NovelToon NovelToon

Ketua Kelas Pilihan

Pertama

Gadis dengan rambut yang dia biarkan tergerai, sibuk mencatat nama teman kelasnya yang mengumpulkan tugas mata pelajaran matematika.

Gadis cantik itu bernama Mentari, atau sering di sapa dengan nama Tari oleh teman-temanya. Dia sudah menjadi ketua kelas sejak kelas sepuluh dan sekarang dia menjadi ketua kelas di kelas dua belas.

"Udah beres semua, Tar?" tanya salah satu teman kelas Mentari.

"Udah, tinggal mau gue bawa keruangan guru nama yang kumpul tugas hari ini," jawab Mentari lalu melenggang pergi membawa kertas berisikan nama teman sekelasnya yang mengerjakan tugas.

Mentari berjalan di koridor sekolah dan tidak sengaja melihat sosok teman kelasnya yang terkenal dengan sifat dinginya.

Mentari melihat nama temanya di kertas, rupanya cowok berwajah dingin itu tidak mengumpulkan tugasnya.

"Tugas lo mana?" tanya Mentari saat cowok itu melewatinya.

Cowok itu tidak menjawab pertanyaan Mentari, dia melanjutkan langkah kakinya mengabaikan pertanyaan Mentari.

"Al!" panggil Mentari." Gue tanya tugas lo mana," sambungnya.

"Kalau gue nggak kumpul tugas itu berarti gue nggak ngerjain," jawab cowok itu lalu pergi.

Mentari menatap punggung Alvaro lalu melanjutkan langkah kakinya untuk segera keruangan guru.

"Loh, tugas Alvaro mana?" tanya guru yang menggunakan kacamata itu, setelah mengecek nama anak walinya yang mengerjakan tugas hari ini.

"Nggak di kerjain bu," jawab Mentari.

Guru yang menggunakan kacamata itu menggelengkan kepalanya.

"Kamu harus ingatin teman kelas kamu buat kumpul tugas, bagaimana pun ini sudah tanggung jawab kamu," ucap guru itu dengan tegas.

"Baik Bu," jawab Mentari.

"Kamu silahkan kembali ke kelas, lihat teman kelas kamu jangan sampai ada yang bolos. Hari ini ibu akan rapat," sambungnya dan di balas anggukan kepala oleh Mentari.

Setelah mengumpulkan kertas bertuliskan nama teman kelas Mentari, gadis itu langsung pergi dari ruangan guru untuk segera kembali ke kelas.

Mentari melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas sembari melihat teman sekelasnya apakah ada bolos.

"Alvaro mana?" tanya Mentari saat tidak melihat Alvaro di dalam kelas.

"Ke kantin kali," sahut teman kelas Mentari tanpa mengalihkan pandangannya dari handphonya.

Gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam lalu memutar kembali badannya tidak berjalan ke kursinya, dia harus mencari Alvaro. Bagaimana pun itu sudah tanggung jawabnya sebagai ketua kelas.

Mentari berjalan ke kantin untuk mencari sosok Alvaro. Hampir tiga tahun dia menjadi teman sekelas Alvaro, membuat Mentari, tidak tau sifat asli teman kelasnya itu. Dia hanya memasang wajah dingin, irit bicara sama siapapun termasuk guru, membuat Mentari tidak tau bagaimana sifat teman sekelasnya yang bernama Alvaro.

"Al!" panggil Mentari saat melihat Alvaro sedang di kursi paling pojok kantin. Gadis itu langsung menghampiri Alvaro sementara Alvaro hanya menatap gadis itu sejenak lalu menatap ke depan.

"Balik ke kelas Al!" perintah Mentari,"ini belum jam istirahat," sambungnya yang tidak di gubris oleh Alvaro.

Alvaro belum membalas perkataan Mentari yang berdiri di dekat mejanya.

Tanpa membalas perkataan gadis yang berdiri di dekat mejanya, dia langsung berdiri dari kursinya lalu berjalan keluar kantin.

Mentari hanya menatap punggung Alvaro semakin jauh, ini sudah kewajibannya melaksanakan tugasnya sebagai ketua kelas.

Gadis itu langsung pergi meninggalkan kantin setelah punggung kokoh milik Alvaro sudah hilang dari pandangannya.

