NovelToon NovelToon

Berbagi Cinta: Berbagi Suami

Bab 1

Kata sah itu terucap dari saksi yang menyaksikan pernikahan siri yang dilakukan Randy bersama Camelia. Pernikahan kedua yang dilakukannya setelah menikahi gadis pilihan sang mama. Gadis yang tak pernah ia cintai.

Jangankan untuk mencintainya, berpikir akan menikahinya pun tidak.

Arzia. Ya, Arzia. Istri pertama Randy, istri yang tak pernah ada dalam benaknya sedikit pun.

Istri pertama Randy harus menyaksikan hari bahagia suaminya. Ia melihat wajah suaminya nampak sumringah karena sudah berhasil mempersunting orang yang selama ini dicintainya.

Tapi sayang, cinta mereka terhalang restu dari orang tuanya. Entah mengapa, orang tua Randy tidak menyukai Camelia. Padahal, Camelia sendiri adalah gadis baik-baik. Hanya saja, orang tuanya yang tidak berkelakuan baik sehingga menjadi penghalang hubungan mereka.

Ibu Randy sendiri, sebetulnya tidak pemilih mencari menantu. Buktinya, Arzia sendiri hanya gadis yang dibesarkan dipanti asuhan. Kesolehan Arzia membuat hati ibunya Randy terpikat, dan menginginkannya menjadi menantunya.

"Jangan sedih ya? Mama yakin, suatu saat Randy pasti mencintaimu juga," ujar mama Randy pada Arzia, menantu kesayangannya.

Arzia hanya menanggapi dengan senyuman, padahal hatinya tengah merasakan sakit yang teramat dalam. Tidak dipungkiri, bahwa Arzia memang sudah menyukai Randy sewaktu pria itu sering mengantar sang mama ke panti asuhan. Bisa dibilang, Arzia jatuh cinta pada pandangan pertama.

Keberuntungan pun berpihak padanya, mama Randy memintanya untuk menjadi menantunya, hingga sampailah Arzia menjadi istri dari anaknya. Dan itu menambah poin bagi Arzia untuk mendapatkan hati suaminya. Mendapat dukungan dari orang terdekat Randy.

Mama Randy yang bernama Eva itu merasa iba dan merasa bersalah pada menantunya. Membiarkan gadis itu masuk ke dalam hidup anaknya, yang sudah jelas akan menyiksa perasaan Arzia. Eva hanya berharap, semoga suatu saat ada cinta dari anaknya untuk menantunya itu.

Maski pun itu pernikahan siri, para kerabat dan teman-teman Randy ikut serta memeriahkan acara itu. Justru, kehadiran Arzia tidak terlihat, bagaikan orang asing yang berada di dalam sana. Padahal, dialah istri sahnya, sah secara hukum dan agama, istri pertama yang disembunyikan oleh Randy dari teman-temannya.

"Saya sudah bilangkan, jangan mengharapkan cinta dalam pernikahan ini," bisik Randi tepat di telinga Arzia.

Sampai Arzia terkejut ketika kata-kata itu terdengar secara tiba-tiba. Ia memejamkan mata sejenak, lalu melipir pergi. Air mata yang tak bisa lagi ia bendung kini terjatuh sudah, ia pun menangis merasakan sesak di dada.

"Aku tahu, Mas. Aku tahu tidak ada cinta darimu. Tapi, tidak bisakah kamu menjaga persaanku sedikit saja?" gumam Arzia.

Pantang baginya untuk mundur, ia hanya ingin menikah sekali dalam seumur hidup.

"Ya, Allah. Beginikah rasanya mencintai orang yang tidak mencintai kita?" jerit Arzia dalam hati. Hanya doa yang selalu ia panjatkan, semoga Tuhan membuka hati suaminya dan memberikan cinta untuknya. Walau itu mustahil.

Acara pernikahan itu pun akhirnya selesai. Pernikahan yang diadakan di hotel berbintang dengan cara sangat meriah. Arzia menangis di belakang vodium, hingga ada seseorang yang melihat keberadaannya. Namun, orang itu hanya melihatnya dari kejauhan, dan tak berani mendekat. Akhirnya, orang itu memilih untuk pergi.

Menit berikutnya.

"Zia." Mama Randy akhirnya menemukan keberadaan menantunya. Tentu Eva tahu apa yang dirasakan oleh gadis itu. Istri mana yang tak sakit jika melihat suaminya bersanding dengan wanita lain?

