🍁🍁🍁
Tap Tap
Sssttt!
"Jangan berisik! Nanti kita ketahuan."
"Kita sedang apa di sini kak? Zizi takut gelap," ujarnya menggenggam tangan sang kakak.
"Kita harus ngumpet di sini dulu, Zizi. Dengar kakak! Kalau kamu rewel, nanti kakak marah sma kamu," berbicara dengan berbisik.
"Tapi..."
"Udah! Diam dulu. Nanti kita ketauan orang itu," gertaknya dengan pelan.
"Memangnya siapa kak? Zizi benar tidak tahan lagi mau pipis," menggeliat seperti cacing dan tak sabaran seketika berdiri.
"Aduh, kamu ada-ada aja sih! lagi darurat gini kamu minta pipis," gerutunya pula.
"Aduh-aduh! Zizi udah gak tahan," terus bergerak kesakitan.
"Woi, di situ kalian rupanya!" Jerit sang lelaki spontan mengejutkan kedua saudara itu.
"Tuh kan! Ketahuan," jengahnya sambil menepuk jidat sendiri.
Dengan sigap sang kakak menggendong adiknya yang sudah tidak tahan lagi ingin buang air kecil. Pada akhirnya sang adik mengeluarkan pipisnya di baju sang kakak.
"Woi, jangan lari kalian! kali ini aku akan dapatkan kalian berdua!" Teriaknya dengan keras.
"Kak, maafkan Zizi sudah pipis sembarangan," katanya sambil memeluk sang kakak dengan erat.
"Kakak tidak menyalahkan kamu, kamu pegang saja kakak dengan kuat! kita tidak boleh ketangkap dengan dia lagi," balas sang kakak terus berlari.
"Memangnya dia siapa kak? Apakah dia orang jahat?" bertanya sambil terus memeluk sang kakak begitu erat.
"Ya! Dia orang jahat, apa kamu mau di tangkap orang jahat itu?" tanya sang kakak sambil berlari dengan cepat memegang adiknya.
"Kemana mereka? cepat sekali menghilangnya, dasar anak tidak tau diri!" ucapnya dengan kesal celingukan mengamati setiap ruas jalan.
"Sial! baiklah, kalau sampai aku bertemu kalian lagi, aku tidak akan memberi kalian ampun sedikit pun!" teriaknya berlalu pergi dengan nada jengkel.
Karena lelaki itu gagal menemukan orang yang dia cari, akhirnya ia berlalu meninggalkan tempatnya tanpa hasil.
"Huufh, syukurlah kita selamat Zi," leganya pula mengelus dada berulang kali.
"Kak, apakah kita akan tetap di sini? kita tidak kembali kerumah?" tanya sang adik yang sudah di penuhi keringat.
"Kita memang tidak punya rumah Zi, itu bukan rumah kita! Itu rumah orang jahat tadi, kamu mau tinggal sama orang jahat?" balik bertanya sambil menyeka keringat di wajah Zizi.
"Tidak mau! Zizi sayang kakak. Kalau sudah besar nanti, zizi mau jadi pendekar untuk melindungi kakak," seru zizi dengan bergaya seolah memegang pedang yang siap menghadang kejahatan.
"Haha, iya- iyaaa. Zizi memang pendekarnya kakak," kekehnya sambil mengelus rambut Zizi.
"Jadi, sekarang kita tidur di mana malam ini kak?" tanya Zizi celingukan mengamati suasana di sekitarnya yang terasa semakin dingin menusuk tubuhnya.
"Kita di sini dulu, besok pagi kita cari tempat untuk menetap! kakak punya sedikit uang buat biaya kita nanti," jawabnya menjelaskan perlahan.
"Ini kan tempat pembuangan sampah kak, Zizi takut gelap kak," terlihat jelas dari raut wajahnya mengalir keringat dingin.
"Kan ada kakak, di sini kamu tidak sendirian Zi," lontarnya mencubit kedua pipi Zizi yang terlihat seperti kue pao.
