" Buruan manjat ngga! Kalau ngga gue siram rambut lo pakai air comberan!"
Wine menyingkirkan tangan Ocha yang terus mendorongnya maju. Pasalnya selain takut dengan ketinggian, satu temannya yang bernama Anya yang sudah berada di atas tembok mulai memasang wajah takut karena tidak bisa turun. Bisa manjat tapi tidak bisa turun.
" Cha gimana ini. tinggi banget, kaki gue ngga nyampe. Kaki gue juga udah gemetaran nih"
" Loncat Cerdas. Ya kali itu kaki bisa sampai, situ jerapah?!" ini Ocha. Satu diantara sahabatnya berdarah khas jawa dengan mata bulat, kulit pucat dan ekspresi wajah layaknya ibu-ibu yang ditagih utang sama mpok warung.
" Yak Cha! lo maksa-maksa gue lagi suruh turun, gue sikat bibir lo pakai batu nisan"
" Batu nisan siapa An? Butuh ilmu dalam gue ngga?"
Wine gadis berambut panjang yang selalu ngaku-ngaku punya tenaga dalam itu mulai bicara tak jelas arah. Diantara mereka bertiga, satu sekolah tahu Wine adalah orang paling sengklek di geng itu. Ucapannya yang nyeleneh dan kadang menyakitkan itu sudah terbiasa keluar dari bibir tipis berwarna pink muda. Bener kata orang dulu, anak dengan bibir tipis itu sudah mendapat gelar sejak kecil sebagai gadis yang banyak bicara. Cerewet lebih jelasnya.
" Yak Wine! Cepetan naik. Udah hampir jam ½ 8, pak Rudi sebentar lagi ngecek tembok belakang sekolah"
Mau dipaksa bagaimanapun, Wine tak akan pernah mau untuk manjat tembok yang tingginya sekitar 5 m itu. meski sudah dibantu dengan kursi sebagai pijakan di awal, Wine tetap tidak mau, karena setelah manjat, dirinya harus loncat untuk melewatinya dan tak ayal berakhir dengan mencium tanah keras didalam sana.
Wine takut ketinggian. Jangankan tembok setinggi ini, naik meja aja Wine tak berani sama sekali. Percayalah dirinya bahkan tak pernah naik kelantai dua rumahnya tanpa menutup matanya rapat, dan berubah seperti tunanetra saat menaiki tangga.
" Gila, jam pertama gue ada ulangan matematika. Cepetan sinden!" Ocha kembali teriak. Dan Wine semakin memilih untuk diam ditempatnya setelah teringat jam pertama adalah pelajaran pak Muis yang terkenal killer itu ditambah lagi dengan ulangan. Wine suka Biologi, tapi sangat benci dengan matematika, kebalikan dengan Ocha yang amat tergila-gila dengan matematika namun selalu berbisik 'ngapain juga gue ngurusin pencernaan hewan, pencernaan gue aja udah susah diurus' setiap kali pelajaran biologi dimulai.
" Bagus ulangan kan? Gue nambah ngga mau manjat kalau gitu"
Jelas Ocha merutuk kesal sendiri, terlebih saat melihat Anya yang sempat dilupakan masih berada di atas tembok mulai nangis sesenggukan.
Suara derap langkah diikuti dengan tembok yang dipukul kayu terdengar semakin mendekat. Baik Ocha, Anya dan Wine saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya membantu Anya untuk turun disisi luar tembok kemudian menancapkan gas motor milik Wine menjauhi sekolah. Bolos sekolah lebih baik bagi Wine ketimbang manjat tembok.
Anya yang duduk ditengah masih menangis, Ocha yang duduk paling belakang memasang wajah dinginnya sedangkan Wine sang pengemudi motor tertawa renyah tak peduli dengan kedua temannya. Bebas dari pelajaran pak Muis yang selalu bikin ngantuk itu adalah hal yang paling menyenangkan.
Naik motor berbonceng tiga dengan masih menggunakan seragam sekolah tanpa helm jelas menjadi tontonan para pengemudi lain. Ada beberapa pengemudi yang bahkan menegur mereka, ada juga bapak-bapak yang tengah asik minum kopi di warung pinggir jalan meneriaki razia didepan sana. Tapi namanya orang yang sedang bahagia— Wine tak mendengar jelas semuanya.
" Yak stop stop stop Win. Ada razia didepan kata bapak-bapak tadi"
" Apa?" Wine tak begitu jelas mendengar suara Ocha karena teredam dengan suara kendaraan lain ditambah suara tangis Anya yang belum juga mereda. Takut ketinggian beneran nih bocah.
" Ada razia"
" Apa?"
