NovelToon NovelToon

The Alpha Is Watching Me

Aluna

Bunyi bel menyadarkanku dari lamunan, pelajaran yang sangat membosankan dan paling ku benci ini akhirnya selesai.

Aku mulai memasukkan satu persatu buku dimejaku kedalam tas hingga seseorang dari belakangku menepuk bahuku dengan sedikit keras sampai-sampai aku meringis.

" Aluna, hari ini kau mau kemana?."

" Entahlah, mungkin aku hanya akan berjalan-jalan di pusat kota."

" Ayo ikut aku ke Claire. Hari ini ulang tahun Jenifer dia mengundang semua orang disana."

" Sepertinya aku tidak ikut, kau bersenang-senanglah."

" Dasar gadis membosankan. Akan lebih menyenangkan kalau kau pun ikut."

Sarah, satu-satunya teman baikku disekolah sedikit merajuk. Dia memajukan bibirnya dengan tatapan kecewa yang ditujukan padaku. Aku sangat gemas melihatnya hingga membuatku tersenyum dan menggeleng.

Aku kembali merapikan bukuku memastikan tidak ada yang tertinggal sebelum aku pergi.

Dikota kecil yang hampir terpencil ini aku dan ibuku sudah hidup selama hampir 6 tahun. Kami biasa hidup berpindah-pindah sejak aku kecil namun disini ibuku seperti menemukan 'rumah' tempat dia dan hatinya akhirnya menetap.

Populasi penduduk disini tidak terlalu banyak, tidak seperti kota-kota besar yang berjarak puluhan kilometer dari sini. Kami tidak memiliki banyak tempat untuk dituju namun bagiku disini adalah tempat ternyaman dalam hidupku.

Aku menyusuri jalan yang selama 6 tahun terakhir ini selalu ku lewati. Dengan menjinjing sebuah paper bag aku tersenyum melihat seseorang yang sangat familiar bagiku berada di sebuah toko roti dan kue.

Krincing. Bunyi kerincing otomatis terdengar saat aku membuka pintu. Seorang pekerja ditoko yang sudah kukenal lama menyapaku ramah. Aku melambaikan tangan dengan tak lupa memasang senyum terbaikku.

Semerbak wangi kopi, roti, cake dan kue yang sedang dipanggang tercium begitu menggiurkan namun ada aroma lain yang menghipnotisku untuk terus mendekat dan bahkan tanpa sadar membuatku mendekap asal aroma yang kusuka itu. Ibuku, Lily.

Dia yang sedang berdiri didepan etalase toko memilih-milih roti dan kue sedikit terkejut, namun kulihat senyumnya mengembang saat mengetahui aku, putrinya yang sedang bergelayut manja dipunggungnya.

Dia lalu mengabaikanku dan kembali berbincang dengan karyawan toko itu perihal pesanannya.

" Kau ingin sesuatu yang lain, Luna?."

Suara lembut itu akhirnya ditujukan padaku.

" Aku ingin strawberry shortcake juga."

" Bagaimana kau tahu kalau itu baru saja matang, Aluna."

Mia, karyawan toko itu terheran saat aku memilih kue yang bahkan tidak ada di etalase namun masih di dapur mereka.

" Aku mencium baunya saat datang kemari."

" Wow.. penciumanmu sangat bagus, aku bahkan tidak mencium apa-apa dari sini."

Perbincangan kami ditanggapi senyum canggung dari ibuku, setelah itu ia menyela untuk mengajakku duduk sembari menunggu mereka menyiapkan pesanan kami.

" Jadi bagaimana dengan sekolah?."

" Seperti biasa saja, tidak ada yang istimewa."

" Kau sudah menentukan akan mengambil jurusan apa saat kuliah?."

Pertanyaan itu tidak bisa langsung ku jawab. Aku memiliki jawaban namun apakah jawaban itu bisa diterima oleh ibuku atau tidak aku sama sekali belum siap melihat reaksinya.

" Belum. Aku masih berpikir dan banyak yang harus ku pertimbangkan juga."

" Kupikir kau ingin menjadi seniman, kau berbakat dalam hal melukis, sayang."

" I-Iya.. tapi melukis bukan satu-satunya hal yang ingin kulakukan."

