Nadila Zena Askadina namanya.
Biasa dipanggil Dila, atau Nadila bahkan Zena.
Mahasiswi semester akhir yang baru saja menyelesaikan kuliah kerja nyata nya, dan sekarang sedang berkutat dengan file skripsi.
Dan sekarang, Nadila sedang dilanda masalah juga.
Iya, karena uang untuk pembayaran kuliah nya di semester akhir ini tiba tiba saja sudah habis, akibat tidak sengaja dipakai olehnya untuk berfoya foya bersama temannya.
Sekarang Nadila juga tengah bersama sang ibu yang sedari tadi mengomel
"Dila Dila, kamu tuh kalau dikasih amanat sama orang tua, harusnya di jaga baik baik." - mama Yuri terlihat pusing sekaligus tidak habis pikir dengan anak perempuannya ini
"Ya maaf ma, aku kira mama kasihnya lebih, Makanya aku pakai sebagian. Eh tahunya habis semua."
"Bisa aja kamu ngelesnya ya! Mau bayar pakai apa coba sekarang?!" - Mama yuri.
"Ya kan mama bisa minta papa lagi, Kok ribet sih?" - Nadila.
"Masalahnya papa itu baru aja transfer dek, dan itu buat uang kuliah kamu, Nanti kalau mama minta lagi ya pasti marah lah papa kamu!" - Mama yuri.
"Lah terus gimana dong ma? Dila nggak bisa ikut sidang dong?"
"Mama nggak mau tahu, pokoknya kamu harus cari uang sendiri buat keperluan skripsi sama uang semester kamu!" - Mama yuri.
"Mama ihh, terus Dila harus ngapain maa? Dila kan belum punya pengalaman kerjaa." - Nadila masih mencari pembelaan
"Ya kerja apa gitu, terserah. Pusing mama mikirin kamu doang!"
"...."
"Pokoknya untuk uang kuliah kamu harus bisa cari sendiri. Beneran Pusing ini mama mikirin kamu doang." setelah berbicara, mama Yuri segera masuk kamar.
"Mama nih jahat banget sih sama adek! Dila nggak mau kerja ma. Ribet!!!"
"Woy, berisik tahu nggak! Kakak jadi ngga konsentrasi kerja ini!" Dan Nadila terkena semprotan dari sang kakak yang sedang berada di ruang kerjanya
Namanya Akmal Dani Tio, biasa dipanggil Dani atau Tio
'Mati aja gue kalau disuruh cari duit buat kuliah sendiri!'
****
Nadila tengah berada di kampus, dia sedang ada keperluan, jadinya mengunjungi tempat kuliahnya
"Yuda?!" Nadila terdengar memanggil orang yang bernama Yuda
"Dasar budek!"
Nadila merebut ponsel milik Yuda dan langsung melemparkannya di meja dengan pelan.
"Sialan ya lo. Kalau mau pinjem hp orang tuh ngomong dulu. Jangan maen nyaut aja?!" - Yuda terlihat marah
"Siapa juga yang mau pinjem hp lo. Palingan isi galeri lo foto foto cewe hago semua." - Jawab Nadila yang sepertinya sudah akrab dengan laki laki bernama Yuda ini
"Yee biarin aja."
"Yuda, Gue butuh bantuan lo"
"Bantuan apa? Milih film biru yang bagus?"
"Kagak anjing" Nadila berucap sembari mendorong kepala Yuda
"Lah terus apa Nadila Zena?" - Yuda.
"Cariin gue kerjaan dong.."
"What??!" Yuda terkejut mendengar ucapan sang sahabat
"Biasa aja, Bisa pecah ini gendang telinga gue!"
"Habisnya, omongan lo bikin gue kaget!"
"Yaudah, buruan cariin gue kerjaan."
"Emang buat apa sih? Tumbenan"
"Buat bayar ukt, sama keperluan skripsi gue."
"Emang lo nggak dikasih?" tanya Yuda sekali lagi.
