Karmila atau biasa dipanggil Mila, gadis 19 tahun, berwajah manis, berkulit sawo matang, berambut panjang lurus sepunggung, yang telah menamatkan SMAnya, berlari-lari kecil menyusuri sawah dan rerumputan untuk pulang ke rumahnya. Hari sudah menjelang sore setelah ia menyelesaikan tugasnya mengusir burung-burung pemakan padi dengan cara menggerak-gerakan orang-orangan sawah dan bunyi-bunyian kaleng bekas dengan tali.
Sekarang waktunya ia memasak untuk makan malam dirinya dan Kakek. Ia sudah Yatim piatu sejak ia duduk di kelas 6 SD. Sehingga ia dirawat oleh Kakek dan Neneknya. Namun sayang, Neneknya pun meninggal ketika ia kelas 2 SMA. Kini Mila hanya tinggal dengan Kakeknya yang sudah tua renta. Kakeknya sudah tidak bisa kemana-mana. Sehingga Mila harus mengolah sawah Kakeknya dibantu para pekerjanya.
Mila belum ada rencana apa-apa, setelah kelulusannya dari SMA sebulan yang lalu. Ia tidak bisa pergi meninggalkan Kakeknya untuk kuliah ataupun bekerja ke kota. Ia tidak tega kalau untuk meninggalkan Kakeknya. Jadi, ia hanya mengolah sawah saja untuk mengisi waktunya.
Mila tertegun ketika melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu. Mila meneliti mobil mewah hitam itu sambil menyentuh mobil itu dengan takjub.
Mila tersentak ketika alarm mobil itu berbunyi. Seorang bapak-bapak keluar dari dalam rumah Mila. Mila sedikit takut melihat orang itu. Takut kena marah. Tapi orang itu malah tersenyum.
"Kamu pasti cucunya Pak Haris ya? Cepat sana masuk, ditunggu Kakekmu!" kata orang itu.
"Bapak siapa?" tanya Mila.
"Saya Pak Soleh, supirnya Tuan Edwin. Sahabat Kakekmu dari kota," jawab orang itu.
Mila pun segera masuk ke rumah. Melihat kedatangan Mila, Kakeknya tersenyum sambil melambaikan tangannya agar Mila mendekat.
"Nah, ini cucuku, Mila. Sini Mila, salam sama Tuan Edwin," kata Kakeknya.
Mila pun menuruti perintah Kakeknya.
"Wah. Cucumu sudah besar! Cantik alami. Cocok nih kalau dijodohkan dengan cucuku!" kata Tuan Edwin
"Ha ha ha ....! Bisa aja kau Win! Mana pantas cucuku bersanding dengan cucu seorang pengusaha sukses sepertimu. Cucumu pasti berpendidikan tinggi. Cucuku cuma lulusan SMA dan gadis Desa. Pasti tidak sesuai dengan selera cucumu yang orang kota," jawab Kakek Mila.
"Aah .... Jangan suka merendah. Cucuku pasti mau. Ia tidak akan membantah," kata Tuan Edwin.
Obrolan kedua kakek-kakek itu membuat Mila sedikit merasa malu. Karena menjadi objek pembicaraan.
"Kek, Mila ke belakang dulu mau buat minuman," izin Mila.
"Oh iya. Tamunya belum di kasih minum nih. Cepat buatin minumnya, Mila," perintah Kakeknya. Mila
mengangguk lalu bergegas ke dapur untuk membuat air teh.
Kedua kakek-kakek itu masih asyik mengobrol ketika Mila menyuguhkan minuman.
"Mila, Tuan Edwin ini sahabat Kakek waktu kecil, sewaktu SD. Mobil keluarga Tuan Edwin ini masuk sungai karena tergelincir. Untung mereka selamat, hanya luka-luka. Keluarga Kakek yang menampung mereka setelah di evakuasi dari sungai itu. Setelah dua hari, bantuan datang. Merekapun dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Selama mereka di Desa ini, mereka hanya diobati dengan ramuan-ramuan kampung, karena dulu belum ada tenaga medis di Desa ini. Juga belum ada telepon masuk ke Desa ini. Sehingga proses penjemputan mereka lambat karena kendala komunikasi," Kakek Mila bercerita. Mila hanya manggu,-manggut saja.
"Sejak saat itulah keluarga Tuan Edwin kerap berkunjung ke mari. Kami pun bersahabat. Kakek dan Orangtua Kakek pernah diajak ke rumah mereka yang bagus dan besar. Kakek terakhir ke rumahmu kapan ya Win, aku lupa," Kakek mengingat - ingat.
"Terakhir kali kamu ke sana sewaktu kamu telah menikah dengan gadis pujaan hatimu, Ris," Tuan Edwin mengingatkan.
"Oh iya ya," Kakek menepuk dahinya, "Kalau kamu, terakhir ke sini sewaktu bersama putramu yang berusia 14 tahun ikut datang ke sini " kata Kakek Mila bernostalgia.
Pembicaraan merekapun berlanjut hingga Mila selesai masak. Tuan Edwin dan supirnya diajak makan dengan menu seadanya ala kampung. Hanya goreng tempe, ikan asin dan sambal. Tapi anehnya, mereka terlihat lahap sekali. Orang kota memang aneh! Pikir Mila. Meraka menyukai makanan kampung. Padahal, orang kampung sangat ingin sekali makan makanan orang kota yang terlihat enak-enak.