" Ada razia Wine. Kuping dipake"
Setelah mendengar suara Ocha yang meninggi, akhirnya kata razia bisa ia dengar dengan jelas. Tapi tentu jika panik bukan Wine namanya. Gadis itu malah semakin menancap gas membuat kedua temannya hampir terjengkang kebelakang" Tenang gue punya ilmu dalam. Ngga bakal keliatan kita" jawabnya santai.
Dan benar saja. Ilmu dalam itu hanyalah akal-akal Wine semata. Didepan sana seorang polisi sudah siap-siap menghadang motor mereka. mau tak mau Wine menurunkan kecepatan motor dan akhirnya berhenti tepat didepan pak polisi dengan nametag bertuliskan Bondan Prakorso.
" Permisi kakak-kakak, boleh minggir dulu sebentar? Motornya juga dipinggirin ya"
" Eh ada pak Bondan yang ganteng, apa kabar pak?" ini jelas Wine yang bicara. Gadis itu mungkin saja ngga punya urat malu karena masih berani godain pak polisi di kondisi salah seperti ini. Ocha dan Anya menutup muka mereka karena saking malunya punya teman macam Wine ini.
" Eh ada neng Ocha. Pasti bolos ya. sinih turun dulu ya, bapak pinggirin motornya"
Pak Bondan mau saja meladeni tingkat kewarasan Wine yang sangat minim ini.
Wine tak beranjak dari tempat, masih berada di atas motor degan kedua temannya yang membonceng dibelakang.
" Ih kok bapak bisa kenal nama saya? Wah saya kayanya emang terkenal banget di kota ini ya pak"
" Jare sopo iku? Pede nemen. Bapak ngerti soale ana namane koen neng kelambi (kata siapa itu? Pede banget. Bapak tahu karena ada nama kamu dibaju)"
Wine tersenyum tanpa tahu artinya. Masih belum turun, memutar otak mencari jalan agar dirinya bisa bebas dari tilangan. Jika ketahuan ketilang di jam sekolah seperti ini. sudah pasti Baba-nya akan menyita motornya nanti.
" Kamu juga tahu nama saya dari baju saya kan?" pak Bondan melanjutkan.
" Ih si bapak bisa aja. Saya mah bisa langsung tahu nama orang yang bakal baik sama saya"
Wine yakin dibalik pak Bondan yang menggelengkan kepala, pria separuh baya dengan topi warna hitam itu pasti tengah mengumpulkan stok kesabaran karena menilang gadis macam dirinya.
" Mau turun sekarang, atau bapak juga manggil orang tua kalian?"
Wine masih juga tak beranjak dari atas motor. Sedangkan Anya salah satu teman yang duduk ditengah mencubit pinggang Wine geram. Bodoh sekali memang karena setuju aja bonceng tiga— ide gila dari Wine yang hanya karena takut manjat tembok sekolah.
Sedangkan Ocha kini berjalan masuk kedalam kantor polisi lengkap dengan wajah juteknya. Menurut Ocha karena ide gila Wine, dirinya seperti keluar dari mulut harimau dan masuk ke mulut buaya.
" Loe sih ya. kan gue bilang apa"
" Sakit tahu" Wine menyingkirkan tangan Anya yang masih saja mencubit pinggangnya.
" Itu temanya sudah masuk satu. Ayo turun dulu ya" Bondan mengambil alih paksa motor karena Wine masih belum juga mau turun.
" Pak tahu ngga pak. Saya punya tenaga dalam loh pak. Kalau bapak maksa, terus tiba-tiba mata kiri saya kedutan macam denger lagu dangdut nanti bapak bisa tiba-tiba mental loh. Bapak mau?"
" loe mau ngapain lagi gembel?. Cepetan turun" Anya yang entah sejak kapan sudah turun dan kini tengah berdiri didepan pagar kantor polisi meneriakinya kencang.
Tapi bukan Wine namanya jika langsung menurut. Alih-alih turun gadis yang menggunakan seragam putih abu-abu itu malah asik mengangkat kakinya hingga jok, sedang pak polisi mendorong motor dengan Wine yang masih berada diatasnya melewati pagar kantor polisi.
" Bapak jauh-jauh gih, nanti ilmu dalam saya bisa keluar pak. Jangankan bapak, itu mobil polisi bisa meleyot kalau saya liatin pak. Ngeri..."
" Oh ya? bapak juga punya tenaga dalam loh"
" Apaan tuh pak?"
Wine yakin sang polisi pasti sedang bertanya-tanya dalam hati anak gila siapa ini.
" Bisa turun sekarang?!"
" Ngga mau. Saya enteng pak, berat badan saya Cuma 40kg. Baba saya aja bisa gedong saya muterin lapangan di skardon, 2 kali muter malah"
" Itukan bapak kamu bukan saya!"
" Bapak jawab dulu. Katanya bapak punya tenaga dalam. Kali saja kita bisa belajar kelompok pak, lumayan buat nambahin koleksi tenaga dalam kita pak"
Wine tahu tingkat kesabaran pak polisi satu ini sudah berada dibatas paling akhir, ditandai dengan motor yang didorong berhenti seketika.
