Kecepatan kereta mulai melambat pertanda stasiun penghentian sudah semakin dekat. Gadis ramping berwajah manis telah bersiap untuk turun.
Gadis yang berprofesi sebagai seorang dokter di sebuah rumah sakit itu pun berjalan menuju pintu keluar. Setitik cairan bening menitik dari pelupuk matanya, secepat kilat gadis itu menyekanya tidak ingin siapapun tau.
Gadis itu menghentikan langkahnya di kursi panjang di ujung koridor karena dering handphonenya tidak berhenti berbunyi sedari tadi.
"Assalamu'alaikum, Papa." ucapnya
"Wa'alaikum salam. Dari mana saja, Fa?" jawab seseorang dari balik telpon.
"Tadi lagi repot, Syifa baru saja turun dari kereta."
"Kan papa sudah bilang! tidak usah pergi kalau kau sebenarnya tidak sanggup menghadapinya, Nak. Kau ini benar-benar mewarisi sifat keras kepala mama mu!" suara itu agak meninggi
"Itu tandanya Syifa ini benar-benar anak Mama." Gadis bernama Syifa itu tersenyum, mengingat sosok perempuan yang sangat ia sayangi jauh di ujung Sumatra.
"Pernikahannya besok kan?"
"Iya, Pa."
"Kalau begitu papa dan mama akan berangkat sekarang juga. Jangan melakukan hal yang tidak-tidak. Setidaknya tunggulah sampai papa sampai!"
"Apa papa berfikir Syifa akan mengacaukan pernikahan mereka? hah ... anakmu ini tidak sebar-bar wanita yang paling papa cintai itu ya! hahaha ...."
"Hey! apa kalian sedang membicarakan saya!!" suara perempuan yang sangat Syifa kenal terdengar dari sebrang sana.
"Hm ... mama!! miss you!"
"Miss you too, Sayang. Apa yang kalian bicarakan?" wanita itu kini memonopoli telepon genggam suaminya.
"Sayang! itu hape ku! spekaer! speaker!"
"Ih ... apanya abang ini! nggak pala ku bawa lari hapemu ini!"
"Hm ... mulai deh terjadi pertengkaran rumah tangga yang tidak ada putus-putusnya!!" ucap Syifa kesal namun senyuman yang lebih lebar tersungging di wajahnya yang manis.
Gadis itu memasang alat pendengar ke telinganya dan berjalan ke depan untuk menghentikan taksi. Badannya ingin segera bersandar di tempat yang lebih nyaman, perjalanan empat jam membuatnya letih dan ingin segera memejamkan mata barang sekejap saja sebelum sampai ke tujuannya.
"Pak ke alamat ini ya!" Syifa menunjukkan ponselnya.
"Kamu sudah naik taksi, Sayang."
"Hm ... iya, Ma! teruskan saja pertengkarannya, Syifa akan tidur lelap setelah ini!" ucap gadis itu menyandarkan punggung.
"Heeeiii, jangan coba-coba tertidur di taksi ya. Nanti di bawanya kau entah kemana-mana!!"
"Iya, Ma. Enggak kok! ini melek ni melek. Syifa hanya mau rebahan saja!" Syifa menidurkan tubuhnya di kursi belakang mobil.
"Eh, anak gadisnya mama yang paling cantik! duduk kau, Nak. Duduk!!! jangan bertingkah aneh-aneh anak gadis ku! kau itu di dalam taksi, kau pun datang ke kampung orang! nggak tau kita mana yang baik mana yang enggak. Duduk!! jangan tidur! paksa dulu sebentar matamu sampek dulu ke rumah si Hamish baru kau tidur ya. Kalau nggak mama telpon saja lah si Hamish itu suruh jemput kau ya!"
"Eh, jangan la Ma! iya iya, nggak tidur kok Syifa ini, yakan Bu. Saya nggak tidur kan?"
"Siapa yang kau panggil ibu?"
"Driver taksinya, mama!"
"Eh, perempuannya sopir taksinya?"
"Hm!!"
"Oh, ya sudah lah. Tidur lah kau tidur! tapi kasi tau dulu alamatmu ke dia!"
"Iya, Ma. Sudah!"
"Aaa! dah, tidurlah kau nak ku!"
\=\=\=\=
Laki-laki berkaus hitam berdiri bertopangkan tangan di tembok balkon rumah bertingkat dua. Pandangannya lurus kedepan namun tidak ada titik yang menjadi tumpuan pandangannya.