"Kita tidurnya pakai apa kak?" Bertanya dengan cemberut tampak mengelus tubuhnya karna dingin.
"Sebentar. Kakak cari dulu sesuatu yang bisa kita gunakan," seru sang kakak pula beranjak dari tempatnya.
Di saat sibuk mencari sesuatu yang bisa di pakai akhirnya terlihat lah sebuah triplek sedikit tebal kian dibuang oleh pemiliknya, sehingga sang kakak segera memungutnya untuk menjadi lapisan mereka tidur malam itu.
"Nah... ini alas kita untuk tidur, sini sama kakak," ajak sang kakak tersenyum sambil meletakkan triplek itu.
Tidak lama kemudian, dalam sekejap sang adik tertidur di atas pangkuan kakaknya hingga begitu terlelap sambil memegangi perutnya sendiri. Sang kakak meneteskan air mata karna melihat adiknya yang masih kecil sudah demikian menderita bersamanya.
Malam yang sunyi membuat keduanya terhanyut dalam keheningan sehingga terdengar suara jangkrik mengelilingi suasana tidur mereka.
🍁🍁🍁
Pagi hari yg cerah.
Cit.Cit
Kicauan burung tepat di atas kepala sang kakak yang membuat adiknya tertawa seketika.
"Ahaha... Kak, Ada burung diatas kepala kakak," riang tepukan tangan Zizi sambil tertawa ceria.
Sang kakak baru saja tersadar dari lelapnya karena terdengar suara yang menertawakannya dengan begitu cepat berdiri dari tempatnya. Namun, burung itu belum juga terbang dari kepalanya. Sehingga sang kakak begitu mudah menangkapnya tanpa adanya perlawanan dari burung tersebut.
"Waaah... kakak hebat, bisa meraih burung itu," riuh Zizi tampak terlihat senang.
"Apa kau mau burung ini?" bertanya dengan menggerakkan kedua alisnya.
"Mau, tapi... Kasian burung itu kalau saja bersamaku, makannya bagaimana? Zizi saja dari semalam belum makan," ungkap Zizi sambil memegangi perut, sontak mengejutkan hati sang kakak.
^^^To be continued..^^^
^^^🍂aiiwa🍂^^^
ZLEP
Sang kakak terdiam lemas sehingga burung itu terlepas dari genggaman tangannya, krna mendengar pengakuan dari sang adik yg tidak dia sadari sebelumnya.
"Apa kau lapar Zi?" tanya sang kakak dengan raut wajah sedih.
"Iya kak, Zizi sudah mulai lapar," jawabnya tertunduk takut.
"Yasudah, kita pergi dari sini. Setelah itu kita cari makanan," imbuh sang kakak meraih lengan adiknya.
Senyuman seketika terlihat jelas dari balik wajah Zizi saat kakaknya mengajak untuk pergi makan. Selama ini dia tidak pernah menyusahkan kakaknya, apapun yang diberikan sang kakak tidak pernah menolak apalagi merengek seperti anak kecil pada umumnya.
Sesaat mereka berlalu dari tempat pembuangan sampah itu, dengan begitu girangnya Zizi menggerakkan seluruh tubuhnya sesekali berlompat sangking senangnya karena sebentar lagi akan mendapatkan makanan untuk mengisi perutnya yang sudah kelaparan.
Rumah makan family.
"Kak, kita makan di sini saja," sejenak langkah Zizi berhenti saat melihat ayam goreng begitu lezat dari jauh.
"Kau memang pecinta ayam goreng ya Zi," ucap sang kakak bergeleng kepala karena Zizi sudah begitu senangnya melihat makanan favoritnya.
"Ayo kak kita langsung ke sana," ajaknya mulai tidak sabaran.
"Iya, iya. Kita akan ke sana, perlahan saja jalannya Zi," pesan sang kakak saat Zizi menarik tangannya begitu erat.
Riang sekali wajah Zizi saat ingin menghampiri rumah makan itu.
