Pagi-pagi yang dingin dan gerimis turun rintik-rintik, Zion kehilangan Zia, ia melompat panik mencari isterinya.
"Zia... Zia..."
Zion takut Zia pergi dibawa siluman atau apa.
Hingga...
"Ya Tuhan, kau sedang apa?"
Tanya Zion melihat Zia duduk di teras rumah Nenek Zia sambil memakan sesuatu.
Zia menoleh pada Zion seraya tersenyum.
"Tiba-tiba aku menginginkannya."
Kata Zia.
Zion mengerutkan kening.
Ada apa dengannya? Batin Zion bingung.
Zia tampak berdiri dari duduknya, lalu membawa piring yang berisi batu bata merah yang ia ambil dari tetangga sebelah yang sedang bangunan.
Batu bata merah yang basah itu dihaluskan dan kemudian ia makan sedikit-sedikit.
Zion kemudian merebut piring berisi batu bata merah itu.
"Kamu ini kenapa sih Zi? Nanti dikira Alpha Centauri bangkrut makan nasi saja ngga mampu sampe makan batu bata."
Zion dibuat kesal pagi-pagi.
Zia merengut.
"Kembalikan, aku ingin makan itu."
Kata Zia.
"Aku belikan yang lain saja, kamu mau makan apa? Makanan yang satu porsi puluhan juta juga aku belikan kalau kamu mau."
Zion membawa piring berisi batu bata itu ke dapur rumah Nenek Zia.
Zia duduk lemas di atas kasur lantai di ruangan depan.
"Aku mau itu saja."
Lirih Zia.
Zion yang kembali dari dapur melihat Zia malah seperti sedih jadi menghela nafas.
"Yang benar saja Zi, mana ada orang makan batu bata?"
Zion duduk di samping Zia.
Zia tampak berbaring.
"Badanku ngga enak, kayaknya aku mau flu."
Kata Zia lagi.
"Kita Ke Rumah Sakit, lalu pulang ke Kemang."
Zion mengusap kepala Zia.
"Ayuk ganti pakaian mu Zi."
Kata Zion lagi.
Zia yang enggan ribut dengan sang suami akhirnya menurut masuk ke dalam kamar Nenek yang sudah lama tak digunakan lalu sempat menjadi kamar pengantin Zia dan Zion saat baru menikah.
Kini hari itu sudah empat bulan berlalu, Zia sebetulnya sudah ikut Zion tinggal di Kemang, bahkan sejak jauh hari sebelum mereka menikahpun Zia toh memang sudah tinggal di sana, tapi seminggu lalu Zia seperti dipaksa pulang ke rumah Nenek nya.
Ada mimpi aneh yang terus muncul di setiap kali Zia tidur.
Mimpi seorang perempuan cantik dengan sanggul berhias bunga melati memegang sebilah pedang berkilau kemerahan.
Perempuan itu tak mengatakan apapun, yang ia lakukan hanyalah tersenyum saja menatap Zia yang seolah berbaring di kasur kamar Neneknya.
Mimpi itu berulang terus menerus, cukup mengganggu hingga akhirnya Zia memutuskan untuk datang ke rumah Neneknya, yang anehnya begitu tinggal di rumah Nenek justeru Zia tak mendapatkan mimpi apa-apa lagi tentangnya.
Zia keluar dari kamar, Zion kemudian memakaikan jaketnya di tubuh sang isteri, baru setelah itu merangkulnya keluar rumah.
"Aku tunggu di mobil."
Kata Zion saat Zia mengeluarkan kunci pintu rumahnya dari tas selempang kecilnya.
Zion sedikit berlari menghindari gerimis menuju mobil miliknya yang ia parkir di depan rumah.
Bersamaan dengan itu tampak seorang gadis remaja memakai payung dan menenteng satu susun rantang berjalan tergesa menuju rumah Nenek Zia.
"Kak Zia."
Panggil gadis remaja itu.
Zia yang baru selesai mengunci pintu rumah tampak menengok ke arah suara yang memanggil.
"Kanaya."
Zia memandangi Kanaya yang kini naik ke teras rumah.
"Kak Zia mau pergi?"
Tanya Kanaya.
"Oh iya Nay, Tuan Zion meminta pulang ke Kemang."
Kata Zia.
"Oooh."
Kanaya sebentar menoleh ke arah mobil di mana Zion menunggu isterinya.