Rupanya Tuan Edwin dan supirnya akan menginap di rumah Mila. Mila menyiapkan kamar tamu. Setelah dibersihkan dan mengganti sprei, Tuan Edwin yang telah membersihkan badan, beristirahat di kamar tamu.
Sedangkan supirnya menolak tidur di kamar dengan majikannya. Ia lebih memilih tidur di tikar di depan TV. MIila yang merasa kasihan takut supir Tuan Edwin kedinginan, memberikan selimut untuk alas tidur supir Tuan Edwin, dan juga sarung untuk menyelimuti kakinya.
Ketika Mila akan beranjak tidur, Tuan Edwin, Kakek dan Supir Tuan Edwin terdengar mengobrol entah sampai jam berapa. Tiba-tiba menjelang dini hari sekitar jam 3 pagi, terdengar suara Kakeknya memanggil-manggil
Mila segera bangun dan menghampiri Kakeknya. Nafas Kakek tersengal-sengal. Tuan Edwin dan supirnya pun ikut terbangun karena mendengar suara Kakek yang memanggil-manggil Mila.
"Mila. Sepertinya umur Kakek tidak akan lama lagi. Kau ikutlah dengan Tuan Edwin. Edwin, aku titip cucuku. Tolong Jaga cucuku. Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi," kata Kakek Mila dengan tersengal-sengal.
"Kamu jangan bicara seperti itu. Kamu harus tetap hidup untuk melihat cucumu hidup bahagia. Aku akan menjaga cucumu walau tanpa diminta," jawab Tuan Edwin.
"Kakek, Kakek! Jangan tinggalkan Mila, Kek!" Mila menangis tersedu ketika melihat Kakeknya akan menghembuskan nafas terakhirnya.
Supir Tuan Edwin membimbing Kakek untuk mengucapkan Talqin. Mila semakin histeris. Tuan Edwin pun tampak menangis tertahan. Ternyata ini menjadi hari terakhir pertemuannya dengan Haris, sahabatnya setelah sekian lama tak bertemu. Entah mengapa Tuan Edwin ingin berkunjung ke Desa Haris. Padahal ia juga kondisinya sedang lemah. Tapi, entah kekuatan dari mana, selama perjalanan ia merasa sehat.
"Inna lillahi wa innaillaihi rojiun," Supir Tuan Edwin mengusap wajah Kakek Mila yang telah menghembuskan nafas terakhirnya.
"Kakek! Kakek! Jangan tinggalkan Mila! Hu hu hu .....," Mila tambah tersedu-sedu. Tuan Edwin mengusap punggung Mila yang memeluk tubuh Kakeknya.
"Sabarlah, nak! Tabahkan hatimu. Ikhlaskan kepergian Kakekmu. Insya Allah Husnul Khotimah," kata Tuan Edwin.
"Mulai saat ini, panggil aku Kakek. Anggap saja aku sebagai pengganti Kakekmu. Kamu tidak sendirian, ada Kakek kini yang akan menjagamu," kata Tuan Edwin lagi.
*
*
*
*
Mila menatap jalanan dari jendela mobil. Setelah pemakaman Kakeknya, Mila diajak pergi dari Desa itu untuk tinggal di rumah Tuan Edwin, sahabat Kakeknya. Mila menitipkan rumah dan makam Kakeknya pada tetangganya. Ia tidak punya kerabat, karena Kakek dan Neneknya bukan asli dari Desa itu. Kakek dan Neneknya belum sempat bercerita tentang hal itu. Tapi menurut kabar yang ia dengar, Kakek dan Neneknya dulu kawin lari. Sehingga mereka tidak punya saudara dan kerabat di Desa itu.
Setelah menempuh perjalanan 5 jam, mobil yang mereka tumpangi sampai di sebuah rumah besar dan megah. Mila merasa takjub. Rumah itu seperti rumah-rumah di sinetron yang sering ditontonnya.
Tuan Edwin mengajak Mila turun. Supir membawakan tas Tuan Edwin dan Mila. Mila masuk ke dalam rumah secara perlahan. Netranya terpesona melihat keindahan interior rumah itu.
"Siapa dia Pa?" seorang wanita cantik yang sudah berumur turun dari lantai atas, menatap dua orang yang baru masuk ke rumah. Pandangannya fokus menatap Mila dari atas hingga ke bawah. Seperti sedang menilai.
"Dia anak sahabatku. Mulai hari ini, dia akan tinggal di rumah ini," jawab Tuan Edwin.
Dua orang laki-laki pun turun dari lantai atas. Mereka menatap gadis yang dibawa Tuan Edwin.
"Kebetulan kalian berkumpul semua. Perkenalkan, dia Mila. Dia cucu sahabatku yang baru meninggal kemarin. Dia juga sudah Yatim piatu. Mulai hari ini, dia akan tinggal di sini bersama kita," kata Tuan Edwin menatap anak, menantu, dan cucunya.
"Kuharap Kakek tidak akan menjadikan rumah ini tempat penampungan para yatim piatu," ujar Ronald, cucu Tuan Edwin, seorang pemuda 28 tahun, memandang Mila dengan sinis. Menurutnya, penampilan gadis itu lusuh dan kelihatan kampungan.
"Sopanlah sedikit, Ronald! Selamat datang, Nak! Semoga kamu betah tinggal di rumah ini," Tuan Brian, Papa Ronald menyambut Mila dengan hangat.
