"Kemana lagi aku harus mencari pekerjaan? Sudah seminggu aku di kota ini tetapi masih belum mendapatkan pekerjaan." Keluh Nisa sambil membolak-balikan kertas koran didepannya.
Tak lama sebuah pesan masuk mengalihkan pandangannya.
Nis, apakah kamu sudah mendapatkan pekerjaan? ~ Indah
Nisa pun mengambil ponselnya dan memotret tumpukan kertas koran didepannya lalu mengirimkan pada Indah
Pekerjaanku saat ini mencari loker hehehe ~Nisa
🤣 Kebetulan aku ada info lowongan pekerjaan untukmu. Semoga kamu berminat ~Indah
Wah.. Lowongan apa itu? Coba kirimin ke aku ~Nisa
Indah pun mengirimkan foto info lowongan kerja dan Nisa membacanya dengan seksama.
"Hah.. yakin gajinya segini? Pasti bos nya orang kaya. Bismillah semoga aja keterima" gumam Nisa.
**
Pagi ini Nisa sudah sampai di sebuah rumah megah sesuai alamat yang tertera di foto yang diberikan Indah. Perasaannya bercampuk aduk saat ini, berharap ia bisa diterima bekerja di tempat ini. Setelah berdoa Nisa pun memencet bel pintu rumah itu dan tak lama seorang security keluar dari singgasananya.
"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya seorang Pria berpakaian seragam security.
"Apakah betul ini rumah Bapak Herman?" tanya Nisa balik.
"Iya betul. Kenapa ya, Mbak?"
"Saya mau melamar pekerjaan, Pak. Saya dengar disini sedang membuka lowongan."
"Oh iya, Silahkan masuk Mbak, kebetulan Nyonya ada di dalam."
Pria itu membukakan pintu gerbang dan mengantarkan Nisa masuk ke dalam rumah megah tersebut. Sesampainya di ruang tamu, Pria itu memulai pembicaraan.
"Permisi Nyonya, ini ada yang mau melamar kerja."
Seorang wanita paruh baya dan seorang pria yang duduk di kursi roda pun menoleh.
"Terima kasih, Pak Bambang" Ucap wanita paruh baya itu lembut.
"Baik Nyonya, saya permisi dahulu" Pamit Bambang.
Wanita itu mengangguk dengan senyum.
"Silahkan duduk, Mbak.. "
"Nisa Bu, nama saya Nisa"
"Salam kenal Nisa, saya Bu Yuyun dan ini Herman anak saya."
"Iya, Ibu Yuyun"
"Kamu sudah baca dengan teliti mengenai posisi lowongan yang dibuka?"
Nisa pun mengangguk dengan senyum.
"Baik, Jadi tugas utama kamu merawat anak saya. Urusan memasak dan bersih-bersih bukan tanggung jawab kamu karena disini ada 2 asisten rumah tangga. Saat ini anak saya mengidap gagal ginjal jadi dia harus rutin cuci darah dan kamu jangan sampai lupa menyiapkan makanan dan semua keperluan untuk anak saya. Pastikan anak saya meminum obatnya dengan teratur ya" Tutur Yuyun.
"Oh ya.. 1 lagi, kamar kamu ada disebelah kamar anak saya, jadi kalo sewaktu-waktu anak saya memerlukan bantuan kamu harus sigap ya" tambah Yuyun.
Nisa hanya mengangguk dan mendengarkan dengan seksama.
"Nanti biar Pak Nanang yang mengantar kamu ke rumah kamu untuk menyiapkan barang pindahan ke rumah saya. Oh ya kamu disini kos atau rumah sendiri?"
"Saya masih kos Ibu, saya asalnya dari Surabaya. Saya di Jakarta merantau."
"Kebetulan kalo begitu. Nanti kamu bisa sekalian pamit aja sama Ibu kos kamu ya, jadi enggak perlu bayar sewa kos bulanan. Disini makan juga gratis kok."
"Ma, aku mau ke kamar aja." Suara Herman membuyarkan obrolan mereka.
