisa, hari ini ia tampak begtu ceria dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia tengah menangisi nasibnya.
"Pagi kak, hari ini cerah sekali ya." Melisa merangkul dari belakang kakaknya yang sedang duduk di meja makan.
"Pagi sayang, hari ini kakak yang akan mengantarmu ke sekolah."
"Benarkah? Sungguh aku rindu saat-saat seperti ini. Tapi apa tidak apa-apa kakak mengantarku?"
"Tentu saja, memangnya kenapa? Kakak tidak akan terlambat karena tidak ada kata terlambat untuk seorang CEO." Keduanya pun tertawa. Quality time seperti ini jarang sekali mereka miliki. Kesibukan Alan yang begitu padat membuat mereka jarang sekali berbincang hangat seperti ini. Jangankan bercengkerama, bertemu saja kadang hanya di pagi hari di meja makan. Karena saat Alan pulang larut malam biasanya Melisa sudah tidur.
Di sela-sela perjalanan menuju sekolah, ucapan Melisa membuyarkan keheningan.
"Aku sudah memutuskan untuk menerima perjodohan ini kak, jadi aku harap kakak segera menentukan tanggal pernikahan kami."
"Apa kau yakin? Coba pikirkan lagi, kau mempertaruhkan masa depanmu sendiri." Alan tersenyum miris.
"Aku sudah memikirkannya, dan aku yakin dengan keputusanku kak."
"Kau ini memang keras kepala. Huhh... baiklah, undang mereka kerumah. Kita akan bicarakan itu nanti."
Tidak terasa mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di gerbang sekolah.
"Sampai jumpa nanti." Alan mencium kening Melisa cukup lama. Hatinya masih belum rela jika adik kesayangannya sebentar lagi akan menikah.
"Sudah kak nanti aku bisa terlambat."
"Iya iya, sudah sana masuk kelas."
***
"Baiklah, karena semua sudah ada disini. Aku akan menerima perjodohan ini dan mengizinkan Melisa menikah dengan putramu. Tapi aku ingin ada perjanjian pra nikah." Bughh!! Alan meletakkan map dengan sedikit kasar di atas meja, tepat di depan Farhan.
Farhan mengambil map itu dan membacanya. Sementara Kevin yang duduk di sampingnya hanya memilih untuk diam. Yang dia lakukan sedari tadi hanyalah memandangi Melisa dengan penuh kagum.
"Kevin". Suara Farhan mengagetkannya dan beralih memandang ayahnya.
"Iya yah, kenapa?"
"Baca ini." Farhan menyodorkan map kepada Kevin.
Perjanjian pra nikah :
Peraturan pertama : Setelah menikah Melisa akan tetap tinggal di kediaman Yong ju.
Peraturan kedua : Tidak ada hubungan suami istri sebelum Melisa berusia 21 tahun.
Peraturan ketiga : Melisa dan Kevin akan tidur di kamar yang terpisah.
Peraturan keempat : Pernikahan bersifat rahasia dan tertutup.
Glegg, Kevin menelan kasar salivanya
Pernikahan macam apa ini? Batin Kevin.
"Baiklah aku setuju."Ucap Kevin pada akhirnya.
Setelah itu, Kevin dan Melisa menandatangani perjanjian yang di buat Alan.
Pernikahan berlangsung begitu singkat. Hanya ada akad nikah. Tidak ada tamu undangan dari kedua belah pihak keluarga.
Tangis Melisa pecah. Haruskah ia bahagia karena sudah bisa melaksanakan keinginan mendiang ayahnya, atau haruskah ia bersedih meratapi masa depan yang entah bagaimana setelah pernikahan ini.
"Sayang, malam ini kamu tidur di kamar kakak. Kalau kamu tidur sendirian bisa-bisa ada tikus yang menyelinap masuk ke kamar kamu." Alan melirik tajam Kevin yang berdiri di sampingnya.
"Apa kakak sedang mengataiku?" Protes Kevin.
"Hei siapa yang sedang mengataimu? Tapi kalau kau merasa dirimu itu mirip tikus, ya itu salahmu sendiri."
"Huh.. dasar kakak posesif." Gumam-gumam kecil.
"Apa kau bilang?" Alan membelalakkan matanya.
"Ah tidak kak, aku akan pergi tidur ke kamarku."
"Ya sudah sana."
Sungguh konyol sikap Alan kali ini. Hilang sudah wibawa seorang CEO kalau sudah begini.
Inilah malam pertama paling menyedihkan di dunia. Batin Kevin sambil menertawakan dirinya sendiri.
"Pagi kak Alan, pagi kak Kevin." Sapa Melisa yang terlihat begitu ceria dengan senyum khas nya.
"Pagi." Jawab keduanya yang nyaris bersamaan.
"Sayang hari ini kak Alan ada meeting pagi, jadi kakak tidak bisa mengantarmu ke sekolah."
"Biar aku saja yang mengantar Melisa ke sekolah, sekarang itu sudah menjadi kewajibanku." Ucap kevin.
"Baiklah kalau begitu, tapi awas kalau kau sampai macam-macam." Alan menatap Kevin dengan tajam.
"Memangnya aku akan berbuat apa? Tidak mungkin juga kan aku mencium Melisa di tempat umum. Kalau aku ingin menciumnya sudah pasti aku akan mencari tempat yang sepi." Kevin tersenyum penuh kemenangan.
"Kau," Alan menatap Kevin dengan sorot mata tajam.
"Dia hanya bercanda kak." Melisa berusaha mencairkan suasana. Pipinya sudah bersemu merah sedari tadi karena malu dengan ucapan Kevin itu.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Hanya keheningan yang diciptakan keduanya. Sampai akhirnya Kevin yang memulai pembicaraan.
"Ternyata seru juga ya menggoda kakakmu." Seru Kevin.
"Jangan lakukan itu lagi, kau belum tau kakakku. Dia bisa melakukan apa saja kalau menyangkut diriku." Melisa memperingatkan Kevin.
"Sudah sampai, aku akan menjemputmu nanti."
"Memangnya kakak tidak kuliah?"
"Hari ini aku tidak ada kelas."
"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa nanti kak."
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!