"Ya Allah. Apa ini yang terbaik, tapi kenapa harus aku!"
"Bagaimana pun orang tua harus di utamakan. Sampai kapanpun jasa kedua orang tua tidak akan pernah bisa di balas, jika dengan ini kebahagiaan itu hadir kau harus berusaha mewujudkannya, Zi. Cinta itu akan datang seiring waktu!"
"Tapi, aku sudah mencintai orang lain! aku sangat mencintainya, dia hidupku. Dari dulu yang aku tau hanya dia, mungkin semenjak rasa cinta itu muncul di hatiku hanya namanya yang ada disana. Tidak pernah sekalipun ada orang lain! ini tidak adil!!"
Malaikat dan setan seolah bertengkar di kanan dan kirinya, mengutarakan pendapat masing-masing dan menguatkan hati si pemilik hati yang sedang galau ini.
"Zi!! lihat siapa yang datang!!! Turun, Nak. Syifa sudah datang!" suara teriakan wanita paruh baya membuat lamunan Fauzi terhenti.
"Syifa!!" laki-laki bernama Fauzi itu segera keluar dari kamarnya.
Fauzi berlari menuruni anak tangga, sosok wanita bertubuh langsing menyambutnya dengan senyuman khasnya. Ingin rasanya laki-laki itu memeluk sosok tersebut.
"Hey!! hati-hati! besok kau akan jadi pengantin!" Syifa berkacak pinggang
"Ya Allah, anak ini! sudah berapa lama kalian tidak bertemu haah!!" perempuan berjilbab hitam pun turut memarahi laki-laki yang bertingkah seperti anak kecil tersebut.
"Apa kabar princes ku yang cabiiii!!!" Fauzi mencubit kedua pipi Syifa. Princes adalah panggilan kesayangannya sejak dulu.
"Iiih, siapa yang cabi! aku sudah langsing! lihat pipiku saja sudah tirus begini! iyakan, Bunda!" rengek Syifa kepada Amelia, perempuan berjilbab hitam tadi.
"Iya, iya. Tiruuus! kayak tengkorak ...." bisik Fauzi di telinga Syifa
"Zi! ajak Syifa makan sana! kamu juga belum makan kan dari pagi!" ucap Amelia. Mata Syifa membulat mendengar ucapan Amelia barusan.
"Dari pagi belum makan?! mau diet pak! supaya baju pengantinnya kedodoran!!" Syifa menyilangkan tangan di dada. Matanya melotot.
"Ampun bu, Dokter! ampun!" Fauzi mengangkat kedua tangannya yang bersatu diatas kepala.
"Ayo cepat kita makan! dapurnya dimana, Bunda?" Amelia tersenyum dan menunjuk kearah kanan.
Rumah yang di tinggali Amelia dan suaminya adalah rumah warisan dari orangtua Amelia. Setelah suaminya pensiun mereka memutuskan kembali ke kampung halaman Amelia, Surabaya.
Fauzi, anak satu-satunya mereka berprofesi sebagai seorang tentara yang sekarang bertugas di Bandung.
Sedangkan Syifa, anak pertama dari pasangan suami istri yang berprofesi sebagai seorang dokter spesialis jantung dan seorang ibu rumah tangga. Berdomisili di kota Medan. Syifa juga seorang dokter seperti papanya, tapi masih dokter umum belum mengambil spesialis. Gadis itu masih nyaman dengan statusnya saat ini. Memilih tinggal jauh dari kedua orangtuanya sudah sejak lama ia lakukakan alasannya ingin mandiri dan merasakan bagaimana hidup tanpa bergantung kepada orang tua. Itu prinsip hidupnya.
.
.
.
Hay ... hay!!! ada yang kangen nggak?😁
Novel receh kalian nongol lagi nih! seperti biasa cerita yang receh, ringan dan aman di kantong wkwkwkw.
Jangan lupa like, Vote, dan berikan komentar serta kritik dan saran kalian buat menambah bagus novel ini.
Salam sayang dari aku, 😉🙏
Berbeda dengan pertemuan beberapa saat yang lalu. Saat ini suasana seketika berubah, seolah mereka berdua pandai menyembunyikan luka hati mereka.
"Bunda pergi dulu ya!" pamit wanita yang melahirkan laki-laki yang berada disebelah
Syifa saat ini.