"Bukannya nggak dikasih, tapi duitnya habis gara gara gue pakai."
"Kebanyakan minum bir bintang ya gini, Makanya nggak ngotak!"
"Banyak omong lo! Ini bisa nggak cariin gue kerjaan! Kalau nggak bisa gue minta tolong Juna aja deh!"
"Gue lagi mikir! Bisa diem nggak."
Nadila mendengus, dia bersandar di kursi sembari melipat kedua tangannya di dada
Sedangkan Yuda tengah berpikir, pekerjaan apa yang cocok untuk orang seperti Nadila ini
Dan sampai akhirnya Yuda mendapatkan sebuah ide.
"Eh, gue ada sih kerjaan buat lo."
"Beneran? apaan?" Nadila langsung berbinar mendengar hal itu
"Ya masih belum tahu sih gue, cuma emang dia ini tuh lagi butuh orang banget, Mungkin jadi asisten rumah tangga?"
Dan ucapan Yuda membuat Nadila membelalakkan matanya
"Gila ya lo? Masa gue jadi art?!"
"Itu belum pasti, tapi kalau lo nggak mau yaudah, gue juga nggak mau maksa."
Nadila menghela nafas dengan kasar, dia kembali berpikir untuk menerima pekerjaan dari Yuda ini atau tidak.
"Gue kan belum ada pengalaman kerja Yud, kalau misal beneran jadi art, pasti kerjaannya berat banget. Gue takut nggak sanggup"
"Lo aja belum coba, udah pesimis gitu. Lagian omongan gue kan belum pasti, siapa tahu lo nanti kalau ngelamar bakalan ditempatin di posisi lain"
Nadila masih terdiam sesaat.
"Yaudah deh, gue mau, Daripada nggak ada kerjaan lain. Nggak bisa bayar beneran gue." Dan akhirnya Nadila menyetujui
"Yang bener lo mau?" Yuda bertanya sekali lagi
"Iya Yuda Hutomo, gue mau"
"Yaudah, nanti gue kasih alamatnya ke lo, Ntar gue juga telfon dia deh kalau lo mau ke sana"
"Emang siapa sih orangnya?" tanya Nadila.
"Abang gue."
"Kakak lo? Yang kata lo duda itu?" tanya Nadila sekali lagi
Yuda hanya mengangguk saja
"Ganteng Nggak?" Nadila terlihat penasaran, karena memang dia belum pernah bertemu kakak dari Yuda ini.
"Paling lo kalo ketemu dia langsung minta diajakin ngamar, udah papa muda. Hot dady, banyak duit lagi, tahu gue otak lo mah."
"Memang bangsul punya kawan model ginian." Nadila menggerutu, karena apa yang dibilang Yuda ada benarnya.
"Nanti gue share alamatnya sama lo, lo kesana sendiri berani kan?"
"Lah kok nggak sama lo aja sih?" - Nadila.
"Nggak bisa Dil, gue lagi ada urusan."
"hilih! Sok ada urusan. Urusan ngerayu dosen iya?!"
"Nah itu lo tahu! Emang sahabat sejati gue lo, Muacchh" Yuda berdiri, lalu melakukan kiss bye ke Nadila, dan segera pergi
"Kebanyakan dosa kali ya gue, makanya punya temen modelannya kayak Yuda."
****
Karena jadwal Nadila di kampus sudah usai, Nadila memutuskan untuk berangkat ke rumah kakak dari Yuda.
Karena sesuai apa yang Nadila bilang, jika dia butuh pekerjaan.
Dan Nadila sudah sampai di salah satu rumah yang terlihat besar dan mewah, bahkan sepertinya rumah dia kalah ukuran dengan rumah ini.
"Jalan mawar no.20, bener yang ini bukan?" Nadila memastikan terlebih dulu, karena dia takut salah alamat
"Eh iya bener, wah gede banget rumahnya." guman Nadila.
