Aku Rania Gandhita Wardhana, perempuan berusia 23 tahun yang sedang mengajar di salah satu sekolah taman kanak-kanak swasta di kota Bandung. Kegiatanku sehari-hari mengajari anak-anak membaca dan menulis, setelah selesai mengajar aku akan menyempatkan diri mengunjungi kantor suamiku. Ya, aku sudah menikah di umur 21 tahun dengan pria tampan dan kaya raya bernama Dehan Kavindra Perdana. Kami menikah karena perjodohan, lantaran aku yang tidak mau berpacaran dan ibu sudah tua jadi ia ingin segera melihat cucu dari ku. Tapi selama 2 tahun menikah aku belum ada momongan mungkin saja Tuhan sedang merencanakan yang terbaik.
"Selamat siang Bu Rania"
Ucap karyawan yang bekerja di kantor suamiku.
"Siang! Pak Dehan ada?" tanyaku
"Kebetulan sedang ada meeting. Biar saya antar ke ruangannya saja"
Aku mengangguk, lantas mengikuti arahan dari karyawan Dehan. Hampir setiap hari memang aku selalu menyempatkan diri ke sini untuk memberikan makan siang suamiku. Untungnya Dehan pria yang tidak pilih-pilih soal makanan dan dia juga menyukai masakan ku yang katanya enak. Satu jam berlalu aku masih menunggu Dehan di ruangannya, hingga akhirnya dia muncul juga di balik pintu.
"Kau sudah datang?"
"Iya. Aku bawa makanan untukmu, seperti semalam yang kau bilang"
Dehan tidak menjawab, dia langsung memakan makanan yang ku bawa tadi. Melihatnya sedang makan membuatku merasa senang, dia suami yang sempurna tampan, kaya raya, baik, dan setia? Tidak tahu, aku takut jika pria yang dihadapan ku ini berselingkuh. Aku tidak ingin kehilangan Dehan aku mencintainya.
"Mas... Besok aku libur dari pihak sekolah, kita liburan yuk??!"
"Mau kemana?" jawab Dehan dengan mulut yang sedang mengunyah.
"Jogjakarta! Aku ingin pergi ke candi Borobudur"
Dia hanya menatapku dengan tatapan mata tanpa arti, mungkin dia sedang berpikir untuk mengambil cuti.
"Baiklah, nanti kita pergi ke sana. Aku mencari jadwal kosong dulu"
Aku sangat senang mendengar penuturan dari suamiku. Dehan memang pria yang sempurna! Dia sangat pengertian, dengan segera aku mengecup pipi suamiku. Kemudian ia membalasnya dengan kecupan dibibir kami berciuman dengan mesra untung saja ini di dalam ruangan Dehan, semakin lama ciuman kami semakin panas tapi aku langsung mendorong tubuh Dehan akibat kehabisan nafas.
"Mas Dehan, jika ingin nanti malam saja. Kita masih di kantor nanti ketahuan orang gimana?" Kataku karena takut.
"Iya sayang.. Maaf, aku sedikit khilaf."
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Dehan juga sudah mulai bekerja di komputernya, karena aku sudah melaksanakan tugas ku sebagai istri. Aku beranjak pergi dari kantor Dehan, selama dua tahun pernikahan ku dengan Dehan kami sudah mencoba berbagai cara agar aku hamil. Dari mulai bayi tabung hingga akupuntur tetap tidak membuahkan hasil, aku selalu berpikir bahwa aku mandul dan tidak akan memiliki anak selamanya. Tapi dokter kandungan bilang bahwa aku bisa hamil, bahkan Dehan selalu menyemangati ku.
"Sayang.. Kita bisa punya anak suatu saat nanti, jangan pikirkan macam-macam. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu"
Aku tidak tahu ucapan Dehan ini serius atau palsu yang jelas dia selalu ada disaat aku terpuruk. Sebelum pulang ke rumah, aku berencana untuk menongkrong di cafe depan kantor Dehan sampai sore sambil mengerjakan pekerjaan sekolah. Hingga akhirnya, aku melihat Dehan keluar kantor dengan wanita lain.