Mila menjabat tangan Tuan Brian. Juga pada Nyonya Jeny. Sedangkan Mila tampak ragu-ragu untuk berjabat tangan dengan Ronald. Dengan malas, Ronald mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Mila.
"Sari! Kemarilah!" Tuan Edwin memanggil salah seorang pelayannya.
Pelayan yang bernama Sari, tergopoh - gopoh menghampiri Tuan Edwin.
"Tunjukkan kamar Nona Mila di lantai atas. Bawakan tasnya. Tolong tasku masukkan ke kamarku.," perintah Tuan Edwin pada Sari.
"Mila, kamu istirahat ya di kamarmu," kata Tuan Edwin sambil tersenyum.
"Baik,Kek," jawab Mila
Sari pun mengajak Mila ke lantai atas. Tuan Edwin menatap kepergian Mila keatas. Kemudian Tuan Edwin pergi ke kamarnya untuk beristirahat.
"Kalian, duduklah di ruang tengah! Ada yang akan aku sampaikan pada kalian!" kata Tuan Edwin pada anak, menantu dan cucunya keesokan harinya.
To be continued
Hai jumpa lagi sama saya di karya baru saya. Maksud hati ingin Hiatus sampai awal tahun depan. Apa daya jiwa Author meronta-ronta ingin menulis. Udah banyak ide cerita berjejalan di otak. Ya udah, akhirnya nulislah. Menulis semau Author menulis. Mengalir aja seperti air. Walau awalnya buat ikut lomba menulis. Tapi males juga untuk revisi. Ya udah ikut menulis aja, yang sesuai kata hati.
Semoga reader suka. Jangan lupa kasih vote, like dan komentar ya! Terimakasih.
Mereka sudah berkumpul di ruang tengah. Anak, menantu dan cucu Tuan Edwin tidak tahu untuk apa mereka dikumpulkan saat itu.
"Dengar, Ronald! Kakek akan menjodohkanmu dengan Mila. Kau harus menikah dengannya!" kata Tuan Edwin.
"Bagaimana bisa Kakek membuat keputusan sepihak seperti itu?! Aku tidak mau! Aku sudah punya kekasih!" bantah Ronald.
"Pa, kita belum mengenalnya. Jangan karena kakeknya sahabat Papa, Papa langsung percaya padanya. Siapa tahu dia bukan wanita baik-baik? Atau punya maksud jahat pada keluarga kita?" Jeny, Mama Ronald ikut menimpali.
"Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan, Pa. Pikirkan baik-baik dulu," Brian berbicara hati-hati.
Tuan Edwin menghela nafas.
"Walau aku baru mengenalnya, aku tahu dia gadis baik-baik. Dia gadis lugu dari Desa. Aku sudah memikirkannya baik-baik. Itu semua demi masa depanmu. Dia lebih baik daripada siapa itu, pacarmu? Susy? Huh! Dia bukan wanita baik-baik. Dia wanita ular, yang terlihat baik, padahal dia itu licik!"
"Kakek belum mengenal Susy dengan baik! Bagaimana bisa membuat penilaian seperti itu?!" Ronald marah dengan perkataan Kakeknya.
"Kakek sudah banyak makan asam garam kehidupan, Ronald! Kakek tahu wanita mana yang tulus dan yang tidak tulus," jawab Tuan Edwin.
Ronald berdiri dengan kasar.
"Aku ada meeting nanti malam! Pembicaraan ini hanya buang-buang waktu!" kata Ronald tajam. Ia segera bergegas pergi.
"Jangan harap kamu akan terus berada pada posisimu sekarang! Kakek akan menyerahkan posisimu yang sekarang pada kakakmu, Richard! Pembangkang sepertimu tidak akan masuk hitungan untuk mewarisi harta Kakek!" teriak Tuan Edwin.
Ronald terperanjat. Begitu pula Brian dan Jeny. Ronald sampai menghentikan langkahnya. Ia berbalik arah, berjalan lagi menghampiri Kakeknya.
"Kakek tidak bisa memperlakukanku seperti itu! Aku sudah bekerja keras membantu membangun perusahaan hingga seperti sekarang!" Ronald tidak terima.
"Itu hak Kakek mau membuat keputusan seperti apapun. Sekarang semuanya terserah padamu. Juga kalian sebagai orangtuanya! Hmm .... sudah saatnya Ricard dipanggil ke sini, untuk mengurusi perusahaanku," Tuan Edwin berbicara dengan tenang. Ia yakin, ancamannya pasti berhasil.
"Pa, Ronald juga berhak atas perusahaan itu. Ia sudah bekerja keras selama ini," Brian berusaha membela putranya.
"Hmmm....kamu itu dari dulu selalu berat sebelah. Ricard juga anakmu! Apa kamu sudah lupa? Kalau bukan aku, tidak ada yang membelanya setelah Mamanya meninggal! Orangtua macam apa kamu?! Pantas saja dia memilih pergi dari rumah ini!" kata Tuan Edwin tajam. Tuan Brian menunduk mendengar perkataan Papanya. Jeny hanya melirik pada suaminya.
"Baik! Aku ikuti kemauan Kakek! Aku setuju menikah dengan gadis kampung itu!" Ronald menyerah. Tuan Brian dan Nonya Jeny menoleh pada Ronald.
"Baguslah! Kamu membuat keputusan yang tepat! Oh ya, jangan sebut dia gadis kampung. Dia punya nama. Namanya Karmila. Mila," Tuan Edwin tersenyum puas.