"Nggak nunggu ayah dulu, Bun?" tanya Fauzi
"Tadi ayahmu bilah lima belas menit lagi sampai, bunda tunggu saja di luar. Nanti langsung suruh putar kepala saja mobilnya."
"Fa, Bunda pergi dulu ya. Yang banyak makannya, kamu memang kelihatan kurusan!" lanjut perempuan yang disapa dengan kata bunda itu lalu berlalu meninggalkan mereka.
Syifa memandangi punggung wanita yang tampak sangat sehat itu. Wajah yang biasa terlihat pucat kini merah berseri memancarkan pesona kebahagiaan.
"Bagaimana bisa aku egois mengorbankan perasaan wanita hebatmu itu, Zi!" lirih Syifa
"Tapi bagaimana nanti, Fa. Bagaimana kalau aku benar-benar tidak bisa membuka hatiku untuk istri pilihan bunda! Mungkin saja kan kalau akhirnya bercerai! apa itu tidak malah melukai hati bunda?" mata Fauzi berkaca-kaca.
Walaupun mereka duduk di meja makan, namun sedikit pun mereka belum sama sekali menyentuh makanan atau minuman apapun yang tersaji di atas meja tersebut.
Syifa berdiri dan melangkah ke arah jendela lebar yang menghembuskan angin kota Surabaya. Gadis itu menyeka air matanya yang terus berjatuhan.
"Bagaimanapun orang tua harus menjadi prioritas utama anaknya, Zi. Kalau jodoh kita memang nggak ada kita harus apa? aku tidak mau menyakiti hati orang tua mu. Ya ... kita memang saling mencintai! hubungan kita juga sudah lama berjalan! tapi itu semua tidak menjamin kita akan bahagia kalau kita menentang mereka.
Zi ... kau lah harapan Bunda. Bunda tidak mungkin menjerumuskan mu kedalam pilihan yang salah. Aku pernah mengenal calon istrimu itu sewaktu aku Internship dulu. Dia gadis yang solehah. Cantik, guru pula! itu tugas yang mulia kan?" Syifa kembali berkaca-kaca. Insecurenya kembali muncul mengingat wanita berjilbab ungu yang dulu pernah ia jumpai di sebuah puskesmas sedang mengantarkan neneknya berobat. Gadis berjilbab panjang tanpa riasan berlebihan namun entah kenapa wajahnya benar-benar memberikan ketenangan. Tutur katanya lembut, ramah dan wawasannya juga luas.
Beberapa tahun yang lalu
"Jadi nenek saya nggak apa-apa, Dok?" sapa gadis berjilbab ungu
"Asam lambung nenek tinggi. Sebaiknya tolong perhatikan makanannya dulu ya, mba."
"Iya, Dok. Saya akan berusaha, tolong berikan saya obat agar nenek saya bisa mengingat semua ucapan dokter!" senyuman tersungging di bibir gadis itu,
"Iya, bawa saja sekalian dokternya pulang ke rumah. Supaya kalian bisa mencatu apa yang akan nenek makan! Nenek juga kepengen makan- makanan zaman sekarang kan!" nenek yang sedang tiduran di brangkar itu mencebik
"Boleh, Nek. Tapi nggak bakso aci super pedas juga ...." ucap wanita berjilbab ungu tadi.
"Oh, si nenek suka bakso Aci super pedas? hm ... level berapa, Nek?" perempuan langsing dengan stetoskop menggantung di lehernya ikut berbicara dengan kedua orang wanita beda generasi tersebut.
"Untuk sementara bakso Acinya jangan dulu ya, Nek. Nanti kalau asam lambungnya sudah stabil baru deh boleh. Ajak-ajak saya ya, Nek kalau mau makannya!" ucap Syifa
"Bu dokter bisa saja. Bakso Aci di kampung nggak cocok sama perut bu dokter!" jawab si nenek
"Bukannya rasa bakso di kampung itu lebih enak dan original, Nek." sambung Syifa pula
"Iya ... iya, nanti kalau nenek sembuh. Yoli jemput deh bu dokternya kesini. Tapi janji obatnya harus di habisin dan jauhi bakso Acinya dulu ya, Nek." Sela sang cucu
"Ini obatnya sudah saya resepkan!" Syifa memberikan kertas.
"Cepat sembuh, Nenek!" Syifa mengantar Yoli dan neneknya keluar dari ruangan yang tidak terlalu luas itu.