'Ah mungkin itu karyawannya atau sekertaris nya sedang menyelesaikan pekerjaan' pikirku
Tak ada pemikiran negatif tentang Dehan meskipun aku sedikit curiga, namun aku langsung menepisnya karna aku percaya Dehan sangat mencintaiku. Dia tidan mungkin berkhianat terhadap perempuan baik-baik sepertiku.
#*Flashback
"Rania, ibu punya kenalan dengan seorang pengusaha sukses dan dia memiliki anak lebih tua darimu"
"Aku tidak peduli Bu"
Ibu langsung mengarahkan tubuhku ke hadapannya, sambil menatap
"Umur ibu sudah tua, bahkan kakak-kakak mu semuanya sudah menikah dan melupakan Ibu yang hidup sebatang kara di sini. Hanya kau, satu-satunya harapan Ibu. Rania, Ibu ingin segera memiliki cucu yang menemani ibu di sepinya suasana rumah kita. Terimalah perjodohan ini"
Aku tidak tahu harus menjawab apa. Sangat bingung aku tidak suka dijodohkan! Apalagi saat ini aku masih kuliah dan ingin meniti karir sebagai guru anak-anak kecil.
"Ibu yakin Dehan pria yang baik, meskipun kau tumbuh tanpa ayah dan sosok kakak yang melindungi mu. Nak Dehan bisa memberikan semua itu padamu"
"Ibuu... Jangan bilang seperti itu, Ibu akan panjang umur sampai aku memiliki anak dan menikah lima tahun lagi"
Ibu menggenggam tanganku dan dia menangis
"Ibu sudah tidak kuat sayang, penyakit Ibu sudah stadium tiga"
Mau tak mau aku harus menerima permintaan Ibu, bagaimanapun aku Rania anak yang berbakti kepada orang tua.
"Baiklah.. Aku akan menerimanya, tapi Ibu janji harus panjang umur sampai aku memiliki anak agar Ibu tidak kesepian?"
Ibu hanya mengangguk senang sambil memelukku erat dan berkata
"Rania kau satu-satunya berlian di hidupku.. Tolong jadilah wanita yang baik meskipun seribu duri menusuk mu, kau harus kuat dan berani. Jika nanti kau menikah, restu Allah ada di suamimu Dehan. Hormatilah dia sebagaimana kau menghormati Ibu dan mertuamu"
Aku menangis mendengar penuturan Ibu, karena sejak kecil aku tidak merasakan sosok pahlawan dalam hidupku. Saat berumur sepuluh tahun, kakak laki-laki ku pergi bersama wanita lain dan meninggalkannya Ibu dan aku di rumah. Aku tidak tahu masalahnya apa? Ibu juga tidak memberitahukan apapun tentang kakak padaku, ayah sudah meninggal semenjak aku dilahirkan.
Ibu wanita pekerja keras dan kuat, Rania kecil selalu ikut ibu berdagang di pasar bahkan aku membantu ibu melayani pembeli. Tapi semenjak ibu dinyatakan memiliki penyakit jantung, maka aku yang bekerja sambil kuliah. Hidupku tidak bahagia dan semenjak aku menikah dengan Dehan, semuanya berubah. Dehan membantu ku untuk menjadi guru cita-cita ku sejak kecil, Dehan membantu pengobatan Ibu, dan Dehan pula yang menyemangati hidupku sampai saat ini.
"Aku mencintaimu Rania Gandhita Wardhana.. Aku akan menjadi suami yang baik dan setia untukmu, maukah kau menjadi istriku selamanya?"
Kata-kata Dehan yang sangat melekat di ingatanku. Dia mengucapkan janji suci di hadapan Allah dan semua orang yang ada di pesta pernikahan kami, aku menjawabnya dengan lembut.