Mentari menyandarkan kepalanya di kursi, mengurus Alvaro satu hari saja membuatnya letih. Hanya Alvaro saja, bagaimana jika di tambah lagi, bisa-bisa gadis itu mengundurkan diri jadi ketua kelas.

Alvaro itu pintar buktinya dia selalu masuk juara umum peringkat kedua, hanya saja setelah mengerjakan segala tugasnya dia tidak akan masuk ke dalam kelas membuat Mentari, harus mencari Alvaro jika cowok itu keluar dari kelas saat jam istirahat belum berbunyi.

Mentari memejamkan matanya, rasanya sangat letih berjalan ke kantin dan keruangan guru yang lumayan jauh dari kelasnya.

"Capek yah, Tar?"

Mentari membuka matanya perlahan-lahan dan melihat sosok cowok yang sangat dia kenal, yaitu Agas cowok yang sudah menembaknya saat kelas sepuluh dan sampai sekarang cowok itu masih mengejar cinta Mentari yang sedari dulu menolaknya.

"Udah biasa," jawab Mentari memperbaiki duduknya.

"Mau gue tanya guru buat pengunduran diri lo, sebagai ketua kelas?" tanya Agas membuat Mentari menggelengkan kepalanya.

"Mau tunjuk siapa? Emang ada yang mau jadi ketua kelas, kecuali nunjuk gue?" tanya Mentari dengan tawa kecilnya.

Benar saja, sedari kelas sepuluh dia selalu tunjuk oleh guru-guru, dan teman sekelasnya untuk menjadi ketua kelasnya, karna Mentari sosok gadis yang sabar, mampu menyelesaikan masalah teman sekelasnya jika mempunyai masalah.

Agas tertawa juga melihat Mentari tertawa, dia tidak salah lagi menyukai gadis di depannya sejak dulu. Baik, sabar, asik di ajak ngobrol, berfkir kritis.

"Gue cuman kasihan lihat lo dari dulu sampai sekarang di kasi tanggung jawab sama guru-guru dan juga teman kelas," ucap Agas.

"Karna mereka percaya sama gue jadi milih gue," canda Mentari, namun apa yang dia katakan memang kenyataannya.

Agas hanya menggelengkan kepalanya melihat Mentari, sampai sekarang Mentari tidak memberitahukan kepada Agas mengapa dia selalu menolak cinta Agas.

"Kalau butuh bantuan bilang sama gue yah. Gue bakalan siap bantuin lo," kata Agas dan di balas anggukan kepala oleh Mentari.

Mentari bersyukur, setidaknya Agas tidak benci padanya meski dia sudah berulang kali menolak cowok di hadapannya. Bahkan Agas selalu membantu Mentari jika gadis itu butuh bantuan Agas.

Agas beranjak dari kursi yang dia duduki, untuk kembali ke kursinya paling pojok sedangkan, Mentari duduk di depan dekat pintu.

"Makasih, Gas," kata Mentari dan di balas senyuman oleh Agas.

"Apapun demi lo, Tar," ucap Agas lalu kembali ke tempat duduknya.

Mentari membuka buku pelajarannya untuk dia baca, namun suara teman kelasnya membuat pergerakan tangan gadis itu terhenti.

"Mentari! Alvaro berantem lagi!" teriak salah satu teman kelas Mentari.

Mentari tentu saja terkejut, baru-baru saja dia sampai di kelas untuk mencari Alvaro, dan sekarang cowok itu sedang buat ulah.

Mentari mengedarkan pandangannya, benar saja Alvaro tidak berada di tempat duduknya, kenapa Mentari tidak memeriksa ini sebelum dia duduk di kursinya.

Mentari menarik nafasnya panjang, dia kecolongan lagi. Lihat saja dia akan di berikan wejangan dengan wali kelasnya.

Mentari beranjak dari kursinya ,"Al, di mana?" tanya Mentari.

"Di lapangan," jawab teman sekelasnya menunjuk ke arah luar.

Mentari langsung berjalan keluar dari kelas untuk segera ke lapangan, sebelum Alvaro melakukan sesuatu yang akan membuatnya semakin sulit menangani masalah cowok itu.

Cowok itu membuat Mentari kewalahan menjadi ketua kelas karna Alvaro selalu membuat masalah yang harus di tangani olehnya.