" Kamu pengin tahu tenaga dalam bapak?"
Anggukan kepala Wine dengan wajah yang tak takut sama sekali.
" Bapak bisa bikin roda depan motor mu ini keangkat dan kamu jatuh kebelakang!! Turun sekarang!!"
" Sipp pak. Nanti ajarin saya caranya ya pak"
Wine langsung turun kemudian berlari masuk ke kantor polisi yang langsung dihadiahi cubitan dan pukulan dari Anya dan Ocha.
Ya. dari ketiganya Wine adalah anak gila yang sangat minim sopan santun.
***
Bekasi
24 November 2022
" Arka"
" Siap komandan"
Arka yang baru saja keluar melewati batas pintu ruangan komandannya kembali masuk kedalam. Berdiri tegak menatap komandannya yang kini terlihat sedikit menimang kalimat setelahnya.
" Saya butuh bantuan kamu"
" Siap komandan. Izin petunjuk?"
Setelah itu, Arka hanya diam mendengar sederat permintaan sang komandan. Bantuan yang biasanya mengarah pada negara kini mengarah pada persoalan pribadi.
***
" Jadi loe mau kekantor polisi sekarang?"
Arka mengangguk menjawab pertanyaan Alan yang tinggal di satu mess yang sama. Bantuan yang dimaksud komandannya adalah dirinya hanya perlu ke kantor polisi dan menjadi wali bagi putri semata wayang sang komandan yang kini kena tilang alih-alih berada di sekolah.
" Loe pernah denger putrinya komandan kaya apa ngga? Namanya Wine" Alan sang biang gossip itu kembali menahan pergerakan Arka yang tengah mengikat tali sepatunya.
" Waras tapi nyerempet ke gila" lanjutnya lagi.
Pernah. Arka jelas pernah mendengarnya. Nama Wine Maudy Bagaskara sudah melegenda hampir 3 tahun lamanya semenjak sang komandan dipindah tugaskan ke skadron ini 5 tahun yang lalu.
Banyak tentara yang menjadikan anak komandannya itu bahan perbincangan. Mulai dari sejelita apa gadis berusia 18 tahun itu, tebakan akan menjadi dokter karena kecintaan pada ilmu biologi, komandan yang begitu menyayangi putri sematawayangnya, hubungan komandan dan putrinya yang tidak baik hingga segila apa sosok Wine itu. Semua menjadi bahan perbincangan di dalam mess atau di waktu-waktu istirahat.
" Katanya punya tenaga dalam Ar"
Ah jangan lupa. Anak komandannya itu juga mengaku-ngaku memiliki tenaga dalam.
Arka berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Kadang gossip yang didengar oleh dirinya dan Alan itu aneh-aneh. Sang ditolak oleh akal sehat Arka.
Bukan, bukan Arka tak percaya pada tenaga dalam, hanya saja anak komandannya itu masih SMA kelas 3, perempuan dengan prestasi selangit. Itu yang dikatakan oleh komandannya barusan.
" Widih ngga percaya. Gue tebak pasti komandan ngomong anaknya punya prestasi selangit kan?"
" Itu juga jadi gossip?. Parah pada emang ya"
" Lah iya. Malah ada gossip baru lagi kemarin"
Sejujurnya Arka paling tidak suka meng-gossip apalagi orang yang di gossip kan adalah anak dari komandannya sendiri. Namun entahlah, saat sedang menyebarkan gossip, Alan seperti mempunyai daya magnet agar orang merasa tertarik. Entah ini memang karena magnet Alan, atau karena sedikit jiwa gossip didalam tubuhnya muncul.
" Ada yang liat kemarin komandan gendong anaknya muterin lapang depan 2 kali"
itu juga salah satu gossip yang ia dengar tadi pagi saat sedang meninjau latihan para tentara lain.
" Loe ngga tahu aja arti prestasi selangit yang dimaksud komandan" lanjut Alan
" Terus gue harus nolak gitu?"
Alan menggelengkan kepalanya cepat " Gila aja loe nolak perintah komandan"
" Makanya dari itu loe diem aja"
" Siap-siap jaga mental dan keimanan aja ya loe. Cantik, tapi inget anak komandan. Dan oh ya, tutup nametag loe pake solasi kalo ngga mau jadi bait pantun"
Takut jika terpengaruh dan menjadi suka ber-gossip seperti Alan, Arka menyambar kunci mobil komandan yang tadi dipinjamkan kemudian berjalan keluar.
Lokasi dimana Wine ditilang tidak jauh dari skadron. Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai di sana. Tugasnya hanya perlu mewakilkan komandan, kemudian membawa Wine kembali ke skadron. Oh tunggu, bukan hanya Wine tapi ada 2 teman gadis itu yang juga harus ikut.
