...Di sarankan baca JOVITA lebih dulu agar paham alur ceritanya!...
...Welcome to my story'...
.......
.......
...Beberapa part mengandung area 21+. Mohon bijak dalam memilih bacaan!!...
...🍁🍁🍁🍁...
"Majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa saudara Ishwar Kalingga terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 114 ayat 2 dan pasal 132 ayat 1, undang-undang nomor 35, tahun 2009 tentang Narkotika. Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima menjadi perantara dalam jual beli menukar atau menyerahkan Narkotika golongan 1 Jenis Ovium dengan berat sebanyak 1,5 kilogram. Hakim memutuskan saudra Ishwar di vonis hukuman mati!!!"
Tok! Tok! Tok!
Hukuman mati telah di tetapkan untuk Ishwar. Ketukan palu telah di lakukan. Tubuh Ishwar bergetar hebat setelah hakim memutuskan vonis hukuman mati untuknya. Air mata mengalir dari pelupuk matanya, jantungnya berpacu semakin cepat, tangannya mengepal kuat, hatinya bergemuruh menahan amarah yang memuncak.
Sekarang dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk membela dirinya. Setelah vonis hukuman mati telah di tetapkan untuknya.
"TIDAAAAK.." teriak seorang gadis histeris.
Dia tidak terima dengan putusan hakim yang menyatakan bahwa Ishwar di Vonis hukuman mati.
"ABANG GAK BERSALAH!!" teriak gadis itu.
Tubuh Ishwar semakin bergetar hebat, mendengar teriakkan sang adik. Dia tidak tega melihat gadis itu menangis dan histeris.
Ishwar menatap gadis itu dengan berderai air mata. Gadis itu berlari menuju Ishwar, meski beberapa orang menghalanginya dia tidak perduli. Dia melawan mereka dan berlari menuju Ishwar. Dia memeluk Ishwar dengan erat, dia tidak ingin kehilangan sang kakak yang sangat dia sayangi. Dia percaya kakaknya tidak bersalah.
Ishwar pun memeluk erat gadis itu, jantungnya semakin berdetak tidak karuan. Tubuhnya terasa panas membara menahan amarah, dadanya terasa sesak.
"Kamu kuat, kamu harus kuat tanpa abang!"
Gadis itu menggeleng. "Abang gak bersalah, abang gak boleh di hukum mati!" Isak gadis itu. Ishwar melepaskan pelukannya dan menatap wajah sang adik lalu dia mengusap air mata gadis itu.
"Terima kasih karena kamu sudah percaya sama abang!" ujar Ishwar tersenyum.
"Jaga diri kamu baik-baik ya dek! Abang sayang sama kamu!" Ishwar mengecup kening sang adik. Gadis itu menggeleng tak rela abangnya berkata seperti itu.
"Jangan tinggalin aku. Aku gak punya siapa-siapa lagi selain abang," Isak gadis itu berderai air mata.
"Abang percaya adek anak yang kuat. Adek bisa abang andelin adek harus cari bukti kalo abang tidak bersalah!" ucap Ishwar sambil mengusap air mata gadis itu.
Gadis itu menatap lirih Ishwar, lalu dia memeluk lagi tubuh Ishwar. Beberapa petugas segera membawa keluar Ishwar dari ruang sidang untuk menunggu hukuman matinya. Mereka melepaskan paksa pelukan gadis itu dari Ishwar.
"Abang gak boleh tinggalin aku!" Isak gadis itu.
Dia tidak mau melepaskan pelukan Ishwar. "Abang!" Isak tangis gadis itu pecah saat tubuh Ishwar berhasil lepas dari pelukannya.
Ishwar menatap nanar adiknya. Dia tidak tau harus bagaimana? Jika dia di hukum mati, siapa yang akan menjaga adiknya. Tapi dia pun tidak bisa berbuat apa-apa, ini sudah takdirnya.
"Abang yakin kamu kuat tanpa abang!" _Ishwar.
Tangis gadis itu pecah saat Ishwar mulai menghilang dari pandangannya. Tubuhnya terhuyung lemas tak bertenaga, seorang wanita segera menangkap tubuhnya agar tubuh gadis itu tidak terjatuh.
"ABAAAAANG..."
