Menyadari sesuatu yang aneh telah terjadi padanya, Elric memegangi punggung kepalanya selagi berjongkok menahan nafasnya yang gemetaran, semuanya jelas telah berubah dari apa yang dia bayangkan, padang rumput yang hijau, langit biru cerah dan beberapa hewan yang sama sekali berbeda dari tempatnya berasal.
Dia bergumam.
"Sebenarnya aku dimana?" Elric terus menanyakan hal itu dalam hatinya walaupun sebenarnya dia tidak bisa menemukan siapapun di sekitarnya untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Selagi menahan perasaan gelisah, Elric terus memaksakan kakinya berjalan tanpa tujuan, paling tidak dia berharap bisa menemukan seseorang setelah melewati padang rumput ini.
Beberapa menit sebelumnya dia berencana untuk mengganti baju olah raganya dengan seragam namun apa yang dia dapat setelah membuka pintu malah seperti ini.
Apa aku benar-benar dikirim ke dunia lain? Tenang, pasti ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk kembali, di game semua hal selalu dimulai dari kota pemula dan kebetulan jika seseorang dikirim kemari pasti ada orang yang memangilnya.. tapi siapa itu? Hal itu bisa diabaikan, yang jelas aku harus berfikir apa yang bisa kulakukan sekarang.
Bagi Elric saat seseorang dipanggil ke dunia ini pasti mereka mempunyai kemampuan luar biasa, apalagi jika ini memang dunia sihir maka dia pasti memiliki kemampuan tersembunyi yang sulit dibayangkan orang lain, dengan perasaan menggebu-gebu dia mengambil sebuah ranting kayu dan mencoba untuk mengayunkannya di udara seperti apa yang dia ingat di dalam sebuah novel fantasi terkenal. Kendati demikian, tidak ada apapun yang terjadi.
"Sialan... Sebenarnya siapa yang telah memanggilku kemari?"
Menendang tanah sekuat yang bisa Elric lakukan, dia terus berjalan tanpa arah hingga sebuah suara muncul dari arah belakangnya.
"Oi, apa yang kau lakukan? Kau menghalangi jalan, minggirlah,"
Suara itu berasal dari seorang pria yang berada di umur akhir 40-an.
"Kebetulan sekali, bolehkah aku menumpang pada paman, aku baru datang kemari dan tanpa sengaja tersesat."
"Kau ini... Jika tidak tahu jalan, jangan sembarangan pergi, naiklah."
"Terima kasih."
Walaupun kesal paman itu masih mau bermurah hati memberikan tumpangannya, Elric sedikit melirik ke arah seseorang yang berada di kereta barang. Karena tertutup tudung sulit untuk menentukan dia pria atau wanita.
"Ampun, kenapa banyak orang tersesat belakangan ini, lihat di belakang juga dia senasib denganmu," atas pernyataan tersebut Elric hanya bisa tersenyum masam.
Ia sempat ingin tahu siapa yang dimaksud paman itu, hanya saja pemandangan jalan lebih membuatnya tertarik dibanding mengetahui siapa yang ada di belakangnya.
Tak lama kemudian kereta berhenti tiba-tiba.
"Paman ada apa?"
Karena merasa aneh Elric melirik ke arah paman di sebelahnya, awalnya mungkin si paman hanya ingin izin untuk buang air kecil, akan tetapi hal itu jauh lebih menakutkan dari apa yang dipikirkan Elric.
Tepat di bawah kakinya sebuah kepala menggelinding begitu saja dengan darah yang menyembur dari tubuh yang tak bernyawa.
"Indahnya, kita lihat apa kau memiliki darah yang indah itu juga," tepat di belakang Elric seorang wanita telah berdiri selagi memegang pisau di tangannya, tentu dia adalah orang yang sebelumnya dia lihat sebelum naik kereta ini.
Ia mengenakan gaun hitam berenda berwarna sama seperti rambutnya yang panjang mengkilap.
Tatapannya terlihat begitu bergairah saat memandang Elric seperti sebuah mangsa yang rapuh.
Hanya satu kata yang bisa dipikirkan olehnya.
Orang ini sudah gila.
Menyadari dirinya dalam bahaya Elric menundukan kepalanya saat bilah pisau melewati dirinya, wanita itu tak berhenti di sana dia menendang tubuh Elric jatuh ke bawah lalu melompat selagi mencoba menusukan pisau di tangannya menuju mata Elric.
"Jangan khawatir ini akan cepat berakhir."
"Kau sudah gila, kau ingin membunuh seseorang yang baru kau temui."
"Memangnya ada yang salah, ini adalah bentuk cintaku pada semua orang.. cinta, cinta, cinta cinta... cinta itu berbagi rasa sakit, karena itu aku ingin memberikan cintaku padamu."
Semakin memikirkan sosok di depannya kepala Elric semakin ditarik dalam kenyataan yang mengerikan, dia sama sekali tidak mampu mengetahui pola pikiran dari lawan bicaranya.
Atau sejujurnya dia ragu menyebut orang ini dengan sebutan manusia juga?