'Inget ya Dil.. Yang sopan kalau namu, soalnya kakak gue tuh perfeksionis banget. Dan nggak suka basa basi.'
Yuda sudah memperingati Nadila. Karena tahu sendiri jika sifat Nadila ini susah ditebak dan banyak berbicara, Yuda tidak ingi terkena amukan dari sang kakak karena telah salah merekomendasikan orang.
Ting tong!
"Permisi" Nadila mulai memberanikan diri untuk bertamu
Tak berselang lama, pintu terbuka lebar
"Cari siapa ya tante?"
Nadila melihat seorang anak kecil, perempuan yang sangat cantik dan menggemaskan
"Emm, tante mau cari—"
"Issya, ada siapa sayang?" Dan tiba tiba ada seorang yang mendekat ke arah anak kecil tersebut
Nadila yang melihat terkejut, dan merasakan detak jantungnya terpacu begitu cepat
Ya Tuhan, makhluk apa ini ganteng banget
To Be Continued
Nadila terdiam sejenak
Sungguh, dia sangat terkejut dengan pemandangan ini, karena laki laki yang berada di hadapannya terlihat sangat tampan dan berwibawa
"Permisi, kamu baik baik saja?"
Mendengar ucapan laki laki tersebut, Nadila segera tersadar
"Ah iya, saya baik baik saja"
"Lalu? Ada keperluan apa kamu datang ke rumah ini? Apa kamu mengenal saya?"
'Kalau dia tanya kenapa lo ke rumahnya, Jawab aja kalau lo itu temennya gue'
Nadila kembali teringat kata kata Yuda
"Eh itu om, Saya temennya Nayuda, adeknya om."
Laki laki itu diam, seperti memikirkan sesuatu.
"Ohh, kamu yang sedang mencari pekerjaan itu bukan?"
"Nah iya! Bener banget om" Nadila menjawab dengan semangat
"Yasudah, masuk dulu." laki laki itu mempersilahkan Nadila masuk sembari menggendong sang anak.
Dan sekarang mereka berdua sedang duduk bersebalahan di ruang tamu.
'Kenapa gue grogi ya' Nadila mengumpat dalam hati
"Jadi? Apa keahlian kamu?"
Nadila terdiam, dia sama sekali belum mempunyai keahlian apapun, karena dia belum pernah merasakan dunia kerja.
"Kok nggak dijawab? Saya tanya loh, kamu bisa apa? Apa nggak bisa ngapa ngapain?"
"Eh bisa kok om bisa!"
"Yaiya, tapi bisa apa? Kan saya tanya kamu tadi."
Ternyata yang dibilang Yuda ada benarnya, jika sang kakak ini orangnya terlihat serius.
"Saya bisa semuanya kok om."
"Yakin?"
Nadila mengangguk.
"Kamu mahasiswa?"
"Iya om."
"Semester?"
"Semester akhir om. Sebentar lagi juga skripsi hehe."
Laki laki tersebut hanya mengangguk
Asli kaku banget ini om om
"Kamu sudah tahu pekerjaan kamu ini apa?"
"Belum sih om."
"Memang Yuda tidak memberi tahu kamu?"
Nadila menggelengkan kepalanya
"Saya sedang membutuhkan orang untuk mengurus rumah dan mengurus anak saya, kamu bersedia menjadi asisten rumah tangga saya?"
"Hah? Apa om?"
"Asisten rumah tangga, sekaligus menjaga anak saya ketika saya bekerja, kamu sanggup?"
Dan ternyata benar, Nadila akan menjadi seorang asisten sekaligus pengasuh di rumah seluar ini
"Kenapa melamun? Kamu tidak bersedia menjadi asisten rumah tangga saya?"
"Mau kok om."
Demi keperluan kuliah, mau tidak mau, Nadila harus menerima
"Yasudah, kapan bisa mulai kerja?"
"Sekarang juga bisa." — Nadila
"Tidak mengganggu jadwal kuliah kamu kan?"