...***...
Sebulan sebelumnya..
Seorang gadis cantik berambut ikal dan bermata hazel sedang melepas kepergian sang kakak, yang akan bekerja di luar pulau untuk beberapa hari.
"Abang cepat pulang ya!" ucap gadis itu sambil memeluk Ishwar.
Ishwar tersenyum. "Siap tuan putri!" balas Ishwar.
Gadis cantik itu bernama Isvara Indraswari atau biasa di sapa Vara. Dia melepaskan pelukannya dan menatap sang kakak.
Ishwar mengusap kepala Vara. "Nanti kak Sere yang temenin kamu ya!" Vara mengangguk.
"Hati-hati ya!"
"Abang juga hati-hati! Cepat pulang dan bawa oleh-oleh," ucap Vara tersenyum.
Ishwar tergelak. "Oh jadi Vara cuma mau oleh-olehnya aja. Abangnya gak mau?"
"Abangnya juga, cepat pulang!" ucap Vara manja.
Ishwar tersenyum. "Re, aku titip Vara ya!"
Sere mengangguk. "Kamu tenang aja, aku bakal temenin Vara sampe kamu pulang!"
Ishwar tersenyum, lalu dia mengecup kening Sere.
"Makasih ya sayang!" Sere mengangguk.
"Kamu hati-hati ya, bener kata Vara cepat pulang. Aku pasti bakal kangen banget sama kamu," balas Sere.
"Aku juga!"
Tiba-tiba Ishwar menutup mata Vara dengan telapak tangannya, lalu dia mengecup bibir Sere.
"I Love you! Aku janji, jika proyek ini berhasil aku akan melamar kamu!"
Cup..
Sere membalas kecupan Ishwar. "Aku tunggu kamu!" balas Sere tersenyum sambil menatap wajah kekasihnya itu.
"Udah belum bang, emang kalian pikir aku gak tau apa yang sedang kalian lakukan!" ucap Vara.
Ishwar melepaskan tangannya dari mata Vara. Ishwar dan Sere tertawa.
"Aku ini udah gede bang, bukan anak kecil lagi. Aku udah 19 tahun, ngapain abang tutup mata aku?" ucap Vara sebal karena abangnya selalu menganggap dirinya anak kecil.
Ishwar tersenyum, dia menarik Vara ke dalam pelukannya.
"Tapi bagi abang, kamu adalah adik kecilnya abang. Sampe kapanpun kamu tetap adik kecilnya abang," ucap Ishwar.
Vara mengerucutkan bibirnya. "Abang aku ini udah kuliah, jadi aku udah gede!" ucap Vara tak terima karena di sebut anak kecil.
Ishwar tertawa. "Iya, iya adik kecil abang sekarang udah gede!" ucap Ishwar sambil mengusap kepala Vara.
"Udah gede tapi masih manja!" celetuk Ishwar dan membuat Vara mencebik sebal.
Tak lama suara panggilan boarding untuk keberangkatan pesawat ke Batam menggema.
Ishwar segera berpamitan pada adik dan kekasihnya.
"Kalian hati-hati ya, kalo ada apa-apa telpon abang!" Vara dan Sere mengangguk.
Ishwar pun melangkah masuk dan meninggalkan Vara dan Sere. Vara dan Sere melambaikan tangannya pada Ishwar. Ishwar menoleh lalu membalas lambaian tangan mereka.
Setelah beberapa menit akhirnya pesawat menuju Batam pun meluncur terbang ke angkasa. Vara melihat pesawat yang ditumpangi kakaknya terbang dari dalam bandara.
Setelah pesawat menghilang di balik awan, Sere mengajak Vara pulang.
***
Tiga hari setelah kepergian Ishwar ke Batam, tiba-tiba Vara dan Sere di kejutkan dengan sebuah berita. Bahwa Ishwar di tangkap polisi karena kasus narkoba, bahkan Ishwar di tetapkan sebagai tersangka dan dia di tuduh sebagai bandarnya Narkoba saat check out di bandara saat mau pulang. Karena petugas bea cukai menemukan beberapa bungkus obat terlarang itu di dalam koper dan tas Ishwar. Kurang lebih obat terlarang itu seberat 1,5 kilogram.