"Iya, Sayang. Nis, tolong antarkan anak saya ke kamarnya ya."
Nisa hanya mengangguk dan bergegas mendorong kursi roda itu kearah kamar yang tak jauh dari ruang tamu sesuai komando Herman.
Sesampainya di dalam kamar Herman.
"Sekarang sudah waktunya makan siang dan minum obat." Ucap Herman datar.
"Ahh.. iya Bapak, sebentar saya siapkan dahulu." Sahut Nisa dan bergegas pergi.
"Tunggu!" Suara Herman menghentikan langkah Nisa diambang pintu kamar.
"Iya Bapak, apakah Bapak mau dibawakan sesuatu?" tanya Nisa lembut.
"Jangan panggil saya Bapak."
"Ahh.. saya minta maaf, Tuan."
"Jangan panggil saya Tuan."
Nisa pun berpikir sejenak.
"Lalu aku harus manggil apa ya? Nggak mungkin kan aku panggil namanya aja. Masak aku harus panggil Om?" gumam Nisa dalam hati.
"Panggil Om juga tidak apa-apa." Ucap Herman yang membuat Nisa melongo.
Apakah dia bisa baca pikiranku?
***
Terima kasih sudah bersedia membaca novel saya, semoga pembaca terhibur dengan novel fiksi ini ❤❤
"Apakah dia bisa baca pikiranku?" gumam Nisa dalam hati.
"Karena usia kamu lebih muda dariku, panggil saja aku Om, aku tidak keberatan. Aku tidak mau nanti istriku tahu kalo Mama memperkerjakanmu untuk merawatku." tambah Herman.
Nisa hanya mengangguk dan berjalan meninggalkan Herman dengan banyak pertanyaan dipikirannya. Sesampainya di dapur, Nisa menyapa Dina yang tengah sibuk memasak.
"Hai, Mbak"
"Eh ya Hai, kamu pasti Nisa ya, perawatnya tuan Herman?" tanya Dina ramah
"Iya, Mbak. Salam kenal mbak aku Nisa"
"Aku Dina, salah satu ART disini. Semoga kamu betah ya sama tuan Herman."
"Iya Mbak, Amin. Memangnya sebelum saya ada yang orang lain, Mbak?"
"Ada. Sudah 5 orang sepertinya yang coba jadi perawatnya tuan Herman, tapi banyak yang enggak betah katanya tuan Herman galak." Jawab Dina lirih.
Nisa hanya manggut-manggut.
"Ini makanan buat tuan Herman. Mulai sekarang kamu bisa tanya ke aku, makanan dan minuman apa yang tuan Herman enggak suka dan paling suka."
"Terima kasih ya, Mbak Dina." Ucap Nisa dan beranjak pergi membawa nampan makanan.
Sesampainya di kamar Herman, Nisa mengetuk pintu dan membukanya lalu berjalan menghampiri Herman yang termenung menatap sebuah bingkai foto ditangannya.
"Permisi tuan, eh maaf maksud saya Om."
"Lama sekali ambil makanan! Aku sudah tidak selera makan. Kembalikan saja makanannya ke dapur!" Ucap Herman dingin.
Mendengar ucapan Herman, Nisa pun terkejut dan takut. Bagaimana kalo dia dipecat karena majikannya tidak mau makan? Pikirannya saat ini takut dan khawatir.
"Maafkan saya Om, karena saya baru disini jadi tadi saya bingung arah dapurnya dimana. Apalagi rumah Om ini sangat besar. Saya mohon Om tetap makan ya."
Suasana Hening.
"Ayok, Aaa Om!" Nisa mencoba merayu Herman dengan mengarahkan sendok berisi makanan kearahnya.
"Memang kamu kira saya anak kecil! Saya bisa makan sendiri." Celetuk Herman kesal seraya mengambil piring dan sendok yang ada ditangan Nisa.
Melihat itu Nisa hanya bisa menahan tawa dalam senyum.
