"Lala, Ayah harus melakukan transfusi pencangkokan jantung," ujar Sarika pada putri sulungnya, lebih tepatnya ibu tiri Lala.
Layla Putri Sinara, adalah putri pertama dari pernikahan Atmaja Bagaskara. Layla atau yang kerap di sapa Lala itu di asuh dan di besarkan oleh Atmaja dan Ibu sambung nya Sarika, tidak ada yang lain selain Atmaja satu-satunya orang yang ia miliki. Tentu saja Lala akan melakukan apa saja demi sang Ayah.
Lala tertunduk lesu, bahkan tubuhnya terperosok jatuh di lantai. Perlahan air matanya menetes tanpa henti, karena tidak kuasa melihat penderitaan sang Ayah. Bukan hanya sampai di sana saja, tapi ia juga sangat takut kehilangan Ayah yang selalu ada untuknya.
Atmaja yang tanpa sepengetahuan Lala ternyata selama ini menyimpan hal yang cukup mengejutkan. Bagaimana tidak, sebab sang Ayah menyimpan dengan begitu rapat penyakit yang ia derita. Bahkan Atmaja juga menyimpan masalah yang cukup besar. Yaitu kebangkrutan perusahaan yang di bangun bersama mendiang sang Bunda yang sudah lama menghadap sang ilahi, saat Lala berusia dua tahun.
"Kakak," Zira langsung memeluk Lala dengan begitu eratnya, karena mereka kini benar-benar sedang dalam masalah yang sangat besar.
Zira putri terlahir dari pernikahan Atmaja dan Sarika. Usia Zira kini lima belas tahun, dan masih duduk di bangku SMA. Hubungan keduanya sangat baik, karena Sarika pun membesarkan Lala dengan cukup baik.
Namun kini keluarga mereka yang bahagia berubah nestapa, tawa yang biasa menggema berubah seketika menjadi air mata. Perlahan masalah mulai datang menghancurkan segala ketenangan yang ada.
"Tidak ada biaya untuk pencangkokan jantung Ayah, perusahaan pun sekarang dalam masalah, sekarang semua keputusan ada di tangan mu," ujar Sarika.
Lala yang tertunduk mulai mendongkak, ia tidak mengerti dengan maksud dari perkataan Sarika. Apa lagi dengan kata semua keputusan ada di tangannya, Lala benar-benar bingung, "Maksud Ibu?" tanya Lala sambil menahan air mata yang terus menetes.
"Kalau kau mau Ayah di operasi maka kau harus menikah dengan Tuan Aleksander Dimitri atau pun pemilik perusahaan Alexander company," jelas Sarika.
POV Layla Putri Sinara.
Aku Layla Putri Sinara, usia ku 17 belas tahun. Kulit saung matang, mata hitam pekat dan bulu mata yang cukup melentik. Tinggi ku sekitar 150, tidak terlalu tinggi. Berat badan ku 45kg, sangat kurus sekali.
Aku Layla Putri Sinara, yang kini tengah memakai kebaya putih. Karena sebentar lagi akan ada seorang pria yang mempersunting ku, usia ku yang masih sangat muda membuat ku sedikit ragu untuk melanjutkan pernikahan ini. Tapi apa yang harus ku katakan, karena aku melakukan ini semua demi kesembuhan Ayah ku.
Ayah ku adalah harta yang paling berharga yang aku miliki, setelah Bunda ku pergi meninggalkan ku. Dan aku tidak ingin lagi kehilangan Ayah. Hingga apa pun akan aku lakukan demi Ayah bisa sembuh kembali seperti dulu, berhari-hari sudah Ayah ku terbaring tidak sadarkan diri dengan bantuan alat medis. Aku sudah tidak sanggup lagi menahannya, hingga aku setuju untuk di nikahi seorang Aleksander Dimitri. Aku tidak pernah mengenalnya, bahkan aku pun tidak pernah tahu dia seperti apa. Aku pasrah saja semua sudah di atur oleh Ibu sambung ku, lagi pula tidak mungkin Ibu Sarika menjerumuskan aku kedalam jurang kehancuran. Aku tahu bertapa dia sangat menyayangi diriku.