Vara dan Sere benar-benar Syok dengan berita itu. Mereka langsung terkulai lemas di sofa setelah mendengar berita tentang Ishwar.
"Gak mungkin! Abang Ish bukan orang jahat!" gumam Vara.
Dia tau benar seperti apa Ishwar, jangankan mengedarkan narkoba, dia bahkan sangat membenci obat terlarang itu. Vara sangat tau Ishwar adalah orang yang sangat baik. Dia tidak mungkin jadi bandar Narkoba.
Baginya Ishwar adalah pahlawan setelah kepergian kedua orangtuanya. Dan cuma Ishwar yang dia punya di dunia ini.
Air mata mengalir deras membasahi pipi Vara. "Abang Ish!" Isak Vara.
Sere segera memeluk Vara dan menenangkan gadis itu.
Selama sebulan kasus Ishwar di tangani dan kasus Ishwar sampai ke pengadilan dan akhirnya dia tetapkan sebagai terdakwa hingga akhirnya mendapat Vonis hukuman mati. Karena dia sudah menjadi pengedar, penjual dan juga bandar Narkoba, meski tes urine negatif dan tidak menunjukkan dia seorang pemakai. Tapi bukti yang didapatkan para pihak kepolisian dan badan Narkotika Nasional sudah cukup untuk menjadikan Ishwar terdakwa.
...***...
Kembali ke ruang Sidang..
Setelah Ishwar di bawa para petugas. Sere mengajak Vara pulang. Tubuh Vara lemas dan tak bertenaga, dia masih sangat syok dengan keputusan pengadilan untuk vonis sang kakak. Dia tidak mau kehilangan Ishwar.
"Kalo Abang pergi, siapa yang akan menjagaku?" batin Vara.
Sere membantu memapah Vara dan membawanya ke mobil.
"Abang!" Isak gadis itu.
Hati Vara benar-benar hancur karena dia harus kehilangan keluarga satu-satunya yang dia punya. Jika Ishwar di hukum mati, maka Isvara akan hidup sebatang kara.
Akankah gadis itu sanggup hidup seorang diri tanpa kehadiran sang kakak?
Akankah gadis itu menemukan siapa pelaku yang sudah menjebak kakaknya?
Akankah dia mendapatkan keadilan untuk sang kakak?
...Bersambung.....
...Please dukungannya ya, biar aku semangat terus updatenya dan bisa menghibur kalian lagi. Terima kasih 🙏😊...
...Semoga cerita ini bisa menghibur kalian lagi 😊...
...Welcome to my story'...
.......
.......
...Happy Reading 📖...
...🍁🍁🍁🍁...
Hari ini adalah hari di mana Ishwar akan menjalani hukuman mati. Air mata tak berhenti mengalir dari pelupuk mata Vara. Dia tidak menyangka akan kehilangan Ishwar keluarga satu-satunya yang dia punya.
Vara duduk di sofa sambil memeluk lututnya dan matanya terus menatap ke arah televisi yang sedang memberitakan hukuman mati untuk Ishwar. Bahkan dia tidak bisa melihat abangnya lagi untuk terakhir kalinya.
Pertemuan di ruang sidang adalah pertemuan terakhir dia dengan Ishwar.
"Abang jangan tinggalin aku!" lirih gadis itu sambil menatap nanar ke arah televisi.
Tak lama Sere datang untuk menjenguk Vara. Dia sangat sedih melihat keadaan Vara yang sedang terpuruk dan hancur.
Dia juga sangat kehilangan Ishwar. Padahal Ishwar janji akan melamarnya setelah urusan di Batam selesai. Tapi justru kabar buruk yang dia terima.
Sere berdiri mematung di belakang Vara. Dia menangis tanpa suara, dia belum berani menghampiri Vara karena pasti sekarang gadis itu butuh waktu sendiri.
Sere berlalu ke dapur, dia lebih memilih memasak untuk Vara. Tapi air matanya tak bisa berhenti mengalir. Tiba-tiba dia ingat kenangan dirinya bersama Ishwar di dapur, saat dia sedang memasak tiba-tiba Ishwar memeluknya dari belakang dan mencium pipinya.
Dada Sere terasa sesak. "Sayang kenapa kamu tinggalin aku sama Vara?" Isak wanita itu.
