NovelToon NovelToon

Bos Duda

Bos Duda

"Sinta, ke ruangan saya sekarang!"

"Baik, Pak."

Menutup telepon dari pak Doni, aku bergegas menuju ruangannya.

Doni Hardian 28th, dia seorang duda yang ditinggal mati. Kudengar istrinya meninggal karena sakit dua tahun lalu. Tampan sih, dengan bentuk tubuh yang atletis. Rambutnya hitam legam, hidung mancung, alis tebal dan tidak lupa matanya yang tajam.

Aku baru bekerja disini sekitar enam bulan. Sebelumnya, aku hanya staf biasa. Dua bulan yang lalu, aku di angkat menjadi Sekretaris pak Doni, menggantikan posisi Sekretaris sebelumnya yang mengundurkan diri.

Dulu, sempat ikut mengagumi beliau sebelum aku menjadi Sekretarisnya. Lambat laun penilaianku salah, ternyata pak Doni orangnya menyebalkan. Sering membuat emosiku naik ke ubun-ubun. Seolah menguji kesabaran. Itu menjadi poin minus untukku.

 

Sebenarnya aku heran, kepada mereka yang setiap hari memuji pak Doni. Bahkan sering kudengar pembicaraan absurd mereka saat di kantin, yang membuat perutku mual.

"Gak kebayang, roti sobek dibalik kemeja, Pak Doni?"

"Ujan-ujan gini enak kali, 'ya, tidur dipeluk Pak Doni?"

"Ngebayangin dilamar, Pak Doni."

"Di gendong Pak Doni enak kali, 'ya?"

"Sin lu enak ya, tiap hari bisa ngliatin, Pak Doni."

Dan masih banyak lagi. Andai kalian tau, betapa menyebalkanya pak Doni, pasti kalian akan menarik kembali ucapan. Menguji kesabaranku sepertinya sudah menjadi hobi barunya. Kalau tidak berfikir karena gaji yang besar disini, mungkin aku sudah mengundurkan diri dari perusahaan. Ah sudahlah! Mari kita kembali ke dunia nyata.

Perlahan aku mengetuk pintu besar di depanku. Setelah menunggu isyrat masuk akhirnya, kulangkahkan kaki menuju ruangan direktur yang sangat menyebalkan.

Ruangan yang cukup besar didominasi dengan warna gelap. Disamping meja kerja terdapat rak buku. Di pojok kanan terdapat sofa panjang berwarna abu-abu. Dan terdapat jendela besar yang memberikan pemandangan indah.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Melihat pria itu hanya diam saja, membuatku bertambah kesal, setelah Sepuluh menit berdiri.

"Dia pikir, kakiku kayu!"

"Periksa berkas ini!" Pria itu memerintah dengan nada angkuh, "Selesaikan hari ini juga," lanjutnya lagi, membuatku menghela nafas geram.

Yang benar saja, berkas sebanyak ini harus selesai dalam waktu singkat.

Oh, Tuhan. Berilah hamba kesabaran yang luas.

"Jangan melamun, cepat kerjakan!"

Mengambil berkas dan bergegas keluar ruangan, adalah pilihan yang tepat.

'Sabar Sinta, ini ujian.' ucapku, dalam hati.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Setelah makan siang, akhirnya aku harus kembali berkutat didepan layar komputer dan setumpuk berkas yang masih banyak ini.

Tidak terasa, sudah empat jam aku berkutat dengan setumpuk kertas. Perutku sudah terasa lapar lagi. Setelah itu, aku meninggalkan meja kerja untuk ke kantin.

'Ini bisa dilanjutkan setelah sholat nanti.' Aku bergumam sambil menunjuk ke arah laporan.

Berjalan dengan tergesa karena melihat pintu lift yang akan tertutup, aku hampir saja tersungkur. Aku merasakan ada tangan yang menahan pinggangku. Dengan satu kali hentakan, aku berada dalam pelukan pria yang menolongku. Pelukanya sangat nyman dan harum, membuatku betah berada disana, sepertinya aku juga mengenal wangi parfum ini.

"Apakah kita harus pindah kekamar."

Suaranya memecah kesadaran. Suara yang setiap hari membuat emosiku naik.

'Dasar mesum.' Umpatku dalam hati, saat mengetahui si pemilik suara.