Eva mengusap lembut bahu Arzia, dan mengajaknya untuk pulang.

"Kita pulang ya? Acaranya sudah selesai," ajak Eva pada menantunya.

Arzia mengangguk lalu berkata.

"Aku pamit pada Mas Randy dulu ya, Ma," pinta Arzia.

"Tidak usah, Mama sudah bilang padanya akan pulang bersamamu dan mengajakmu menginap di rumah Mama," jelas Eva lagi.

Akhirnya, Arzia pulang bersama ibu mertuanya, Eva mengajaknya pulang ke rumahnya ia tak mungkin membiarkan menantunya itu pulang ke rumahnya apa lagi sendirian.

Terlebih lagi, Randy pasti menginap di hotel bersama istri barunya. Pria itu tidak akan mempedulikan istri pertamanya yang akan tidur mana. Selama pernikahan berlangsung hingga detik ini, mereka tidur secara terpisah.

* * *

Arzia yang sedari tadi tidak bisa memejamkan kedua matanya, ia terus membolak-balikkan tubuhnya di atas kasur. Ia malah membayangkan akan suaminya yang tengah berada bersama madunya. Bayangan wajah mereka begitu sangat jelas, tentu ia tahu apa yang tengah mereka lakukan di kamar hotel.

Membayangkannya saja, ia sudah tidak kuasa. Apa lagi nanti harus menyaksikan kemesraan mereka setiap hari. Ia harus menguatkan mental dari sekarang, tidak boleh terlihat lemah. Apa iya, ia bisa?

Belum apa-apa Arzia kembali merasakan nyeri di dalam hatinya. Ia sendiri belum tersentuh, bahkan usia pernikahan mereka baru seumur jagung. Kini suaminya telah menikah dan menyentuh wanita lain. Tak terasa, air mata kembali terjatuh. Ia hanya akan menangis sendirian, di depan suaminya dan madunya, pantang baginya memperlihatkan sisi kelemahannya.

Tidak bisa tidur malam ini, Arzia memilih untuk beranjak dari tempatnya dan mengambil air whudu, mengerjakan shalat malam. Dengan begitu, mungkin hatinya bisa kembali tenang. Lantunan ayat suci mulai berkumandang, lama ia mengaji, hingga tak terasa rasa kantuk pun mulai menyerang.

Ia memilih menyudahi membaca ayat suci itu, lekas merapihkan mukena dan sejadah, menyimpannya di atas nakas. Setelah itu, baru ia merebahkan tubuhnya kembali di tempat tidur. Gadis itu pun akhirnya terlelap.

Keesokkan harinya.

"Zia, kamu mau kemana?" tanya Eva yang melihat menantunya sudah berpakain rapi.

"Aku mau pulang saja, Ma. Kemarin, pas aku tinggal, rumah dalam keadaan berantakkan," jawab Arzia.

Eva menghela napas berat. Menantunya terlihat sangat tegar sekali, Arzia pintar menyembunyikan perasaannya yang tengah kacau balau.

"Perlu Mama temani?" tawar Eva.

"Tidak usah, Ma. Aku akan baik-baik saja. Aku yakin, Mas Randy pulang hari ini," ujar Arzia sambil meyakinkan ibu mertuanya.

"Ya sudah, sebaiknya kita sarapan dulu." Eva menggandeng menantunya, mengajaknya untuk sarapan bersama.

Arzia terlihat tak berselera dengan makanannya. Gadis itu hanya mengaduk-aduk isi piring itu dengan sendok. Sang mertua hanya bisa melihat tanpa bertanya, ia tak ingin membuat menantunya semakin terluka.

"Maafkan Mama, Zia," batin Eva.

Karena sarapan sudah selesai, Arzia langsung pamit pada ibu mertuanya.

"Terimakasih ya, Ma. Mama selalu menjadi semangatku." Arzia memeluk tubuh ibu paruh baya itu dengan sangat erat, seolah meminta kekuatan untuk bisa menjalani hidupnya bersama suami yang tidak mencintainya.

"Kalau ada apa-apa hubungi Mama, jika Randy tidak berbuat adil kamu bisa menemui Mama di sini. Kamu bisa meminta Mama untuk menegur Randy."

"Iya, Ma." Arzia hanya mengiyakan tanpa berpikir akan melakukan itu. Apa pun akan ia hadapi sendiri, tidak ingin membuka rumah tangganya. Bahkan Zia menutupinya di mana ia belum tersentuh sedikit pun oleh suaminya itu.