Tiba-tiba dia mendengar suara tangisan Vara pecah di ruang tengah. Sere segera menghampiri Vara dan menenangkannya.
"Abang jangan tinggalin aku!" Isak gadis itu.
Tubuh Vara lemas dan akhirnya dia tidak sadarkan diri. Berita sudah menyampaikan bahwa Ishwar sudah melaksanakan hukuman mati, makanya Vara menangis histeris.
Sere tak kuasa lagi menahan diri, dia menangis sejadi-jadinya tapi dia berusaha kuat untuk menemani Vara. Meski dia juga sebenarnya sangat hancur, harus kehilangan laki-laki yang dia cintai.
Sere merebahkan tubuh Vara di sofa. Dia benar-benar tidak tega melihat keadaan Vara calon adik iparnya yang mungkin tidak akan terwujud lagi untuk menjadi adik iparnya. Tapi dia akan berusaha menjaga Vara seperti adiknya sendiri.
...***...
Tubuh Vara masih lemas, tatapan matanya kosong. Hari ini dia sedang menghadiri pemakaman sang kakak tapi meski raganya ada di sana tapi jiwanya entah ada di mana, seolah ikut mati bersama sang kakak.
Kepergiannya benar-benar menghancurkan perasaannya.
Hanya ada beberapa orang yang ikut membantu memakamkan jenazah Ishwar. Karena sebagian warga tidak sudi ikut membantu memakamkan bandar narkoba seperti Ishwar. Mereka malah saling menghujat dan mengumpat pria itu, dan mensyukuri atas kematiannya.
Setelah pemakaman Ishwar selesai, satu persatu para warga meninggalkan pemakaman. Menyisakan Vara dan Sere yang masih enggan beranjak, air mata masih setia mengalir dari pelupuk mata mereka.
Vara mengusap pusara sang kakak. "Aku janji bang. Aku akan cari bukti kalo abang tidak bersalah. Aku akan buktikan pada semua orang kalo Abang bukanlah orang jahat!"
Vara menangis sesenggukan dia tidak tau harus bagaimana menghadapi semuanya tanpa abangnya lagi.
"Tapi bang, apa aku bisa menjalani semua ini tanpa abang? Aku takut bang sendirian," lirih gadis itu dalam hati.
Hari menjelang sore. Sere mengajak Vara untuk pulang. Tapi Vara tidak mau pulang, dia masih ingin menemani abangnya.
"Kita pulang ya! Besok Vara bisa ke sini lagi!" Ujar Sere berusaha membujuk Vara.
Vara pun mau pulang. Sere membantu memapah Vara karena tubuhnya masih lemas. Mereka berjalan menelusuri pemakaman tapi tiba-tiba tubuh Vara semakin lemas dan akhirnya dia tidak sadarkan diri, tubuh Sere terhuyung karena belum siap dengan tubuh Vara yang tiba-tiba lemas akhirnya mereka terjatuh bersamaan.
"VARAA.." pekik Sere.
Sere memangku kepala Vara dan berusaha menyadarkan gadis itu. Tubuh Vara panas karena demam.
"Dek bangun dek!" ucap Sere sambil menepuk pipi Vara.
Sere menyapu pandangannya ke sekeliling pemakaman, berharap ada seseorang yang bisa menolongnya.
"TOLONG.. TOLONG.." teriak Sere.
Dia tidak tau harus bagaimana? Dia tidak kuat jika harus mengangkat tubuh Vara sendirian. Karena tubuh dia pun lemas dan tak bertenaga.
"TOLONG.. TOLONG.." teriak Sere lagi.
Tak lama datang seorang pria yang berpakaian rapi, sepertinya dia baru saja habis berziarah.
"Ada apa mbak?" tanya pria itu.
"Mas tolong, tolong adik saya! Dia pingsan!" jawab Sere.
"Ya sudah biar saya gendong!" ucap pria itu.
"Iya mas tolong ya mas dan terima kasih sudah menolong saya," ucap Sere dia sangat khawatir dengan keadaan Vara.
Pria itu pun menggendong Vara. Sere berjalan lebih dulu untuk menuntun pria itu menuju mobilnya.
Pria itu terus menatap Vara yang sedang di gendongnya.