"Ya! Aku ingin menjadi istrimu dan melayani mu sampai maut memisahkan kita"
Semua orang bertepuk tangan dan Dehan mengambil First Kiss dari bibir mungilku. Aku membalasnya, setelah itu kami berpelukan Dehan tak henti-hentinya membuat ku jatuh cinta. Meskipun Dehan tidak bisa romantis dan dingin, tapi Dehan selalu melakukannya dengan ku hampir setiap malam karena memang tujuan menikah adalah memiliki anak.
#Flashback end*
"Ishh.. Betapa bodohnya aku jika itu selingkuhan mas Dehan. Tidak-tidak! Dehan itu baik dan setia, astagfirullah.. Rania jangan memikirkan yang macam-macam, jika aku stress peluang hamil ku akan berkurang"
Aku tidak ingin berpikiran macam-macam tentang suamiku, dia tak mungkin berkhianat. Karena dia sudah janji di hadapan Allah SWT dan juga semua orang saat kita menikah, Dehan aku masih percaya denganmu.
Masa remaja memang masa-masa yang sangat indah, mulai dari kisah pertemanan hingga percintaan. Dehan Kavindra Perdana laki-laki yang sangat digilai para wanita, bahkan setiap hari ia selalu diberikan makanan atau minuman secara cuma-cuma di sekolah. Meskipun Dehan sudah memiliki kekasih bernama Lisa Dewinta, gadis cantik dan seksi seantero sekolah.
"Bubuuuu!!! Kamu pasti capek ya abis olahraga? Nih aku bawain minuman dingin"
Bubu adalah nama panggilan kesayangan dari Lisa untuk Dehan, dia juga senang jika Lisa yang seksi begitu manja padanya.
"Makasih baby girl" kata Dehan sambil mencium pipi Lisa sekilas.
Lisa dan Dehan bagaikan pasangan yang membuat iri semua orang. Bagaimana tidak, Dehan berasal dari golongan keatas yang tampan, baik, dan keren bisa bersanding dengan gadis cantik dan seksi yang selalu menjadi bahan fantasi kaum laki-laki. Seakan kisah mereka bahagia tanpa ada unsur keburukan, tapi seiring berjalannya waktu mereka harus berpisah karena Lisa akan melanjutkan kuliahnya di Inggris.
Sedangkan Dehan, dia akan melanjutkan bisnis orangtuanya sambil kuliah online di Stanford university. Malam itu ayah dan bunda Dehan menyuruh anak semata wayangnya untuk segera bersiap-siap karena ada perjamuan makan malam di rumah, tumben pikir Dehan.
"Dehan sudah siap?"
Bunda melihat putra semata wayangnya sedang memakai dasi dan merapikan jas hitam pemberian bundanya kemarin.
"Tampan sekali putraku! Dehan sayang, bunda harap kau akan mencintai wanita ini"
"Hah??"
Dehan kebingungan karena ucapan bunda, dia tidak tahu tentang apa itu.
"Sudahlah, nanti juga tamunya datang"
Bunda pergi meninggalkan kamar Dehan, tapi Dehan masih mencerna kata-kata bunda barusan.
...'Memang siapa yang mereka undang? Kenapa ucapan bunda aneh sekali'...
Ujar Dehan sambil menautkan kedua alisnya. Ia tidak mau memikirkannya terlalu dalam, hingga akhirnya Dehan beranjak ke lantai bawah dan duduk di meja makan.
"Mana tamunya Ayah dan Bunda ?"
"Sepertinya sudah ada yang tidak sabar untuk segera melihat gadis cantik"
Goda ayah pada Dehan
"Biasa yah, Dehan kan anak muda. Pasti selalu merasa penasaran"
Balas Bunda Dehan, dan pria itu hanya bisa tersenyum pasrah karna tidak tahu ingin menjawab apalagi. Hingga beberapa menit kemudian, pintu terbuka menandakan ada yang berkunjung ke rumah mewah Dehan. Lalu munculah wanita tua dan seorang gadis yang sedang mendorong kursi roda yang dinaiki wanita tua.