'Huh, bahkan namanya saja sudah kampungan,' kata batin Ronald. Dia betul- betul tidak menyukai gadis itu sejak pertama melihatnya pun.
Tuan Edwin kemudian meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya. Ronald, Papa dan Mamanya pun keluar menuju mobil mereka. Hari masih siang, mereka akan kembali ke kantor.
"Pa, kasihan Ronald! Papa harus bertindak. Gagalkan pernikahan itu," bisik Nyonya Jeny pada suaminya
"Kau lakukan saja sendiri! Kamu tahu sendiri, kalau Papaku sudah berkehendak, tidak akan ada yang bisa membantahnya! Apalagi menggagalkan rencananya. Bisa-bisa aku dicoret dari daftar ahli warisnya! Sudah untung aku dimaafkan karena perselingkuhanku dengan kamu!" Tuan Brian tersungut-sungut kesal. Tuan Brian sudah habis kesabaran. Selama ini ia selalu menuruti keinginan istrinya.
Nyonya Jeny mencebik karena respon suaminya tak sesuai keinginannya. Sedangkan Ronald sudah masuk ke mobilnya. Mereka pergi berlawanan arah karena akan kembali ke perusahaan yang mereka pimpin masing-masing.
*
*
*
*
Mila menyiram tanaman yang ada di taman belakang rumah Tuan Edwin. Hatinya merasa sedikit terhibur dengan melihat bunga-bunga yang bermekaran indah. Beberapa hari ini ia masih teringat Kakeknya. Sampai-sampai ia rasanya ingin kembali ke Desa untuk melihat makam Kakek.
"Mila, kamu ada di sini rupanya," suara Tuan Edwin menghentikan aktivitas Mila. Mila menoleh sambil tersenyum.
"Iya, Kek. Aku suka bunga-bunga," jawab Mila.
"Mila, ada yang ingin Kakek katakan. Kakek harap kamu jangan menolaknya. Karena itu adalah demi masa depanmu," kata Tuan Edwin.
"Ya, Kakek. Katakan saja," sahut Mila.
"Hmm ......, Kakek berencana menjodohkanmu dengan cucu Kakek yang bernama Ronald," kata Tuan Edwin. Tuan Edwin menjeda dulu perkataannya, ingin melihat respon Mila. Tapi ternyata Mila diam saja, masih menunggu Tuan Edwin bicara lagi.
"Kakek ingin kamu menjadi bagian dari keluarga Kakek. Supaya posisimu kuat di rumah ini. Juga sebagai bukti Kakek untuk menjagamu seperti janji Kakek pada Kakekmu," kata Tuan Edwin lagi.
"Tapi Kek, sepertinya Kak Ronald tidak menyukaiku," jawab Mila.
"Kamu tenang saja. Lambat laun dia akan menyukaimu. Kamu hanya perlu di make over. Kakek juga akan mendaftarkan mu untuk kuliah. Kamu harus menjadi gadis yang pandai dan berpendidikan, agar mengimbangi Ronald. Dia menyukai wanita berkelas," kata Tuan Edwin lagi.
Mila hanya mengangguk. Ia sudah pasrah pada masa depannya. Ia sudah tidak punya keluarga. Jadi ia akan menuruti Tuan Edwin sebagai pengganti Kakeknya. Saat ini hanya Tuan Edwin pelindungnya.
*
*
*
*
Acara akad nikah pun dilaksanakan di rumah besar Tuan Edwin. Hanya disaksikan keluarga Tuan Edwin, dan para pelayan serta supir Tuan Edwin.
Mila terlihat cantik dengan memakai kebaya putih. Sedangkan Ronald terlihat tampan dengan memakai tuxedo warna putih. Namun sayang, wajahnya terlihat tidak senang dengan pernikahan itu. Ia benar-benar terlihat dingin dan datar.
Setelah acara ijab kabul selesai, mereka foto-foto dengan pengantin, setelah itu acara makan bersama. Para pelayan di rumah itu turut menikmati acara makan-makan tersebut. Mereka dibebastugaskan sejenak untuk mengikuti acara yang diselenggarakan oleh Tuan Edwin.
Setelah acara makan-makan selesai, merekapun bubar untuk melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Tuan Edwin kembali ke kamarnya. Kini ia menempati kamar di lantai dasar, karena alasan kesehatan. Ia sudah tidak sanggup untuk naik turun tangga setiap saat. Sedangkan Brian dan Jeny pun masuk ke kamarnya.
Ronald masuk ke kamar tanpa mengajak Mila. Mila mengikutinya dibelakang. Sekarang Mila harus sekamar dengan Ronald di kamar Ronald. Aroma bunga mawar menyeruak ketika pintu kamar dibuka Ronald.
Ronal mengganti pakaian pengantinnya di walk in closet. Sedangkan Mila memilih duduk di ranjang sambil memperhatikan interior kamar Ronald yang elegan dan terkesan maskulin.
"Aku pergi dulu ada urusan. Kau tidak usah menungguku, karena aku akan pulang larut malam,' kata Ronald datar.
"Tapi Kak ...., apa yang harus kukatakan kalau Kakek menanyakmu?"
"Jawab saja kalau aku ada urusan yang tidak bisa ditunda," jawab Ronald.