"Maaf, Pak. Saya tadi terburu-buru."

"Lain kali, pakailah kakimu dengan benar!"

Ah, dasar. Pak tua! Bisakah manis sedikit, saat berbicara dengan wanita?

"Aku tau, yang kau pikirkan. Kau sedang mengumpat, bukan?" Pria itu seolah tau, apa yang aku pikirkan.

"Tidak!" kilahku. Aku meremat tangan, untuk menupi rasa gugup.

Kantin terletak di lantai enam, berdekatan dengan musholah perusahaan ini. Saat jam makan atau sholat lift pasti akan terisi penuh. Seperti saat ini, penuh dan sesak.

Aku yang tadinya berdiri di depan pak Doni, kini harus menahan nafas. Karena, kami saat ini saling berhimpitan di dinding lift, dengan posisi pak Doni menghadap ke arahku.

'Tampan!' gumamku dalam hati, saat tak sengaja menatap wajahnya. Tapi sayang, menyebalkan. Tidak kusangka, ternyata pak Doni mengetahui aku sedang menatapnya. Ya, walaupun itu, tidak disengaja, sih!

"Aku tidak tanggung jawab, jika nanti kau jatuh cinta, karena terlalu lama menatap wajahku yang tampan."

Pak Doni berbisik, membuat aku bisa merasakan hangat nafasnya menerpa daun telinga. Seketika wajahku merona menahan malu. Ah, sial! Jika aku punya ilmu sihir, ingin rasanya aku menghilang.

Saat pintu lift terbuka, aku langsung keluar. Aku harus segera menjernihkan pikiranku. Tidak memperdulikan lagi Pak Doni yang sedang tersenyum mengejek ke arahku.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Setelah makan, aku membeli minuman dingin dan makanan ringan untuk persediaan saat lembur.

Tengah asik memilih makanan ringan, aku dikagetkan dengan tepukan dari belakang pundak.

"Astaghfirullah!" Ucapku reflek.

"Pulang jam berapa?" Tanya Gea, sahabatku.

"Nggak tau nih! Kayaknya, gue bakal lembur lagi deh, Ge."

"Lembur, mulu. Perasaan dari kemaren lu lembur. Nggak bosen apa, Neng?"

"Siapa bilang nggak bosen! Lu, tau sendiri, bos kita kayak mana?"

"Lagian heran deh gue, kok bos seneng banget nyuruh lu lembur. Jangan-jangan... Dia suka lagi sin ama, lu?"

"Dih! Gue mah ogah Kalu harus jadi pacar duda, yang menyebalkan itu. Bisa - bisa, makan ati gue ngadepin dia."

"Awas, Sin kualat ntar. Lu, taukan? benci ama cinta itu bedanya tipis. Setipis daleman." Gea tertawa keras, menertawakan ucapannya sendiri.

"Dasar sengklek. Dah, ah! Gue mau balik, kerjaan belum beres. Ketahuan si bos, bisa di telen hidup - hidup, gue."

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Tinggal sedikit lagi, berkas yang ada di meja kerja, membuatku bisa merenggangkan otot. Melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan, membuatku tidak merasa, jika sekarang sudah Pukul 20.00

Saat mengalihkan pandangan, ruangan pak Doni ternyata lampunya masih menyala, berarti pria itu masih berada di tampat. Aku Harus menyelesaikan dan segera memberikan semua berkas ini.

Akhirnya selesai juga! Aku membereskan tumpukan kertas di atas meja dengan cepat. Aku, harus segera pulang, mataku sudah perih, karena terlalu lama didepan komputer. Badanku juga minta di istirahatkan, semua sendi terasa pegal. Untung besok akhir pekan, aku bisa bangun siang.

"Permisi, Pak!" Aku melangkah masuk, sambil memegang berkas yang sudah rapih.

"Ini berkasnya, sudah selesai saya cek."

"Letakkan di atas meja."

"Jika tidak ada lagi yang di perlukan, saya izin pamit."

"Hemm..."  Hanya menjawab dengan deheman. Ah, dasar pria irit bicara!

'Kalau saja, bukan bos sudah aku maki! Tidak bisakah, dia berterimakasih atau apalah untuk berbasa basi'.