Akhirnya Arzia pulang ke rumahnya.

Bab 2

Setibanya di rumah, Arzia menyandarkan tubuhnya di balik pintu utama. Melihat seisi rumah itu, rumah yang selalu terlihat sepi. Kini rumah itu pasti terasa hangat bagi Randy.

Karena pria itu akan mengajak istri keduanya tinggal di sana. Tinggal satu atap dengan istri pertamanya. Mungkin akan nyaman bagi mereka, tapi tidak dengan Arzia. Harus menyaksikan kemesraan mereka disetiap harinya.

Tidak ingin berlarut dalam kesedihan, ia memilih untuk membereskan rumah itu. Dan menyiapkan kamar untuk pengantin baru, yang di mana sang suami memintanya untuk menyiapkan itu semua.

Rumah dan kamar sudah terlihat rapi, seusai mengerjakan itu, Arzia langsung membersihkan diri karena tubuhnya sudah berkeringat. Mandi dan shalat sudah ia tunaikan, gadis itu memang tidak pernah meninggalkan lima waktu-nya.

Tak terasa, hari sudah mulai berubah. Sesekali, Arzia melihat jam yang menempel di dinding. Waktu menunjukkan pukul 10 malam, tapi suaminya hingga sampai saat ini belum juga pulang.

Makanan yang tersaji di atas meja makan kembali menjadi dingin, sempat tadi ia panaskan kembali. Karena ia takut suaminya pulang. Beberapa menit kemudian, ia mendengar suara deruman mobil. Dengan cepat ia menghampiri sumber suara, dugaannya benar. Itu memang mobil Randy yang baru saja tiba.

Arzia membuka pintu, canda tawa mereka terdengar jelas di pendengarannya.

"Hai, Zi," sapa Camelia, gadis itu tersenyum manis padanya. Arzia sendiri membalas senyuman itu.

Ia mengulurkan tangan ke arah suaminya, berniat menciumnya. Randy terdiam sejenak, menatap ke arah Camelia, gadis itu menganggukkan kepala. Randy seolah meminta izin dari istri keduanya, padahal ia tak perlu meminta izin dari Camelia, karena Arzia adalah istri pertamanya. Dan akhirnya, ia pun menerima uluran tangan itu.

Mereka bertiga berjalan berbarengan, hanya saja Arzia mengekor dari arah belakang Randy dan madunya.

"Mas, aku langsung istirahat saja ya?" pinta Camelia, dianggukki oleh Randy.

"Mel, aku sudah siapkan makan malam loh," ujar Arzia.

"Maaf, Zi. Aku sudah makan tadi sama Randy," jelas Camelia.

Arzia hanya tersenyum tipis menanggapi itu, setelahnya, Camelia pun langsung bergegas ke kamar diantar oleh Randy.

Arzia sedari tadi menunggu kedatangan mereka, bahkan ia sampai belum makan malam. Karena memang sudah sangat lapar, ia bergegas ke dapur dan menikmati makan malam yang sudah terlewat 3 jam lalu.

Hanya suara sendok dan garpu yang menemaninya makan malam ini. Suaminya sendiri tidak peduli dengannya yang rela menahan laparnya. Akhirnya, makam malam pun selesai. Ia mencuci piring kotor terlebih dulu sebelum masuk kamar.

* * *

Arzia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar Randy dan Camelia. Terdengar kebisingan di dalam sana, entah apa saja yang mereka lakukan. Ia menutup telinganya rapat-rapat, tidak kuasa mendengar ******* Camelia.

Bugh

Pintu ia tutup keras-keras, seolah mewakili hatinya yang merasa teriris. Malam ini, ia kembali tak dapat tidur dengan nyenyak. Karena suara mereka nyaris terdengar jelas, karena posisi kamar mereka berdampingan.

Hingga hampir subuh baru ia bisa memejamkan kedua matanya.

"Astagfirallah." Arzia terbangun dengan cepat, bisa-bisanya ia kesiangan hari ini. Sampai melewatkan jam subuh. Meski begitu, ia tetap melakukan shalat subuh.

Setelah mandi dan menyelesaikan shalat, ia bergegas ke dapur berniat untuk menyiapkan sarapan. Tapi di dapur sudah berisik, dilihatnya sudah ada Camelia dan Randy.

Camelia tengah memasak, ditemani oleh Randy di sana.