Mila diam saja. Ia tahu, Ronald hanya beralasan saja. Ronald hanya menghindarinya. Pernikahan itu memang terpaksa. Masing-masing tidak menginginkannya. Hanya saja, Mila mencoba untuk menerima keinginan Tuan Edwin. Mila akan mencoba untuk mencintai Ronald. Tapi tidak dengan Ronald. Ia masih bersikap dingin, bahkan ketus pada Mila, sejak fitting baju pengantin hingga hari pernikahan mereka, sikap Ronald tak berubah.
Ronald melajukan mobilnya menuju ke apartemen. Ia menelepon seseorang.
"Sayang, datanglah ke apartemenku. Aku membutuhkanmu," kata Ronald. Ronald tersenyum setelah suara diseberang sana menyanggupinya.
Mila yang masih berada di kamar Ronald, segera mengganti kebaya pengantinnya dengan dress rumahan. Cuaca cukup panas di luar. Tapi dikamar itu terasa sejuk karena AC yang selalu dinyalakan oleh Ronald. Mila membaringkan tubuhnya di ranjang. Ingatannya melayang pada kenangan bersama teman-temannya di Desa dan saat Kakeknya masih hidup. Walau hidup sederhana, tapi Mila merasa bahagia dikelilingi orang-orang yang baik dan sayang padanya. Hingga Mila pun tak terasa jatuh tertidur.
Sedangkan di apartemen, dua orang berlainan jenis sedang bergumul dengan panasnya. Beberapa hari tidak bertemu, membuat keduanya merasa rindu. Kerinduan itu mereka lampiaskan kini ketika bertemu. Berbagai posisi bercinta, mereka lakukan. Deru nafas dan ******* kenikmatan memenuhi kamar tidur itu. Mereka segera berhenti ketika mereka sudah mencapai ******* bersama untuk ke sekian kalinya. Dengan lemas, mereka menghempaskan tubuh mereka sambil telentang menatap langit-langit. Si Wanita menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Si laki-laki pun akhirnya ikut menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Kau luar biasa sekali sayang! Berapa hari tak bertemu, permainanmu semakin binal saja!" Seru Ronald.
"Aku senang kalau kau merasa puas. Itu semua demi kamu, sayang, apapun akan kulakukan!" jawab Susy.
"Kamu memang kekasihku yang luar biasa! Aku tidak bisa berpaling darimu,* kata Ronald sambil mengecup kening Susy.
Drtt. drtt drttt
Terdengar ponsel Ronald bergetar dengan nada dering yang berbunyi nyaring. Hari baru saja menjelang petang.
Ronald mendengus kesal. Ia tadi lupa tidak menonaktifkan ponselnya.
Ronald melihat layar ponselnya. Ternyata Kakeknya yang meneleponnya.
"Ya Kek ada apa?" Ronald bertanya seperti tidak bersalah.
"Ronald! Kamu harus cepat pulang!" teriak Kakeknya di telepon.
"Aku sedang banyak pekerjaan, Kek," bohong Ronald.
"Kamu jangan coba-coba bohong pada Kakek lagi! Kakek tahu, kamu bersama wanita ular itu di apartemenmu! Cepat pulang, atau kamu mau kehilangan semuanya, biar kamu jadi laki-laki miskin!" ancam Kakeknya.
"Ba-baik, Kek!" Ronald tercekat mendengar ancaman Kakeknya. Ia buru-buru bangun dan berpakaian.
Tuan Edwin tersenyum smirk. Sebuah rencana akan ia jalankan.
To be Continued
"Kakek akan memantau gerak gerikmu mulai sekarang !" Kata Kakeknya,"Pernikahanmu menentukan keputusan Kakek atas perusahaan dan Harta yang akan Kakek wariskan. Kalau kau bersikap baik dan menyayangi Mila, Kakek akan mempertimbangkan kamu untuk mengelola beberapa perusahaan Kakek yang tersebar hingga ke luar negeri. Kalau kamu tidak bersikap baik, bahkan menyakiti Mila, kamu akan tanggung akibatnya!"
"Tentu saja aku akan baik pada istriku. Aku akan berusaha menjadi suami yang baik," jawab Ronald dusta.
"Berbicara itu mudah. Kakek akan memantau apakah ucapanmu benar atau hanya janji palsu," Tuan Edwin menatap tajam.
"Mulai besok, Pak Soleh akan menjadi supirmu. mengantar jemput kemanapun kau pergi Kamu tidak bisa menolak.lagi!" Tuan Edwin menyesap air teh hangat yang ada di meja.
Ronald hanya diam. Dalam hatinya berkecamuk, memaki Kakeknya dan Mila, juga mencari cara bagaimana agar dapat bertemu dengan Susy tanpa diketahui Kakeknya.
Pak Soleh adalah orang kepercayaan Kakeknya. Tentu saja Ronald merasa tidak bebas karena akan terus diawasi orang kepercayaan Kakeknya.
"Baiklah, Kek. Kalau tidak ada yang akan disampaikan lagi, aku mau istirahat di kamar," izin Ronald.
Tuan Edwin mengibaskan tangannya, tanda menyuruh Ronald boleh pergi.
🌻
Ronald masuk.ke kamarnya. Terlihat Mila baru saja menyelesaikan shalatnya.
"Sudah pulang, Kak? Kak Ronald mau mandi? Mila isi dulu bathup nya ya," kata Mila bertubi-tubi.
"Tidak usah! Aku mau mandi di shower aja!" jawab Ronald ketus sambil membuka dasinya. Tas kerjanya diletakkan di meja yang ada di kamar.