"Assalamualaikum, saya Ibu dari Rania Gandhita Wardhana. Dia anak saya dan mungkin kalian semua baru bertemu"
"Walaikumsalam.. Tentu saja! Anak gadis almarhum pak Wardhana yang cantik dan berbakti kepada orang tuanya."
Rania hanya tersenyum manis sambil membungkukkan badannya sopan. Dehan yang melihat itu langsung terpikat oleh pesona Rania rambut panjang ikal coklat, kulit putih, tinggi semampai dengan tubuh yang sedikit berisi membuat pria manapun pasti akan menilai Rania sebagai sosok wanita cantik yang sederhana karena tampilannya tidak berlebihan dalam berdandan.
"Rania, kau masih berkuliah ya?" tanya bunda Dehan
"Iya tante, Rania masih kuliah dan bekerja part time di restoran"
"Bagian apa di restorannya?"
"Akuntansi"
Rania yang sopan menjawab setiap pertanyaan dari kedua orangtua Dehan. Hal itu semakin membuat Dehan tertarik dengan Rania, meskipun Dehan terkenal cuek dan tidak peduli namun saat melihat Rania dia merasa seperti hidup kembali. Mereka semua makan malam bersama sambil mengobrol tentang perjodohan keduanya, Dehan sih tenang-tenang saja bahkan dia menerima Rania dengan sepenuh hati. Tapi Rania sepertinya tidak merasakan hal yang sama, gadis itu masih syok dan belum bisa menerima perjodohan dari Dehan.
"Maaf Om dan Tante. Rania masih belum mau menikah, Rania masih kuliah dan bekerja untuk Ibu."
"Astaga Rania sayang... Kami yang akan membiayai semuanya, jasa ayah mu dulu sangat besar terhadap perusahaan kami sekarang. Jadi aku ingin memiliki menantu dari keluarga Wardhana"
"Jasa?" Rania bingung dengan maksud yang diucapkan bunda Dehan
"Ayahmu dulu bekerja sebagai pengacara untuk perusahaan kami, saat itu ada kasus dan dia membela keluarga kami secara mati-matian. Tapi suatu hari ayahmu jatuh sakit dan menitipkan dirimu pada kami"
Rania menangis karena dia tidak pernah merasakan kasih sayang dan begitu besar jasanya untuk Rania meskipun ia tak pernah tahu ayahnya seperti apa. Dehan merangkul pundak Rania dan menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukan Dehan guna menenangkan Rania.
"Rania.. Ibu ingin kau dan Dehan menikah, kau lihat sendiri kondisi ibu yang sudah tidak bisa berjalan dan mungkin sebentar lagi waktuku tidak banyak di dunia ini"
Ibu mengatakan seakan-akan hidupnya tak lama lagi.
"Sayang... jangan sungkan untuk menikah dengan Dehan, anak kami laki-laki yang baik. Kami yang merawatnya dari kecil hingga sekarang, kami juga berhutang budi terhadap almarhum ayahmu dan ingin melaksanakan pesan terakhir beliau sekarang"
Rania menghapus air matanya kemudian melepas pelukan Dehan, disusul dengan menatap wajah tampan Dehan. Jika dilihat-lihat tampan juga calon suaminya pikir Rania, tapi di hatinya dia tak ingin menikah muda ingin terus bekerja dan menamatkan kuliahnya. Tapi ia juga memikirkan kondisi sang Ibu dan pesan terakhir ayah, Rania menarik nafas panjang dan membuangnya kemudian menjawab
"Baiklah. Om, Tante, Ibu, Dehan aku menerimanya dengan lapang dada dan karena itu juga pesan ayah jadi aku tidak akan mengecewakan nya yang sudah ada di surga"
"Alhamdulillah!!"