Sejenak aku mengingat wajah seorang pria yang cukup mengalihkan dunia ku. Dimas Raditia Anggara, dia adalah seorang lelaki yang cukup membuat ku tertarik. Tapi sepertinya semua sia-sia aku menyerah untuk mendapatkan nya, sepertinya dia memang tidak pernah bisa memberikan hatinya untuk ku. Apa lagi saat itu aku tanpa sengaja mendengar sendiri jika ia berkata tidak menyukaiku sama sekali.
Flashback on.
"Aa Dimas, I love you," kata Lala pada Dimas yang tengah duduk di kursi kerjanya, Lala sengaja datang ke kantor tempat Dimas bekerja hanya demi bisa bertemu dengan Dimas. Bahkan ia sampai memohon pada sahabatnya, agar mengijinkannya ikut. Setelah mengatakan itu Lala langsung keluar begitu saja.
"Udahlah Dim, terima aja.....dia itu kelihatan nya baik," kata Arka yang dari tadi hanya berdiri di depan pintu.
Dimas melihat Arka, dan kini Arka sudah duduk di kursi saling berhadapan dengan Dimas.
"Kamu enggak bisa ngerasa kalau Lala itu orangnya baik?" tanya Arka sambil melipat tangannya.
"Dia itu bukan selera ku bos, lagi pula aku masih berharap Zea kembali. Dan Lala itu terlalu cerewet, kekanak-kanakan, tidak memiliki rasa malu. Aku tidak suka wanita gesrek, apa lagi dia seperti tidak memiliki harga diri," kata Dimas.
Deg.
Jantung Lala berdebar kencang, ia yang awalnya keluar hanya untuk membuatkan secangkir kopi untuk Dimas meneteskan air mata. Lala yang berdiri di depan pintu mendengar semua yang dikatakan oleh Dimas, air matanya terjatuh. Ia tertunduk dan berbalik hingga akhirnya urung memberikan secangkir kopi buatannya.
Lala keluar dari gedung besar dan megah itu dengan perasaan yang berkecamuk, kini ia mengerti mengapa Dimas tidak bisa menerimanya. Lala tersenyum getir dan berjanji tidak lagi berusaha mengejar cinta Dimas.
Flashback off.
"Lala," Sarika membuyarkan lamunan Lala yang terlihat begitu menyedihkan.
"Iya Bu," Lala melihat arah pintu dan melihat Ibu Sarika.
Sarika tersenyum lembut, "Kamu cantik sekali Nak," ujar Sarika, "Kamu sudah siap?" tanya Sarika lagi.
"Iya Bu," Lala mengangguk, dan melihat Rika yang terus menangis melihat Lala.
Rika memang dengan setia selalu ada untuk Lala, padahal Rika ingin sekali meminta orang tuanya untuk membantu Lala dalam kesulitan ini. Tapi Lala menolak, karena ia tidak mau lagi berhubungan dengan Dimas. Ia bahkan tidak memiliki muka untuk bertatapan dengan Dimas. Hingga Lala lebih memilih menuruti keinginan Sarika saja, sambil berdoa semoga nantinya Alexander Dimitri bisa mencintai nya.
"La, kalau kamu ragu.....kamu masih punya waktu untuk membatalkan ini semua," kata Rika sambil menggenggam tangan Lala.
Lala mencoba tersenyum, "Aku enggak papa kok Rika, aku enggak mau ngelibatin kamu atau pun Tari dalam masalah ini," kata Lala.
"Lala," terdengar suara Tari yang baru saja datang, ia yang berada di luar kota mendadak kembali ke Jakarta. Sebab Lala yang mendadak akan menikah, dan Rika sudah menceritakan penyebab pernikahan Lala.
"Tari...." Lala langsung memeluk Tari, begitu juga dengan Rika. Ketiganya saling berpelukan dengan saling menguatkan.
"Aku bisa bantu kamu La, kamu bisa batalin pernikahan ini," kata Tari dengan yakin.
"Makasih ya," Lala tersenyum karena bahagia bersahabat dengan Tari dan Rika yang begitu setia, "Aku udah yakin untuk pernikahan ini, aku juga ingin bahagia seperi kamu," kata Lala berusaha menutupi kesedihannya.
"Kamu yakin?" tanya Tari.
"Iya," Lala mengganguk, "Selamat tinggal pak Dimas, sepertinya kita tidak ditakdirkan berjodoh," batin Lala.