Mila segera memindahkan tas kerja Ronald pada lemari kabinet. Ronald membuka pakaiannya dan menyisakan celana boxernya. Sebenarnya Mila malu melihat Ronald yang bertelanjang dada dan hanya memakai boxer, tapi sebagai seorang istri, Mila harus melayani suaminya. Mila memungut pakaian Ronald yang berserakan di lantai. Ronald sengaja melakukannya agar Mila membereskannya. Mila segera membawanya ke keranjang pakaian kotor. Sedangkan Ronald masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.
Sebelum dimasukkan ke keranjang pakaian kotor, Mila mencium aroma parfum wanita menempel pada kemeja Ronald. Mila juga melihat ada cairan yang telah mengering di bagian dalam celana panjang Ronald. Mila tak tahu itu apa. Mila memasukkan pakaian pada keranjang pakaian kotor itu tanpa berpikir lebih jauh.
Mila mencari pakaian tidur untuk Ronald di lemari. Mila agak kesulitan menemukannya karena belum tahu letaknya. Lemari di walk in closet itu panjang. Ronald keluar dari kamar mandi dengan memakai bathrobe.
"Apa yang kau lakukan?" Ronald bertanya curiga
"Aku mau mencari pakaian tidur untuk Kak Ronald tapi belum ketemu," jawab Mila sedikit takut melihat Ronald melotot.
"Sudah! Enyah sana! Kamu jangan mencari muka! Aku bisa mengambil pakaian sendiri!" Ronald menarik Mila agar menjauh dari lemari.
Mila terhuyung mendapatkan perlakuan kasar yang tak disangka-sangka. Mila segera berlalu menuju ke ranjang. Hatinya sedikit sakit,. Mila duduk di tepi ranjang.
Ronald keluar dari walk in closed. Ia sudah memakai pakaian tidur.
"Mulai malam ini, kamu tidur di sofa, aku yang tidur di ranjang. Kamu jangan coba-coba menggodaku. Pernikahan ini hanya sementara. Sampai Kakek memberikan seluruh hartanya padaku," kata Ronald dingin.
"Perlu kamu tahu, aku sudah punya kekasih yang lebih baik segalanya darimu. Jadi jangan campuri urusanku. Juga yang harus kamu camkan, kita harus pura-pura mesra di depan orang lain, terutama di depan Kakek, mengerti!" Kata Ronald lagi.
"Jawab! Kamu mengerti tidak?!" bentak Ronald.
"Me-mengerti," Mila menjawab dengan terbata.
Tok
Tok
Tok
Terdengar suara ketukan pintu kamar. Ronald segera membukanya. Tampaklah seorang pelayan di depan pintu kamarnya.
"Tuan muda, makan malam telah siap. Tuan besar sudah menunggu," kata pelayan itu.
"Baik, nanti kami akan turun," jawab Ronald.
"Cepatlah kita turun. Kakek sudah menunggu," kata Ronald setelah pelayan pergi.
Ronald dan Mila pun turun dari lantai 2 menuju ruang makan yang ada di lantai 1. Ronald menggandeng tangan Mila. Mila agak canggung karena belum terbiasa.
"Ingat, kita harus mesra dihadapan Kakek," bisik Rinald pada telinga Mila. Mila mengangguk.
Setelah dekat dengan meja makan, Ronald menarik kursi untuk Mila. Kemudian Ronald menarik kursi untuk didudukinya.
"Manis sekali. Andai istrimu bukan dia ....," Nyonya Jeny berkomentar.
"Kau kira aku suka punya menantu sepertimu?! Bahkan Kau datang ke rumah ini tanpa diundang olehku!" kata Tuan Edwin tajam pada Nyonya Jeny. Nyonya Jeny terdiam, jadi salah tingkah. Mertuanya memang dari dulu tidak menyukainya. Tuan Brian menyikut istrinya karena salah bicara.
"Mari kita makan," kata Tuan Edwin.
Setelah itu suasana hening. Mereka makan malam dengan tenang. Mila agak kesulitan menggunakan sendok, garpu dan pisau. Di Desa, ia lebih sering makan menggunakan tangan.
Nyonya Jeny tersenyum tertahan. Sedangkan Ronald tampak kesal, tapi ditahannya. Ia hanya menarik nafas. Melihat Mila yang kesulitan dan reaksi cucu dan menantunya, Tuan Edwin berdehem.
"Kamu nanti akan belajar tentang table manner dan akan kuliah, Mila. Kamu jangan khawatir. Kamu cucuku. Tidak ada yang dapat menghina dan merendahkanmu. Setan sekalipun!"
Perkataan Tuan Edwin mengejutkan Nyonya Jeny dan Ronald. Rupanya Tuan Edwin menyindir mereka. Muka Ronald merah padam. Ronald iri mengapa sekarang Kakeknya lebih sayang pada Mila yang jelas-jelas bukan cucu kandungnya.
Mereka melanjutkan makan dengan hening. Hanya suara alat makan yang terdengar berdenting. Selesai makan utama dan dessert, Tuan Edwin menyuruh keluarganya untuk tidak beranjak dulu dari ruang makan.
"Ada hal yang ingin kusampaikan," kata Tuan Edwin.
'Apa lagi nih?' batin Ronald penasaran.
"Minggu depan kalian berdua bulan madulah selama 1 Minggu. Supaya kalian lebih saling mengenal. Ini tiketnya," Tuan Edwin meletakkan tiket pesawat di meja.