"Ini Umi masakin makan pagi buat Kak Zia dan Tuan Zion."
Kanaya memberikan satu susun rantang yang ia bawa.
Zia menerimanya.
"Jadi merepotkan Umi terus."
Ujar Zia tak enak.
"Ah Kak Zia, kan Kak Zia juga sudah seperti anak Umi."
Ujar Kanaya.
Zia tersenyum.
"Sampaikan ke Umi terimakasih, ini makanannya Kak Zia bawa ke Kemang ya."
Kata Zia akhirnya.
Kanaya mengangguk.
Gerimis pelahan berubah menjadi hujan, Kanaya memayungi Zia menuju mobil Zion.
Kanaya membungkuk ke arah Zion memberi salam, Zion mengangguk seraya tersenyum.
"Makasih ya Nay."
Kata Zia begitu sudah masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Zion.
Kanaya mengangguk.
"Hati-hati Kak."
Kata Kanaya yang kemudian membantu menutupkan pintu mobil di bagian sisi Zia.
Zia melambaikan tangan ke arah Kanaya.
"Titip rumah Nenek."
"Iya Kak."
Kanaya mengangguk.
Mobil pelahan meninggalkan halaman rumah Nenek Zia, dan kemudian masuk ke jalan kampung untuk nantinya menuju jalan besar.
**------------**
Zia tampak menatap dokter Lintang yang kini duduk di belakang mejanya setelah memeriksa Zia.
Zion juga ada di sana, duduk menemani sang isteri.
Sebetulnya dokter Lintang bukan jadwalnya bertugas hari ini, namun lewat jurus memaksa Zion pada sang Direktur Utama Rumah sakit, maka datanglah dokter Lintang hanya untuk memeriksa Zia.
"Dokter yang bertugas hari ini laki-laki, saya mau yang perempuan saja untuk isteri saya, tidak apa nanti saya bayar sepuluh kali lipat bila perlu asal beliau berkenan hadir."
Begitulah Zion memaksa.
Dokter Lintang tampak tersenyum ke arah Zia.
"Nyonya, sepertinya anda lebih baik ke dokter kandungan setelah ini."
Kata Dokter Lintang kemudian.
Zia mengerutkan kening.
"Mungkin anda tak terlalu menyadari gejalanya karena hanya merasa mudah lelah saja belakangan, begitu kan?"
Zia mengangguk.
"Iya Dok, keluhan saya ya hanya seperti meriang saja dan mudah lelah belakangan ini."
"Tidak ingat terakhir datang bulan?"
Tanya dokter Lintang.
Zia menggeleng.
"Saya termasuk tidak teratur datang bulannya Dok. Jadi misalnya sudah terlambat berapa Minggu juga tidak tahu."
Ujar Zia.
Dokter Lintang mengangguk seraya tersenyum.
Dokter Lintang menoleh ke arah Zion yang sepertinya sudah terlihat berkaca-kaca mendengar apa yang disampaikan Dokter Lintang.
Ada kemungkinan Zia hamil, itu yang Zion tangkap dari yang disampaikan Dokter Lintang.
"Saya sarankan ke Dokter Retno Tuan, beliau sangat baik dalam melayani pasien Ibu muda yang baru mengalami kehamilan pertama. Sepertinya lusa beliau praktek."
Kata Dokter Lintang.
"Tidak bisa sekarang?"
Tanya Zion kebiasaan tidak sabaran.
"Iish, sudah ah, kamu mau maksa semua dokter merelakan waktu istirahatnya, ini saja sudah tidak enak dengan Dokter Lintang."
Kata Zia.
Dokter Lintang tertawa kecil.
"Tidak apa Nyonya, apartemen saya dekat dari sini, tidak masalah jika memang tenaga saya sedang dibutuhkan kapan saja saya selalu siap."
Ujar Dokter Lintang.
Zia jadi tersenyum.
"Saya sarankan anda istirahat yang cukup, kurangi aktifitas yang terlalu berat dan banyak konsumsi buah serta air putih Nyonya."
Kata Dokter Lintang pula.
Zia mengangguk mengerti.
Zion tiba-tiba memeluk Zia.
"Ada apa?"
Zia yang tiba-tiba dipeluk jadi gelagapan.
"Aku akan jadi Ayah, benarkah? Benarkah?"
Zion begitu terharu.
Zia menatap Dokter Lintang yang tampak tertawa kecil lagi melihat keduanya.
"Selamat Nyonya, semoga semuanya sehat."