"Nggak kok. Kebetulan saya cuma ada kelas pagi, Jadi udah pulang" - Nadila.
"Yasudah, kalau gitu sekarang kamu bisa kerja di rumah saya hari ini"
"Siap om!"
"Oh iya, nama kamu siapa?"
"Nadila om, panggil aja Dila."
Laki laki tersebut mengangguk mengerti
"Ah iya, saya belum tahu nama om, Masa iya asisten nggak tahu nama majikannya."
"Nama panggilan saya? Atau mau nama lengkap?"
'Aduhh ribet banget ini orang tua'
"Dua duanya juga boleh om."
"Nama lengkap saya, Pratama Hutomo, Kamu bisa panggil saya Tama"
"Ohhh om Tama, oke."
"Jangan panggil saya om."
"Eh? Ma-maaf om. Habisnya aku bingung mau panggil apa."
Tama menghela nafas "Terserah kamu saja."
Nadila tersenyum
"Oh iya. Kamu bisa masak kan?" Tama bertanya sekali lagi
"Kecil kalau masak mah."
Nadila memang jago dalam masak memasak, jadi itu pekerjaan yang sangat mudah menurutnya
"Hari ini kamu bisa masakin saya sama anak saya kan?" - Tama
"Eh? Tadi itu anaknya om??"
"Iya, Kenapa? Kaget kalau saya sudah punya anak?"
"Iya- Eh maksud saya nggak kok om. Biasa aja."
Taeil tersenyum tipis
'Ya Allah, plis tabahkan hati'
Sepertinya Nadila tertarik pada pandangan pertama dengan Tama.
"Yasudah, dapurnya ada di sebelah kiri kamar tamu."
"Siap om, kalau gitu aku mau masak dulu." Nadila bergegas menuju ke dapur.
Nadila tahu jika Tama ini seorang duda, namun dia masih sedikit terkejut jika Tama duda yang mempunyai anak.
"Eh iya om."
"Kenapa?"
"Saya nggak disuruh cuci piring kan?" tanya Nadila.
"Kenapa emang? Kamu nggak bisa cuci piring?"
"Hehe, tangan saya licin om. Jadi saya kalau cuci piring takut pecah."
"Nanti saya yang bantu kamu buat cuci piring." setelah berbicara seperti itu, Tama segera meninggalkan Nadila
"Baik juga kakaknya si Yuda, Gue kira garang, Ah tapi kaku gitu" guman Nadila.
.
.
.
Nadila masih sibuk di dapur, karena ini pekerjaan pertamanya, jadi dia harus menyiapkan makanan yang sedikit istimewa, agar Tama memujinya.
Sedang fokusnya memasak, ponsel Nadila bergetar
"Adu, siapa sih?" Nadila mengambil ponselnya yang berada di apron.
Mama💞 is calling...
"Hallo ma?"
"Nadila, kamu ke mana? Kenapa jam segini belum pulang?"
"Dila lagi kerja ma, Kan mama sendiri yang suruh adek buat cari kerja, Masa mama lupa sih?"
"Emang ada yang mau terima kamu? Orang nggak bisa apa apa gitu."
"Buktinya ini adek kerja, berarti ya ada dong yang mau terima"
"Kamu kerja apa? Kayaknya kok berisik banget, kerja di resto?"
Nadila terdiam, dia tidak ingin memberi tahu sang ibu soal ini.
"Ma, udah dulu ya, Dila lagi masak, takut gosong, assalamualaikum"
BIP!
Nadila segera mematikan telfon nya secara sepihak
"Dasar, punya orang tua kok cerewetnya minta ampun"
Baru saja dia ingin kembali fokus, tiba tiba ada yang menarik bajunya.
Nadila melihat ke arah bawah
Dan ternyata gadis kecil yang tadi membukakan pintu untuknya
"Hai tante." Ucap anak itu sembari tersenyum cerah.
Nadila membalas senyumannya "Hai juga cantik "
Nadila memang sangat menyukai anak kecil, karena katanya menggemaskan
"Aku boleh ikut bantuin tante masak nggak?"