"Hotel dan akomodasi lainnya sudah Kakek urus. Kalian tinggal berangkat dan menikmati bulan madu kalian saja," Tuan Edwin lalu bangkit kemudian pergi meninggalkan ruang makan itu.
Ronald menghampiri tiket yang ada di meja makan.
"Tiket ke Paris," gumam Ronald.
"Manfaatkan waktumu. Ajak Mila ke tempat-tempat romantis," bisik Papanya. Sedangkan Nyonya Jeny hanya diam saja karena masih kesal dengan sindiran mertuanya.
🌸
Waktu seminggu sebelum berangkat ke Paris, Mila mendaftar kuliah secara online ke sebuah Perguruan Tinggi dibantu oleh Arga, supir baru Tuan Edwin.
Tuan Edwin juga menyuruh Arga agar mengantarkan Mila untuk ke salon supaya Mila merubah penampilannya. Juga mengantar Mila ke butik untuk membeli beberapa potong pakaian.
Mila senang. Mila seperti ada teman yang menemaninya ke manapun ia pergi. Karena Mila belum mempunyai teman dan kota ini asing bagi Mila yang biasa hidup di Desa.
Ronald hanya mencebik melihat penampilan baru Mila. Mila memang tampak kelihatan lebih segar dan lebih manis. Tapi Ronald tak tertarik sedikitpun. Hatinya hanya untuk Susy.
Mila juga banyak diajari segala hal oleh Tuan Edwin, tentang sopan santun bertemu dan bertamu orang-orang kalangan atas, belajar table manner, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kebiasaan dan gaya hidup kalangan atas. Tuan Edwin adalah keturunan orang Inggris. Wajahnya terlihat blasteran. Keluarga Tuan Edwin juga aktif di perkumpulan keturunan orang-orang Inggris.
Hari itupun tiba. Ronald dan Mila berangkat bulan madu ke Paris. Ini menjadi perjalanan pertama Mila ke luar negeri. Tak henti-hentinya ia memandang takjub pada pemandangan diluar pesawat.
Tidak banyak perbincangan yang dilakukan pasangan itu. Ronald merasa malas untuk sekedar mengajaknya mengobrol. Apalagi bermesraan. Di pikiran Ronald sedang mencari cara agar Susy bisa menyusul ke Paris tanpa diketahui orang-orang suruhan Kakeknya.
Ketika Ronald dan Mila baru tiba di hotel, Ronald mendapat telepon dari Mamanya. Tuan Edwin kondisinya drop dan harus di rawat di rumah sakit. Kakeknya tidak bisa memantau Ronald. Di sisi lain Ronald sedih, tapi di sisi lainnya ia merasa kegirangan, karena orang suruhan Kakeknya tidak bisa melaporkan pada orang yang sedang sakit bahkan tidak sadarkan diri. Ronald juga akan mengelabui mata-mata Kakeknya.
Ronald membooking dua kamar yang bisa terhubung oleh pintu atau connecting room. Ronald juga sudah menghubungi Susy dan mengatur keberangkatannya agar segera menyusul Ronald ke Paris.
Dari hari pertama di Paris, Ronald tidak mengajak Mila ke luar. Mereka hanya berada di hotel dan menikmati pemandangan dari hotel saja. Ronald terlalu malas untuk mengajak Mila jalan-jalan.
"Kamu jangan mimpi akan menikmati bulan madu seperti pasangan pengantin lain! Aku tidak sudi dekat-dekat denganmu! Kamu bukan wanita yang kuinginkan! Salah sendiri, kenapa mau saja dinikahkan oleh Kakek! Aku sudah punya kekasih yang jauh lebih segalanya darimu! Dia sebentar lagi akan menyusul ke sini. Jadi kamu kalau mau jalan-jalan, pergilah sendiri. Aku akan mencari guide untukmu. Aku akan menikmati waktuku dengan kekasihku," kata Ronald panjang lebar. Itu adalah perkataan terpanjang selama Mila berinteraksi dengan Ronald.
"Kamu juga jangan coba,-coba mengadu pada Kakek. Karena saat ini Kakek sedang sakit, dan tidak boleh mendengar kabar yang membuatnya kepikiran. Kamu tidak mau kan terjadi apa-apa sama Kakek?!" kata -kata Ronald membuat Mila sakit hati untuk yang ke sekian kalinya.
Tidurpun, mereka di ranjang terpisah. Mila semakin merasa sakit hati karena merasa diabaikan dan tidak diinginkan. Apalagi mendengar Tuan Edwin masuk Rumah Sakit, semakin menambah kesedihan Mila. Mila merasa sendirian, tidak ada lagi pelindungnya.
Tok
Tok
Tok
Terdengar pintu penghubung kamar diketuk-ketuk. Ronald yang sedang fokus pada laptopnya segera bangkit dengan muka berseri-seri. Mila hanya melirik sambil menonton acara Televisi.
Ketika pintu dibuka, tampaklah seorang wanita cantik berdiri di depan pintu.
"Surprise!" aeru wanita itu.
""Susy! Kamu sudah datang?! Kenapa tidak mengabari aku?" Ronald mencium dan memeluk wanita itu yang ternyata kekasihnya. Bahkan bibir mereka berp*g*tan saling melepas rindu. Sama sekali tak menghiraukan keberadaan Mila di sana.
"Itu istrimu?" Susy melihat ke arah Mila yang sedang duduk menonton TV.
"Iya. Sudah. Jangan hiraukan dia. Dia tidak akan berani macam-macam. Kamu tenang saja," bisik Ronald pada Susy.