"Nama putri saya Wine, dua temanya Anya sama Ocha. Kalau Anya mungkin dijemput sama mamahnya, tapi kalau Ocha kayanya ngga. Cuman kalau bisa bawa ketiganya hadap saya ya. kalau tidak bisa tidak apa-apa, tapi anak saya harus kamu bawa kesini. saya ada tamu penting soalnya, jadi ngga bisa ke sana"
Arka kembali mengingat ucapan komandannya tadi. Satu yang Arka bingung, mereka hanya ditilang, tapi kenapa harus ada orang tua yang sebagai jaminan?.
Pintu gerbang dengan tulisan kantor kepolisian yang dituju sudah ada didepan mata. Mobil yang Arka kendarai kini sudah terparkir berjejer dengan beberapa mobil kepolisian. Saat hendak keluar, satu kalimat panjang komandannya kembali teringat.
" Nanti kalau ketemu sama gadis SMA terus diantara mereka ada yang ngomongnya ga jelas, bawelnya minta ampun, ngaku-ngaku punya tenaga dalam— itu anak saya. Tugas kamu setelah ketemu anak saya berubah pura-pura jadi orang tuli aja ya"
Sederet kalimat komandannya yang melintas barusan membuat Arka sedikit percaya dengan ucapan Alan tadi. Namun alih-alih kata gila yang digunakan, mungkin kata unik yang lebih tepat.
Suara cepreng seorang gadis langsung masuk ke indra pendengaran Arka begitu kakinya memasuki kantor polisi. Di sana, disudut ruangan ada seorang polisi yang tengah memijat pelipisnya lelah dan tiga orang gadis berbaju SMA tengah duduk berhadapan dengan polisi itu.
Satu gadis berambut pendek hanya diam sambil melipat kedua tangannya di dada. Satu gadis lagi dengan raut wajah kesal tengah menarik-narik agar temannya duduk, sesekali mencubit karena sang teman mengadu sakit. Dan satu lagi gadis yang sudah berulang kali dicubit temannya malah asik bicara dengan pak polisi dengan cengiran di wajah. Ah.. itu dia, itu pasti Wine anak sang komandan.
" Pak belajar tenaga dalam dari mana pak? Dari gunung mana pak? Saya pengin juga, sekalian belajar ilmu hitam. Jadi kalau saya ditilang lagi saya bisa langsung ngilang. Cling"
Samar-samar Arka mendengar suara Wine, dan sungguh dari kalimatnya yang alih-alih takut setelah ditahan di kantor polisi. Anak komandannya itu memang pantas dicap waras nyerempet unik.
"Pak tahu ngga, cara cepat biar tenaga dalam saya keluar semua? Soalnya saya kalau telat sekolah pasti akhirnya bolos pak. Tenaga dalam saya ngga bisa dipakai buat manjat tembok belakang sekolah soalnya"
Lagi, Arka mendengar gadis itu bicara. Beberapa polisi lain tertawa kecuali satu polisi yang duduk didepan gadis itu memasang wajah lelahnya.
" Pak-pak tahu ngga pak"
" Nggak!"
Arka menahan tawa saat polisi itu berteriak kencang menolak untuk mendengar ucapan Wine lagi. Bukan menunjukan ekspresi kapok dan menyerah, Wine malah menuju ke satu polisi lagi yang duduk berdekatan dengan mejanya. Nyari korban lagi lebih tepatnya.
" Hai Pak Arif yang ganteng, ini adalah Laudya Cintia Bella pak, saya anak solehah pak. Jangan panggil Baba saya ya pak. Bebasin kita ya pak. Nanti kalau mata kiri saya kedutan bisa bahaya ini pak"
" Emang bahaya kenapa?"
Ah.. ada saja polisi yang mau meladeni ucapan anak komandannya. Bisa menjadi korban kedua.
" Kalau mata kiri saya kedutan, tenaga dalam saya keluar pak"
" Terus kamu yakin kita pada bakal percaya?"
Wine menggeleng tegas " Nggak. Aneh kalau bapak percaya sama ucapan saya. Saya cuman pengin dibebasin, ditilang ngga papa deh pak. Yang penting Baba saya ngga dipanggil"
Dari pada semakin tak jelas arah pembicaraan. Arka mendekati mereka setelah memerintah telinganya pura-pura tuli saat mendengar celoteh Wine.
" Permisi" suara Arka barusan berhasil membuat mulut gadis itu tertutup rapat. Mungkin karena dirinya yang masih menggunakan seragam kerja, gadis itu pasti paham jika dirinya adalah suruhan sang ayah.
" Ya? ada yang bisa saya bantu?" Bondan menoleh kearah Arka.
" Saya wali dari 3 anak SMA ini pak"
Wajah Bondan yang sebelumnya terlihat kesal kini berubah menjadi berbinar-binar. Polisi dengan kumis tipis itu menghela napasnya lega.