"Saya permisi, Dokter." pamit Yoli
"Iya, yang sabar ya, Mba."
"Doakan ya, Dok! saya permisi dulu mau nebus obat. Buru-bur mau ngajar juga!" pamit Yoli dengan senyum manisnya
"Oh iya, silahkan! silahkan!" Syifa yang kebetulan sedang sepi pasien merasa membutuhkan teman untuk bicara dan begitu bertemu Yoli ada rasa nyaman berbicara dengan wanita berperawakan teduh itu.
\=\=\=\=
"Cinta itu bisa datang nanti, Zi. Kalau kau ikhlas membuka hatimu." ucap Syifa tanpa melihat lawan bicaranya
"Lalu kau bagaimana? kau sudah berkorban untuk tidak melanjutkan spesialis karena kita sudah berencana untuk menikah tahun depan!"
"Aku tidak apa-apa! tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Mungkin Allah sudah mempersiapkan masa depan lain untukku. Dan pasti itu yang terbaik!" Syifa menunduk.
"Apa kau sudah punya penggantiku?" seka Fauzi, Syifa menggeleng
"Sedikitpun belum pernah terpikir! entah setelah melihat kau ijab qabul nanti ...." Syifa tersenyum dan mendekat ke arah laki-laki yang sudah menemani kisah cintanya tiga tahun terakhir ini.
"Kedatanganmu justru membuatku semakin tidak ingin menyakitimu, Fa." Fauzi mengusap wajahnya
"Justru aku akan semakin sakit jika sengaja tidak datang di hari bahagiamu!"
"Bunda! bukan aku!!"
"Ziii ... please! ingat semua hal yang di lakukan bunda untukmu. Dan lupakan semua yang sudah kita jalani selama ini. Kita pacaran baru 3 tahun, sedangkan kau dengan bunda sejak kau ada dalam rahimnya!" Kini keduanya sama-sama menangis dalam diamnya.
Sepasang mata yang sejak tadi melihat dan mendengar semua pembicaraan mereka akhirnya berani mendekat.
"Kenapa kalian menutupi semua ini? demi apa hah?? kalian hanya akan menyakiti diri kalian masing-masing!!!"
"Kenapa kau tidak menolak permintaan bundamu dan mengatakan Syifa adalah wanita yang kau cintai selama ini, Zi!! anak bodoh!! bunda harus tau ini!!" laki-laki paruh baya itu berjalan tegap memegang undangan di tangan kanannya.
"Ayah, Jangan!!! tolong ayah! Jangan ...." Syifa mengejar laki-laki tersebut.
"Ini tuh nggak benar!" ucap laki-laki itu menepis tangan Syifa yang berhasil memegang tangannya.
"Ayah! lihat senyuman Bunda!! Ayah tega membuat senyuman itu hilang? Ayah suka melihat bunda yang pucat, susah senyum seperti dulu?!" Syifa menyingkap tirai yang memperlihatkan Amelia di dalam mobil. Perempuan itu menurunkan kaca mobilnya dan terlihat sedang bicara melalui telpon.
"Obat dari segala penyakit adalah rasa bahagia, Yah. Ini sudah pilihan bahkan janji di masa kecil bunda dengan almarhumah sahabatnya!"
"Tolong, Yah! demi bunda ...." Syifa menangis sambil memegang undangan di tangan laki-laki itu.
"Bukan hanya bunda saja yang kecewa, Yah. Bahkan rasa malu akan di dapatkan keluarga ini jika semuanya sesuai kehendak kami."
"Terimakasih, Nak. Pengorbanan mu sungguh besar!" Laki-laki itu memeluk Syifa
"Semoga Allah memberikan pengganti yang lebih baik dari anak bodoh ini!" suami dari Amelia itu meninju bahu Fauzi sebelum akhirnya pergi meninggalkan mereka.
.
.
.
.
Like dong! like 😁
Aku titipkan dia
Lanjutkan perjuanganku 'tuknya
Bahagiakan dia, kau sayangi dia
Seperti ku menyayanginya
'Kan kuikhlaskan dia
Tak pantas ku bersanding dengannya
'Kan kuterima dengan lapang dada
Aku bukan jodohnya
(Bukan jodohnya, Tri suaka)
\=\=\=\=
Senyuman penuh dengan ke ikhlasan terpancar di wajah Syifa. Keberadaan mamanya membuatnya semakin kuat menyaksikan pemandangan yang tidak pernah dia bayangkan.
"Tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan! Dari sini kau harus belajar ... ada kalanya hal yang sudah matang kita rancang akan gagal begitu saja jika sang pemilik kuasa tidak mengizinkannya!" nasehat Juna sebelum mereka berangkat ke pernikahan pagi tadi.
"Inilah hidup yang sebenarnya, Fa. Sejak kau di lahirkan kedunia ini, semua apa yang Syifa inginkan selalu Syifa dapatkan. Apa yang sudah kau targetkan sama sekali tidak pernah meleset. Kali ini Allah mengujimu, untuk menandakan bahwa kau memang benar-benar hambanya, Jika semuanya sempurna bisa saja kau akan menjadi kufur!" laki-laki yang rambutnya hampir memutih seluruhnya itu pun ikut memberikan semangat kepada anaknya.
"Terimakasih sudah menjadi penguat Syifa, Pa ... Ma." peluk gadis itu pula.
**
Kedua alis mata wanita yang menjadi pusat perhatian seluruh orang yang hadir itu mengkerut seperti mengingat dengan keras. Sosok gadis yang ada di hadapannya kali ini tidak asing baginya.
"Selamat ya, Semoga kalian menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Titip Fauzi! dia sahabat saya ... banyakin sabar juga ya." ucap gadis itu dengan senyum manis yang terpasang di wajah manisnya.
"Aamiin, Terimakasih. Ini bu dokter kan?!" Yoli menebak tanpa ragu, tangan mereka masih saling menjabat
"Iya! ternyata ibu guru masih ingat saya ...." balas Syifa ramah.
"Ya Allah, Dok. Sempit sekali dunia ini! kita harus ngobrol nih." Yoli yang memang humble rasanya ingin terus bertukar cerita dengan perempuan yang pernah beberapa kali bertemu dengannya dulu.
"Fa ... masih banyak yang antri di belakang!" Juna menepuk bahu Syifa
"Oh, iya ... Ma."
"Kapan waktu kita sambung lagi ya, Mba. Saya juga harus pulang!"
"Semoga secepatnya bisa ketemu lagi ya, Dok!" Yoli memeluk Syifa erat
Sepasang mata memandang keduanya dengan ekspresi yang tidak bisa di tebak.
Sebelum turun dari pelaminan Syifa melihat sekali ke belakang, kedua mata mereka bertemu. Syifa menyunggingkan senyum kepada Fauzi dan meletakkan kedua jari telunjuk dan jempolnya di bibirnya.
"Aku akan tetap mencintaimu! my princes ...." ucap Fauzi dalam hati
\=\=\=\=
Beberapa bulan berlalu, Syifa kembali ke rutinitasnya semula. Kegalauannya mulai menghilang karena di sibukkan oleh keadaan. Gadis itu kini sudah berada di sebuah negara yang sama dengan tempat presiden Indonesia belajar, Jerman.
"Entschuldigen Sie bitte. Darf ich hier sitzen ...." Karena suasana kantin begitu ramai, Syifa memberanikan diri untuk menyapa seorang laki-laki berperawakan tinggi yang duduk sendiri di sebuah meja bulat.
"Oh, Silahkan ... Silahkan!" jawab laki-laki itu. Matanya hanya sekilas memandang Syifa, sesaat kemudian beliau kembali sibuk dengan gedgetnya.
"Oh, anda orang Indonesia juga! Saya Syifa ...." Gadis itu mengulurkan tangannya.
"Iya, Saya orang Indonesia juga. Orang tua saya dari Sumatera Utara. Semoga betah dan lancar kuliahnya disini dan pulang membawa prestasi, menjadi dokter spesialis kandungan yang berkualitas. Saya duluan ya, Fa. Assalamu'alaikum!" Laki-laki itu menangkupkan kedua belah tangannya sambil tersenyum kemudian berdiri meninggalkan Syifa sendiri.
"Oh ... iya, Oke. Aamiin." jawab Syifa malu dan menangkupkan kedua tangannya juga
"Namanya siapa! kok tau aku ambil spesialis kandungan!! ah ... sudah lah. Makan, Fa ... makan!" Syifa berbicara sendiri, lalu melahap makanan yang ada di hadapannya karena perutnya sudah benar-benar ingin di isi.
"Excuse me, may I sit here?"