'Kenapa jadi berharap dia berbicara. Ah, sudah lupakan!'

Setelah mengambil tas dan hape aku turun menuju loby. Saat hendak memesan taxi online, tiba-tiba ferrari hitam berhenti.

"Masuklah!" Perintah suara berat di balik kemudi.

"Terima kasih, Pak. Saya, pesan taxi online saja." Aku menolak secara halus.

"Jangan membantah! Cepat masuk atau kupotong gajimu!"

Ternyata selain menyebalkan, dia juga pemaksa.

"Kau tinggal dimana?" Suara berat Pak Doni memecah kesunyian, setelah mobil melaju.

"Saya kost di Jalan Melati, Pak."

Tidak ada obrolan lagi antara aku dan pak Doni selama di perjalanan. Untung tidak macet, jadi hanya membutuhkan waktu Tigapuluh menit, untuk sampai di tempat kost.

Setelah sampai kamar, aku memilih membersihkan wajah dan badan agar tidurku lebih nyenyak. Jangan tanya pak Doni, tentu saja dia langsung pulang.

Bab 2

Pagi yang cerah, Sinta masih tidur. Padahal waktu sudah menunjukan pukul sepuluh, tapi matanya belum juga terbuka.

Suara ketukan pintu tidak mengganggu tidur Sinta, gadis itu malah semkin menenggelamkan tubuhnya didalam selimut. Karena tidak ada jawaban, lama kelamaan ketukan itu berubah menjadi gedoran.

"Ya, ampun! Ni, anak tidur apa mati, sih?" gerutu Gea kesal, di balik pintu.

"Nyampek panas nih, tangan. Gedor-gedor pintu, kayak rentenir mau nagih utang."

Gea berbalik dan menatap Doni yang sedang duduk.

"Maaf, Bapak harus menunggu lama. Sinta kalau hari libur tidurnya kayak kebo."

Doni hanya menanggapi dengan anggukkan, dia juga merasa kesal, jika harus berhubungan dengan kata "Menunggu".

Saat tengah berfikr, lampu di kepala Gea seketika menyala.

Ting!

"Aha, aku ada ide!"

Gadis itu menarik nafas dan membuang nya secara perlahan. Akhirnya, Gea berteriak.

"Kebakaran!!! Tolong!!!" Suara Gea menggelegar.

Sinta yang tadinya tidur pulas, seketika bangun karena mendengar triakan kebakaran.

"Mana kebakaran?" ucap Sinta panik dan berlari keluar.

Melihat Gea yang tertawa terbahak-bahak, Sinta lansung mengerucutkan bibir. Dia sadar sedang dikerjai.

"Apaan, sih! Ganggu tidur cantik gue."

"Yaelah, tidur cantik apaan. Iler lu, kemana - mana, tu!"

"Mau ngapain? Pagi-pagi udah bikin orang jantungan." Sambil ngalap iler.

"Cariin Pak Doni, tu!" Tunjuk Gea.

Doni yang sedari tadi berada dibelakang Sinta hanya berdehem. Sedangkan Sinta yang hanya mengenakan stelan tidur pendek tanpa lengan, reflek menoleh.

What! pak Doni ada dibelakang? Sejak kapan dia disini? Enak dong, dia ngeliat punggung ama paha mulus gue?

"Maaf, Pak. Tunggu sebentar!" Sinta yang malu, berlari menuju kamar dan menutup pintu untuk mengganti bajunya.

"Dasar, aneh! Gumam Doni, yang sedari tadi memperhatikan tingkah Sinta.

Setelah mencuci muka dan mengenakan baju yang cukup sopan, Sinta kembali keluar.

Gea yang tengah duduk menemani Doni akhirnya undur diri, melihat Sinta keluar dari kamar.

"Kalau begitu, saya permisi," pamit Gea, karena melihat Sinta keluar dari kamar.

"Bapak, ada perlu apa pagi-pagi mencari, Saya?" Tanya Sinta.

Donihanya menautkan alis.

Pagi dia bilang? Apa di tidak punya jam?'

"Saya ingin mengajak kamu mencari gaun. Nanti malam, kita harus menghadiri pesta ulang tahun Tuan Sanjaya."

"Saya?" Tanya Sinta, bingung.

"Kenapa. Kamu tidak mau?"