Saat ujung pisau menyentuh kulit tenggorokannya, Elric menendang perut wanita itu sekuat yang bisa dia lakukan lalu berlari ke arah kereta untuk melarikan diri tanpa memperdulikan tubuh yang terpisah dengan kepala itu.
"Aah, dia berhasil melarikan diri," samar-samar suara itu terdengar ke telinga Elric yang masih menenangkan dirinya karena rasa takut. Tangannya pun masih belum berhenti gemetaran.
Langit berubah kelabu seperti perasaan hati Elric sekarang, setelah menguburkan pria yang baru dikenalnya ia pergi menuju kota terdekat, di sana ia menjual kereta kuda tersebut demi mendapatkan beberapa koin emas yang ia pakai untuk menginap di penginapan sederhana di tengah kota, selagi duduk di kursi secara terbalik ia menatap air hujan yang menetes dari langit. Perlahan titik air itu menyisir permukaan jendela lalu menghilang jatuh ke bawah.
Apa yang bisa dipikirkan oleh Elric hanyalah kejadian yang menimpanya.
Kemarahan jelas apa yang terlukis di wajahnya, akan tetapi di sisi lain dia merasa sedih dengan kehidupannya. Jika dia kuat mungkin dia bisa menyelamatkan pria yang sebelumnya dia temui, terlebih saat melihat wanita itu harusnya dia menyadari bahwa ada yang aneh dengannya.
"Sial," Elric membuang perkataan itu dari mulutnya.
Nasi telah menjadi bubur dan hal itu tidak bisa diubah lagi, yang bisa dia lakukan hanyalah mencoba untuk menerima dan sedikit demi sedikit berusaha melupakannya. Tak lama kemudian pandangan Elric tertuju jauh keluar jendela.
Dia melihat seorang gadis kecil sedang berteduh di emperan toko selagi duduk di atas sebuah peti mati yang jelas memiliki ukuran lebih besar dari tubuhnya. Gadis itu memiliki rambut putih pucat dengan pita biru melekat di sisi kiri kanannya, jika menanyakan bagaimana pakaiannya, dia memakai pakaian seperti jubah penyihir akan tetapi di bagian lehernya ada sebuah tudung bertelinga kucing yang berfungsi untuk menutupi kepalanya.
Untuk bawahannya sendiri dia hanya mengenakan celana pendek dan sepatu bot serasi.
Apa yang bisa digambarkan dari sosok itu hanyalah keimutan dari gadis polos.
Ketika Elric memikirkan hal demikian di dalam kepalanya, gadis itu telah menyadari sosok yang sedang menatapnya hingga balik menatap dengan pandangan seekor kucing yang ingin dipelihara seseorang.
Itu jelas kekuatan yang bisa membunuh siapapun yang melihatnya, bahkan jika itu Elric dia tidak akan bisa mengabaikannya.
Di dalam kamar itu sosok si gadis kecil dengan senang mengayunkan kakinya di atas ranjang seolah itu benar-benar miliknya.
"Pertama lebih baik kau memperkenalkan dirimu dulu, kemudian kenapa kau membawa peti mati?"
"Soal peti mati aku tidak bisa mengatakannya, yang jelas siapapun dilarang membukanya atau mereka akan mati dan jika itu nama aku bisa memberitahukan padamu dengan segelas teh atau makanan yang bisa kunikmati, aku benar-benar kedinginan dan kelaparan sekarang."
Ekpresinya terlihat berbohong.
Terlebih.
Itu jelas bukan perkataan yang biasa diutarakan gadis kecil seumurannya, jadi Elric bertanya.
"Berapa umurmu?"
"Enam belas tahun."
"......Kau lebih muda setahun dariku," teriak Elric terkejut sementara lawan bicaranya hanya mengembungkan pipinya cemberut.
"Masalah buatmu, hari ini hanya pengecualian jadi aku akan memberitahukan namaku. Namaku adalah Namira, ingat baik-baik."
Dia sangat imut... tidak, tidak, aku tidak boleh terpengaruh, dia jelas seperti seorang yang membawa masalah kepada orang lain.
Perlu kekuatan kuat untuk menahan tangan Elric agar tidak mengelus kepalanya atau itu akan berakhir sebagai pelecehan seksual dan ia akan dituntut untuk melakukan sesuatu yang lebih merepotkan.
Elric kembali menegaskan saat kedua mata Namira menatapnya.
"Aku hanya membiarkanmu tinggal di sini semalam saja, setelah itu kau bisa pergi dari sini."
"Bukannya terlalu kejam mengusir gadis sepertiku, harusnya kau sedikit khawatir dan mau mendengarkan masalah yang terjadi padaku."
"Yang kuyakini saat ini hanyalah jika aku mendengarkan, aku akan terlibat masalah yang sangat merepotkan, coba katakan berapa orang yang mau membawa peti mati jalan-jalan berkeliling kota."
Namira terdiam untuk memikirkannya.
"Mungkin cuma aku."
"Tepat sekali, apapun yang terjadi aku hanya akan tidur dan saat bangun kau sudah pergi dari sini, paham."
"Jika kau bilang begitu apa boleh buat, dasar tak berperasaan" balas Namira lalu berbaring di ranjang selagi menyelimuti dirinya dengan selimut.