Aku sangat tidak percaya diri saat mengatakan itu hingga tanpa sadar aku menghindari tatapan ibuku. Melihatku yang mulai gelisah ibu menyudahi pembicaraan kami. Setelah mendapat semua pesanan kami keluar toko untuk segera pulang. Aku dan ibu saling mengaitkan lengan berbincang dan bersenda gurau sepanjang jalan. Saat-saat seperti ini yang selalu aku sukai bejalan bergandengan dengan ibuku dan aku selalu menikmatinya.

Menyadari waktu semakin petang kami mempercepat langkah karena hawa semakin dingin dan kabut akan segera muncul.

Rumah kami berada diujung jalan buntu dan yang paling dekat dengan hutan. Suasana hutan yang sunyi dan hanya terdengar suara serangga kecil bagiku sangat menyenangkan. Ditambah bau harum pohon pinus dan kasturi yang basah karena embun bagaikan aromaterapi yang menenangkan.

Cahaya bulan malam itu terasa berbeda, ia lebih terang dari biasanya hingga bayangan pepohonan terlihat jelas sejauh mata memandang. Aku duduk diteras balkon kamarku dengan buku yang baru saja kubeli tadi siang. Buku novel dari penulis yang sama dengan tumpukan buku lainnya yang ada dikamarku.

Dari sekian banyak buku yang ia terbitkan yang paling terkenal darinya adalah tentang manusia serigala dan aku memiliki hampir semua bukunya.

Baru beberapa lembar yang kubaca, aku berhenti dan teringat wawancara si penulis baru-baru ini. Dia mengatakan bahwa cerita yang ada dalam setiap novelnya adalah hasil karya pemikiran dan imajinasinya saja. Ia hanya membayangkan jika saja manusia serigala itu memang ada.

Tapi aku merasakan hal lain saat membaca setiap karyanya entah karena kejeniusannya membuat cerita atau memang ini adalah kisah nyata yang ia tuangkan dalam tulisan. Sungguh pemikiran yang gila.

Tok..tok.. ketukan di pintu kamarku membuyarkan lamunanku. Aku menutup buku yang ku genggam dan menyimpannya sembarang. Kulihat ibuku datang dengan sebuah nampan ditangannya.

" Kau tidak boleh tidur sebelum menghabiskan dessert mu."

Aku tersenyum melihat ibuku yang sedikit kekanakan ini. Setelah meletakan nampan berisi dua gelas teh dan beberapa kue termasuk strawberry shortcake yang kami beli tadi dia bergabung untuk duduk bersamaku.

Kini kami berdua menghabiskan waktu bersantai ditemani hangatnya segelas teh dan bulan yang bersenandung seolah meninabobokan kami. Karena rasa kantuk ibuku berpamitan untuk pergi ke kamarnya, namun sebelum ia keluar ia sempat melirik tumpukan buku milikku.

" Luna, kau sangat senang membaca novel fiksi ya?."

" Ah, iya bu. Aku hanya penasaran dengan ceritanya tanpa sadar aku membeli semuanya."

" Tapi kenapa hanya cerita manusia serigala yang kau punya?."

Nada suara ibu terdengar sedikit aneh.

" Karena hanya itu yang menarik."

Aku menjawab sekenanya.

" Begitu ya, kau jangan tidur terlalu malam ya, jangan lupa pintu dan jendela kau kunci rapat."

" Oke."

Manusia serigala, entah sejak kapan aku mulai mencari tau tentang mereka tapi semenjak itu mimpiku selalu berkaitan dengan mereka. Mimpi itu terus berulang selama 2 tahun terakhir ini sejak aku berulang tahun yang ke-17. Aku pasti sudah gila karena percaya mitos, atau mungkin aku terobsesi pada mereka.

Aku melirik tumpukan buku, literatur dan bahkan DVD film tentang werewolf yang ku kumpulkan selama ini.

Aku mulai memasukkan itu semua kedalam sebuah kotak penyimpanan.

Tidak ada lagi werewolf, manusia serigala atau apapun itu. Aku sungguh menjadi gila karena terus percaya mereka ada.

Ucapku bicara sendiri.

Hutan

Hhhhmmm... Aku menggeliat meregangkan otot-otot tubuh, mataku enggan terbuka tapi aku terpaksa bangun karena sinar matahari terlalu kuat menusukku jika aku masih menutup mata.

Ibuku sudah pulang shift malam rupanya, aku bisa tahu karena semua jendela kamarku sudah terbuka. Aku beranjak dari kasurku, merapikan rambut warna cinnamon yang bergelombang milikku. Aku mengikatnya keatas sehingga menampakan leherku yang jenjang tak lupa aku mengambil sebuah selimut kecil untuk menutup tubuh atasku yang hanya memakai tanktop hitam.