"Aku terima nikahnya Layla Putri Sinara binti Atmaja Bagaskara dengan mahar tersebut Tunai."
Sah!
Sah!
Sah!
Kalimat itu mampu mengubah hidup Lala dengan seketika, bahkan ia belum pernah satu kali pun melihat calon suaminya. Sampai akhirnya namanya di sebut dan ia di bawa keluar dari kamar. Sarika membantu Lala untuk duduk di samping Alexander Dimitri, dengan wajah tertunduk air mata Lala jatuh begitu saja.
"Lala, cium tangan suami mu," kata Sarika yang seketika menyadarkan Lala dari rasa sedihnya.
Lala perlahan mendongkak dan melihat jelas siapa itu Alexander Dimitri, pria yang usianya seumuran dengan Ayahnya itu terlihat masih cukup muda. Usia mereka memang terpaut cukup jauh, tapi Dimitri masih terlihat bergairah dan cukup muda.
Perlahan Dimitri memakaikan cincin di jari manis Lala, dan Lala juga demi kian. Setelah itu barulah Lala mencium punggung tangan Dimitri.
Di sinilah kini Lala berada di sebuah rumah yang sangat mewah, selepas ijab Kabul Dimitri langsung membawa Lala. Air mata Lala dari tadi tidak hentinya menetes, ia duduk di sisi ranjang dengan kebaya putih yang masih melekat pada tubuhnya. Tidak lama kemudian pintu terbuka dan seorang pria bertubuh tegap, tinggi, lengan berotot masuk. Walaupun pria itu masih memakai kemeja dan jas tetap saja lengan berotot nya masih terlihat.
Lala hanya diam tertunduk, tanpa berani melihat wajah pria yang kini berdiri di depan nya. Perlahan tangan pria itu memegang dagunya, hingga kedua manik mata Lala menatap Dimitri. Mata hitam pekat itu terlihat rapuh, bahkan berkaca-kaca, sedetik kemudian cairan bening menetes dari mata nya.
Dimitri tersenyum miring, ia melepaskan tangannya dari dagu Lala, "Kau sangat tidak mirip dengan Sinara, wajah mu itu yang ada seperti Ayah brengsek mu itu!" ujar Dimitri dengan santai.
Lala tidak mengerti dengan maksud perkataan Dimitri, namun di sini Lala dapat menyimpulkan jika Dimitri pria yang sedikit aneh.
"Kenapa menatap ku begitu?" tanya Dimitri.
Perlahan Dimitri mendekati Lala, ia semakin menatap bibir merah merekah itu dan sedetik kemudian melahapnya. Lala tidak menolak, ia pasrah saja. Lala ikhlas dengan menjalani rumah tangganya, walaupun pernikahan ini tanpa cinta. Tapi ia akan berusaha untuk mencintai Dimitri.
"Sssssttt....." Lala merintih takkala tangan Dimitri mulai meremas gundukan nya, Lala bahkan kini sudah berbaring dengan tubuh Dimitri yang menindihnya.
Namun tiba-tiba Dimitri bangun, ia berdiri dan menjauhi Lala.
Lala tentu saja bingung, kenapa Dimitri tidak menyelesaikan permainan nya. Ia menatap Dimitri penuh tanya. Bahkan beberapa kancing kebaya, yang di pakainya sudah terlepas karena Dimitri, dengan gerakan cepat Lala juga mendudukan dirinya.
"Jangan berharap lebih," ujar Dimitri sambil berkacak pinggang, "Di sini aku yang membuat peraturan, jangan bermimpi menjadi seorang ratu," kata Dimitri lagi.
"Maksud Mas apa?" tanya Lala.
Tidak ingin menghina Dimitri yang lebih tua darinya, bagaimana pun mereka adalah pasangan suami istri. Lala memanggil Mas, tanpa di minta sekalipun. Tujuan nya lagi-lagi sama ikhlas di nikahin, dan ingin membangun rumah tangga yang bahagia.
Namun tiba-tiba wajah Dimitri berubah mengerikan, bahkan Lala sampai merinding melihat Dimitri maju selangkah demi selangkah lagi. Hingga Dimitri setengah berjongkok dan mengarahkan tangannya pada Lala, tanpa basa-basi Dimitri mencengkram dagu Lala dengan sangat kuat.