Susy tidak mengindahkan perkataan Ronald. Susy berjalan menghampiri Mila.
"Oh jadi ini wanita yang telah merebut kekasihku? Pfff .... sangat jauh dari yang kubayangkan! selera Kakekmu sangat payah untuk mencarikan calon istri untukmu sayang!" Susy tertawa sinis.
"Entahlah! Kakekku padahal orang yang sangat perfeksionis. Gadis ini dilihat dari sisi manapun tidak ada menariknya sama sekali!" timpal Ronald ikut tertawa sinis.
"Cukup! Kalian tidak berhak mengomentari diriku ataupun hidupku! Aku juga tidak tertarik pada kamu yang sombong! Suatu saat, kamu yang akan mengemis cintaku!" bentak Mila untuk pertama kalinya membalas kata - kata tajam Ronald. Harga dirinya merasa diusik.
"Ha ha ha ...dengar itu sayang?" Susy mencibir sambil menoleh pada Ronald.
"Tidak akan! Dia mimpi!" jawab Ronald sinis.
"Sudahlah sayang. Jangan buang-buang waktu bicara sama dia. Kita nikmati saja waktu kita berdua," Ronald merengkuh bahu Susy. Mereka berjalan beriringan masuk ke kamar sebelah. Merekapun sengaja tidak menutup pintu penghubung. Mereka ingin membuat Mila tambah sakit hati.
Mila cepat-cepat membaringkan badannya ke kasur dengan posisi memiringkan badan. Hatinya hancur. Suaminya benar-benar sudah keterlaluan,
terang-terangan membawa wanita lain untuk bercinta di depan matanya.. Air mata Mila mengalir deras.
"Kakek! Cepatlah sembuh. Aku sendirian! Aku tidak berdaya! Hiks hiks," Mila menangis sedih.
Sementara itu, di kamar sebelah, aktifitas panas Ronald dan Susy sedang berlangsung. Mereka sengaja mengeraskan suara -suara percintaan mereka. Membuat Mila tidak bisa tidur. Dengan malas, Mila menghampiri pintu penghubung itu untuk menutupnya. Tapi tak dapat dihindari, ia melihat adegan yang membuatnya mengelus dada. Tampak Ronald dan Susy sudah polos dengan posisi Ronald diatas tubuh Susy. Ronald sedang memompa Susy.
"Oh, sayang ... lebih cepat lagi!" Desah Susy.
"Tentu sayangku! Tunggulah!" jawab Ronald sambil mengerang dan terus memacu pinggulnya
Mila menutup pintu penghubung dengan perlahan. Kemudian menguncinya. Ini hari ketiga Mila berada di Paris. Sebenarnya Mila ingin mengunjungi beberapa tempat di Paris walau bersama guide. Tapi Ia tak ingin menambah sakit hatinya melihat dan mendengar kemesraan Ronald dengan Susy.
Setelah berfikir cukup lama, Mila memutuskan menelepon Arga, supir baru Tuan Edwin.
"Arga, bisakah kamu membantuku? Aku ingin segera pulang ke Indonesia. Aku ingin melihat Kakek Edwin. Aku akan merawatnya, supaya Kakek cepat sembuh," kata Mila.
Arga mengernyitkan dahinya. Tapi ia tidak berani bertanya. Sepertinya Mila dan suaminya ada masalah.
"Baiklah, aku bantu kepulanganmu," jawab Arga.
Arga adalah supir baru Tuan Edwin menggantikan Pak Soleh, supir lama Tuan Edwin. Pak Soleh kini yang bertugas menjadi supir Ronald. Tuan Edwin sengaja memilih Arga, karena Arga dapat tenjadi teman Mila untuk mengantar Mila kemanapun Mila ingin pergi. Arga adalah seorang Mahasiswa yang juga bekerja sebagai supir pribadi untuk membiayai kuliahnya. Dia sebentar lagi akan menyelesaikan kuliahnya. Ia tinggal menyusun skripsi.
Hari ke lima, Ronald baru menyadari ia tak melihat Mila dari dua hari yang lalu. Ia pun kalang kabut mencari Mila karena Mila tak ada di kamarnya. Ia menelepon pada guide yang ditugaskan untuk mengantar Mila mengunjungi tempat-tempat wisata di Paris, tapi guide itu mengatakan bahwa Mila tak.menggunakan jasanya. Menghubungi pun tidak.
Ronald mencoba menelepon Mila berkali-kali. Tapi sama sekali telepon darinya tak diangkat Mila.
"****! Dia berani kabur dariku!" Maki Ronald.
Ronald pun menelepon Mamanya. Alangkah terkejutnya Ronald, karena Mamanya mengatakan bahwa Mila sudah pulang ke rumah dan saat itu sedang menjenguk Tuan Edwin.
Dengan perasaan yang tidak karuan karena takut Kakeknya sudah sadar dan mendengar Mila seorang diri pulang dari Paris.
Ronald dengan tergesa masuk ke rumahnya ketika sudah tiba dari perjalanannya dari Paris. Di dekat tangga, ia bertemu dengan Papanya.
Plak!
Sebuah tamparan dilayangkan pada pipi Ronald.
To be Continued
Maaf ya reader. Kemarin Author salah meletakkan bab . Bab 3 kok isinya sama dengan bab 2. Sekarang sudah diperbaiki. Selamat membaca! Jangan lupa tinggalkan jejakmu!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!