"Bu bukan begitu, Pak! Saya tidak pernah ke acara pesta besar. Saya takut mengecewakan, Bapak." Sinta berkata jujur.

"Lagian, biasanya bapak pergi dengan wanita-wanita, Bapak."

"Sekarang kamu mau atau tidak!"

"Baiklah, saya ikut."

 Sinta pasrah mengikuti perintah Doni.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Sampainya di butik, Sinta di buat takjub dengan interior butik yang sangat mewah.

"Ini butik atau istana?" Decak Sinta kagum, sambil melihat sekeliling butik.

"Selamat, siang! Ada yang bisa saya bantu?" ucap salah satu pegawai butik.

"Saya ingin cari gaun terbaik, untuk gadis ini."

"Baik Tuan, tunggu sebentar!"

Setelah itu, pelayan kembali dengan membawa sederet baju, yang berada di gantungan. Doni memerintah Sinta untuk mencoba satu persatu gaun itu.

Pelayan pun, mengantarkan sinta keruangan ganti. Setelah sampai, sinta lagi-lagi di buat menganga dengan desain ruang ganti.

"Butik dan ruang gantinya saja mewah. Kira - kira, berapa harga bajunya?"

Saat melihat harga yang tertera di gaun, sinta hampir saja terjatuh karena shok.

"Astaga! Yang benar saja, untuk sebuah gaun harus menghabiskan uang sebanyak ini? Kalau aku belanjakan di pasar Tanah Abang, bisa buka toko baju."

Dengan hati - hati, Sinta mencoba gaun-gaun itu. Dia takut merusak. Tidak lupa dia harus keluar untuk dinilai Doni.

Beberapa Gaun sudah di coba Sinta. Tapi tidak ada yang cocok di mata Doni.

Sinta merasa kesal, karena harus bolak balik ganti. "Aku yang memakai, kenapa dia yang ribet? Sudah berapa kali ganti. Kalau yang terakhir tidak cocok lebih baik aku pulang!"

Setelah beberapa menit, sinta keluar dari ruangan ganti. Doni bingung, kenapa sinta tidak mencoba gaunnya lagi.

"Kau, sudah selesai?"

"Sudah, Pak!"

"Kenapa tidak kau tunjukkan padaku, bajunya?" ucap doni, sedikit tidak senang. "Cepat coba lagi! Dan tunjukkan padaku."

"Bapak mau saya pingsan, karena kelelahan? Hampir semua gaun yang ada disini sudah saya coba." Sambil menunjuk seisi butik.

Menyebalkan sekali! lanjut Sinta, dalam hati.

"Bukankah, menyenangkan? Bahkan, kebanyakan wanita yang kulihat, bisa menghabiskan waktu seharian hanya untuk belanja."

"Mungkin itu wanita bapak! Bukan saya. Baju yang saya pilih sudah di kasir. Bapak tinggal bayar!"

Setelah itu, dia berlalu dari hadapan Doni. Biarlah Sinta bicara sedikit tidak sopan. Dia hanya terlalu lelah dan kesal.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

"Setelah ini, kita ke salon!"

"Bapak, tidak ingin memberi saya makan? Saya kira, pria seperti bapak tahu bagaimana cara memperlakukan wanita."

Doni tersenyum jahil kerah Sinta. "Aku pikir, kau tidak lapar."

"Bapak kira, saya robot!"

"Kenapa sifatmu sangat berbeda, jika diluar kantor. Kau sangat cerewet, atau jangan - jangan kau punya kepribadian ganda."

"Karena di kantor saya menghormati Bapak, sebagai atasan."

"Lalu kalau sekarang, kau menganggapku apa?" Tanya Doni, penasaran.

"Sudahlah, Pak! Saya lapar. Sudah tidak ada lagi tenaga, untuk debat dengan bapak."

Doni yang keheranan dengan sifat asli Sinta, hanya geleng kepala. Tidak disangka, gadis yang tidak banyak bicara saat di kantor, bisa jadi sangat cerewet.

"Mau makan, dimana?"

Tanya Doni setelah melajukan mobil.

"Yang penting ada nasi putih nya. Saya tidak mau makan daging panggang yang setengah matang itu."

"Maksudmu, Steak. Kenapa kau tak suka?"