"Sakit...." rintih Lala, sambil memegang tangan Dimitri, bahkan matanya berkaca-kaca.
Dimitri tersenyum miring, "Kau itu adalah anak Atmaja, dan kau tahu? Atmaja adalah orang yang sudah merebut Ibu mu dari ku," Dimitri menghempaskan Lala. Sehingga Lala terjatuh di atas ranjang, "Seharusnya aku yang bahagia menikah dengan Sinara, tapi Ayah mu tiba-tiba merampasnya dari ku! Dan kau harus merasakan sakit hati dan hinaan yang di berikan Ayah mu!" tegas Dimitri.
Lala tercengang, karena ternyata tujuan Dimitri menikahi dirinya hanya demi membalaskan sakit hati pada Ayahnya. Takdir seperti nya sedang bermain-main dengannya, karena ini cukup mengagetkan Lala.
"Ingat! Kalau kau ingin Ayah mu tetap memakai peralatan medis di rumah sakit, maka kau harus menuruti aku!" kata Dimitri lagi.
"Sayang," tiba-tiba pintu terbuka, dan seorang wanita masuk ke kamar Lala dan Dimitri.
Lala cukup kaget, karena orang itu adalah Ibu Sarika. Ataupun Ibu sambungnya sendiri, "Ibu," kata Lala, ia turun dari ranjang dan ingin sekali memeluk Sarika. Namun sayang hal yang tidak terduga justru terjadi, Sarika terlihat acuh padanya. Yang ada Sarika langsung bergelayut manja di tengkuk Dimitri.
"Sayang, kau sedang apa?" tanya Sarika dengan manja.
"Sayang?" Lala semakin bingung dan bertanya-tanya.
"Kenapa?" tanya Sarika. Tidak ada lagi kelembutan, tidak ada lagi senyuman dan kasih sayang yang selama ini di tunjukan oleh Sarika. Yang ada wajahnya hanya terlihat angkuh.
"Ini maksudnya apa?" tanya Lala semakin bingung.
"Dimitri ini kekasih ku, dan kau hanya istri yang tidak di inginkan di sini!" jelas Sarika.
"Kekasih?" air mata Lala meluncur begitu saja, begitu banyak kejutan di malam ini. Malam pengantin yang seharusnya indah dan di impikan banyak orang, tapi justru menjelma bagaikan neraka.
Dimitri tersenyum, dan tanpa malu ia menunjukan kemesraan nya dengan Sarika di hadapan Lala. Keduanya bercumbu mesra layaknya pasangan pengantin baru, bahkan yang anehnya Sarika menggunakan lingerie. Ini sungguh sangat menakjubkan sekali. Sepertinya takdir sedang bercanda, hingga Lala hanya menjadi penonton saja.
"Sedang apa kau di sini?" bentak Sarika.
Lala hanya diam tanpa kata, mengapa bisa Sarika mengatakan itu padahal ia yang istri sah dari Dimitri.
"Bu, Lala yang seharusnya tanya.....Ibu sedang apa di sini?" tanya Lala dengan memberanikan diri.
"Dia kekasih ku, terserah pada ku, kau hidup di sini dengan aturan ku!" kata Dimitri tersenyum miring. Bahkan ia yang menjawab pertanyaan yang di ajukan Lala pada Ibu tirinya Sarika.
"Kekasih?" tanya Lala.
"Keluar dari sini, dan selamat menikmati penderitaan yang selama ini sudah menanti mu," kata Sarika tersenyum bahagia.
Lala kini mengerti, karena ternyata Ibu Sarika juga turut adil dalam rencana yang mengerikan ini. Bahkan kini Lala tahu jika Dimitri menikahinya hanya karena ingin membalas sakit hati pada Ayahnya. Sungguh sangat mengerikan sekali, sepertinya bom waktu yang memang sudah di siapkan. Hidup bahagia dengan berusaha saling menerima ternyata hanya iming-iming saja, ia hanya dijadikan boneka saja oleh Sarika. Sungguh sulit di percaya di saat Ayahnya tengah terbaring lemah, justru Sarika dengan bangganya bersama dengan Dimitri.
Perlahan tubuh Lala di dorong keluar dari kamar itu oleh Sarika, dan ia hanya terduduk di depan pintu yang tertutup rapat. ******* demi ******* ia dengar dari dalam sana, kedua manusia itu seperti nya begitu menikmati malam itu, sedangkan Lala hanya menangis sambil tertunduk pilu.