Nadila mensejajarkan dirinya.
"Kamu tunggu di ruang makan aja ya sama papa kamu, Biar tante yang masak." ucap Nadila sembari menarik hidungnya pelan.
"Nama tante siapa?"
"Nama tante Nadila, kamu bisa Panggil tante Dila. Kalau nama kamu, Siapa?" Nadila bertanya kembali
"Nama aku—"
"Issya? Kamu ngapain di situ?"
Belum juga mendapat jawaban, namun sudah ada suara yang menyebut nama gadis kecil itu.
"Issya lagi kenalan sama tante Dila pa."
'Ohh. Jadi nama anaknya Issya? Cakep juga ini bocah, Pasti dulu ibu nya juga cakep.'
"Tante Dila lagi sibuk sayang, Issya tunggu di depan aja ya." ucap Tama sembari mengelus kepala anaknya pelan.
Dila yang melihat tersenyum.
Bolehkan aku berada di antara kalian?
"Maaf jika Issya mengganggu pekerjaan kamu." - Tama kembali bersuara.
"Nggak ganggu kok om, Beneran. Ini aku juga udah selesai."
Tama melihat ke arah meja makan, dan kembali menatap ke arah Nadila
"Itu Kamu semua yang masak?" Tama bertanya
"Iya lah om, kan yang di sini cuma saya." ucap Nadila dengan senyum yang cerah.
Dan Tama tidak sengaja melihat senyuman itu
'Senyuman itu...'
Tama menatap Nadila dalam diam
"Om? Om nggak papa kan?" dan Nadila menyadarkan lamunan Tama
"I-iya saya nggak papa."
"Yakin? Kok lihatin aku gitu sih? Ada yang salah ya om sama aku?" - Nadila
Tama menggelengkan kepalanya "Saya hanya mengingat seseorang jika melihat kamu tersenyum" Setelah berbicara seperti itu, Tama segera meninggalkan Nadila
Nadila menatap Tama hingga benar benar hilang dari pandangan
"Jadi tadi, om Tama lihat senyuman gue?" guman nadila, seketika langsung tersenyum kembali
Sepertinya Nadila benar benar tertarik dengan Tama
***
Setelah selesai makan siang, Nadila sedang berada di dapur kembali untuk membereskan makanan, kali ini dia benar benar dibantu oleh Tama dalam hal mencuci piring
"Kamu bisa masak. Tapi kenapa tidak bisa mencuci piring" Tama bertanya
"Bukan nggak bisa sih om, tapi saya males terus takut kalau piringnya pecah. Karena saya ini agak ceroboh"
"Kamu itu perempuan, calon ibu rumah tangga. Masa cuci piring saja tidak bisa. Kalah sama saya." - Tama
"Kan nikahnya masih lama om." — Nadila
"Memang kamu bisa melawan takdir? Jika besok kamu dilamar orang, memang kamu tahu?" - Tama
"Nggak juga sih. Cuma aku nggak kepikiran buat urusin hal hal semacam itu."
"Tapi kalau om yang lamar, Mau besok ajak nikah pun aku iyain"
"Kamu satu kampus dengan Yuda?" Tama bertanya kembali
"Iya om, satu fakultas malah."
"Yuda itu adik bungsu saya" - Tama
"Emang om Tama punya saudara berapa?"
"Dua."
"Loh? Jadi Yuda punya kakak lagi?" - Nadila
"Iya, kakaknya perempuan. Hanya saja, memang tidak di indonesia."
Nadila hanya mengangguk.
Pantes jika Yuda tidak pernah cerita, karena memang kakak nya yang kedua tidak berada di negara ini.
"Om, Nama anaknya bagus."
Tama tersenyum tipis.
"Namanya Alissya Askadina Putri."
"Wahh, nama tengahnya sama kayak nama saya tuh." — Nadila
"Sepertinya Issya suka dengan kamu." - Tama
"Oh ya?"