Sarapanku sudah siap ternyata. Segera aku bisa mencium semua aroma masakan ibuku saat membuka pintu kamar. Aku menuruni tangga untuk bergabung dengan ibu masih memakai baju tidur dan selimut yang membelit tubuhku.

" Pagi bu."

Ucapku sambil mendudukkan diri di kursi makan kami.

" Pagi sayang. Hari ini sarapan kita..."

" Egg muffin dan french toast."

Aku mendahului perkataan ibu dan meneguk segelas susu yang sudah ada di meja makan.

Ibuku sedikit terkejut oleh perkataanku, wajahnya seperti mengatakan 'bagaimana kau bisa tahu.' Namun itu bukan hal yang aneh bagiku karena memang penciumanku ini sangat tajam.

" Jadi, kapan kau akan mendaftar kuliah?."

Tanya ibu ditengah-tengah sarapan kami.

" Ada beberapa dokumen yang belum aku siapkan, jadi aku belum mendaftar."

Ibuku tidak puas dengan jawabanku, ia menatapku seolah menuntut jawaban yang sebenarnya. Mendapat tatapan seperti itu membuatku semakin gusar, ibu akan selalu tahu jika aku berbohong entah karena dia ibuku atau karena aku tidak pandai berbohong.

" Nak, ada apa? Kau menyembunyikan sesuatu dariku?."

Perlahan aku menyimpan pisau dan garpu ditanganku, wajahku masih tertunduk tak berani menatap ibu.

" Bu, sebenarnya aku tidak ingin menjadi seniman atau dokter sepertimu."

Mulutku langsung ku kunci setelah mengatakan itu, aku melirik kearah ibu dan mendapati tatapannya masih lembut tidak berusaha menghakimiku. Ekspresi nya memberiku keberanian untuk berkata jujur kepadanya apa yang aku inginkan selama ini.

" Maaf jika aku tidak jujur kepadamu selama ini tapi yang aku sukai adalah bunga, tanaman dan hutan."

Ibuku mulai beraksi setelah aku mengatakan itu, dia mulai mengerti maksud dari perkataanku.

" Maksudmu kau ingin belajar di jurusan Pertanian dan Kehutanan."

" Ya. Aku ingin menjadi peneliti tumbuhan dan bunga liar, menyusuri hutan-hutan dan pegunungan di seluruh dunia jika bisa. Ibu mungkin salah paham saat aku selalu melukis pemandangan hutan dan bunga-bunga cantik. Aku tidak jatuh cinta pada melukis bu, aku jatuh cinta pada objek yang ku lukis."

" Ya Tuhan.."

Hanya itu kata yang keluar dari mulutnya. Aku tahu ini hal yang sulit diterima oleh ibuku namun aku tidak bisa menyerahkan mimpiku begitu saja. Dari kecil aku hidup dekat dengan hutan yang indah mustahil aku tidak menyukainya.

Sering kali saat aku terlepas dari pengawasan ibu, aku akan masuk kesana. Dengan membawa segala perbekalan termasuk alat-alat pelindung diri.

Bertahun-tahun aku menjelajahi hutan yang sama hingga hari ini ibuku tidak pernah tahu, hanya 2 orang yang tahu rahasiaku ini, nenek Giselle yang hidup sebatang kara dan selalu mencari kayu bakar ke hutan serta tuan Dexter seorang pengrajin kayu yang menghabiskan waktu sepanjang hidupnya berada di dalam hutan untuk mengambil kayu dari pohon yang ia tanam sendiri.

Jika ibuku tidak mengatakan apapun itu artinya rahasiaku aman bersama mereka.

Aku mengintip ke kamar ibuku, ruangannya gelap dan ibuku sedang tidur. Menjadi dokter jaga saat malam pasti melelahkan terlebih jika pasien membludak.

Ibuku adalah seorang dokter di rumah sakit kota kami, akses jalan yang terjal dan berbahaya tidak jarang menjadi penyebab kecelakaan di daerah kami. Itulah mengapa profesi dokter dan tenaga kesehatan begitu diminati disini.

Aku mengambil tas ransel yang sudah kusiapkan sebelumnya, memakai jaket tebal lalu menalikan sepatu boot khusus mendaki milikku yang hampir usang karena seringnya kupakai.

Aku mengendap lewat pintu belakang menyusuri halaman dan sampai ke jalan setapak menuju hutan, tempat favorit ku.