Setelah menghabiskan makanannya dan meminum obat, Nisa memapah Herman untuk pindah ke kasurnya.
"Saya mau tidur, kamu bisa kembali ke kamar kamu." Ucap Herman dingin.
"Hmm.. maaf Om, saya mau ijin mungkin 1 atau 2 jam untuk beres-beres barang saya di kos. Saya sudah mendapat ijin dari Ibu tadi Om, tapi saya juga harus ijin sama Om jadi biar Om tidak mencari saya nanti."
"Pergi saja. Pokoknya saya bangun, kamu harus sudah ada di rumah ini."
Nisa pun terdiam dan sibuk dengan pikirannya.
"Kenapa masih disini?" sentak Herman.
"Apakah saya perlu menunggu sampai Om sudah tertidur?" tanya Nisa.
"Saya bukan anak kecil. Pergi sana!" Jawab Herman dengan nada tinggi.
"Baik, Om." Ucap Nisa lirih dan beranjak pergi dari kamar Herman.
Dari kejauhan Nisa melihat Yuyun yang tengah asyik membaca majalah di ruang tamu.
"Permisi, Ibu." Sapa Nisa.
"Lho Nis, katanya kamu mau ambil barang-barang kamu, ini kok masih disini?" tanya Yuyun.
"Hmm.. nanti saja Bu, takut Om Herman bangun terus enggak ada saya disini, nanti beliau marah sama saya." Jawab Nisa.
"Om Herman?" tanya Yuyun mengerutkan keningnya.
"Eh itu Bu, tuan Herman minta saya panggil beliau Om saja, katanya agar istrinya tidak tahu kalo saya perawatnya." Jelas Nisa.
Yuyun hanya mengangguk paham.
"Sudah tidak apa, sebaiknya kamu segera kemasi barang kamu sekarang. Herman biasanya kalo tidur lama. Kalo dia bangun nanti biar Ibu yang kasih tahu dia."
"Baik Bu, Terima kasih banyak."
Nisa pun bergegas menuju rumah kos nya ditemani dengan sopir pribadi Herman.
Tak lama selesai berkemas dan pamit kepada Ibu kos, kini Nisa kembali ke rumah Herman dengan 2 buah Tas Ransel.
**
"Sudah berapa lama kamu pergi dari rumah ini?" tanya Herman saat melihat Nisa memasuki ruang tamu.
"Hmm.. maafkan saya Om, tapi tadi Ibu sudah mengijinkan saya untuk pergi." Jawab Nisa.
"Kamu disini kerja sama saya, bukan sama Mama saya. Jadi hargai keputusan saya." Ucap Herman dengan nada tinggi dan beranjak menjalankan kursi roda dengan tangannya.
"Biar saya bantu, Om." Ucap Nisa seraya memegang kemudi kursi roda.
"Enggak perlu!" Bentak Herman.
"Apaan sih Om, marah-marah terus kerjaannya." gerutu Nisa lirih.
Nisa pun bergegas meletakkan tas-tas yang ia bawa ke kamarnya dan kembali ke kamar Herman.
"Saya mau mandi." Ucap Herman saat Nisa mendekatinya.
"Apakah perlu saya panggilkan Pak Bambang untuk membantu Om saat mandi?" tanya Nisa.
Herman menatap Nisa dengan tajam.
"Yang merawat saya disini kan kamu, kenapa harus melibatkan Pak Bambang? Kamu ini niat kerja atau main-main sih." Ucap Herman dengan nada tinggi.
"Hmm.. saya minta maaf, Om." ucap Nisa tertunduk.
"Ambilkan handuk saya!"
Nisa pun berjalan kearah lemari mengambil handuk untuk Herman dan meletakkannya di tepi kasur. Sesuai arahan Herman, Nisa juga membuka kancing kemeja Herman dengan telaten dan membantu majikannya melepas kemeja dan kini hanya memakai kaos dalam dengan celana panjang.
"Antar saya ke kamar mandi!"