"Saya hanya bisa makan, masakan yang benar-benar matang."

"Steak juga ada tingkat kematangannya."

"Terserah Bapak, lah! Intinya saat sedang lapar, saya hanya ingin makan nasi putih dan teman - teman nya. Kita ke warteg saja!" Ajak Sinta.

"Bapak tidak sakit perut 'kan, jika makan di warteg?"

"Tidak. Jika kau mau, kita akan ke warteg."

Sebenarnya Doni tidak yakin bisa makan di warteg. Tidak apalah mencoba, demi gadis yang diam-diam dia sukai.

Sampainya di warteg, Sinta langsung menunjuk menu yang dia inginkan. Doni juga melakukan hal yang sama.

Di meja Sinta makan dengan lahap. Doni yang diam - diam memperhatikan sinta, merasa takjub. Sinta itu apa adanya, tidak berlebihan. Juga sikapnya tidak di buat-buat. Jika di kantor, mungkin hanya sikap formalitas sebagai bawahan.

"Pak! Kenapa melihat saya seperti itu?"

"Saya ..." Kalimat Doni terputus, karena di potong Sinta.

"Saya ada salah, ya, sama bapak?" Potong Sinta cepat."

"Tidak, saya hanya tidak menyangka, ternyata makanan di warteg enak."

Ucap Doni.

"Ya, sudah cepat dihabiskan! Saya sudah selesai."

Baru kali ini, ada sekertaris yang berani kurang ajar dengan, Bosnya. Untung suka, kalu tidak sudah aku pecat, Dia. Batin Doni.

Setelah makan, mereka beranjak menuju salon. Hening, tidak terdengar suara Sinta. Saat Doni melirik, ternyata Sinta sudah tertidur pulas. Jangan lupakan mulut Sinta yang terbuka.

"Menakjubkan sekali, gadis ini. Setelah kenyang, dia tertidur. Kenapa beda sekali, saat berada di kantor?"

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Tiba di parkiran salon, Doni tidak langsung membangunkan Sinta. Dia memandangi sebentar, wajah Sinta yang tertidur pulas. Dengan bibir yang terbuka dan terdengar juga dengkuran.

"Sangat, tidak elegan. Tapi kenapa, aku bisa suka kepada gadis ini?"

Akhirnya, Doni membangunkan Sinta, dengan sedikit mengguncang bahunya.

"Bangun! Kita sudah sampai."

Sinta membuka mata, lalu diam sebentar untuk mengumpulkan nyawa.

Doni keluar dari mobil, di susul sinta dari belakang.

"Pak, kenapa sih, harus ke salon?"

tanya sinta, sebelum masuk.

"Untuk merubah kamu, jadi angsa yang cantik."

"Bapak pikir, saya itik buruk rupa?" Balas sinta, tak terima.

"Hai, Don!" Sapa Agus, pemilik salon "Sudah lama kau tak kemari. Siapa, dia?"

"Jangan banyak tanya! Dandani saja, dia."

"Ternyata sifatmu masih sama. Baiklah, akan ku berikan pelayanan terbaik."

"Aku tinggal sebentar." Setelah itu Doni keluar.

Saat sedang dirias Agus, Sinta

hanya diam.

"Kau beruntung, Nona."

"Maksudmu?" Sinta sedikit bingung.

"Selain mendiang istrinya, Doni tidak pernah membawa wanita, kesini. Sudah lama sekali. Sekarang dia membawamu kemari, pasti kau orang spesial."

"Tentu, bukan! Aku hanya sekertaris. Kebetulan, sebentar lagi ada acara. Aku harus temani pak Doni."

"Doni itu, orang yang cuek dan simple. Dia tidak mau repot, seperti ini."

Apa benar yang dikatakan, Agus?

Memang akhir-akhir ini, sifat Doni sedikit berubah.

"Wow! kau cantik sekali, Nona! Lihatlah, wajahmu di cermin. Tidak salah, jika Doni memilihmu."

Sinta merasa takjub, apakah ini benar dirinya?

"Ternyata, aku cantik juga."

"Ganti bajumu, Nona. Jika Doni tiba, nanti aku panggil."

"Memang, Pak Doni kemana? Kenapa, meninggalkan aku sendiri?"

"Aku tidak tahu!"