Buat masalah

Mentari sudah melihat segerombolan murid-murid lainnya, berada di tengah lapangan berteriak mendukung jagoan mereka, bukannya memisahkan mereka hanya menyemangati.

Sementara guru-guru belum tau, jika ada perkelahian di lapangan sekolah, karna guru-guru sedang rapat hari ini.

Gadis dengan nama Mentari, itu berani menerobos murid-murid yang menonton. Mentari langsung melototkan matanya saat sudah berhasil menerobos. Dia sudah melihat Alvaro dengan pakaian yang sudah berantakan dan saling memberikan pukulan satu sama lain.

"Al!" panggil Mentari dengan khawatir namun tidak di hiraukan oleh Alvaro.

Mentari semakin panik karna cowok itu tidak berhenti memukuli lawannya yang berada di bawah kungkuhannya saat ini.

"Al berhenti!" teriak Mentari namun tidak di gubris oleh Alvaro.

Tidak ada yang meleraikan pertengkaran di lapangan, mereka hanya menonton seakan-akan tontonan di hadapannya sangat di sayangkan jika mereka lewatkan.

Mentari tidak berani berlari meleraikan Alvaro, bisa-bisa dia yang akan luka jika berani melakukan itu semua.

Mentari langsung berlari untuk segera mencari Agas. Yah, hanya Agas saja yang bisa membantunya untuk meleraikan pertengkaran Alvaro dengan anak IPS itu.

Mentari berlari untuk segera ke kelasnya untuk mencari Agas.

"Agas mana?" tanya Mentari baru tiba di ambang pintu sembari mengatur nafasnya karna berlari.

"Agas lagi ke kantin," jawab salah satu teman kelasnya.

Mentari langsung berlari meninggalkan kelas untuk menyusul Agas, sementara teman kelasnya yang melihat Mentari hanya menatap kasihan gadis itu. Hampir tiga tahu menjadi ketua kelas dia selalu di repotkan dengan masalah yang di perbuat oleh Alvaro.

Maka dari itu, teman sekelasnya tidak ada yang ingin menjadi ketua kelas, karna mereka tau resikonya akan berdampak kepadanya.

Mereka selalu menunjuk Mentari menjadi ketua kelas, karna mereka yakin Mentari bisa menanganinya.

Alvaro salah satu murid terpintar di SMA, dia selalu menjadi juara dua umum. Meski dia selalu buat masalah, namun otak cowok itu tidak perlu di ragukan lagi. Wajah Alvaro yang dingin sangat cocok, karna selain mempunyai wajah dingin cowok itu tampan.

Banyak yang mengangumi ketampanan milik Alvaro, hanya saja cowok itu selalu membuat masalah sehingga banyak yang takut kepadanya. Andai saja dia bukan cowok trouble sudah pasti perempuan di SMA akan menyatakan rasa cintanya kepada sosok Alvaro. Meski salah Alvaro salah satu trouble di sekolah, namun masih banyak yang suka sama cowok itu, karna ketampanannya, seperti dewa Yunani.

Mentari berlari untuk segera ke kantin, matanya mengamati seluruh isi kantin untuk mencari sosok Agas.

Mata Mentari langsung melihat sosok cowok sedang duduk di kursi dengan kakinya di atas meja sembari meminum minumannya.

"Agas!

Mentari langsung berlari ke arah Agas.

"Gas, bantuin gue!" kata Mentari.

"Bantuin apa?" tanya Agas berdiri dari kursinya.

Mentari tidak menjawab pertanyaan Agas, dia langsung menarik pergelangan tangan cowok itu untuk segera keluar kantin.

Sedangkan Agas tersenyum simpul, melihat tangan Mentari menariknya keluar kantin. Mentari langsung sampai di lapangan dia sudah tidak melihat murid-murid berkerumunan di lapangan.

Mentari langsung menegang, itu artinya perkelahian antara Alvaro telah usai. Dan sekarang cowok itu berada di kantor.

"Lo ngajakin gue buat apa kesini Tar?" tanya Agas sembari melihat lapangan yang kosong.

Agas melirik Mentari yang sedang memejamkan matanya." Gue bakalan dapat masalah," gumam Mentari yang hanya dia saja yang mendengarkannya.