Tanpa berkata apapun karena takut kena semprot majikannya lagi, Nisa pun menurut memapah Herman menuju kamar mandi dengan handuk yang menggantung di bahunya.
"Kamu bisa bantu saya lepas celana saya?" tanya Herman.
Nisa hanya mengangguk. Dengan gemetar dan mata tertutup Nisa mulai melepas sabuk celana majikannya dan pengait celana itu. Dengan masih terpejam Nisa juga menurunkan celana majikannya agar terlepas dari kaki Herman.
"Enggak usah merem, saya masih pakai boxer. Terima kasih sudah membantu saya. Sekarang kamu tunggu di luar, jangan masuk sampai saya panggil kamu!"
Seketika Nisa membuka matanya dan menuruti perkataan Herman. Seraya menunggu majikannya mandi, Nisa menyiapkan pakaian yang akan dikenakan majikannya. Melihat isi dalam lemari majikannya, Nisa mengetahui kalo Herman lebih suka memakai kaos oblong ketimbang kemeja.
"Nisa! tolong saya!" teriakan Herman mengagetkan Nisa dan bergegas berlari menuju kamar mandi.
Nisa terkejut saat menemukan Herman terjatuh dilantai kamar mandi. Nisa bergegas membangunkan Herman dari jatuhnya tetapi malah ia ikut terjatuh menindih majikannya. Karena shower kamar mandi masih menyala, alhasil mereka berdua terguyur basah dengan posisi masih saling menatap satu sama lain.
"Jangan menatap saya seperti itu!" Seru Herman.
"Ahh.. Maafkan saya, Om. Saya tidak bermaksud, saya hanya ingin membantu, Om."
Sahut Nisa dan bangkit.
Nisa pun mematikan shower dan perlahan mencoba membantu Herman bangkit dari jatuhnya.
"Om tidak apa-apa? Apakah ada yang sakit? atau saya perlu menghubungi dokter?" tanya Nisa panik seraya memapah Herman keluar dari kamar mandi.
"Jangan banyak bertanya. Saya tidak apa. Gara-gara kamu jatuh ke tubuh saya, sekarang badan saya jadi sakit semua." Omel Herman.
"Aahh iya, maafkan saya, Om. Hmm.. ini pakaian Om sudah saya siapkan semua. Om, bisa ganti pakaian disini, biar saya tunggu diluar sekalian saya mau ganti baju."
Mendengar perkataan Nisa, Herman baru sadar kalo gadis di depannya ini juga basah kuyup karenanya dan menampakkan lekuk tubuhnya.
Nisa pun berjalan menuju pintu kamar dan meninggalkan Herman yang bersiap-siap di kamarnya. Setelah mandi dan berganti pakaian, Nisa pun berniat kembali ke kamar Herman. Tetapi diambang pintu kamar Herman, tanpa sengaja Nisa mendengar percakapan Herman dengan seseorang di seberang sana.
"Kumohon La, kamu kembali ke rumah ya. Sebentar lagi aku sembuh kok. Jangan tinggalin aku ya."
**
Terima kasih atas dukungannya ❤
"Kumohon La, kamu kembali ke rumah ya. Sebentar lagi aku sembuh kok. Jangan tinggalin aku ya." Ucap Herman dengan seseorang di seberang sana.
"Kamu mana mungkin bisa sembuh. Daripada aku jadi janda duluan, mending aku cari laki-laki yang sehat dan bisa bahagiain aku. Udah jangan ganggu aku!"
Seketika panggilan terputus. Herman yang emosi pun membanting ponselnya kearah lemari. Nisa bergegas masuk dan menenangkan Herman.
"Om, ada apa? Kenapa Om marah-marah?" tanya Nisa panik.
"Pergi kamu! Jangan ganggu saya!"
"Tapi, Om.. "
"Saya bilang kamu pergi!"
Dengan gemetar Nisa pun menurut dan meninggalkan Herman yang emosi di kamarnya. Baru kali ini ia melihat majikannya semarah ini. Setelah dirasa suasana tenang, Nisa memberanikan diri masuk ke kamar pelan-pelan.