Mendengar hal itu Elric hanya mendesah pelan lalu tidur di futon yang telah dia siapkan sendiri, jika dia memang tak berperasaan. Dari awal dia tidak akan membawa gadis ini untuk tinggal bersamanya.
Sesuatu yang lembut membangun Elric dari tidurnya, di depannya tampak wajah gadis imut itu tertidur pulas sementara dirinya sedang memeluknya.
Dalam situasi seperti ini kebanyakan orang akan berteriak dan terkejut tapi bagi Elric dia tidak seperti memeluk wanita dewasa melainkan hanya gadis kecil yang menyelinap ke tempat tidurnya.
Pandangan keduanya saling bertemu.
"Selamat pagi Elric."
"Selamat pagi dengkulmu, apa yang sedang kau lakukan? Bukannya aku menyuruhmu pergi."
"Aku tidak bilang menyetujuinya, kupikir aku menyukaimu jadi aku ingin bersamamu."
Dan apa yang didapat gadis itu hanyalah sebuah tarikan di pipi, Elric mendesah pelan lalu melepaskannya untuk duduk di kursi.
"Aku ini bukan lolicon, sama sepertimu aku ini tidak punya apa-apa."
"Bukannya itu sudah cocok, seorang pemuda dan gadis imut berpetualang bersama di dunia yang kejam ini," ucap Namira selagi memutar tubuhnya dengan mata berbinar.
Bagi Elric tingkahnya hanya seperti bocah nakal yang mencoba untuk terlihat dewasa, ia berfikir untuk mengusirnya sekarang kendati demikian, Elric tidak memungkiri membutuhkan seseorang untuk memandunya beradaptasi di dunia yang tidak dikenalnya ini.
"Apa boleh buat, aku akan berpetualang denganmu, tapi dengan satu syarat?"
"Syarat seperti apa?" Namira balik bertanya.
"Aku ingin belajar sihir," mendengar perkataan itu Namira memiringkan wajahnya heran.
"Apa kau yakin ingin belajar sihir? Jika kau mempelajarinya bukannya itu menjadikanmu sebagai penyihir, makhluk yang mengerikan."
"Mengerikan? Tunggu sebentar, definisi penyihir di dunia ini sangat berbeda dengan apa yang kupikirkan," kata Elric memegangi kepalanya di sisi lain Namira malah mencoba duduk di pangkuan Elric, hingga mendapatkan pandangan setengah terbuka.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku lelah terus berdiri, aku lebih suka duduk di tempat empuk yang tidak membuat bokongku sakit.. Ngomong-ngomong definisi itu apaan?"
Elric tidak langsung menjawabnya melainkan hanya diam memikirkannya, jika penyihir dianggap jahat maka sudah jelas itu akan jadi masalah baginya, akan ada kemungkinan orang-orang yang berbahaya muncul di depannya, kalau bukan dengan sihir bagaimana dia bisa melindungi dirinya.
Setelah menimbang-nimbang sesaat Elric berkata ke arah Namira yang sejujurnya sedang duduk di pangkuannya.
"Sebenarnya aku berasal dari dunia lain."
"Dunia lain kah, aku tidak pernah berfikir ada dunia berbeda selain di sini... Jika kau benar-benar dari dunia lain pasti ada seseorang yang memindahkanmu, apa kau tahu siapa orang itu?"
"Entahlah, aku hanya tahu tiba-tiba muncul di padang rumput.. Alasan aku berpetualang aku juga ingin mengetahui siapa yang melakukannya."
"Apa kau ingin kembali?"
"Karena sudah di sini aku tidak terlalu memikirkan untuk kembali, aku hanya ingin tahu alasan kenapa aku datang kemari? Pasti ada alasan yang jelas."
Diam-diam Namira tersenyum lembut.
"Sihir itu mengerikan, jika kau ingin menggunakan hal yang sedikit mirip kenapa tidak mengikat kontrak dengan roh, roh bisa membuka gerbang mana di tubuhmu dan kau bisa menggunakan kekuatan mereka sama seperti elemen roh yang kau kontrak.. Kami menyebutnya kontraktor roh."
"Aku akan memikirkannya nanti, lalu bagaimana denganmu, kenapa kau pergi berpetualang?"
"Selain menyukai berpergian jauh, aku juga ingin mencari makna dari kata ini."
Elric cukup terkejut dengan apa yang diberikan oleh Namira selanjutnya. Itu adalah sebuah kertas bertuliskan 'The Little Apple Garden' sudah jelas ini ditulis dengan bahasa yang dikenalnya.
"Kenapa kau memiliki kertas ini?"
"Aku hanya menemukan ini di atas peti mati yang kubawa itu, jika soal petinya aku menemukan di dalam reruntuhan di dekat desaku dan akhirnya aku bawa bersama kertasnya."
"Jangan sembarangan membawa hal berbahaya."
"Apa ini berbahaya?"
"Sudah jelas, malah nanya."
Dia mempertaruhkan nyawanya demi sesuatu yang tidak diketahuinya, gumam Elric di dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!