Ujar Dokter Lintang pula.
**----------**
Zion dan Zia begitu pulang dari Rumah Sakit langsung menuju rumah Kemang. Hujan masih terus turun, bahkan lebih deras.
"Aku mungkin akan ke kantor sebentar, kamu tidak apa aku tinggal?"
Tanya Zion.
Zia mengangguk.
"Sudah biasa ini, pergilah, toh ada Mbak Wati."
Kata Zia.
Zion menghela nafas sambil memapah Zia menuju lift rumah untuk pergi ke lantai tiga di mana kamar keduanya berada.
Sejak pulang dari Rumah Sakit sebetulnya Zion merasa ada yang mengikuti, tapi entah siapa, jika hantu harusnya ia juga bisa lihat, meskipun jelas Zion tak ingin lihat. Hihihi...
Dan Zia...
Ah tampaknya ia juga santai saja, tak melihat atau merasakan apa-apa.
"Ada yang harus aku urus sebentar, kamu istirahatlah."
Kata Zion.
Zia mengangguk.
"Pergilah, jangan terlalu khawatir, aku baik-baik saja."
Kata Zia.
Keduanya masuk ke dalam kamar, namun saat masuk sekelebat bayangan juga seperti ikut masuk ke dalam ruangan kamar.
Zion dan Zia sejenak saling berpandangan.
"Kamu juga lihat kan Zi?"
Tanya Zion.
"Hum, sepertinya ada yang ikut kita pulang sejak dari depan Rumah Sakit."
Kata Zia.
Zion tiba-tiba merasa merinding.
"Aku tidak akan apa-apa, biar saja kalau cuma hantu."
Kata Zia.
"Bagaimana kalau dia bisa mencelakai kamu Zi."
Zia menggeleng.
"Kalau aku harus celaka, mustinya saat aku masuk ke alam siluman di hotel wisata, buatku perjalanan terberat ku selama ini adalah saat terseret ke sana dan mencarikan batu sukmaning ulo untuk ratu ular."
Ujar Zia.
Zion mengangguk.
"Ya, saat hari di mana aku rasanya hampir mati karena takut kamu tak bisa kembali."
Lirih Zion.
Zia tersenyum.
Ia menatap wajah tampan Zion lalu mengusapnya dengan lembut.
"Zi."
Panggil Zion seraya meraih tangan Zia di wajahnya.
"Saat nanti anak kita lahir, aku akan beri nama dia Zizi."
Kata Zion.
"Kenapa Zizi? Apa tidak ada nama lain?"
Zia tergugu.
"Zion dan Zia, dia adalah penyatuan kita."
Kata Zion.
Zia sejenak terdiam, dan kemudian tersenyum.
"Hmm yah, baiklah, kita akan beri nama dia Zizi."
Kata Zia setuju.
Zion tersenyum senang.
"Apa nama itu juga cocok untuk laki-laki? Kita bahkan tidak tahu apakah anaknya perempuan atau laki-laki."
Kata Zia seraya menuju tempat tidur.
"Nama itu cocok untuk laki-laki maupun perempuan."
Zion seolah memaksa.
Zia jadi tergelak.
"Iya... Iya... baiklah, aku akan pakai nama itu untuk bayi kita nanti."
Zion memeluk Zia.
"I Love u."
Kata Zion di samping telinga Zia.
"I Love u too."
Kata Zia.
Zion mengecup bibir Zia sekilas, lalu berdiri untuk bersiap ganti pakaian karena harus ke kantor.
Ada laporan terkait masalah mall yang ditangani Zion langsung.
Zia kemudian menata bantal untuk ia tiduran, saat kemudian ia merasa ada yang mengintip dari sudut rak besar yang berisi beberapa pajangan dan buku milik Zion yang cukup sering dibaca hingga sengaja tak disimpan di ruangan perpustakaan rumah.
"Siapa itu?"
Tanya Zia menatap ke arah di mana seperti ada mahluk tengah mengawasi dirinya.
Zia mengerutkan kening.
Jelas mahluk itu adalah hantu, dan Zia bisa merasakan keberadaannya dengan jelas sejak pulang dari Rumah Sakit. Anehnya Zia tak bisa menangkap jelas bentuk sosoknya, ia seolah sengaja menyembunyikan diri.
Zia mendengus.
Kesal sebetulnya Zia jika berurusan dengan hantu yang mengganggu tapi tak berani menunjukkan diri.