Setelah itu, sinta mengganti bajunya dengan dress, yang dia pilih tadi.

Setelah selesai, sinta duduk menunggu Doni, sambil membaca majalah yang tersedia.

"Dimana, gadis itu." Tanya Doni, yang baru tiba.

"Dia menunggu di ruanganku. Sebentar, aku panggil dulu."

Sebelum pergi Agus berbisik "Kau harus bertindak cepat, dia sangat cantik. Sebelum kau menyesal, jika dia di ambil orang lain."

Doni belum sempat menjawab bisikan Agus, pria setengah melambai itu sudah hilang di balik pintu.

Tak berselang lama, Agus keluar beserta sinta.

Doni terpana, melihat penampilan Sinta. Mengenakan slit dress, dengan potongan asimetris, mempertegas bentuk tubuh langsing Sinta. Tidak lupa, anting dan sepatu simpel, yang memberikan kesan elegan.

Sinta yang di perhatikan Doni, sedikit risih. Apa pilihan nya salah atau riasan nya seperti badut?

Ternyata, dia pintar juga memilih dress. Batin Doni.

Berdehem, untuk menetralisir jantung. Setelah itu, Doni mengajak sinta berangkat.

"Ayo, kita pergi!"

Sinta mengangguk, tidak lupa dia mengucapkan terimakasih kepada Agus, sebelum berangkat.

Bab 3

Pesta diadakan, di Hotel bintang lima. Mobil mewah, berjajar di parkiran. Saat akan memasuki aula, mereka di sambut oleh penjaga yang memeriksa setiap tamu. Suasana nya cukup meriah, karena di isi oleh penyanyi papan atas.

Jika dilihat, tamu-tamu yang datang hampir semuanya orang penting. Wajar saja, tuan Sanjaya adalah pengusaha yang sangat sukses. Anak cabang perusahaan, hampir tersebar di setiap kota.

"Cepat pegang lenganku! Nanti kau hilang." Perintah Doni.

Sinta sedikit kesal, tapi tetap menuruti perintah Doni. Mereka berjalan menuju Tuan sanjaya, setelah sampai didepan pemilik hajat, mereka sedikit basa-basi dan mengucapkan selamat ulang tahun. Bagi kalangan atas, ini bukan saja acara ulang tahun biasa, juga mempererat kerja sama antar perusahaan. Seperti perusahaan Doni, yang juga bekerja sama dengan perusahaan Tuan sanjaya.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

"Kapan, kau akan menikah lagi? Bukankah sudah lama, mendiang istri mu pergi?"

Tuan sanjaya sudah mengenal Doni sejak kecil. Orang tua Doni dan Tuan Sanjaya sudah bersahabat cukup lama.

"Aku belum memikirkannya, Om!"

"Jangan terlalu sering memberi harapan palsu kepada wanita."

"Aku tidak pernah memberikan harapan. Mungkin, mereka yang terlalu berharap." Doni mebela diri.

Memang benar, yang Doni katakan. Wanita-wanita itulah, yang selalu mengejar Doni. Sedangkan, pria itu tidak pernah menanggapi sedikitpun.

"Lalu, bagaimana kabar Anne sekarang?" Tanya Tuan Sanjaya

Anne adalah saudara kembar mendiang Lidya, istri Doni. Sinta sedikit tahu cerita tentang Doni dan Anne, dulu mereka hampir menikah, selang setengah tahun setelah kepergian Lidya. Anne yang membantu Doni lepas dari keterpurukan. Entah alasan apa, yang membuat mereka membatalkan acara pernikahan. Hingga saat ini, Anne tidak pernah terlihat lagi.

"Dia, di Italy," jawab Doni.

Wajah Doni sedikit berubah, saat Tuan Sanjaya membicarakan Anne.

Sinta yang dari tadi jadi penonton, akhirnya menginterupsi.

"Pak, saya mau ke toilet."

"Biar aku yang mengatar."

"Tidak usah, Pak! Aku bisa sendiri."

"Kau tau tempatnya?"

"Nanti saya bisa tanyakan pada  petugas." Doni hanya mengangguk tanda mengerti.

Setelah kepergian Sinta, Doni di todong dengan pertanyaan Tuan Sanjaya.