Katanya setelah menikah itu sangat menyenangkan, katanya masa-masa baru menikah itu sangat membahagiakan. Tapi berbanding terbalik dengan apa yang di rasakan Lala, sebab ternyata semua itu hanya sebuah mimpi saja. Justru ia sangat tersiksa.
Satu Minggu sudah berlalu Lala bukan dijadikan sebagai istri, tapi lebih tepatnya seorang budak. Bila ia salah maka tangan Dimitri yang berbicara, seperti hari ini pun Lala sudah dua kali membuat kopi karena Dimitri merasa tidak enak pada kopi buatannya. Itu memang benar, karena Lala memang tidak pandai dalam mengurus dapur. Hidup berkecukupan dengan bergelimang harta membuat nya selalu di layani oleh pembantu. Hingga untuk menyedihkan kopi saja kini Lala perlu belajar.
"Ini Mas," Lala meletakan kopi buatannya di atas meja, kemudian ia berdiri di dekat meja.
Dimitri mengambil cangkir tersebut dan mulai menyeruput nya, namun sedetik kemudian Dimitri melempar gelas tersebut.
Krang!!!
Banyak beling yang pecah di lantai, bahkan ada kopi yang juga mulai tumpah. Sampai Lala juga terkena percikan kopi panas itu.
"Auuu...." Lala mundur selangkah karena kakinya terasa panas.
"Apa kau tidak bisa melakukan hal yang benar," geram Dimitri.
Lala tertunduk takut, tubuhnya yang kecil membuat nya merasa tidak akan bisa melawan Dimitri.
"Sayang ada apa ini?" tanya Sarika yang tiba-tiba muncul saat mendengar suara.
"Wanita ini sama seperti Ayahnya yang tidak berguna itu!" jawab Dimitri sambil menatap Lala. Kemudian Dimitri pergi begitu saja.
Sarika mendekati Lala, kemudian ia mencengkram dagu Lala dengan kuat, "Dasar bocah!!" geram Sarika.
Lala tersenyum miring menatap Sarika, ia benar-benar membenci Sarika yang ternyata berhati iblis, "Kau itu memang iblis, selama ini kau berpura-pura baik! Tapi ternyata kau hanya seekor rubah yang licik," kata Lala lagi.
"Berani sekali kau ya," Sarika ingin mencengkram rambut Lala, tapi Lala langsung melawan dengan mendorong Sarika.
"Ingat iblis, Ayah ku akan tahu semua ini setelah dia sadar!" kata Lala.
"Oh....ya?" Sarika tersenyum miring, "Apa kau berpikir jika Ayah mudah melakukan operasi?" tanya Sarika dengan remeh.
"Maksud mu apa?"
"Ayah mu itu tidak akan sembuh sayang, jadi jangan terlalu bermimpi.....selamat menikmati neraka mu, aku lelah menjadi pura-pura baik terus di hadapan mu, selama bertahun-tahun, dan ini saat nya tiba," Sarika berniat pergi, namun kemudian ia kembali berbalik melihat Lala. Bibirnya terus memperhatikan senyuman nya, "Ayah mu itu begini karena perusahaan nya bangkrut, dan kau tahu penyebabnya?" tanya Sarika remeh, "Karena aku yang membocorkan semuanya pada kekasih ku Dimitri," lanjut Sarika lalu pergi begitu saja, dengan membawa tawa bahagia nya.
Lala meremas dadanya, baru menikah dengan Dimitri beberapa hari ia sudah tersiksa lahir dan batin. Lantas apa lagi yang akan terjadi selanjutnya, "Hiks......hiks...." Lala menangis, semua kebahagiaan yang indah dulu hilang seketika. Tidak ada lagi tawa dan juga canda yang selalu keluar dari bibir manisnya, yang ada hanya air mata yang terus membingkai di pipinya.
Sore harinya Lala bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit menjenguk sang Ayah, selama menikah ia memang tidak pernah di ijinkan Dimitri ke rumah sakit. Dan untuk sore ini Lala berharap Dimitri mengijinkannya.
"Mau kemana kau?" tanya Dimitri tepat di depan pintu, bertepatan dengan Lala yang akan segera keluar.