Setelah melewati pemakaman mereka sampai di pinggir jalan. Sere menuntun pria itu yang sedang menggendong Vara menuju mobilnya.
Sere membuka pintu belakang mobilnya. Lalu pria itu membaringkan tubuh Vara di dalam mobil.
"Terima kasih ya mas sudah membantu saya!" ucap Sere. Pria itu mengangguk.
"Sebaiknya adik mbak di bawa ke rumah sakit, badannya panas!" ucap pria itu.
Sere mengangguk. "Iya mas sekali lagi terima kasih banyak, kalo begitu saya permisi!"
Pria itu mempersilahkan Sere untuk pergi. Sere bergegas masuk mobil dan melajukan mobilnya. Dia juga khawatir dengan keadaan Vara.
Pria itu menatap kepergian Sere dan Vara. Lalu dia pun meninggalkan area pemakaman.
...***...
Sudah sekitar tiga hari Vara di rawat di rumah sakit. Tubuhnya masih belum ada tenaga meski dia sudah sadar. Dia seolah tidak punya semangat hidup.
"Dek makan dulu ya!" ucap Sere.
Vara tak bergeming dia membisu dengan tatapan kosong, sambil sesekali memanggil abangnya.
Sere menghela nafas. Kalo Vara tidak mau makan bagaimana dia mau minum obat keadaannya tidak akan membaik.
Sere mencoba membujuk Vara lagi agar mau makan.
"Makan ya dek, biar adek sembuh kalo adek sakit kaya gini abang pasti sedih di sana. Abang pasti gak mau liat Vara sakit." bujuk Sere.
Mendengar ucapan Sere justru membuat air mata Vara mengalir deras. Vara terisak dan terus memanggil-manggil abangnya.
Sere pun tak kuasa menahan air matanya. Dia mengusap kepala Vara untuk menenangkan gadis itu.
"Abang jahat, kenapa abang tinggalin aku?"
Dada Sere terasa sesak dan berat, dia tidak tau harus bagaimana menghadapi keterpurukan Vara, karena dia pun merasa hancur dengan kepergian Ishwar.
Sedari tadi telpon Sere terus berdering, tapi Sere mengabaikannya. Dia tau itu pasti telpon dari papanya. Untuk saat ini dia ingin fokus sama Vara dulu, sampai gadis itu sembuh dan bisa pulang baru dia akan mengurus keluarganya.
Kalo perlu dia akan mengajak Vara tinggal di rumahnya agar dia tidak sendirian. Setelah merasa lelah, akhirnya Vara kembali terlelap. Mungkin hatinya kelelahan karena terus menangis dan memikirkan Ishwar.
Sere pun merasa lelah. Setelah menyelimuti Vara dia beranjak ke sofa dan membaringkan tubuhnya di sana.
...Bersambung.....
...Jangan lupa ya dukungannya. Like dan komennya kan gratis 🤗...
...Kalo punya tabungan Vote dan poin kasih aja biar gak nangis authornya. 😂😂...
...Welcome to my story'...
.......
.......
...Happy Reading 📖...
...🍁🍁🍁🍁...
Setelah lima hari di rawat di rumah sakit, akhirnya Vara di perbolehkan pulang oleh dokter. Sere senang akhirnya keadaan Vara sudah mulai membaik.
Saat ini Sere dan Vara sedang bersiap untuk pulang ke rumah. Vara masih banyak diam dan tidak banyak bicara. Dia masih enggan untuk berkomunikasi jika tidak penting.
Setelah semuanya selesai. Vara dan Sere keluar dari ruang perawatan dan menuju keluar rumah sakit. Sere memeluk lengan Vara agar Vara tidak terjatuh karena tubuhnya masih agak lemas.
Sesampainya di parkiran. Mereka masuk mobil milik Sere, Vara langsung menyenderkan kepalanya di kursi dan memejamkan mata sesaat.
Kepergian Ishwar masih terasa mimpi baginya. Dia masih belum percaya jika Ishwar meninggalkannya sendirian. Tatapan mata Vara kosong, dia terus menatap ke arah jendela samping.
Sere melirik Vara, dia mengerti perasaan Vara sekarang. Sere membiarkan Vara sendiri dan tidak akan mengganggunya dulu.