**-----------**
Hari telah gelap. Zia tidur sangat nyenyak sejak Zion pamit pergi.
Sayup ia mendengar suara seorang perempuan seperti bersenandung lagu semacam lagu pengantar tidur untuk anaknya.
Zia membuka matanya di mana kini kamarnya terlihat remang-remang saja karena cahaya lampu temaram dari lampu jalanan di luar sana.
Zia memaksakan diri bangun dari posisinya, mencoba mencari letak hp nya untuk melihat sudah jam berapa, tatkala sekelebat bayangan putih kembali terlihat.
Bayangan itu berkelebat tak begitu cepat.
Zia masih bisa menangkap bentuknya sesosok perempuan berambut panjang dengan daster seperti milik Rumah Sakit.
Zia baru akan turun dari tempat tidur, saat tiba-tiba dua buah tangan muncul dari kolong tempat tidur dan menangkap serta mencengkram kedua kaki Zia.
Zia segera melepaskan diri, dan sedikit melompat menjauhi tempat tidur.
"Siapa kau!!"
Bentak Zia.
"Hihihihi... Hihihihi..."
Terdengar suara cekikikan seorang perempuan.
Zia kemudian melihat sosok perempuan itu keluar pelahan dari kolong tempat tidurnya.
Ia kemudian tampak berdiri menghadapi Zia.
Perempuan berambut panjang dengan daster Rumah Sakit itu perutnya besar seperti hamil. Perempuan itu tersenyum dengan senyuman menakutkan.
"Siapa kau sebetulnya? Apa maumu?"
Tanya Zia.
Perempuan itu melayang arah Zia.
Wajahnya yang pucat pasi dengan kedua mata yang meneteskan air mata darah itu tampak menatap Zia.
"Janin itu, aku mau janin itu, aku menginginkannya, hihihihihi..."
Hantu perempuan hamil itu tampak mengulurkan tangannya yang jari-jarinya berkuku runcing.
"Berikan dia padaku, berikan dia padaku, berikan dia padakuuuuu..."
Hantu itu melompat ke arah Zia hingga Zia terdorong ke dinding dan nyaris jatuh jika saja tak ada tangan yang tiba-tiba menangkapnya.
Zia yang belum menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba lagi melihat hantu itu terpental entah kemana seolah ada yang menghajarnya.
Aroma melati tercium dengan jelas, harum seperti yang ada dalam sanggul-sanggul pengantin.
Zia yang lantas teringat perempuan di dalam mimpinya segera mencarinya ke arah hantu yang hamil tadi terpental.
Jelas pemilik aroma melati itu seperti mengejar ke arah hantu yang hamil itu.
Zia membuka pintu balkon dan lari keluar, hujan sudah reda, tapi masih ada sisa gerimis halus.
Siapa dia? Siapa dia?
Batin Zia heran.
Zia menatap langit yang masih saja mencurahkan air dari atas sana.
Jalanan komplek perumahan elite di mana Zia tinggal terlihat lengang. Seluruh jalanan basah,. begitupun dengan pohon-pohon yang banyak tumbuh di sana.
Zia menghela nafas.
Hantu hamil itu memakai baju Rumah Sakit, apa dia salah satu pasien di Rumah Sakit yang masih bernaung di yayasan milik Kakek Zion.
Apakah hantu itu pasien di sana? Kenapa dia menjadi begitu jahat? Batin Zia penasaran.
Angin berhembus lembut. Angin malam yang dingin dan lembab.
Zia yang merasakan dingin akhirnya memutuskan masuk ke dalam kamar dan menutup pintu balkon kamarnya lagi.
Tampak Zia berjalan gontai untuk kemudian menyalakan lampu.
Zia baru akan masuk ke dalam kamar mandi saat Zia mendengar hp nya berdering.
Zia pun segera menuju tempat tidur nya, ia yakin saat akan tidur ia meletakkan hp nya di sana.
Zia mencoba mencari, namun anehnya suara dering hp itu justeru ada di bawah kolong tempat tidur.
Sejenak Zia terpaku.
Kenapa hp berpindah ke kolong tempat tidur sendiri? Hantu tadi kah?
Zia berjongkok lalu melongok ke kolong tempat tidur.
Hp nya benar ada di sana.
Zia meraihnya, namun saat tangan Zia akan mengambil hp itu, ia merasakan ada sesuatu di sana.