" Alhamdulillah ada yang jemput juga. Saya lama-lama bisa gila kalau ngobrol sama ni bocah"
Arka tahu 'bocah' yang dimaksud oleh Bondan itu siapa. Wine Maudy Bagaskara yang kini malah tersenyum aneh kepadanya.
" Abang baju loreng ko ganteng sih"
Bondan menghela napasnya, sedangkan Arka mengerjapkan matanya berulang kali. Etdah ini bocah, baru ketemu udah aneh-aneh.
" Gendeng. Pak polisi kita boleh pergi sekarang kan?" mata Arka tertuju pada satu gadis yang baru saja bicara dan mengatai anak korbannya 'gendeng'. Anya Aliska Budiman, nama yang tertera pada nametag gadis itu. Sama sekali tidak ber— budiman seperti namanya. Tunggu jangan –jangan Budiman itu nama bapaknya?. Ah, untuk apa juga Arka memikirkan hal itu.
" Boleh. Bapak malah seneng, jadi bapak ngga perlu ke THT buat ngecek telinga. Oh ya motor kalian bapak tahan"
" Jual aja juga ngga papa pak" kali ini gadis dengan nametag Ocha Langit Natasya yang berbicara, menundukkan kepala sedetik kemudian berjalan keluar. Arka tebak cuman gadis itu yang memilki sopan satun yang sedikit baik diantara mereka.
"Abang yang gantengnya ngga ketulungan. Maudy Ayunda ke mobil dulu ya. bye"
Satu kantor kembali dipenuhi oleh gelak tawa, kecuali Bondan dan Arka yang sekarang sangat setuju dengan ucapan Alan tadi. Waras tapi nyerempet ke gila.
" Ini jam sekolah mas. Tolong perhatikan lagi adik-adiknya ya" pesan Bondan.
Arka hanya tersenyum kemudian berpamitan. Satu yang dipanjatkan Arka dalam hati. Amit-amit punya adik begini kelakuannya
***
" Abang ganteng ko aku ngga pernah lihat sih? Abang ngga pernah ke rumah ya? kalau abang ke rumah, pintu pelaminan— eh ngga masuknya pintu rumah terbuka lebar"
Jangan ditanya siapa yang baru saja melontarkan kalimat barusan. Wine, jelas hanya dia. Anya tertidur di kursi belakang sedangkan Ocha yang duduk disampingnya menutup telinganya dengan airpods. Syukur Ocha yang duduk di kursi depan, bukan Wine. Jika Wine mungkin dia harus ikut pak Bondan ke dokter THT.
" Kalau abang yang selalu diminta tolongin sama baba buat jemput aku. Aku rela ditilang terus bang"
Arka tidak menjawab. Hanya fokus mengemudi, karena pura-pura tuli juga menjadi salah satu perintah komandan. Jika Wine mengadu karena dirinya dicuekin. Arka tak akan mendapat teguran apapun nanti.
" Bunga mawar bunga melati, harum wanginya setiap hari, ku ucap salam setulus hati, Assalamualaikum wahai pujaan hati"
Arka menegakan posisi duduknya seketika saat Wine yang duduk tepat dibelakangnya mencolek lengannya. Kuat iman, kuat iman.
Satu yang Arka sadari, Wine bukanlah tipe gadis yang menggoda orang lain karena tertarik atau tipe gadis yang dicap dengan kata 'centil' dibelakangnya. Gadis itu hanya ingin bersenang-bersenang, menggoda orang lain dan menikmati ekspresi yang diberikan sang lawan bicara. Bukan dari dalam hati.
Hanya saja, orang yang kurang iman pasti akan terpancing mengingat seberapa jelitanya gadis berumur 18 tahun ini. dan Arka bersyukur karena dirinya adalah orang yang masih cukup iman.
***
ramaikan dengan vote dan komentar ya...
Jika ada yang bertanya tempat apa yang paling Wine benci?.
Maka jawabannya adalah skadron tempat dimana Baba nya bekerja. Tempat dimana Babanya menghabiskan waktu dari pagi buta hingga tengah malam, tempat dimana Babanya lebih mencintai negaranya dari pada anaknya sendiri. Dan tempat dimana dirinya terlahir dulu.
Wine masih tak beranjak dari kursi mobil beberapa detik setelah pria yang menjempunya tadi membukakan pintu. Jangan bertanya dimana Ocha dan Anya, mereka bisa meloloskan diri, namun dirinya terkunci di mobil ini.
Wine harus bersiap, mengambil topi dari dalam tasnya dan sebuah masker hitam, serta wig panjang berwarna merah muda.
Wig merah muda itu Wine gunakan pertama kali.
“Penasaran yang bang, ini tas apa kantong doraemon?”