"Kak, Zizi mau ini ya," tunjuk Zizi di depan kaca yang bisa terlihat dari luar semua menu makanan.
"Kakak mau apa? cepat kita masuk, Zizi sudah lapar," gelisahnya pula sambil memegangi perut.
"Kakak yg ini sa- "
"Hus, hus! jangan berdiri di sini. Cepat pergi sana! pengemis taunya hanya minta saja," usir pemilik rumah makan itu sambil menutup hidungnya.
"Kenapa kami di usir buk? kami cuma ingin makan, tidak mengemis," seru sang kakak tampak bingung di bilang pengemis.
"Duh... kalian itu bau sekali, Bau busuk! pergi sana, nanti semua orang pada kabur kalian berdiri di sini," hardiknya pula tampak mendengus ke arah mereka.
"Kami punya uang buk untuk makan, kami bukan pengemis," protes sang kakak tidak terima.
"Apa namanya kalau bukan pengemis? baju gembel, badan bauk, tidak pantas kalian makan di tempat saya, pergi sana! saya banyak urusan tidak punya waktu melayani gembel seperti kalian," bentaknya pula dengan angkuh sambil berkipas.
"Yasudah, kita cari tempat lain ya Zi. Yuk," bujuk sang kakak, namun Zizi belum juga bergerak.
"Kamu kenapa Zi? ayo, kita cari yang lain," ajak sang kakak lagi tetap belum juga bergerak.
Zizi menatap tajam melontarkan wajah yang sangat marah karena dia berani menghina Kakaknya juga dirinya. Rasa kesal membuat Zizi mengepalkan tangannya.
"Dasar nenek lampir jahat! aku berdoa agar rumah makan mu sepi pembeli," sergah Zizi membuat sang kakak terkejut karena keberanian Zizi yang tidak pernah dia ajarkan.
"Kurang ajar! pergi kalian, jangan sampai aku mengusir kalian kasar," berangnya tampak murka.
Kedua saudara itu lari secepat mungkin menjauh dari pemilik rumah makan yang sudah sangat marah.
"Dasar gembel tidak tau diri, sudah gembel berani berkata begitu padaku! hah, buat sial saja," gerutunya sesaat masuk kembali.
Sang kakak dan Zizi masih terus berlari hingga menjauh dari rumah makan itu, mereka bukannya takut tetapi tidak ingin mencari masalah dengan siapapun.
"Zi, kau tidak boleh berkata seperti itu dengan orang yang lebih tua, mengerti Zi?" titahnya mengelus rambut Zizi perlahan dengan jongkok menumpukan kedua kakinya.
"Zizi sebal, Zizi marah, karena kita di bilang gembel! Zizi tidak suka," cemberutnya tampak merasa sedih.
"Tidak apa Zi, apapun yang orang lain katakan pada kita, kita tidak boleh membalasnya. Kau dengar pesan kakak Zi?" tuturnya lebih lembut lagi agar Zizi mengerti.
"Baik kak, maafkan Zizi," turutnya pula sambil memeluk tubuh sang kakak tampak mata berkaca.
"Kakak tidak marah, hanya saja kau tidak boleh berkata kasar pada yang lebih tua dari mu," sambut sang kakak memeluk erat tubuh Zizi.
KRUYUK
"Pfft, hahahah... Sepertinya cacing mu sedang berdemon Zi," seloroh sang kakak dengan kekeh mengacak rambut Zizi.
Zizi malah malu saat kakaknya berkata demikian, dia tidak berkata apapun selain tunduk karena sang kakak mengusili dirinya.
Setelah perbincangan selesai mereka beranjak untuk mencari makan yang lain lagi.
^^^To be continued..^^^
^^^🍂 aiiwa 🍂^^^
🍁🍁🍁
Di sebuah mesjid Baiturrahman.