"Pagi, Zi," sapa Camelia. Lagi-lagi istri barunya Randy terlihat baik pada Arzia. Gadis itu memang baik, wajar saja Randy tidak bisa melepaskan gadis itu.

"Kita sarapan bareng, Zi. Kamu boleh membantuku menyiapkan piring di meja, sebentar lagi masakannya selesai."

Arzia hanya mengangguk, ia tak bersuara sedikit pun. Hanya sebuah senyuman yang mewakilinya, ia pun menyiapkan piring sesuai permintaan Camelia. Menata piring itu di atas meja.

Randy sudah duduk di kursi meja makan, disusul oleh kedua istrinya. Posisi mereka, Randy duduk sendiri, sedangkan Camelia dan Arzia saling berhadapan.

"Istriku pintar masak juga ya?" puji Randy pada Camelia.

"Aku seneng kalau kamu suka," jawab Camelia.

"Bagaimana, Zi. Apa masakkanku sesuai dengan lidahmu?" tanya Camelia pada Arzia.

Arzia hanya mengangguk dan menatap wajah Camelia sekilas, setelahnya ia melanjutkan sarapannya.

"Oh iya, siang ini kami akan berangkat bulan madu," ujar Randy.

Arzia langsung menatap ke arah Randy sembari mengerutkan keninganya.

"Bulan madu? Jadi aku akan ditinggalkan di sini sendirian?" batin Arzia.

"Apa sebaiknya Zia ikut dengan kita saja?" tanya Camelia pada Randy.

Randy menoleh ke arah Camelia dengan raut wajah melohok. Inikan bulan madunya, masa istri pertama ikut. Pikirnya.

"Tidak, Mel. Inikan hari bahagia kalian, aku di rumah saja." jawab Arzia sembari menatap wajah suaminya. Dalam hati, ia berharap suaminya akan mengajaknya. Tapi itu mustahil, ia sendiri saja tidak melakukan bulan madu, tentu Randy tidak ingin terganggu dengan kehadirannya.

"Hmm baiklah, kita tidak akan lama. Iyakan, sayang?" tanya Camelia pada Randy. Pria itu pun mengangguk, mengiyakan.

Setelah selesai makan, Arzia lebih dulu pamit dari sana. Karena ia pun harus pergi, mengurus toko kue yang ia jalani setelah menikah dengan Randy. Randy sendiri tidak tahu kesibukan apa yang dilakukan Arzia selama ditinggalnya bekerja.

Ruko yang ia beli hasil mahar yang diberikan Randy padanya, Randy benar-benar tidak peduli. Sewaktu Arzia meminta izin saja, suaminya itu mengiyakan tanpa mendengar usaha apa yang akan dilakoninya.

* * *

"Kamu mau kemana?" tanya Randy pada Arzia yang sudah terlihat rapi, ia hanya takut gadis itu ikut dengannya.

"Aku juga mau-."

"Tidak ada yang mengajakmu, untuk apa kamu ikut?" pungkas Randy.

"Kamu ikut, Zi?" tanya Camelia yang melihat Arzia sudah terlihat rapi.

Gadis itu menggeleng cepat.

"Ti-tidak. Aku ada urusan di luar, bolehkan aku keluar rumah?" izin Arzia pada Randy.

"Izinkan saja, Ran. Dia juga butuh liburan," bujuk Camelia pada Randy.

"Terserah kamu," jawab Randi tanpa peduli akan kemana istrinya pergi.

"Ran, jangan terlalu begitu pada Zia. Dia jugakan istrimu, kalau dia kenapa-kenapa bagaimana? Keselamatan istri adalah tanggung jawab suami. Bukankah kamu akan bersikap adil pada kami," ujar Camelia menasehati suaminya. Camelia menerima poligami ini karena Randy berjanji akan bersikap adil. Tapi nyatanya?

"Iya, iya ... Kamu hati-hati, jika urusanmu sudah selesai langsung pulang," kata Randy pada Arzia.

"Iya, Mas. Jika semuanya sudah beres aku langsung pulang. Berapa hari kalian pergi?" tanya Arzia. Pertanyaan yang tak seharusnya ia tanyakan bukan?

"Nanti kami kabari jika akan pulang," jawab Camelia. "Kamu bareng saja berangkat dengan kita," ajak Camelia.

Arzia menggeleng, karena tujuan mereka beda arah. Dan mereka pun berpisah di depan gerbang depan.