**-----------**
Zia berjongkok dan mendapati hp nya yang berdering kini berada di kolong tempat tidur kamarnya.
Entah siapa yang memindahkannya ke sana, karena Zia masih ingat benar jika ia sebelum tidur meletakkan hp nya persis di sebelah ia berbaring.
Zia mengulurkan tangannya masuk ke dalam kolong, mencoba meraih hp nya yang ada di sana, hingga tiba-tiba, ia merasakan sesuatu,
Zia belum sempat menarik tangannya dari dalam kolong, tatkala tangannya cengkeram dengan kuat lalu ditarik ke dalam kolong.
Zia berusaha meraih dan berpegangan pada tempat tidurnya, namun cengkraman itu begitu kuat hingga akhirnya Zia sepenuhnya bisa ditarik masuk ke dalam kolong.
Dan...
Gelap, suasana begitu gelap. Zia menoleh ke kanan dan ke kiri.
Sepi.
Sangat sepi.
Ah di mana ini? Batin Zia.
Hingga terasa sayup angin sepoi-sepoi berhembus dari arah depannya, menimbulkan seperti suara gemerisik dedaunan.
Zia tercekat, ia jelas-jelas tadi berada di kamar dan ditarik masuk ke dalam kolong, namun sekarang tiba-tiba ia berada di tempat mirip hutan lebat yang gelap sama sekali tak ada cahaya untuk penerangan.
Zia melangkahkan kakinya pelahan di atas jalanan tanah yang becek.
Terasa sekali bagaimana kaki Zia kimi merasakan tanah di jalan itu sudah semacam adonan coklat.
Zia baru saja berjalan beberapa langkah, tatkala ia tiba-tiba melihat kilat merah di arah depan Zia.
Bersamaan dengan itu aroma bunga melati tercium kembali. Aroma melati yang seperti ada pada sanggul para pengantin.
Zia berjalan cepat menuju tempat di mana tadi ia melihat ada cahaya kemerahan muncul, hingga kemudian Zia tiba-tiba melihat cahaya merah itu muncul lagi mengarah ke angkasa dan membentuk seperti seekor naga.
Zia menghentikkan langkahnya, menatap cahaya merah yang membentuk naga tersebut.
"Apa itu?"
Gumam Zia.
Hingga kemudian Zia melihat sekelebat bayangan melayang di atas rimbun pohon hutan yang gelap gulita itu.
Bayangan itu seolah memancarkan cahaya kehijauan, membentuk perempuan dengan pakaian jaman dulu lengkap dengan sanggulnya yang berhias bunga melati yang aromanya merebak luar biasa.
Perempuan itu melayang seraya mengacungkan pedangnya ke langit.
Suara gemuruh terdengar, kilatan-kilatan cahaya serupa petir terlihat memenuhi langit yang gelap.
Harum semerbak aroma melati melingkupi sekitar tubuh Zia berdiri, saat tubuh Zia seolah membeku tak mampu bergerak, ia menatap nanar kedatangan perempuan dengan pedang yang menyala-nyala di tangannya.
Perempuan itu semakin mendekat, wajahnya cantik namun seringainya menakutkan.
Ia mendekati Zia yang tak bisa bergerak. Ingin lari tak bisa, ingin berteriak tak mampu.
Angin kencang berhembus begitu kencang, seolah akan menerbangkan semuanya.
"Zia..."
Tiba-tiba perempuan itu memanggil dengan suaranya yang parau.
Zia dan perempuan itu bertatapan langsung.
Terlihat kedua mata perempuan itu seperti pusaran hitam yang mengerikan.
Perempuan itu semakin mendekati Zia, lalu...
"Zia... Ijinkan aku bersemayam untuk sementara waktu pada janin mu, jangan tanyakan alasannya sekarang, suatu hari kau akan tahu."
Mendengarnya Zia tercekat.
Zia tentu saja ingin menolak, tapi bagaimana bisa sedangkan bicarapun ia tak sanggup.
Aroma melati itu tercium semakin pekat, seiring dengan perempuan itu tiba-tiba berubah menjadi cahaya kehijauan.
Cahaya itu seolah memaksa masuk ke dalam perut Zia.
Zia mengerang sakit. Merasa perutnya seperti dihunus sebilah pedang.
"Zia... Zia... Zia..."
Zion terbangun mendengar Zia mengerang.
Zia membuka matanya, menatap Zion yang terlihat di sampingnya.