Pria itu tak menjawab. Wine mengerlingkan satu matanya kemudian mulai berjalan masuk sambil bersenandung ria. Setiap langkah kakinya yang berjalan zig-zag mengundang tawa beberapa abang tentara yang berpapasan dengannya, bahkan ada yang berani bersiul sebelum akhirnya langsung diam dan memberi hormat pada pria yang mengekor dibelakangnya ini.
“ Siapa tu?” bang Jaka— pria yang sering mondar-mandir ke rumah dulu berteriak dari lapangan. Sebelum digantikan pria yang entah siapa namanya ini, bang Jaka yang sering kali disuruh Baba untuk menjemputnya jika membuat ulah.
“ Lisa Black Pink bang. Drud du du” teriak balik Wine lengkap dengan gerakannya yang langsung mendapat sorakan dari bang Jaka dan teman-temannya itu.
Wine melepaskan wig nya, beralih menggunakan kaca mata hitam dan topi lalu berjalan dengan senandung lagu yang berbeda.
“ Siapa tuh?” lagi, pertanyaan yang sama kembali terdengar.
Wine menolehkan kepalanya kesumber suara. Disana ada bang Kenzo yang memiliki riwayat sama dengan bang Jaka itu.
“ Aura Kasih bang” jawab Wine yang lagi-lagi mendapat gelak tawa dari beberapa tentara.
“Tadi Laudya Cintia Bella, terus Maudy Ayunda, terus Lisa black pink, lah sekarang jadi Aura kasih”
Samar-samar Wine mendengar suara dari belakang, ucapan yang lebih kearah ocehan kesal dari pada sebuah ungkapan sederhana.
Wine tersenyum geli, langkahnya berhenti lalu membalikan badan menghadap pria yang barusan bergumam.
“ Kenapa bang?”
Pria dibelakangnya itu tersentak kaget saat Wine membalikan badan tiba-tiba. Dikit lagi maju mereka pasti bisa bertabrakan.
“Apa?” tanyanya balik dengan nada ketus.
Wine mengulum senyum. Dulu saat pertama kali bertemu bang Jaka— pria itu benar-benar berpura-pura tuli hingga tugasnya selesai. Tapi abang didepannya ini sepertinya sedikit berbeda, masih bisa terkena jebakan setelah digoda habis-habisan.
“ Hmm… ngga kenapa-kenapa bang. Saya kira abang tuli, soalnya di mobil macam patung aja ngga ngomong apa-apa, terus…” Wine menggantungkan kalimatnya. Menikmati ekspresi pria didepannya yang sepertinya berusia 8-10 tahun lebih tua darinya.
Godain pria yang sudah tua tapi tidak menikah itu benar-benar menyenangkan.
“Terus.. apa?”
Widih.. penasaran juga.
“ Terus.. aku jatuh cinta sama abang deh.. I love you bang. Bang siapa ya? bang…” lagi Wine sengaja menggantungkan kalimatnya. Kali aja pria didepannya ini kepancing dan bersedia memberi tahu namanya. Saat di mobil berbagai jurus gombalan dan bermacam pantun sudah Wine lontarkan, namun pria ini masih kekeh untuk tidak mengungkapkan namanya.
Nama yang ada di bajunya? Oh.. pria itu menutupi namanya dengan selotip hitam sejak pertama kali bertemu di kantor tadi. Persis dengan yang bang Jaka lakukan pertama kali.
Namun, alih-alih terjebak dan mengungkapkan namanya, pria itu malah berjalan meninggalkannya memasuki ruangan Baba didepan sana.
Langsung mengekor? Oh tidak. Wine akan tetap berdiri disini sampai pria itu memanggilnya.
“ Wine ya?”
Merasa dipanggil Wine menolehkan kepalanya ke sumber suara. Satu kebahagiaannya berjalan mendekat.
Mbak Alin, wanita yang umurnya 5 tahun lebih tua itu mendekatinya dengan senyuman merekah, baju yang dia kenakan sama dengan pria tadi. Mbak Alin adalah satu-satunya wanita muda yang ada di hidup Wine selama 10 tahun lamanya.
“ Ngapain kamu dek disini?"
"Ngga sekolah?"
"Bolos ya?”
meski selalu melontarkan pertanyaan bertubi-tubi, Wine masih sangat menyayanginya.
“Mbak ngapain disini?” tanya balik Wine. Pertanyaan yang jelas bodoh setelah melihat baju yang Alin gunakan.
“ Ngosrek kamar mandi, nyambut rumput, sama habis ngecat tembok tadi” candanya yang mengundang gelak tawa Wine.
Begitulah caranya mereka bisa dekat hingga 10 tahun lamanya. Tingkat level candaannya setara, ngga jomplang seperti Anya dan Ocha.
“ Bikin ulah lagi? Ya Allah dek sadar, udah kelas 3, mau lulus sebentar lagi”
Wine tak marah, tak tersinggung karena memang begitulah adanya. Lagi pula yang mengomelinya adalah mbak Alin, tidak ada tempat untuk marah pada kakaknya satu ini.