"Hm ... please." Syifa mempersilahkan wanita berambut coklat itu untuk duduk.
"Anastasia!" wanita itu menyebut namanya, dan mengulurkan tangan.
"Oh, Iam Syifa from Indonesia" balas Syifa pula
Sejak pertemuan itu, Syifa menambah daftar temannya. Anastasia adalah gadis periang dan selalu mempunyai semangat yang kuat untuk menggapai cita-cita, jadi mereka gampang akrab karena satu server di tambah lagi kosan mereka juga berdekatan.
\=\=\=\=
"Berapa kali sehari kau shalat? bukankah saat pergi kuliah tadi kau juga sudah shalat!" tanya Anastasia begitu melihat Syifa sudah berdiri dan melipat sajadahnya
"Lima kali! itu shalat yang wajib kami kerjakan selaku ummat muslim, masih ada shalat-shalat sunnah lainnya." terang Syifa
"Wajib itu, sesuatu yang harus di kerjakan! tidak boleh sekalipun di tinggalkan! Kalau di tinggalkan kita akan mendapatkan dosa, dan dosa itu adalah penghalang untuk kita masuk ke syurganya Allah!" Syifa menjelaskan tanpa di minta, gadis itu mengerti kerutan alis dari pemilik wajah cantik gadis asal Rusia tersebut.
"Sedangkan Sunnah itu, suatu perkara yang jika di lakukan kita akan mendapatkan pahala tapi jika tidak kita juga tidak berdosa." jelas Syifa lagi, Anastasia melipat tangannya di dada dan kepalanya manggut-manggut dan bibirnya membentuk huruf O.
"Apa hari ini kau jadi menemui profesor?" tanya Syifa
"Ya, aku akan menemuinya. Tapi aku sedang menunggu temanku. Kami akan menemui profesor bersama!"
"Oh, Oke! semoga semuanya lancar ya. Apa teman yang kau tunggu itu pacarmu?" cecar Syifa, gadis itu melihat gelagat tak biasa dari Anastasia. Sejak tadi gadis yang akrab dengannya beberapa bulan terakhir ini tidak berhenti memandang telpon genggamnya.
"Hm ... aku harap begitu! tapi itu pasti tidak mungkin!" Senyum Anastasia mengembang.
"Jangankan menjadi pacarku! menatapku saja dia tidak pernah!"
"Dia laki-laki yang satu iman denganmu. Mungkin dalam keyakinan kalian bersentuhan, atau hanya sekedar memandang saja sudah dosa ya! Dia seperti itu, Fa. Selama kami berteman berjabat tangan saja tidak pernah sama sekali. Dia benar-benar menjaga dirinya!" Syifa teringat laki-laki yang di temuinya di kantin waktu itu.
"Temanmu itu laki-laki kan?"
"Kau pikir aku penyuka sesama jenis?"
"Haha, aku hanya memastikan!"
" Tentu saja dia laki-laki, namanya Hafidz. Dari Indonesia, sama sepertimu!"
"Kalian sudah lama kenal?"
"Dia juga temanku saat kuliah kedokteran dulu!"
"Oo, i See. Apa kau begitu mencintainya sehingga kau rela mengikutinya sampai kemari, Natasia?"
"Aku tidak seperti itu! aku lebih baik jomblo dari pada harus menunggu si muka datar itu mau menjadi pacarku!" Anastasia melempar Syifa dengan bantal. Mereka berdua memang sedang berada di kosan Syifa
"Iyah, bule! segala tau kata Jomblo!"
"Karena kau selalu mengatakan itu! ya sudah aku pergi dulu! belajar yang benar! supaya cepat selesai kuliahnya!!" ucap Anastasia menyampirkan tasnya
"Siaaap, Kakak! aku akan menyusul kalian secepat mungkin!" jawab gadis itu, Syifa dan Anastasia memang sama-sama mengambil spesialis tapi beda angkatan.
Syifa kini tinggal sendiri di kamar kosnya yang tidak terlalu luas. Ada tanda merah di atas logo amplop di layar laptopnya. Gadis itu segera membukanya
"Hm ... sampai kapan kau terus mau tau apa yang sedang aku lakukan! bagaimana kau bisa menerima istrimu kalau kau seperti ini terus! dasar!" umpat gadis itu setelah membuka emailnya
.
.
.
.
Ada yang suka sama cerita ini? cuung!!! jempolnya tinggalin di sini yak 😁🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!