Aku berjalan santai sambil bersenandung, terdengar burung-burung liar ikut berkicau seakan mereka adalah backing vocal ku.

Baru berjalan beberapa menit aku melihat seseorang yang kukenal, siapa lagi jika bukan nenek Giselle yang sedang mengumpulkan kayu bakar. Aku memutuskan untuk berhenti dan menyapanya.

" Hai, nek."

" Ya ampun, siapa ini. Aku sampai kaget karena kupikir kau sudah bertaubat."

Kata-kata menusuk nenek Giselle pas mengenai dadaku. Ya, aku memang harusnya bertaubat karena memasuki hutan tanpa sepengetahuan ibuku.

" Ah nenek bisa saja."

Aku tersenyum malu-malu.

" Ya sudah cepat pergi sebelum matahari terbenam kau harus sudah pulang."

" Baik, nek."

Aku memberi hormat padanya dan berbalik. Kurasakan nenek Giselle masih menatap punggungku meskipun aku sudah jauh pergi dari tempatnya berdiri.

Dia memang wanita yang hangat meskipun kata-katanya terdengar dingin.

Tidak sampai satu jam berjalan dan mendaki aku sampai di puncak. Tempatku berdiri seperti tebing yang bisa melihat pemandangan dibawah nya dengan jelas. Kulihat sungai begitu kecil dari sini. Aku duduk bersandar pada sebuah pohon lalu mengeluarkan alat gambarku dari tas.

Berkali-kali dalam beberapa tahun aku menggambar objek yang sama namun selalu terasa berbeda. Mungkin karena semakin dewasa pemikiranku semakin terbuka dan sudut pandangku pun ikut berubah.

Tanpa terasa 2 jam berlalu dan aku sudah menyelesaikan gambarku. Aku memasukkan semua peralatan gambarku dan mengemas tas ku. Aku bangun karena sadar hari sudah sore dan aku yakin ibuku sudah bangun.

Dengan hati-hati aku menuruni tanah yang curam, namun aku tidak kesulitan berkat latihan naik turun hutan selama ini.

Aneh, kenapa kabut sudah muncul jam segini. Aku harus cepat-cepat turun.

Baru setengah jalan aku turun kabut semakin tebal. Aku agak kesulitan berjalan karena jarak pandangku terbatas. Sesekali aku tersandung ranting namun berkat penciumanku yang tajam aku tidak kehilangan arah dan sangat mengenali jalan pulang.

Ggggrr.. suara asing itu membuatku menghentikan langkahku. Aku celingak-celinguk mencari sumber suara tapi tidak menemukan apapun. Gggrr.. suara itu kembali namun aku yakin ini adalah suara yang berbeda.

Suara geraman itu lebih dari satu, dua aku rasa. Anjing liar? Serigala? Harimau?. Pikiranku berkenala tapi aku tidak takut sama sekali. Entah keberanian dari siapa aku tidak pernah takut pada binatang buas sekalipun. Namun yang menjadi pertanyaan, selama 6 tahun aku disini aku tidak pernah mendengar ada binatang buas atau liar dihutan kota ini. Pasti aku salah mendengar.

Aku melanjutkan langkah hingga tiba-tiba ada yang menarik perhatianku. Sekelebat bayangan muncul dari balik pepohonan disampingku. Aku kembali terhenti dan melihat sekeliling. Saat aku lengah seseorang dari belakang menyergapku, memeluk tubuhku dengan erat tanpa memberiku kesempatan untuk berontak.

" Aku menemukanmu, Luna-ku."

Suara berat dan dalam itu bergema dalam telingaku, namun sedetik kemudian aku merasa lemas terlebih lekukan leherku seperti ada yang menggigitnya. Aku tidak sadarkan diri.

Delusi

Hosh..hosh.. nafasku tersenggal namun kakiku tidak ingin menyerah. Aku terus berlari membelah hutan yang gelap dan sepi.

Hah mimpi ini lagi.

Sebelum aku sampai ditempat yang menurutku aman, kaki sialan ini tersandung ranting membuatku terjatuh hingga berguling. Sangat dramatis karena ini adalah mimpi.

Aku berbaring meringkuk saat kulihat lututku penuh darah yang mengucur. Lalu lolongan anjing menyeramkan mulai terdengar aku melihat sekeliling dan ternyata aku sudah dikepung oleh bayangan manusia tinggi dan besar. Aku tidak tahu makhluk apa mereka namun aku yakin itu berbentuk manusia, sama sepertiku.