Mobil melaju membelah jalanan kota yang cukup ramai, tapi juga tidak macet jadi perjalanan mereka lancar.
Air mata Vara menetes. Kala mengingat kenangan bersama abangnya. Pria itu sudah seperti ayah dan ibu baginya. Semenjak kepergian kedua orangtuanya, Ishwar yang menjaga Vara seperti kedua orang tuanya.
Tapi sekarang dia hidup sebatang kara, tanpa ayah, ibu atau pun abang, apa lagi saudara. Dia benar-benar hidup sendiri.
Tak lama mereka sampai di rumah. Sere membantu memapah Vara masuk ke dalam. Vara langsung di bawa ke kamar dan di suruh istirahat.
"Sekarang Vara istirahat ya, kakak mau masak dulu buat kamu!" ucap Sere. Vara mengangguk.
Sere menyelimuti Vara lalu dia keluar kamar Vara. Setelah Sere keluar, Vara beranjak lalu dia mengambil foto dirinya dan juga Ishwar. Vara menatap foto itu dengan berderai air mata.
"Abang, aku harus gimana? Aku gak tau harus apa tanpa kamu?" Isak gadis itu.
Lalu dia memeluk foto itu sambil menangis terisak-isak.
Sere membereskan baju Vara yang dia bawa dari rumah sakit. Dia juga membereskan rumah yang sudah beberapa hari ini di tinggalkan.
Saat membereskan kamar Ishwar, air mata Sere kembali mengalir. Di sana banyak foto dirinya dan juga Ishwar yang di pajang di dinding. Sere mengambil salah satu foto dan menatap sambil mengusapnya.
"Kenapa kamu tinggalin aku?"
Lalu dia memeluk foto itu. Kedua wanita itu menangis sambil memeluk foto Ishwar, kepergian pria itu benar-benar membuat mereka sangat kehilangan.
.
.
Sore hari Vara dan Sere makan bersama, tiba-tiba mereka di kejutkan dengan suara ketukan pintu yang lumayan keras.
"SERENA!!" teriak seseorang di luar.
Sere menatap ke arah depan. Dia mengenali suara itu.
"Kakak buka pintu dulu ya!" Vara mengangguk.
Sere beranjak dan berlalu ke depan.
"SERENA!!" teriak orang itu lagi.
Sere membuka pintu, seorang pria dan wanita sedang berdiri tegap di depan pintu. Terlihat wajah yang emosi dari pria itu.
"NGAPAIN KAMU DI SINI? PULANG!!" teriak pria itu.
"Aku mau di sini dulu pah, kasian Vara sendirian!" jawab Sere.
"BUAT APA KAMU KASIAN SAMA DIA!" teriak pria itu geram.
"Pah aku mohon biarin aku temenin Vara!" ucap Sere memohon.
"PULANG SERENA!!" teriak pria itu.
"Pah sabar pah, kita bicarain baik-baik!" ucap wanita yang ada di sampingnya.
"MAMA DIEM!!" sentak pria itu.
"Dari awal saya gak suka kamu berhubungan dengan pria itu dan sekarang terbukti pria itu seorang penjahat! dan saya gak sudi kamu membantu keluarganya!!" pekik pria itu kesal.
"PULANG!!" teriak pria itu sambil menarik tangan Sere.
"Pah aku mohon pah, biarin aku di sini!" Isak Sere memohon.
"PULANG!! APA KAMU MAU MEMBANTAH SAYA!!"
"Mah.." Sere menatap mamanya berharap mamanya bisa membantunya. Wanita itu hanya menatap lirih Sere.
"Pulang ya nak! Jangan bikin papa tambah marah," ucap wanita itu.
Sere menangis, dia tidak tega meninggalkan Vara sendirian di rumah.
"CEPATT!!" Sere mengangguk.
"Aku ambil tas dulu pah!" Sere kembali masuk ke dalam. Dia kaget saat melihat Vara berdiri mematung di dekat sofa. Dia menatap nanar sambil meneteskan air mata.
Sere memeluk Vara. "Maafin kakak ya, kakak harus pulang! Maafin kakak gak bisa temenin Vara," ucap Sere.