“ Mbak, ngga ada yang baru?”
“ Apanya?”
“ Abang-abangnya, baru lihat bang Jaka, bang Kenzo sama temennya tadi. Kali aja ada yang baru terus bisa nyangkut mbak”
Alin tertawa. Tawa riang yang akan diingat terus oleh Wine selama didalam ruangan babanya nanti.
Alin mengedarkan pandangannya. Mbak satunya ini benar-benar luar biasa.
“ Noh yang baru”
Mata Wine mengekor kearah yang Alin tunjuk. Disana ada 2 pria tinggi tegap berjalan kearahnya sambil mengusap wajah mereka dengan lap.
“ Suitt…. Suitt…, adek cantik kenalan dong”
“ Suitt…, suit… abang item mandi dulu dong” jawab Wine.
Satu pukulan dari Alin jelas langsung mendarat dipundaknya. Sedangkan dua tentara tadi, oh jangan tanya, mukanya langsung berubah asam. Lebih asam dari pada ketek bang Jaka.
“ Asem mbak kaya ketek bang Jaka” bisik Wine
“ Astagfirullah, mulut mu dek”
Bang Jaka dulu sering kali menjemputnya dengan pakaian lapangan. Entah apa yang dilakukan pria itu sebelumnya, baunya hampir buat Wine muntah didalam mobil dulu.
“ Mbak mbak, kalau abang satu itu boleh ngga digodain?”
“Yang mana?”
“ Yang itu” Wine menunjuk abang tentara tanpa nama itu yang baru saja keluar dari kantor Babanya dan berjalan mendekat.
“ Kalau yang itu, mbak bakal traktir kamu makan enak 1 minggu kalau berhasil ngerobohin temboknya” bisik Alin.
Wine bersorak gembira “ Bener ya mba. janji loh” makan enak ala mbak Alin itu sangatlah luar biasa. Wine tidak boleh menyia-nyiakannya.
“ Uang 100 ribu. Sebutin namanya dalam 3 kali kesempatan” lanjut Alin.
“ 1”
“ Bondan. Eh.. tunggu mbak bukan, itu mah nama bapak polisi tadi. Tono”
“Bukan. 2”
“ Rusman” tebak Wine lagi
“Nama siapa tuh?”
“ Nama tukang kebon disekolah mbak”
Alin tertawa. Menggeleng kemudian menekuk satu jari terakhirnya “ 3”
“ Budi?, Udin?, Upin?, Ipin?”
Wine tidak hanya mengatakannya, kepalanya ikut bergerak ke kanan ke kiri seirama dengan semua tebakannya yang salah barusan, sedangkan mbak Alin entah sudah berapa kali wanita itu tertawa.
“ Udah ah mba nyerah. Wine harus jaga image. Mas gantengnya makin deket soalnya”
Wine langsung merapikan penampilannya saat pria itu mulai mendekat. Tapi sebelum benar-benar dekat ide gila Wine muncul seketika. Dirinya membisikan sesuatu pada Alin yang masih berdiri disebelahnya.
“ Mbak transfer 200.000 ya”
Saat pria itu semakin mendekat, Wine juga ikut melangkahkan kakinya maju, dan..
Srettt….
Dengan tangan kilat Wine berhasil membuka selotip yang sejak tadi menutupi nametag pria itu.
Arka Birgantara Mahersa.
nama yang sangat tegas dan berwibawa seperti orangnya.
oh, untuk sekarang sepertinya tidak.
Jangan tanya bagaimana ekspresi bang Arka sekarang. Matanya masih berkedip berulang kali, seakan berusaha untuk menyadarkan diri sendiri yang terkejut bukan main hingga berakhir terjengkang kebelakang dan pantatnya mencium aspal.
“Ke Ciamis cari kopiah, Kopiah indah pasti kan didapati, Begitu banyak pria yang singgah, Hanya abang Arka yang memikat hati”
Wine langsung berlari meninggalkan Arka yang masih duduk di aspal. Masa bodo, yang penting 200.000 masuk rekening.
“ Yahuy.. 200.000 mbak Alin. Jangan lupa” teriak Wine sebelum akhirnya memasuki ruangan yang paling ia benci 10 tahun terakhir.
***
Srett…
Tindakan gadis didepannya yang tiba-tiba itu membuat Arka tak bisa menjaga keseimbangannya hingga akhirnya terjengkang kebelakang. Jangan tanya seberapa sakitnya, tapi tanya seberapa malunya dirinya karena saat ini semua tentara yang ada di lapangan menertawainya diam-diam. Tentara angkatan udara terbaik di skadron ini yang telah disandang dirinya hilang seketika dalam hitungan detik.