Mentari terlambat menangani masalah Alvaro, karna saat dia dan Agas sampai di lapangan sudah tidak ada murid-murid yang berkerumun lagi.

"Perhatian-Perhatian."

Suara mikrofon sekolah berbunyi, sehingga murid-murid sebagian menghentikan aktifitasnya, karna pengumuman yang akan di sampaikan oleh kepala sekolah. Tak terkecuali Mentari dan juga agas memasang telinganya baik-baik.

Mentari meremas ujung roknya, dia merapalkan doa agar bukan namanya yang akan di sebut oleh kepala sekolah meski kemungkinanya kecil.

"Atas nama Mentari kelas 12 IPA 1 untuk segera keruangan kepala sekolah."

Deg

Sudah Mentari duga, dia akan mendapatkan panggilan terkhusus dari kepala sekolah.

"Sekali lagi saya sampaikan, atas nama Mentari kelas 12 IPA satu, untuk segera keruangan kepala sekolah."

Agas langsung melirik Mentari. Tidak mungkin 'kan jika Mentari mempunyai masalah dan di panggil langsung oleh kepala sekolah.

"Tar lo nggak lagi punya masalah kan?" tanya Agas. Tidak srek saja jika seorang Mentari mempunyai masalah dan di panggil untuk segera keruangan kepala sekolah.

"Bukan gue yang punya masalah," ucap Mentari," tapi Alvaro," sambungnya lalu pergi dari lapangan untuk segera keruangan kepala sekolah.

Mentari hanya bisa menundukkan kepalanya saat ini, dia sedang berada di ruangan kepala sekolah bersama dengan Alvaro duduk di kursi sampingnya.

Wajah cowok itu masih seperti biasa hanya menampilkan wajah dinginya saja, serta wajahnya yang lebam karna perkelahian.

Kepala sekolah yang menggunakaan kacamata itu menatap Alvaro dan Mentari secara bergantian. Dia kepala sekolah yang berkacamata tebal sekaligus wali kelas Mentari dan Alvaro.

Kepala sekolah yang berkacamata itu sejak kelas sepuluh sampai sekarang menjadi wali kelas Mentari, dan dia juga yang selalu menunjuk Mentari untuk menjadi ketua kelas.

"Kamu tau apa kesalahan kamu?" Kepala sekolah mulai mengintrogasi Mentari dengan suara intimidasi. Ini yang membuat Mentari khawatir jika teman sekelasnya berbuat ulah, karna dirinya yang akan menjadi orang pertama di introgasi atas kesalahan mereka.

"Iya Bu," jawab Mentari masih menundukkan kepalanya. Dia takut menatap manik mata kepala sekolah sekaligus wali kelasnya itu.

"Kamu kemana saja Mentari? Kenapa tidak meleraikan pertengkaran antara teman kelas kamu dengan kelas sebelah?" tanya kepala sekolah, lebih tepatnya pernyataan untuk Mentari.

Mentari mendonggakkan kepalanya, memberanikan diri untuk menatap kepala sekolah, meski dia takut menatap kepala sekolah itu.

"Kamu sudah tau kan kewajiban ketua kelas itu seperti apa?" Suara rendah namun tegas itu memberikan pernyataan kepada Mentari.

"Sekali lagi saya minta maaf Bu," kata Mentari dengan wajah cemas meminta maaf kepada kepala sekolah di hadapannya.

"Ibu tidak minta permintaan maaf, kamu Mentari. Ibu hanya bertanya kemana kamu saat Alvaro berantem dengan kelas IPS," terang kepala sekolah sembari memperbaiki kacamatanya yang sedikit melorot.

"Saya ke kantin Bu, manggil Agas." Mentari berkata jujur, karna apa yang dia katakan memang benar jika dia kekantin memanggil Agas.

"Kamu yang ketua kelas Mentari bukan Agas," terang kepala sekolah kepada Mentari. "Jadi kamu yang harus menyelesaikannya bukan teman kelas kamu atau Agas," sambungnya masih dengan suara rendah namun tegas.

"Sekali lagi saya minta maaf Bu." Hanya kata itu saja yang mampu di keluarkan oleh Mentari. Dia tidak bisa membelah dirinnya karna ini sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai ketua kelas.

Sementara Alvaro masih setia memasang wajah dinginya, seakan-akan dia tidak melakukan kesalahan membuat Mentari menarik nafasnya dalam karna sifat Alvaro yang terlalu dingin.