"Ada apa?"
Tanya Zion.
Zia mengernyitkan kening, ia berusaha bangun, Zion membantunya.
"Aku ambilkan minum."
Kata Zion yang cepat turun dari tempat tidur.
Zia terdiam, ada yang hilang, tapi entah apa. Ada yang baru saja ia alami tapi entah apa. Ada yang merasukinya tapi entah apa.
Zia menatap perutnya.
Ingatan itu terhapus, padahal kejadiannya seperti baru saja.
Dan...
Zion berjalan mendekati Zia, memberikan Zia segelas air putih.
Zia menerimanya dan meneguknya hingga habis, setelah itu Zia memberikan gelas kosong itu pada Zion lagi untuk Zion letakkan di atas meja.
"Hantu perempuan, aku lihat ada hantu perempuan hamil."
Kata Zia.
Zion menatap Zia.
"Hantu perempuan hamil?"
Zion seperti mengulang. Zia menganggukkan kepalanya.
"Ya, dia memakai daster Rumah Sakit. Dia tadi di sini, tadi saat aku bangun aku melihatnya, lalu..."
Zia mencoba mengingat lagi kejadian setelah itu, namun tak bisa.
Zia memegangi kepalanya yang pusing.
"Aku tadi pulang dari kantor kamu tertidur di atas karpet, hp mu di kolong."
Kata Zion.
Zia menatap Zion.
"Aku tidur di karpet? Hp ku di kolong?"
Zia mengerutkan kening.
Zion mengangguk.
"Kamu tidur pulas sekali, sampai aku angkat saja tak bangun, aku pikir kamu lelah sekali, padahal Mbak Wati bilang kamu sama sekali belum turun atau minta dibawakan makan."
Ujar Zion.
Zia mengangguk pelan.
"Ah iya, aku belum makan sejak siang kamu pergi."
Kata Zia.
Zion menghela nafas.
"Zia... kamu mau sakit?"
Zion tampak jadi kesal.
Zia tersenyum kecil.
"Aku akan minta Mbak Wati ambilkan makan."
Kata Zion.
Zia segera menggeleng.
"Jangan, ini sudah tengah malam, besok sekalian saja."
Ujar Zia.
"Kamu ini, kamu tidak makan dari siang, dan sekarang harus menunggu besok, apa kamu tidak lapar?"
Tanya Zion benar-benar heran. Bukannya biasanya wanita hamil akan lebih mudah lapar? Batin Zion.
"Aku ngga lapar, kalau toh aku ingin makan, aku ingin batu mata merah yang basah."
Zion menatap Zia sedikit takut jadinya mendengar Zia bicara aneh begitu.
"Zi, jangan menakutiku."
Kata Zion.
"Menakuti apa? Aku hanya ingin batu bata merah."
Ujar Zia tanpa merasa itu aneh.
"Mana ada perempuan hamil nyidam makan batu bata merah, kamu ini bagaimana sih Zi? Kenapa ngidamnya yang ngga makan steak mahal saja di New York? Atau belanja di Paris? Atau beli pulau sekalian, kamu ini ngidam makan batu bata merah."
Zion mengurut kening.
Zia mendengarnya jadi cemberut.
"Memangnya apa susahnya beli bata merah, kalau kamu ngga mau beli ya udah aku minta tetangga Nenek yang lagi bangunan saja."
Kesal Zia.
Zion menghela nafasnya lagi.
"Zia... Ini bukan aku ngga mau belikan, aku cuma merasa ngidam kamu ngga wajar sayang."
"Pokoknya aku mau makan itu, meskipun cuma sehari sekali!!"
Tiba-tiba suara Zia berubah.
Zion terlonjak dari posisi duduknya.
"Zi... Zi... Kamu."
Mata Zia berkilat-kilat, lalu tiba-tiba ia melihat ke arah jendela menuju balkon, ada hantu perempuan hamil berdiri di sana.
Zia turun dari tempat tidur dan cepat membuka jendela menuju balkon itu.
"Enyahlah kau!! Aku pemilik janin ini!!"
Suara bukan Zia itu berkata dengan nada tinggi, hantu perempuan itu menatap Zia dengan ketakutan, lalu menghilang pelahan.
Zia berbalik menatap Zion.
"Selama ada aku, tak ada satupun hantu yang bisa menyentuh anakmu."
Katanya.
Setelah mengatakan itu Zia jatuh pingsan.
**------------**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!