Bab 3

Randy dan Camelia sudah pulang, mereka hanya pergi selama dua hari. Camelia sendiri merasa kasihan pada Arzia, sesama wanita tentu ia bisa merasakan apa yang dirasakan olehnya.

Arzia keluar dari kamarnya, ia melihat Randy dan Camelia tengah bermesraan. Tiba-tiba matanya terasa perih ketika melihat pemandangan itu.

"Kamu mau kemana, Zi?" tanya Camelia. Randy dan Camelia belum tahu apa yang selalu dilakukan Arzia di luar rumah.

"Biarkan saja dia pergi," ujar Randy. Tentu kepergian gadis itu membuatnya lebih bebas. Apa pun yang dilakukan mereka tentu tidak lagi merasa canggung tanpa adanya Arzia di sana.

"Kapan kamu pulang, Zi?" tanya Camelia.

"Tidak bisa diprediksi," jawab Arzia.

"Memangnya kamu mau kemana?" Akhirnya pertanyaan itu terlontar dari mulut Randy.

Pertanyaan ini yang ditunggu-tunggu Arzia.

"Kerja, Mas."

"Kerja? Kamu kerja juga?" tanya Camelia.

Arzia mengangguk tanpa ekspresi.

"Istri kerja masa gak tahu sih kamu," ujar Camelia.

"Memangnya aku harus tahu semuanya tentang dia?" tanya Randy.

Camelia menghela napas dalam-dalam. Ia sudah tidak tahu lagi dengan cara apa agar suaminya itu peduli pada Arzia.

"Tentu kamu harus tahu semuanya, kamu sendiri ingin tahu apa saja yang aku lakukan," jelas Camelia.

"Tapi itu beda, sayang."

"Tidak ada bedanya, aku istrimu, dia juga istrimu. Seharusnya kamu ikut mengantarnya," kata Camelia.

"Maaf ya, Mel. Membuat kalian begini, tidak apa-apa aku pergi sendiri saja. Inikan masih hari cuti kalian, jadi bersenang-senanglah."

"Lihat! Dia saja tidak keberatan. Hari ini aku ingin di rumah saja, besok sudah mulai ngantor," jelas Randy yang tetap kekeh tidak ingin peduli pada Arzia.

"Aku berangkat dulu kalau begitu." Arzia meraih tangan Randi lalu menciumnya. "Assalamualikum."

"Waalaikumsallam," jawab Camelia.

* * *

Arzia pulang tepat pukul 4 sore. Sesuai janji pada dirinya sendiri, kalau ia akan pulang tepat waktu.

Lagi-lagi, matanya menjumpai dua insan yang sedang dimabuk cinta. Mereka tidak kenal tempat, bermesaraan di ruang tamu membuat Arzia harus menyaksikan semuanya.

Camelia langsung memposisikan diri, tak seharusnya berbuat begitu dengan Randy di hadapan Arzia.

"Kamu sudah pulang, Zi?" tanya Camelia.

"Hmm," jawab singkat Arzia. Ia langsung pergi dari sana, tidak ingin hatinya bertambah sakit dengan melihat kemesraan mereka.

Ia berjalan ke arah dapur, karena ia membawa kue hasil buatannya sendiri. Niatnya ingin memberikan pada Randy, namun tak jadi ia tawarkan karena pemandangan barusan membuat moodnya berantakkan.

Setelah menyimpan kue itu di dapur, ia bergegas ke kamar. Membersihkan diri dan menunaikan shalat ashar. Setelah semua itu selesai, ia kembali ke dapur berniat memberikan kue bawaannya tadi pada suaminya.

Setibanya di sana, ia melihat Randy tengah memakan kue itu. Sontak membuat Randy terkejut dan meletakkan kue yang sempat ia makan. Menyimpan kembali kue itu.

Arzia tersenyum melihat tingkah suaminya.

"Aku bawakan itu memang untukmu, Mas. Habiskan saja jika kamu mau," ujar Arzia setibanya di samping suaminya.

"Kuenya memang enak, beli di mana?" tanya Randy.

Belum Arzia menjawab, Camelia keburu datang.

"Sayang, sini. Kamu cobain deh, kuenya enak." Randy menyuapi Camelia, lagi-lagi kemesraan mereka ditunjukkan pada Arzia. Disitu, Camelia menyadari perubahan mimik istri pertama suaminya.

"Hmm, enak." Kata Camelia sembari meraih kue yang ada dalam genggaman suaminya. "Biar aku makan sendiri," ujarnya lagi.