Mereka semua berucap syukur dengan jawaban Rania begitu juga dengan Dehan. Dia sangat senang karena bisa memiliki wanita sebaik dan secantik Rania Gandhita Wardhana, bahkan dia tidak sabar untuk meminangnya.
Hingga akhirnya hari itu tiba, Dehan mengucap janji suci di hadapan Allah SWT dan semua orang di pesta pernikahannya. Dehan terlihat bahagia dan tak henti-hentinya memandangi wajah cantik Rania yang membuat hatinya teduh.
"Rania, jangan berpikir bahwa aku menikahi mu karena perjodohan semata atau paksaan orangtuaku. Aku murni mencintaimu meskipun kita baru bertemu beberapa kali, jujur saja aku langsung jatuh cinta saat melihatmu malam itu"
"Mas Dehan. Aku hanyalah perempuan biasa yang tumbuh tanpa sosok lelaki di hidupku, tolong jangan kecewakan diri ini dan selalu berada di sampingku selamanya. Janji??"
Rania menunjukkan jari kelingkingnya di hadapan Dehan, dengan senang hati pria itu menautkan kelingkingnya pada kelingking Rania.
"Janji sayang. Aku mencintaimu Rania Gandhita Wardhana jadilah istri dan ibu yang baik untuk anak-anak kita"
Mereka berdua tersenyum manis sambil saling menatap satu sama lain dan kehidupan Rania mulai berbah saat itu. Rania yang pemurung berubah menjadi Rania yang ceria dan bahagia, seakan-akan hidupnya hanya untuk Dehan. Dirinya begitu tergila-gila oleh sosok suaminya sendiri, bahkan mereka hampir setiap malam melakukan hubungan intim karena Rania sangat ingin memiliki anak-anak.
Tak terasa hubungan pernikahan mereka sudah berjalan selama dua tahun, Sikap dan sifat Dehan juga sudah tak semanis dulu. Tapi di mata Rania, Dehan tetaplah Dehan. Suaminya yang sempurna tak ada celah kesalahan dalam dirinya bahkan Rania rela melakukan apa saja untuk TAKDIR CINTA nya.
Aku segera menutup laptopnya dan berlalu meninggalkan cafe depan kantor Dehan. Aku tidak ingin pikirannya kemana-mana karena melihat suami dengan wanita lain sedang memasuki mobil.
"Aku percaya dengan mas Dehan, dia hanya mencintaiku" kataku di dalam mobil
Seperti biasa aku sebelum pulang ke rumah harus pergi ke supermarket untuk membeli bahan-bahan masakan, lagipula Dehan selalu lapar jika pulang malam. Aku juga membeli beberapa yogurt dan buah-buahan untuk Dehan, agar dia selalu sehat.
"Bunda bilang mas Dehan suka ayam kecap jadi aku akan membuatkannya"
Selama menikah Dehan hanya memberikan satu ART di rumah kami, alasannya agar aku bisa memasak dan melayaninya. Tidak masalah, karena menurutku keputusan Dehan sudah bijaksana karena kan sebagai istri kita harus melayani suami. Sesampainya di rumah aku langsung bergelut dengan alat-alat dapur guna membuat ayam kecap kesukaan mas Dehan, suamiku tidak suka makanan pedas.
Setelah selesai masak, aku membersihkan diri dengan mandi sore dilanjut sholat magrib. Setiap selesai sholat aku selalu berdoa agar mas Dehan tetap sehat dan mencintai ku hingga kapanpun, termasuk karir yang sukses.
Waktu berlalu menunjukkan pukul 8 malam mas Dehan belum pulang tapi perutku sudah lapar, makanan di meja sudah dingin. Tidak biasanya dia pulang semalam ini, bahkan dia tidak mengabari ku sama sekali. Daripada aku menunggu mas Dehan dengan menatap makanan lebih baik aku menonton drama Korea di tv sambil menunggu kepulangan Dehan, rasa lapar ku mulai menghilang dan digantikan oleh ngantuk.