Lala yang sangat pendek itu memberanikan diri untuk mendongkak, "Aku mau ke rumah sakit Mas, mau jenguk Ayah," jawab Lala.
"Siapa yang mengijinkan mu?!"
"Aku mohon Mas, aku rindu Ayah," kata Lala penuh harap.
"Masuk!" Dimitri menarik Lala, dan menghempaskan nya di lantai. Kemudian ia berkacak pinggang di hadapannya Lala.
"Auu....." Lala meringis dan melihat sikunya yang memerah karena terkena lantai, saat berusaha melindungi dirinya.
"Kau pikir untuk apa kau ku nikahi? Untuk menjadi seorang ratu?!" kesal Dimitri, "Aku menikahi mu agar Ayah mu itu merasakan sakit yang aku rasakan saat ia sadar nantinya," Dimitri tersenyum penuh kemenangan membayangkan jika nanti Atmaja sadar dan mengetahui semua ini.
"Tapi apa salah ku?" tanya Lala, ia berdiri dan menatap Dimitri, "Aku tidak pernah tahu semua ini."
"Kau memang tidak tahu," Dimitri melepaskan ikat pinggang pada dirinya, "Tapi kau adalah kesalahan yang lahir ke dunia ini!!!"
Lala meneguk saliva, ia mundur selangkah demi selangkah. Hingga akhirnya tubuhnya membentur dinding.
"Aku suka yang seperti ini," ujar Dimitri sambil tangannya mulai menggulung tali pinggang di tangannya.
Keringat dingin mulai membanjiri tubuh Lala, bahkan kakinya juga mulai bergetar hebat. Ia pikir menikah dengan Dimitri adalah sebuah keputusan yang baik, yang dapat segera menyembuhkan sang Ayah. Tapi ternyata tidak, ia masuk ke jurang neraka yang begitu menyiksanya.
"Kenapa?" tanya Dimitri sambil tersenyum, ia tahu Lala terlihat ketakutan, "Apa kau ingin segera merasakannya? Tidak aku sedang berbaik hati pada mu ya?" tambah Dimitri lagi, tapi aku harap setelah ini kau mengerti, jika ingin pergi kau harus mendapatkan ijin dari ku," Dimitri melemparkan tali pinggang di tangannya pada ranjang, kemudian ia mengambil ponsel Lala. Tidak sampai di sana, ia juga mengambil ATM milik Lala.
"Mas jangan," kata Lala.
"Kenapa?" Dimitri menatapnya dengan tajam, dan mata yang memerah. Kemudian arah pandang Dimitri kembali pada tali pinggang yang ia lempar tadi pada ranjang.
Lala tidak berani lagi membantah, ia hanya pasrah kembali. Karena takut jika Dimitri menyiksa nya dengan tali pinggang itu, walaupun hanya ingin sekali memohon pada Dimitri untuk tidak mengambil barang miliknya.
Hingga kemudian Dimitri meletakan ponsel Lala di lantai.
"Mas jangan," dengan cepat Lala berjongkok dan memegang ponselnya, ia ingin melindungi ponselnya.
Namun bersamaan dengan itu Dimitri menginjak ponsel itu hingga tangan Lalu juga terkena.
"Auuu....." ringis Lala, karena tangannya terasa sakit sekali.
Dimitri mengangkat kakinya, dan Lala cepat-cepat menarik tangannya. Lala kesakitan hingga ia mengibas-ngibaskan tangan nya.
"Itu bukan karena aku, tapi karena diri mu sendiri," kata Dimitri dengan santai, kemudian ia kembali menginjak ponsel Lala hingga tidak bisa lagi berfungsi, "Ingat, itu belum seberapa...jangan pernah pergi tanpa ijin ku," kata Dimitri, kemudian ia pergi meninggalkan Lala yang tengah menahan sakit.
"Hiks.....hiks....." Lala menangis meluapkan bertapa sedihnya dirinya, bahkan sampai saat ini pun janji Dimitri untuk memberi biaya operasi untuk Ayah nya pun belum juga ada. Tidak pernah Lala bermimpi hidup dalam rumah tangga yang begitu kejam ini, bahkan untuk membayangkan saja sulit. Namun apa daya semua terjadi dengan begitu saja, tawa yang dulu benar-benar berganti dengan air mata kepiluan dan entah sampai kapan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!