"Oh iya, Mama memintaku ke rumah malam ini. Mungkin aku akan bermalam di sana," ucap Camelia.

"Kalau begitu aku ikut, aku akan mengantarmu." Jika mengenai Camelia, Randy akan bersemangat.

"Boleh mengantar, tapi tidak ikut menginap. Malam ini jatahmu tidur dengan Arzia," jelas Camelia.

Arzia melihat ke arah Camelia dan suaminya secara bergantian. Camelia memang sangat baik, ia tidak egois. Selalu mengingatkan kewajiban suaminya yang harus berbuat adil pada mereka.

Randy tidak bisa membantah apa kata istri keduanya. Ia hanya akan mengantarnya nanti malam, setelahnya ia akan kembali pulang ke rumah.

Malam pun tiba, Randy sudah kembali pulang setelah mengantar Camelia ke rumah orang tuanya. Ia melihat Arzia tengah duduk menyaksikan layar tv, seperti biasa gadis itu akan menonton acara kesukaannya.

Bahkan kehadirannya tidak diketahui oleh Arzia, gadis itu terlalu asyik dengan acara itu. Gadis itu tertawa lepas, ia sendiri mendengarnya. Tawa yang tak pernah ia dengar selama ini.

"Ekhem ..." Deheman Randy terdengar oleh Arzia.

Gadis itu langsung mematikan televisi, dan langsung beranjak dari tempatnya.

"Sudah pulang, Mas?" tanya Arzia.

"Hmm, kamu kenapa belum tidur?"

"Sengaja menunggumu. Bisa kita bicara sebentar?" ajak Arzia.

"Bicara saja," jawab dingin Randy.

Kini pria itu duduk di sofa, di mana Arzia tadi terduduk.

"Apa? Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Randy.

"Dalam agama islam, poligami memang dibolehkan. Apa lagi berbuat adil."

"Jadi maksudmu, kamu meminta aku berbuat adil? Kamu tahu, aku hanya menicintai Camelia. Jangan berharap keadilan di sini! Siapa suruh menerima lamaran Mama," cetus Randy.

"Kamu jangan ngelunjak, Arzia!" Tanpa mendengar jawaban istrinya, Randi langsung pergi meninggalkan Arzia.

Arzia hanya bisa menangis mendapatkan perlakuan suaminya yang tidak bisa berbuat adil padanya. Tanpa merasa bersalah, Randy pergi begitu saja dari hadapannya.

"Aku tidak meminta lebih, Mas. Aku hanya minta kamu berbuat adil," lirih Arzia dalam tangisan.

* * *

Camelia telah kembali pulang.

Ia sudah memberikan waktu pada Arzia, semoga saja keinginanya terwujud.

Sepulang ke rumah, ia langsung pergi ke kamar. Ia melihat keberadaan suaminya di sana.

"Randy, kenapa kamu berada di sini? Seharusnya kamu tidur malam tadi bersama Zia." Camelia sedikit geram pada suaminya.

"Jangan memaksaku untuk mencintainya, Mel. Kamu tahu aku tidak mencintainya!"

"Kamu jangan begini, aku tidak mau menanggung dosa karena kamu tidak bisa berbuat adil," jelas Camelia.

Tanpa disengaja, Arzia mendengar itu semua. Betapa bijaknya Camelia. Ia merasa ia yang salah sudah hadir dalam hidup mereka.

"Setidaknya kamu memberikan dia kesempatan untuk melakukan kewajibannya sebagai istri, Randi! Aku tidak mau tahu, pokoknya di rumah ini harus bahagia. Tidak boleh ada yang tersakiti."

Setelah mengatakan itu, Camelia bergegas keluar dari kamar meninggalkan suaminya yang keras kepala. Ia melihat ada Arzia di sana, gadis itu pasti mendengar percakapannya, pikirnya.

"Mel," sapa Arzia. "Kalian ..."

"Tidak, kami tidak bertengkar," jelas Camelia. Ia hanya tidak ingin membuat Arzia semakin bersalah. Camelia kembali pergi dari rumah itu.

Randy hendak menyusul istrinya, tapi ia malah bertemu dengan Arzia.

"Inikan yang kamu mau? Kamu mengadu pada pada Camelia? Dia tetap kekeh ingin kita berhubungan layaknya suami istri!" Randi malah membenci Arzia, karena ia berpikir sikap Camelia begini karenanya.

Lagi-lagi, Randy menyalahkan istri pertamanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!