“Ke Ciamis cari kopiah, Kopiah indah pasti kan didapati, Begitu banyak pria yang singgah, Hanya abang Arka yang memikat hati”
Pantun yang diucapkan Wine membuat Arka langsung mendungkuk melihat nametag nya. Lepas, selotipnya berhasil lepas dan tulisan Arka Brigantara Mahersa terpampang jelas disana.
“ Yahuy.. 200.000 mbak Alin. Jangan lupa”
Arka langsung menatap tajam Alin yang kini tersenyum kikuk didepannya sebelum akhirnya melesat pergi.
Jadi dirinya, seoarang Arka Birgantara Mahersa, wakil komandan, usia sudah lebih dari 25 tahun, berakhir jadi bahan taruhan anak SMA berusia 18 tahun. Miris sekali hidupnya ini.
Dari pada semakin menjadi bahan tawaan karena Wine mengucapkannya lantang barusan. Arka langsung berdiri tegak dan membersihkan beberapa debu yang menempel. Kantor, kerja, dan menghilang dari pandangan gadis itu.
“ Jadi gimana? Cantik ngga?”
Seperti tidak tahu wajah Arka yang sudah menahan amarah, Alan langsung melemparkan pertanyaan begitu dirinya masuk kedalam kantor.
“ Siapa? Laudya Cintia Bella? Maudy Ayunda? Lisa black pink?, Atau Aura kasih?” jawab Arka kesal.
Memang saat minim kepekaan Alan sepertinya. Sahabatnya itu malah mendorong kursi yang dia duduki kearah Arka.
“ Loe ngomong apa sih? Ga jelas banget. Ngapa nyebutin nama artis? Wine, anak komandan, gimana cantik ngga?”
Saat nama Wine kembali terdengar. Kejadian memalukan tadi juga terekam ulang di otaknya. Rasanya Arka ingin sekali menenggelamkan wajahnya di air dingin mengingat betapa malunya ia tadi.
“ Cantik biasa aja. Gendeng iya!” jawabnya kesal.
Alan tertawa kencang, membuat beberapa tentara yang ada di ruangan itu saling pandang penasaran, namun tidak ada yang bicara karena sudah takut melihat ekspresi Arka yang menatap geram sahabatnya itu.
“ Katanya ngga percaya? Kuat iman ngga loe?”
“ Berisik loe. Gue kuat iman, pantat gue ngga kuat aspal”
Lagi, Alan kembali tertawa. Pundaknya bahkan menjadi korban kebiasaan Alan yang memukul orang saat tertawa. Naas benar harinya ini.
Entah apa yang dipikirkan sebelumnya, setelah melihat Wine semua yang ia kira ada pada gadis itu hilang semua. Arka sudah percaya 100% dengan gossip yang ia dengar, karena semua itu memang ada pada sosok Wine.
“Bang F-27 udah balik ke markas”
Dari pada kesal sendiri memikirkan sikap Wine, kembali bekerja adalah hal yang paling benar.
Setelah mendengar kabar dari Jaka, Arka langsung keluar untuk melihat kondisi pesawat pengangkut itu. Namun baru saja satu langkah keluar dari kantor. Gadis itu muncul lagi didepannya. Meludah beberapa kali, lalu membuang minuman yang berada ditangan.
Entah apa yang tengah dilakukan olehnya, Wine mendungkuk dalam beberapa detik seolah ada sebongkah emas dibawah kakinya sebelum akhirnya berjalan melewatinya sambil kembali bersenandung dengan volume kecil.
Wine tak menyadari keberadaannya, gadis itu terus berjalan lurus seperti kebanyakan orang. Tidak zig-zag layaknya cacing kepanasan.
Di sana, tepat setelah gadis itu keluar dari skadron sebuah mobil hitam membunyikan klaksonnya, membuat senyuman jail khas Wine kembali muncul bertepatan dengan seorang pria menyembulkan wajahnya dari kaca pengemudi.
Perbincangan mereka terlihat begitu akrab dan mengasyikan, bukan hanya Wine yang tertawa, pria itu juga ikut tertawa.
Siapa lagi korbannya kali ini?
Siapa juga pria itu?
Pacarnya kah?
“Bukan”
Arka tersentak kaget, saat suara tiba-tiba terdengar disampingnya. Alin berdiri disampingnya, menatap kearah yang sama, kemudian menoleh kearahnya.
“Bertanya-tanya siapa yang jemput Wine bang?” tebak Alin sambil menunjuk kearah kepala Arka. Ngga ada sopan santunnya emang.
“ Dia bukan pacarnya bang, tenang aja. Cuman posisi spesial pria itu ngga akan bisa Abang rebut”
Alin menepuk pundaknya 2 kali kemudian berjalan meninggalkannya.
“ Siapa juga yang mau rebut. Amit-amit” ucap Arka lirih.
***
Bekasi
Rabu, 24 November 2021
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!