CEKLEK
Suara pintu terbuka, benar saja itu Dehan. Aku melirik jam ternyata sudah jam 12 malam, langsung saja aku naik ke kamar dan melihat Dehan.
"Mas ? Kok kamu baru pulang jam segini ? Udah makan belum ?"
Dehan hanya berdehem menjawab pertanyaan ku, tanpa aba-aba aku langsung memeluknya dari belakang karena ia tengah membersihkan wajah di meja rias.
"MAS JAWAB AKU!"
Sumpah aku sedikit kesal dengan sikap Dehan hingga membentaknya. Dehan langsung membalikkan tubuhnya dan menatapku sinis
"BISA DIAM TIDAK SIH?! AKU SEDANG PUSING DENGAN PEKERJAAN!! JANGAN GANGGU AKU SAAT INI!!!"
Baru kali ini Dehan membentak ku dengan keras dia bahkan tak menghiraukan ku yang tengah menangis akibat perbuatannya. Aku langsung keluar kamar dan menangis sendirian di ruang tamu, setelah menahan lapar Dehan malah seenak jidatnya membentak ku bahkan dia tak sempat menjawab pertanyaan ku.
"Hiks... Mas Dehan... A..ku Padahal... han--ya bertanya.. hiks ...."
Aku sangat malas tidur satu rajang dengannya! Maka aku ingin tidur di ruang tamu sambil menangis akibat gentakan mas Dehan.
Pagi harinya, aku terbangun dari tidur dan merasakan ada selimut di tubuh.
...'Sejak kapan aku membawa selimut ke sini?' batinku...
Hingga mataku menangkap sosok pria yang semalam membuatku menangis, dia sedang memanaskan masakan ku kemarin.
"Sudah bangun ?" katanya sambil melihat ke arahku
Aku tidak ingin bangun dari sofa, rasanya badanku terasa pegal-pegal dan nyeri.
"Maafkan aku yang semalam. Aku tidak bermaksud membentak mu sayang"
Dehan menyerahkan piring berisi ayam kecap dan air putih di atas meja tamu. Tangannya membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhku hingga mata kami saling bertemu
"Kita sarapan bareng yuk?! Kamu tau aja aku suka ayam kecap"
Aku diam tanpa menjawab ucapan Dehan, tapi lama kelamaan wajah tampan Dehan mendekatiku hingga tidak ada jarak dan bibir kami saling bersatu. Kami berciuman selama lima menit, aku kehabisan nafas dan menyudahi permainan bibir kita.
"Jangan nangis, maafkan aku yang semalam membentak mu. Aku sedang stress akhir-akhir ini, tolong jangan marah ya sayang??" ucap suara Dehan yang berat sambil mengelus rambut Rania.
Ya Tuhan, mengapa aku tidak bisa marah dengan pria yang dihadapan ku ini. Dehan Kavindra Perdana laki-laki yang membuatku bodoh akan cinta.
"Iya mas Dehan sayang"
Kami sarapan bersama, Dehan juga menjawab pertanyaan ku yang semalam belum ia jawab. Bahkan kami saling suap-suapan, jarang sekali kami bermesraan seperti ini.
"Mas, kamu masih inget kan kalo aku pengen ke Jogja ? Kebetulan aku libur panjang dari sekolah"
"Nanti ya.. Aku liat ambil cuti dulu sekarang di kantor"
"Aku boleh ikut ga ke kantor mu pagi ini ?"
Tiba-tiba saja sendok makan Dehan terhenti saat aku berbicara seperti itu, dia sedikit berpikir
"Hmm..... Boleh sayang"
Selesai sarapan, Dehan dan Rania pergi ke kantor karena Rania libur selama seminggu jadi dia bisa berduaan bersama Dehan. Rania disuruh untuk menunggu Dehan di ruangannya, karena hari ini Dehan akan membuat surat pernyataan bahwa ia akan mengambil cuti selama seminggu. Tapi di luar sana Gladys Purnama sedang menguping pembicaraan Dehan dengan Rania.