"Om.. " Ucap Nisa khawatir.
Namun Nisa tak menemukan Herman di kamarnya. Perasaan khawatir dan takut mulai menghampirinya, pasalnya sedari tadi Nisa menunggu di depan kamar dan tidak melihat majikannya keluar sama sekali tetapi kenapa kamarnya kosong?
Nisa bergegas mengecek di setiap sudut kamar, kamar mandi dan terakhir balkon kamar. Ia menemukan Herman termenung di balkon kamarnya.
"Syukurlah Om, baik-baik saja." Celetuk Nisa dan berjalan menghampiri Herman.
"Om, mau aku buatin minum?" tanya Nisa seraya terduduk di samping kursi roda Herman.
Tetapi tidak ada jawaban. Suasana Hening.
"Dulu Ayah juga ninggalin Ibu waktu Ibu aku sakit. Lalu dengan sabar Ibu tetap bertahan demi anak-anaknya sampai akhirnya suatu hari Papa menikahi Ibu dan kehidupan kami jadi lebih bahagia." Ucap Nisa seraya memijit perlahan Kaki Herman.
Herman mendengarkan dengan seksama.
"Aku harap Om tetap semangat dan jangan menyerah buat sembuh, karena pasti pelangi akan datang menghampiri Om. Siapa tahu setelah ini ada bidadari cantik yang mendekati, Om. Seperti di serial drakor itu lho, Om." Tambah Nisa.
Sontak Herman pun tertawa mendengar ucapan Nisa.
"Dasar anak kecil! Mana ada hal seperti itu terjadi. Jangan terlalu berhalu, realita dengan serial drakor enggak sama." Celetuk Herman.
"Terserah Om, mau ngomong apa. Tapi aku yakin kalo Bidadari itu ada dan keajaiban itu pasti akan segera datang. Jadi Om harus semangat buat sembuh." Balas Nisa.
Herman hanya menggeleng-geleng kepala mendengar perkataan perawat barunya.
"Kira-kira kalo aku sembuh, apa Lala mau kembali sama aku?" tanya Herman.
Nisa berpikir sejenak.
"Berdoa aja sama Allah, Om. Pasti nanti Allah kasih yang terbaik buat, Om." Jawab Nisa.
"Lala yang terbaik buat aku. Aku enggak mau yang lain!"
Nisa hanya diam dan suasana kembali hening.
**
Sejak saat itu Herman sudah tidak lagi bersikap dingin kepada Nisa. Beberapa bulan berlalu, Nisa sudah terbiasa dengan rutinitas menjadi perawat Herman. Nisa juga mengantar Herman terapi cuci darah seminggu 2x. Kondisi Herman kian membaik dan ia bertekad untuk menemui Lala, istri yang meninggalkannya saat ia sedang sakit.
*
"Apa Dok, jadi Dokter belum menemukan pendonor ginjal untuk saya?" tanya Herman dengan nada tinggi.
"Mohon maaf Bapak Herman, saat ini kami masih mencarikan pendonor yang sesuai untuk Bapak." Jawab Dokter Ridho.
"Sampai kapan saya harus menunggu, Dok? Tolong carikan pendonor itu segera, Dok. Saya tidak ingin istri saya meninggalkan saya." Ucap Herman memohon.
"Kami akan usahakan yang terbaik, kalo kami sudah mendapatkan pendonor segera saya kabari Anda." Ucap Dokter Ridho.
"Baik Dok, Terima kasih. Kalo begitu kami pamit dahulu." Pamit Herman.
Nisa juga ikut pamit dan mendorong kursi roda Herman. Sepanjang perjalanan menuju mobil, suasana hening. Herman dan Nisa sibuk dengan pikiran masing-masing. Gadis itu ikut sedih dengan keadaaan majikannya saat ini.
Sesampainya di mobil, Pak Nanang dengan sigap membantu memapah Herman masuk ke mobil. Setelahnya mobil melaju melewati jalanan yang ramai sore itu.