Keterpesonaan

Kepala sekolah yangKepala mengunakan kacamata sedkit tebal itu untuk menatap Alvaro yang hanya memasang wajah dinginya saja." Dan untuk kamu Alvaro." Kepala sekolah itu menjedah perkataannya," apa jiwa mu akan hilang jika kamu tidak buat masalah di lingkungan sekolah ini," sambungnya menatap Alvaro yang sama sekali tidak takut dengannya.

Alvaro menggeser kursinya lalu berdiri menatap kepala sekolah itu, seakan-akan dia lupa jika dia hanya seorang murid dan di hadapannya adalah seorang kepala sekolah.

Kepala sekolah itu bertatapan dengan wajah dingin Alvaro, entah mengapa tatapan Alvaro mampu membuat siapapun akan takut menatap manik mata cowok itu.

Mentari hanya bisa menatap Alvaro dan kepala sekolah itu dari manik matanya, dia tidak berani terang-terangan menatap antara murid dan kepala sekolah itu.

Mentari akui jika Alvaro memang pandai mengintimidasi lawannya hanya melalui tatap matanya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Alvaro langsung keluar dari ruangan kepala sekolah meski belum di persilahkan untuk keluar.

Mentari yang melihat punggung Alvaro hanya menarik nafasnya panjang, kepala sekolah saja tidak dia dengarkan apa lagi hanya dirinya hanya seorang ketua kelas.

"Dan untuk kamu Mentari, awasi teman-teman sekelas kamu. Terutama Alvaro," ucap kepala sekolah kepada Mentari.

"Ibu percayakan tugas ini ke kamu.Jadi, jangan buat saya kecewa dengan kepercayaan yang saya kasi ke kamu," sambungnya dengan tegas.

"Baik Bu," Kata Mentari, dia tidak mengucapakan kata-kata lain lagi kecuali mengiyakan ucapan kepala sekolah di hadapannya.

Dia pusing, semenjak kelas sepuluh dia selalu menjadi ketua kelas. Dan pada akhirnya dia yang akan mengurusi masalah teman sekelasnya u Alvaro Tanujaya.

"Kalau begitu silahkan kembali ke kelas. Cek dalam kelas kamu jangan sampai Alvaro bolos lagi." Kepala sekolah memperingati Mentari.

Setelah berpamitan, gadis itu langsung meninggalkan ruangan kepala sekolah. Rasanya dia sangat letih dalam satu hari ini.

Langkah kakinya mengantarkannya untuk segera ke kelasnya untuk mengecek teman sekelasnya apakah ada bolos.

Mereka kelas MIPA, namun bukan berarti mereka selalu taat akan aturan yang di tetapkan oleh pihak sekolah.

Saat langkahnya kakinya sudah sampai di ambang pintu, pergerakan langkah kaki gadis itu langsung terhenti di depan ambang pintu karna mendengar suara kegaduhan di samping kelasnya.

Mentari tidak jadi masuk ke dalam kelas, dia harus memeriksa apa yang sedang terjadi di samping kelasnya.

Mentari langsung menegang saat melihat siapa yang sedang berantem, yaitu sosok Alvaro. Baru saja cowok itu keluar dari ruangan kepala sekolah dan sekarang dia sedang berantem di samping kelas.

Mentari masih tidak bergeming, rasanya otaknya menjadi dejavu melihat pertengkaran Alvaro dan juga Agas.

Dengan suara seraknya gadis itu berteriak."Agas! berhenti!" teriak Mentari dengan suara seraknya.

Suara Mentari membuat tangan Agas hanya melayang di udara tidak jadi membalas pukulan Alvaro.

Jelas saja Mentari meneriaki nama Agas, jika dia memanggil nama Alvaro, cowok itu tidak akan mendengarkanya seolah-olah dia tuli.

Lebam di wajah Alvaro belum di obati dan sekarang cowok itu berantem lagi dengan teman sekelasnya.

Sepertinya perkelahian antara Alvaro dan Agas sangat imbang, buktinya saja wajah mereka sama-sama lebam, di tambah lagi lebam Alvaro yang belum di obati karna perkelahian pertamanya dengan anak IPS.