Kehidupan memang selalu tidak sesuai dengan harapan, terkadang manusia masih merasa belum cukup puas atas pemberian Tuhan padanya, adapula bagi mereka yang masih gila karena sesuatu hal seperti barang brendid atau semacamnya bagi kalangan orang yang memiliki harta berlimpah, sehingga orang miskin merasa sedih ketika melihat sesuatu yang tidak mampu dia beli. Apalagi orang itu sombong, angkuh, sering memposting kekayaannya, menolong orang selalu di upload. Semuanya rendah di mata tuhan, tidak ada gunanya semua itu, perbuatan riya paling sangat tuhan benci.
Tidak kah kita tau? bahwa kekayaan,harta, takhta, kedudukan, popularitas, pasangan, kelurga, hingga di berikan keturunan setelah menikah. Itu semua hanya sebatas titipan dari Tuhan, tidak lebih. Kita sebagai manusia harus bisa merenung dan terus selalu bersyukur atas nikmat Tuhan yang dititipkan untuk kita, ikhlas dan sabar itu kunci keberhasilan kita, semuanya akan mudah bagi tuhan kalau kita selalu berdo'a dan terus meminta padanya.
"Baiklah para hadirin yang sangat di muliakan oleh Allah dan para rasulnya, demikianlah ceramah saya untuk hari ini, semoga apa yang saya sampaikan bisa menjadi amal dan ladang pahala untuk kita semua, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," kata penutup dari seorang ustad untuk semua yang duduk di dalam mesjid.
Seluruh orang yang berada didalamnya mengucap salam dengan serentak sambil bergerak untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Kak, Zizi sudah sangat lapar! sewaktu Zizi sholat, perut Zizi terus berbunyi," keluh Zizi menoleh pada sang kakak yang masih memejamkan matanya seraya berdo'a selepas sholat fardhu dzuhur.
Saat sang kakak membuka mata.
"Maafkan kakak Zi, seharusnya kau sudah makan sedari tadi. Tapi, lebih penting kita mengerjakan sholat dulu, setelah itu kita bisa melanjutkan untuk mencari makan," tutur kakaknya pula memberi pengertian pada Zizi.
Ya, sepasang saudara itu masih belum makan hingga kini. Mereka sama sekali tidak di terima krna penampilan mereka terlihat seperti pengemis. Jangankan untuk makan, minta di bungkus bawa pulang saja pemilik toko enggan memberikan. Heran saja pada manusia yang masih melihat penampilan dari luar, walaupun pengemis bukankah mereka butuh makan untuk hidup.
Tampak hembusan nafas berulang kali yang di keluarkan oleh sang kakak.
KRUYUK
Bunyi dari suara perut Zizi yang terdengar jelas di telinga seorang ustad separuh baya sejenak menghentikan langkahnya untuk keluar.
Dia melihat sepasang kakak beradik saling berpandangan, dirinya ingin menyapa tetapi merasa sangat segan.
Seketika Zizi melihat ustad itu memandangi mereka dari jauh, Zizi melontarkan senyumnya yang manis. Sehingga membuat ustad itu melangkah masuk kembali dan berusaha menghampiri mereka.
"Maaf, kalian tidak keluar? sedang menunggu siapa?" sapa ustad itu membuat sang kakak langsung menoleh dengan begitu sigap.
"Maaf pak ustad, kami tidak bermaksud untuk berlama di sini. Kami akan segera keluar, maaf sekali lagi pak ustad," bungkuk sang kakak berulang kali merasa tidak enak sudah di tegur oleh ustad itu.
KRUYUK
Duh, Zizi... Kenapa lagi situasi gini perut kamu bunyi, ya Allah... Gimana kalau sampe ustad ini tau suara itu berasal dari zizi? batin sang kakak tertunduk malu.
Ustad itu hanya menatap wajah Zizi yang tertunduk takut, sementara sang kakak tertunduk malu dengan memejamkan matanya. Ustad itu pun tidak berkata apapun yang membuat mereka merasa terintimidasi.
^^^To be continued..^^^
^^^🍂 aiiwa 🍂^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!