"Dari apa yang 'ku luhat, sepertinya, kau menyukai dia." Tuan Sanjay menatap mata Doni, menilai apa yang ada di dalam sana. "Menurut penulaianku, dia gadis yang cukup menarik."

Doni hanya diam, tidak menjawab pernyataan Tuan Sanjaya. Semua yang dikatakan Tuan Sanjaya memang benar, Sinta gadis yang menarik dan Doni menyukainya.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Setelah keluar dari toilet, Sinta ingin menghampiri Doni. Tapi niatnya diurungkan, karena perutnya terasa lapar. Dia baru ingat, terakhir makan tadi siang bersama Doni.

"Perutku perih sekalia. Sepertinya, cacing di dalam sana sudah mulai protes."

Gadis itu, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Matanya berbinar, saat menemukan sesuatu yang bisa mengganjal perutnya. Langsung saja, Sinta melangkah menuju meja yang menyediakan banyak makanan di sana.

Mengambil beberapa potong kue dan minum. Sinta mencari tampat yang pas, untuk menyantap semua makanan yang dia ambil.

"Nikmat sekali, perutku yang dari tadi protes akhirnya bisa terisi juga." Ucap sinta riang, sambil menikmati makanannya.

"Bolehkah aku ikut duduk disini?"

Tanya pria, yang tiba-tiba muncul di hadapan Sinta.

"Di sana, kursinya penuh semua." tunjuknya. Sinta mengikuti arah telunjuk pria itu, benar saja kursinya tidak ada yang kosong.

Setelah itu, Sinta mengangguk, tidak menjawab karena mulutnya penuh dengan makanan.

"Kau datang sendiri?"

"Aku datang dengan Bos." Jawab Sinta, setelah menelan makanan. "Kau sendiri?"

"Aku hanya, menemani Papa." Pria itu, mengedarkan pandangan seperti mencari sesuatu. "Sebenarnya, aku malas berada di pesta seperri ini."

"Kenapa? menurutku sangat menyenangkan. Banyak makanan disini."

Sinta tidak tahu, jika pria di depanya adalah pemain wanita yang sangat handal. Dia malas berada di pesta, karena para wanita yang menjadi korbanya pasti akan langsung menghampirinya.

"Aku malas dengan wanita."

Sinta mengerjapkan matanya, seolah tidak mengerti dengan ucapan pria di depannya.

"Maksudku, bukan wanita sepertimu." Cepat-cepat dia memperbaiki ucapannya. "Dia yang suka memakai bedak tebal dan mulutnya berwarna, merah seperti habis menghisap darah.

Seketika, Sinta tertawa dengan ucpan pria yang duduk di depannya. Sedangkan pria itu, merasa terpesona dengan kecantikan yang Sinta miliki.

'Sangat natural.'

Setelah itu, obrolan mereka mengalir begitu saja. Sesekali Sinta tertawa, mendengar cerita lucu pria yang berada satu meja dengannya.

Doni yang sedari tadi bingung mencari Sinta, akhirnya menemukan gadis itu. Dia sedang berada di meja makan, membuat duda itu sedikit lega. Ketika menggeser tatapan, ternyata Sinta tidak sendiri, dia makan ditemani seorang pria.

"Siapa dia? Kenapa terlihat akrab sekali?" Keakraban mereka membuat Doni tidak senang. Bisa dikatakan, Doni sedang Cemburu.

Dengan tatapan datar, Doni menghampiri dua makhluk itu. "Kau kemana saja? Aku dari tadi mencarimu."

Seketika Sinta menoleh. "Maaf, Pak! perut saya terasa lapar, jadi saya lansung makan tanpa berpamitan terlebih dahulu."

"Ayo, kita pulang sekarang!"

Sinta tau ini perintah, bukan ajakan. Jadi, dia tidak bisa protes. Dengan menganggukan kepala, sinta berpamitan kepada pria itu. Sepanjang perjalanan keluar gedung, Sinta hanya diam.

"Jangan terlalu dekat dengan pria asing." Ucap Doni, setelah memasuki mobil.

Benar juga, bahkan Sinta belum mengetahu nama pria itu. "Tapi... Dia sangat lucu," batin Sinta.

"Iya, Pak!"