Vara hanya terdiam sambil menangis. Padahal harapan dia satu-satunya adalah Serena, tapi Serena pun harus meninggalkannya.
"SERENAAA.." teriak pria itu lagi dari luar.
Sere melepaskan pelukannya. Lalu dia mengusap air mata Vara.
"Nanti kakak kesini lagi ya. Kalo ada apa-apa telpon kakak," ucap Sere.
Lalu dia mengambil tas yang ada di kamar Ishwar. Lalu dia kembali keluar, Sere memeluk Vara lagi lalu dia melepaskannya dan keluar menghampiri kedua orang tuanya.
Vara menangis. Dia benar-benar sendirian dan sebatang kara.
"Abang!" Isak gadis itu. Dia terkulai lemas ke lantai.
"Aku takut sendirian bang!" Isak gadis itu.
Sere tak berhenti menangis di dalam mobil. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan Vara.
"Maafin aku!"
...***...
Satu hari, dua hari, tiga hari sudah seminggu lebih berlalu semenjak kepergian Ishwar. Vara hanya berdiam diri di dalam rumah.
Dia tidak tau harus bagaimana? Dia juga tidak mungkin kuliah lagi, karena dia tidak punya uang untuk biaya kuliahnya.
Vara terduduk sambil memeluk lututnya. Air mata masih setia menemani hari-harinya selama seminggu ini.
Sere pun belum datang lagi ke rumahnya semenjak papanya datang marah-marah. Tapi Sere masih suka mengirimkan uang dan makanan untuk Vara dan sesekali Sere menelpon Vara untuk menanyakan kabarnya.
Tapi sudah dua hari ini Vara belum mendapatkan kabar apapun dari Sere. Nomer Sere pun tidak aktif, Vara benar-benar sedih dan terluka. Padahal Serena satu-satunya orang yang dekat dengannya sekarang.
Tak lama ponsel Vara berbunyi menandakan adanya pesan masuk. Vara membuka pesan itu ternyata dari Sere.
Chat:
^^^Kak Serena:^^^
^^^"Dek maafin kakak ya. Kakak harus pergi ke Malaysia hari ini. Maaf kakak gak bisa temenin kamu lagi sayang!" 😭😭😭^^^
Vara meremas ponselnya. Akhirnya Serena pun pergi meninggalkannya, sekarang dia benar-benar tidak punya siapa-siapa lagi, dia benar-benar sebatang kara.
Vara merebahkan tubuhnya di sofa, dia menatap kosong langit-langit rumahnya. Air mata tak berhenti mengalir dari pelupuk matanya.
Tiba-tiba Vara di kejutkan dengan suara gedoran di pintu depan dan dia juga mendengar suara bising orang di luar.
"VARA KELUAR KAMU!!" teriak seseorang di luar.
Vara kaget, dia juga bingung kenapa ada orang yang bikin keributan di rumahnya. Vara beranjak dan berjalan ke depan, dia mengintip dari jendela. Vara kaget melihat banyak warga ada di depan rumahnya.
"VARA KELUAR.." teriak mereka.
Dengan ragu Vara membuka pintu. Tubuhnya gemetar semoga tidak ada hal buruk terjadi padanya, siapa yang akan menolongnya jika terjadi sesuatu padanya.
Vara membuka pintu perlahan sampai akhirnya pintu terbuka lebar. Tiba-tiba seseorang menarik Vara dan mendorong Vara hingga dia tersungkur.
Beberapa orang menatap nyalang ke arahnya. Vara ketakutan melihat para warga terlihat murka.
"KAMU HARUS PERGI DARI SINI VARA!!" teriak salah satu dari mereka.
"Iya kamu harus pergi, kami gak mau punya tetangga yang keluarganya seorang penjahat. Kami tidak mau mendapatkan sialnya," timpal yang lainnya.
"Iya usir dia dari sini. Keluarga bandar narkoba jangan di biarin tinggal di daerah kita," sahut yang lainnya.
"Iya nanti kita dapat sial!!" pekik yang lainnya.
Vara tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menangis dan juga ketakutan di hakimi para warga.
"Ayah, ibu, Abang tolong aku!"
...Bersambung.....
...Aku terus memohon dukungan kalian semua. Biar aku semangat terus 😊...
...Like, komen jangan lupa!...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!