"Mas nanti kita di sana bermalam di hotel saja ya biar sekalian honeymoon"
"Iya sayang, tenang saja oke"
Dehan yang sudah selesai mengisi kertas kemudian keluar ruangan diikuti oleh Rania di belakangnya, dan Gladys otomatis kaget saat ada Dehan. Maka dengan hormat Gladys hendak pergi namun tangannya di pegang oleh Rania
"Tunggu.. Kamu yang kemarin naik mobil sama mas Dehan ya?"
Pertanyaan ku membuat kedua orang ini saling menatap satu sama lain, aku merasakan ada sesuatu diantara mereka yang lebih dari sekedar teman kantor.
"Emmm... Ki---ta.." jawab Gladys terbata-bata
"Mas cuma ambil bahan di kantor cabang bareng Gladys" Dehan menjawab pertanyaan Rania.
Tapi aku belum puas dengan jawaban Dehan, aku ingin mendengarnya langsung dari wanita ini.
"Lantas, kenapa kemarin kalian saling pegangan tangan?"
Aku kesal! ya' tentu saja aku tidak sabar untuk mendengar ucapan Gladys selanjutnya. Apalagi saat kemarin melihat mereka keluar kantor, apakah wanita ini tidak tahu bahwa pria yang ia gandeng itu suami orang?!
"Sayang... Sudahlah, dia hanya karyawan ku. Aku memegang tangannya karena saat itu aku tidak sengaja mendorong pintu hingga membuat tangan Gladys kesakitan"
Hey Dehan! Aku bukan wanita bodoh, tanpa aba-aba aku membuka lengan kemeja panjang Gladys dengan paksa karena penasaran dengan bekas luka akibat terjepit.
"Hentikan! Sudah biarkan saja dia! Ini kantorku Rania!"
Dehan menyeret ku untuk menjauh dari wanita itu, padahal aku belum selesai memeriksa kejanggalan-kejanggalan yang ada di dirinya. Aku memberontak pada Dehan berharap ia melepaskan ku.
"Maass... Sakittt!!" rengek ku
Dehan tidak menggubris dia terus menyeret ku keluar kantor dan masuk ke mobil. Dia menutup mobil dengan keras berhasil membuatku ketakutan, apalagi sekarang sorot matanya tajam dengan wajah memerah karena marah.
"BISA TIDAK JANGAN CAMPURI PEKERJAANKU!?" bentak Dehan
"Mas tapi... aku"
"DIAM RANIA!! AKU SUDAH MEMBERIKAN SEGALANYA UNTUKMU. APA KAU MASIH TIDAK PERCAYA PADAKU ??"
Aku takut dengan Dehan, dia menatapku seakan aku memiliki dosa yang sangat besar.
"MAS DEHAN! AKU MELAKUKAN TADI KARENA AKU PENASARAN! BAGAIMANA TIDAK, KEMARIN SORE AKU MELIHAT KALIAN BERPEGANGAN TANGAN DAN MASUK KE MOBIL MU. LALU SEMALAM KAU PULANG TENGAH MALAM!! KEMANA SAJA KALIAN ??"
"JANGAN BERPIKIRAN ANEH-ANEH! AKU DAN GLADYS HANYA TEMAN KANTOR! MANA MUNGKIN AKU BERKENCAN DENGANNYA!"
"JIKA KAU TIDAK BERKENCAN MENGAPA KAU PULANG TENGAH MALAM ?? KAU ANGGAP AKU APA?!"
Kami yang sama-sama naik pitam tidak ada yang mau mengalah dan ribut di dalam mobil, baru kali ini selama dua tahun aku menikah ribut besar dengan suamiku. Dehan yang sudah diambang kemarahan menyalakan mesin mobil kemudian menancapkan gas dengan sangat kencang, aku takut jika Dehan hendak membunuhku sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!