Alvaro menatap dingin Agas lalu pergi dengan baju yang sudah lusuh serta tatapan matanya yang tajam.

"Apa yang lo lakuin Gas?" Mentari berkata kepada Agas. Sehingga cowok itu hanya menatap ke samping tidak berani menatap manik gadis di hadapannya.

"Lo kenapa lakuiin ini Gas?"

Agas berani menatap manik mata Mentari, ini pertama kalinya dia berkelahi setelah berjanji dengan Mentari satu tahun yang lalu jika dia akan meninggalkan kebiasaan buruk itu demi Mentari.

"Gue cuman kasi pelajaran buat Alvaro," jawab Agas kepada Mentari.

"Nggak kayak gini caranya Gas, itu sama aja lo buat gue harus berurusan sama pihak sekolah karna kalian berdua berantem. Lo tau kan gue yang nanggung semuanya Gas." Suara gadis itu sedikit lirih. Bagaimana tidak jika baru-baru saja dia dari ruangan kepala sekolah karna masalah Alvaro, dan sekarang cowok itu berbuat ulah lagi.

Untung saja sekarang jam pelajaran, sehingga tidak ada yang melihat perkelahian antara Alvaro dan Agas.

Agas menarik nafasnya panjang." Gue minta maaf," ucap Agas bersungguh-sungguh." Gue ke bawa emosi sama Alvaro karna dia lo jadi banyak beban kayak gini karna urus masalah dia," sambungnya.

Jelas saja Agas marah akan hal itu, dia kasihan melihat gadis yang dia cintai harus menghadapi masalah Alvaro membuat Mentari tidak bisa beristirahat dengan tenang jika berada dalam lingkungan sekolah.

Meski cintanya belum di balas oleh Mentari, Agas yakin suatu hari cintanya akan di balas oleh sosok gadis di hadapannya.

Mentari memijat pelipisnya yang terasa pusing.

"Gue minta maaf Tar," ucap Agas tulus.

Mentari menatap Agas lalu menarik nafasnya panjang." Gue udah maafin, asal lo nggak ngulangin lagi," kata Mentari si sertai senyuman manis.

Agas langsung mengangguk mengiyakan ucapan Mentari.

"Yaudah lo ke kelas, bentar lagi jam masuk," ucap Mentari sembari mengecek jam di pergelangan tanganya.

"Lo nggak masuk kelas juga?" tanya Agas.

Mentari menggelengkan kepalanya." Gue mau cari Alvaro, jangan sampai dia bolos," ucap Mentari." Jangan lupa luka lo obatin di dalam kelas. Di dalam tas gue ada kotak obat lo tinggal ambil," sambungnya lalu pergi meninggalkan Agas untuk mencari Alvaro.

Agas menatap punggung gadis itu sembari tersenyum lalu berjalan untuk segera ke kelas.

Mentari mencari Alvaro namun cowok itu belum di temukan oleh Mentari membuat Mentari harus ekstra sabar menghadapi cowok seperti Alvaro.

"Alvaro mana sih!"

Gadis itu berjalan ke Roftop sekolah untuk mencari Alvaro, jangan sampai cowok itu tidak masuk ke kelas lagi.

"Al!" panggil gadis itu saat sudah berada di atas roftop sekolah. Hening, di atas Roftop tidak ada siapa-siapa. Lantas kemana Alvaro? Ini tempat terkahir Mentari mencari Alvaro. Karna dia sudah mencari cowok itu di taman sekolah, gedung belakang sekolah, dan kantin.

Mentari memijit pelipisnya pusing, kemana Alvaro? Bahkan untuk masuk ke kelas Mentari tidak akan berani karena yang akan mengajar nantinya adalah wali kelasnya sendiri yang tidak lain dan tidak bukan adalah kepala sekolah.

Mentari mengamati seluruh sudut roftop, hanya ada kursi usam yang tidak terpakai, tidak ada orang di atas roftop ini.

"Di sekolah tempat gue pusing, bukan pusing karna pelajaran tapi pusing ngurusin Alvaro," menolog gadis itu.

Mentari membalikkan badannya untuk segera ke kelas, semogah saja ada keajaiban Alvaro sudah ada di kelas.

Deg

Saat Mentari membalikkan badannya untuk segera turun dari roftop dia langsung melihat Alvaro berdiri di belakangnya menatapnya dingin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!