**
Malam ini Herman dan Nisa menikmati makan malam hanya berdua. Sejak Nisa bekerja di rumah Herman, Yuyun kembali ke rumah nya tetapi sesekali mampir untuk menengok anaknya.
"Om, mau tambah?" tanya Nisa.
Herman hanya menggeleng.
"Om, masih kepikiran soal pendonor itu ya?"
"Tidak. Aku cuma kepikiran Lala."
"Kalo boleh tahu kenapa Om masih mengharapkan istri, Om? Bukankah dia sekarang meninggalkan, Om?"
"Dia istri yang sempurna. Dia yang nemenin aku sejak kuliah. Dia selalu ada dalam suka dan duka. Dia enggak ninggalin aku, dia cuma takut lihat aku meninggal di depannya."
Mendengar jawaban Herman, entah mengapa hati Nisa sesak. Gadis itu tidak tahu sejak kapan mulai menyukai majikannya.
"Kalo begitu Om harus semangat buat sembuh. Jangan putus asa." Ucap Nisa mencoba menahan sesak di dadanya.
"Tentu. Terima kasih untuk kerja kerasnya sudah merawatku."
"Itu sudah menjadi pekerjaan aku, Om."
"Oiya, kalo Om sudah sembuh berarti Om sudah tidak membutuhkan aku lagi dong?"
Herman mencoba mencerna pertanyaan Nisa.
"Kamu tetap bisa kerja disini, bisa bantu Dina." Jawab Herman.
"Hmm.. sepertinya aku akan resign saja, Om."
"Lalu setelah resign apa yang akan kamu lakukan?"
"Mungkin aku akan melanjutkan kuliah, lalu membawa pria yang kucintai ke rumah untuk mengenalkan kepada kedua orang tuaku dan kami menikah."
"Itu simpel. Tetapi pernikahan tidak sesimpel itu." Sahut Herman.
"Aku tahu kok, Om. Tetapi berkhayal dulu tidak apa kan, Om." Celetuk Nisa.
"Sudah pukul 8 malam, sekarang waktunya Om Herman tidur. Ayok kuantar ke kamar." Tambah Nisa dan mulai mendorong kursi roda Herman menuju kamar.
Sesampainya di kamar, Nisa menyiapkan obat dan air putih untuk Herman. Pria yang akrab disapa Om itu harus rutin meminum obat sebelum tidur. Setelah minum obat, Nisa memapah Herman untuk berpindah ke ranjang empuknya.
Diam-diam Nisa mencuri pandang menatap dari jarak dekat wajah tampan Herman. Ketika Herman mengalihkan pandangannya ke Nisa, sontak gadis itu jadi salah tingkah hingga ia tersandung kakinya sendiri dan mendorong Herman jatuh ke ranjang disusul dengan Nisa yang terjatuh diatas tubuh Herman.
Keduanya saling menatap satu sama lain tak berkedip. Jantung Nisa pun hampir copot karena getaran yang kencang.
"Aduhhh.. kenapa kamu sampai jatuh sih, Nisa. Gimana kalo Om Herman tahu kalo kamu.. " batin Nisa.
"Ternyata Nisa kalo dilihat dari cantik dan manis. Astaga Herman, sadar.. sadar.. Kamu sudah beristri." Batin Herman.
Saat keduanya masih saling menatap dan larut dalam pikiran masing-masing, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Sontak Nisa pun bangkit dan merapikan pakaiannya yang kusut. Nisa juga membantu Herman untuk duduk di tepi ranjang.
"Maafkan Nisa, Om. Tadi Nisa kesandung."
"Yaudah sekarang kamu buka pintu dulu."
Nisa hanya mengangguk dan berjalan kearah pintu. Saat pintu dibuka, tampak seorang pria berwajah tampan, bertubuh tinggi dan berkulit kuning langsat berdiri di depan kamar Herman. Wajahnya mirip dengan Herman.
"Siapa ya?" tanya Nisa bingung.
**
Terima kasih atas dukungannya ❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!