Tama mengangguk "Sebelumnya, Issya tidak pernah suka jika ada asisten di rumah. Makanya selama ini saya sendiri yang ngurus Issya."
"Emang ibunya kemana om?" tanya Nadila yang tidak tahu apa apa.
Dan mendengar pertanyaan itu, wajah Tama berubah menjadi sendu.
"Istri saya meninggal ketika Issya lahir."
To Be Continued
Nadila terkejut, karena dia benar benar tidak tahu jika istri dari Tama sudah meninggal.
Karena Yuda hanya berkata jika Tama adalah seorang duda, tidak membahas tentang sang istri yang ternyata sudah meninggalkan dunia
"Om, Maaf ya. Aku nggak bermaksud buat ingetin om sama istrinya. Tapi aku bener bener nggak tahu, Soalnya Yuda nggak pernah cerita ke aku soal itu" Nadila minta maaf karena merasa bersalah.
"Tidak apa, wajar jika kamu bertanya."
Nadila melihat tatapan Tama yang sulit diartikan
Nadila berpikir, pasti Tama sangat mencintai sang istri. Apalagi dia meninggal ketika melahirkan sang buah hati.
'Berarti, Issya belum tahu wajah ibunya?'
.
.
.
Dan Sekarang, Nadila sedang berada di ruang tamu dengan Tama dan juga Issya
Issya ingin Nadila menemaninya bermain, padahal dia harusnya segera pulang, sang kakak menghubunginya karena hari juga sudah mulai petang.
Namun ketika Nadila berpamitan, Issya menangis secara tiba tiba, dia tidak memperbolehkan Nadila pulang.
Hingga akhirnya Nadila masih berada di rumah sejenak untuk menemani anak dari sang tuan.
"Tante, Issya seneng deh ada tante Dila di sini."
"Seneng kenapa? " — Nadila
"Soalnya tante Dila tuh cantik. Terus sayang sama Issya, jadi Issya seneng deh."
Nadila tersenyum, lalu mengelus kepala Issya dengan lembut.
Drrttt
Kak Dani is calling..
Terlihat Dani yang menghubungi Nadila sedari tadi, sudah pasti atas suruhan sang ibu.
"Kak Dani itu siapa? Pacar kamu?" Tama bertanya karena tidak sengaja melirik ponsel Nadila.
"Bukan om. Ini kakak aku, biasalah nyuruh pulang." — Nadila
Tama melihat jam, dan memang ini sudah malam. Pantas saja Nadila dihubungi terus menerus.
"Kalau kamu mau pulang, nggak papa. Issya biar saya yang ngurus." - Tama
"Iya om aku—"
"Tante Dila nggak boleh pulang!" Dan tiba tiba Issya memeluk Nadila dengan erat
"Ini udah malem sayang, Tante Dila harus pulang, soalnya udah dicari orang tuanya, jadi Issya sama papa aja ya?" - Tama mencoba membujuk
"Nggak mau! Issya pengen tidur sama tante Dila."
"Alissya, Tante Dila nggak bisa tidur di sini."
Memang awalnya Tama sempat menyuruh Nadila untuk menginap di sini, namun Nadila menolak, karena dia masih sangat baru di rumah ini, Nadila kurang nyaman dan merasa tidak enak.
"Issya sayang, Besok kan tante ke sini lagi. Jadi hari ini Issya tidur sama papa dulu." Nadila juga ikut membujuk
"Nggak mau! Issya mau sama tante Da!"
"Issya."
"Eh udah om nggak papa, biar aku yang temenin tidur issya." Nadila mencoba menenangkan situasi.
"Tapi ini sudah larut, pasti orang tua kamu khawatir"
"Nggak papa om, gampang urusan rumah mah."
"Yaudah, Issya ke kamar yuk. Tante temani kamu tidur."
Nadila menggendong Issya, lalu segera memasuki kamar untuk menidurkan gadis kecil itu.