"Aku tadi panik mencari mu. Aku kira, kau tersesat." Doni masih fokus di balik kemudi. Tapi Sinta bisa merasakan, di setiap ucapanya ada nada marah. " jika, ingin pergi pamit dulu, supaya orang lain tidak bingung."

"Maaf, Pak. Sudah membuat Bapak panik." Sinta sungguh tidak enak hati, karena membuat Doni kebingungan. Gadis itu merasa bersalah, karena kecerobohan yang dia buat Bosnya jadi kebingungan.

Setelah itu, tidak ada pembicaraan antara meraka hanya suara klakson mobil yang saling besahutan. Selang satu jam, akhirnya mereka tiba di tempat kos Sinta.

"Terimakasih, sudah menemani saya hari ini." Ucap Doni, setelah tiba di kos sinta.

"Iya, Pak, sama-sama. Kalau begitu, saya turun, Pak! Ini sudah larut."

Setelah itu, sinta keluar dari mobil dan berlalu ke kamarnya. Doni hanya memandangi punggung gadis itu, hingga menghilang dibalik pintu.

🍀🍀🍀🍀🍀

Pagi ini, Sinta bangun agak kesiangan. Dia harus cepat-cepat mandi, lalu pergi ke kantor. Sebentar lagi ada rapat, pasti Doni marah jika Sinta telat.

Dengan terburu-buru, Sinta mandi dan berganti baju. Memilih outer warna hitam, di padukan dengan celana putih, membuat Sinta terlihat stylish. Sebenarnya, dikantor bebas mengenakan baju apapun, asal sopan dan tidak aneh.

Memasukan hape kedalam tas dan membawa semua yang di perlukan. Sinta segera mengunci pintu, lalu bergegas berangkat menuju kantor.

Sedang fokus menunggu angkutan umum, tiba-tiba ada mobil sport putih berhenti didepan Sinta.

Saat menangkap sosok pria yang kluar dari mobil, sinta sedikit kaget.

"Pria asing!" Gumam Sinta. Pria lucu, yang ada di pesta Tuan Sanjaya.

"Hai, Nona. Akhirnya, kita jumpa lagi. Sedang apa disini?"

"Aku sedang menunggu angkutan umum. Aku sedikit buru-buru, angkutan umum dari tadi penuh semua."

"Kalau begitu, biar aku antar." Tawar pria asing.

"Apa tidak merepotkan?"

"Tidak. Mau kemana?"

"Perusahaan, DIHARJA."

"Kebetulan sekali, kita satu arah."

Setelah itu, mereka memasuki mobil.

"Aku belum tahu namamu, Nona. Kemarin, kita belum sempat berkenalan."

"Namaku, Sinta. Lalu, namamu?"

"Panggil saja, Rama."

Sinta hanya mengangguk.

Perjalanan menuju kantor, tidak memakan waktu lama. Jarak antara kantor dan kost sinta hanya 1km.

"Terimakasih, Rama."

Setelah itu, Sinta turun dari mobil.

Sinta memasuki kantor, dengan sedikit berlari. Rapat mungkin sudah dimulai. Dan dia harus bersiap, menerima amukan Doni karena terlambat.

Saat memasuki ruang rapat, sinta kaget. "Ruangannya kosong! Apa rapat sudah selesai? Bagaimana ini?"

Sinta panik.

Setelah itu, dia berlari menuju ruangan Doni.

Mengetuk pintu sebentar, lalu masuk.

"Pak, maag. Saya terlambat," ucap Sinta takut.

"Tidak apa-apa, rapat juga belum dimulai."

Sinta dapat bernafas lega.

 

"Sekarang, siapkan laporan untuk rapat nanti."

"Baik, Pak!"

Semua sudah berkumpul di ruang rapat. Tinggal menunggu Pak Danu yang belum datang. Salah satu pemegang saham di perusahaan Doni.

Saat pintu terbuka, ternyata yang datang bukan Pak Danu. Melainkan, seorang pria muda yang tampan.

Sinta sedikit melotot. Doni pun sama, sedikit terkejut melihat pria itu berda diruang rapat.

Sinta mengenal pria itu.

"Rama....."

Kenapa Rama duduk di bangku, Pak Danu?

Apa hubungannya dia dengan pak, Danu?

Ucap Sinta, sambil berfikir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!