Tama yang menatap, hatinya terasa hangat, tanpa sadar dia tersenyum
****
Issya sudah tertidur dengan pulas, dan Nadila sudah bersiap siap ingin pulang karena hari juga semakin larut.
"Om, Aku pamit pulang dulu ya, udah malem juga." Nadila mendekat ke Tama yang sedang di ruang tamu.
Tama menatap Nadila yang tengah membawa buku tebal, dan juga tas berwarna pink.
"Kamu pulang naik apa?"
"Naik taksi"
"Kamu yakin ingin pulang dengan taksi sendirian?"
Nadila mengangguk "Yakin, Aku mah udah biasa. Bahkan pulang lebih dari jam sembilan juga pernah."
Taeil mengangguk pelan.
"Yaudah om, Aku permisi dulu ya." Nadila segera jalan ke arah depan.
Tapi entah, Tama merasa tidak nyaman jika melihat perempuan yang keluar rumah sendirian di jam jam jam larut seperti ini.
Tama segera menyusul Nadila untuk keluar rumah.
"Oh iya om, Besok aku mau ke kampus siang. Jadi aku ke sininya cuma pagi. Tapi kalau sore ada waktu, aku bakalan ke sini." Nadila
"besok berarti kamu bisa antar Issya ke sekolah kan?"
Nadila mengangguk.
"Yaudah kalau gitu aku permisi dulu om." Nadila berucap sembari tersenyum, lalu segera melanjutkan langkahnya
Sepertinya Nadila adalah gadis yang gampang sekali tersenyum.
"Nadila?"
"Iya om?"
"Kamu jadi pulang dengan taksi?"
Nadila mengangguk "Jadi, ini aku mau ke halte depan jalan raya"
"Memang masih ada taksi lewat di jam seperti ini?" - Tama bertanya sekali lagi
"Eh iya ya, Kok nggak kepikiran sih gue." Nadila berguman, karena dia baru saja ingat jika hari sudah sangat malam.
"Mau saya antar pulang?" Tama menawarkan diri.
"Nggak usah om makasih, masa iya sih om Tama sebagai majikan aku malah antar aku pulang. ada ada aja" — Nadila
"Ya daripada kamu pulang jalan kaki?"
"Aku bisa pesen grab kok om, Tenang aja."
"Kamu itu perempuan, mana tega saya membiarkan kamu pulang sendirian?"
DEG!
Jantung Nadila berpacu ketika mendengar ucapan Tama.
"Jadi, bagaimana? Saya antar pulang ya?"
"Lah, Ini curut masih di sini ternyata??" Dan belum sempat Nadila menjawab, Yuda telah datang
"Yuda? Ngapain lo ke sini?" Nadila bertanya
"Ngapain? Suka suka gue lah, orang ini rumah punya abang gue."
Nadila hanya memutar bola mata nya dengan malas
"Ngapain Yud malem malem ke sini?" Tama ikut bertanya
"Bang. Gue nginep sini ya, Males pulang" — Yuda
Tama terdiam sejenak
"Yuda, lo anter Nadila pulang"
"Gue anterin cewek ini balik? Ogah." Yuda menolak untuk mengantarkan Nadila pulang
"Yuda, Nadila perempuan. Emang lo tega biarin pulang sendirian? Nanti kalau ada apa apa gimana di jalan?" Tama menjelaskan
"Elah, lo belum tahu aja si Dila ini gimana. Naik motor sendirian jam satu malem aja berani, jadi jangan percaya deh sama nih cewek, pencitraan paling"
Mendengar hal itu, Nadila mendengus kesal.
'Awas aja ya lo Yudi, lo bakalan gue uyel uyel besok.'
"Yuda, anter Nadila pulang sekarang, gue yang suruh"
"Biarin aja pulang sendiri lah bang, capek gue. Napa lo jadi bawel sih ah"
"Bukan gitu Yud, Nadila kan kerja sama gue. Ya gue nggak mau lah dia kenapa kenapa di jalan."
Dan Nadila tersenyum malu mendengar perkataan Tama.
'Iya sayang, Aku nggak akan kenapa kenapa kok di jalan'
"Ck! Yaudah, gue anter pakai motor buruan! Repotin aja bisanya" Dengan wajah kesal, Yuda meninggalkan Nadila dan Tama untuk mengambil motor
"Dasar, suka minta tolong, giliran dimintain tolong balik gak pernah mau" Nadila ikut menggerutu
Dan Tama yang mendengar hanya tersenyum
"Om Tama, aku pulang dulu ya, Permisi." — Nadila juga segera meninggalkan Tama untuk pulang bersama Yuda
***
Waktu menunjukkan pukul enam pagi, namun Nadila sudah terlihat rapi. Tidak seperti biasa yang suka bangun siang.
Bahkan sang mama cukup terkejut melihatnya.
"Dek, Kamu mau ke mana? Kok udah rapi banget? katanya kamu kuliah siang?" Mama Yuri bertanya
"Mau kerja lah ma, Mau kemana lagi coba?" - Nadila
"Kamu kerja apa sih emang? Sampai pagi pagi gini berangkatnya?"
"Jadi asisten rumah tangga ma."
"Hah? Serius kamu?!" Mama Yuri semakin terkejut
"Ck. Kenapa sih emang? Kan mama sendiri yang ngomong, kalau Dila itu harus cari uang sendiri." - Dila
"Iya sih, tapi mama pikir kamu kerja di cafe atau magang di kantor, kamu kan ceroboh, apalagi kalau disuruh cuci piring"
"Mama ih, sama aja kayak kak Dani." —Nadila
"Hehe, Kan emang bener, kamu cuci piring aja gemeteran gitu."
"Udah ah. Dila berangkat dulu ya ma. Mungkin nanti Dila pulang malem lagi, jadi nggak usah tungguin Dila, Assalamualaikum" Nadila mencium pipi sang mama, setelah itu keluar dari rumah
"Waalaikumsalam, Hati hati sayang."
Mama Yuri tersenyum sembari memandang sang anak bungsu, beliau terlihat senang jika Nadila sudah cukup dewasa dalam menyikapi sesuatu, karena selama ini memang Nadila sangat dimanja oleh keluarganya, jadi Mama Yuri takut jika sikap Nadila akan terbawa hingga menikah nanti.
****
Nadila sudah berada di rumah Tama, dia tidak mengantar Issya ke sekolah, karena tadi Tama menghubunginya lewat telfon bahwa Issya telah diantar oleh Yuda.
Nadila merasa bahagia dihubungi oleh gebetan.
"Selamat pagi om." Nadila menyapa Tama yang sedang berada di ruang tamu dengan senyuman
"Iya, Pagi juga."
"Om nggak kerja? Kok jam segini masih di rumah?" tanya Nadila.
"Saya menunggu kamu"
"Eh? Kok tungguin aku?" Nadila cukup heran dengan alasan Tama yang sedikit tidak masuk akal
"Tidak apa, saya memang ingin menunggu kamu saja." - Tama berucap
"Ohh aku tahu! Om Tama pasti belum sarapan ya? Yaudah aku buatin sarapan dulu ya." Nadila segera beranjak ke dapur untuk membuatkan sarapan sang tuan
"Nadila?" namun Tama mengikutinya, dan memanggil
"Iya, Kenapa om?"
"Saya tidak ingin sarapan di rumah."
"Eh? Berarti aku nggak masakin om nih?"
Tama mengangguk "Kamu buatkan saja untuk Yuda dan Issya nanti"
"Oh okee" Nadila menuruti apa kata Tama
"Oh iya, Om Tama mau—"
"Saya ingin kamu mengantarkan makan siang ke kantor saya nanti"
Dan Nadila menghentikan kegiatannya secara tiba tiba akibat terkejut mendengar permintaan Tama.
To Be Continued
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!