Aku mengerjap berkali-kali menyadarkan diri dari mimpi itu. Aku ternyata sudah berada dikamarku.

Aku terdiam cukup lama mengingat yang terjadi barusan. Tidak.. tadi bukan mimpi aku jelas-jelas berada dihutan terakhir kali kesadaranku masih penuh. Aku bangun dari kasur saat melewati cermin besar disudut ruangan aku sadar sudah berganti pakaian.

Ada apa ini. Aku kebingungan dan mulai memijat kepalaku yang pusing tanganku tanpa sengaja menyentuh leher dan aku kesakitan.

Aw.. apa ini. Aku mendekatkan diri ke cermin dan saat kusibak rambutku sebuah tanda merah keunguan berada disana. Memarnya cukup besar dan bahkan ada 2 luka kecil seperti tusukan benda tajam.

Aku mulai merinding memikirkannya. Setengah berlari aku berniat menemui ibuku dan saat ku lihat dia sedang menyiapkan makan malam kami.

" IBU!!"

" Astaga.. kau kenapa. Mengagetkanku saja."

" Bu, apa kau tahu apa yang baru saja ku alami. Aku tadi.. dihutan.. seseorang menggigit.. lalu.. aku dikamar.."

Aku mendadak tidak bisa menyusun kata-kata dengan baik saking terkejutnya, dan sama hal nya denganku ibuku hanya menatap kebingungan.

" Kau sepertinya bermimpi lagi. Sudah kubilang jangan tidur saat menjelang matahari terbenam."

Ibu kembali dengan kesibukannya menyiapkan makanan meninggalkanku yang penuh perasaan campur aduk. Bagaimana aku menjelaskannya pada ibu. Aku menyerah dan akhirnya kembali ke kamar.

Sepanjang malam aku memikirkannya merasa kebingungan apakah hal yang ku alami itu mimpi atau nyata.

Beberapa hari berlalu sejak insiden itu. Aku duduk di sebuah cafe dipusat kota menunggu temanku, Sarah.

" Aluna..."

Suara cempreng itu bergema diseluruh cafe membuat semua orang disana menatap kami. Aku menunduk karena malu, namun bukan hal aneh juga bagiku yang sudah bersahabat dengannya sejak masuk sekolah menengah atas.

" Ya ampun aku sangat merindukanmu, beberapa minggu sejak kelulusan kita tidak bertemu,kan?."

Gadis ceria yang energik ini sangat sulit ku kendalikan. Mulutnya seperti toserba 24 jam tidak pernah bisa tertutup tapi inilah yang kusukai darinya.

Kami berbincang banyak sekali hal, atau lebih tepatnya dia yang berbicara aku sebagai pendengar.

Sarah mulai kelelahan bicara ia sampai meneguk habis minuman yang dipesannya. Inilah kesempatan baik untukku agar bisa bicara.

" Sarah, aku akan kuliah di Universitas Highlands."

Uhuk..uhuk.. dia yang sedang mengunyah cake tiba-tiba tersedak. Dengan sigap aku memberikan minumanku padanya karena miliknya sudah tandas.

" Apa? Tapi bukankah kau akan mengambil jurusan seni disini? Lalu bagaimana denganku, kau bilang kita akan terus bersama kau jahat sekali...huuuaa.."

Sarah menangis tersedu-sedu aku yang sudah tahu hal ini akan terjadi hanya bisa memijat pangkal hidungku. Aku berusaha menenangkannya dengan menepuk-nepuk punggungnya. Untuk kedua kalinya tatapan orang-orang disekitar kami kembali mengintimidasi tapi sekarang aku tidak peduli karena sahabatku lebih penting dari itu.

Setelah dia merasa lebih tenang aku menjelaskan alasanku memilih universitas yang jauh dari kota kami itu. Sarah sangat tahu kesukaanku pada tanaman dan hutan jadi tidak sulit membuatnya untuk mengerti.

Kami kembali berbincang tentang hal-hal yang menyenangkan hingga kami melupakan fakta bahwa aku akan segera meninggalkan Sarah dan juga ibuku di kota ini sendiri.

" Hhmm.. Sarah kau percaya pada werewolf, manusia serigala atau semacamnya?."

" Ya Tuhan, kau masih saja membaca tentang mereka. Ini sudah jaman apa, nona."

" Aku kan hanya bertanya, aku juga hanya tertarik pada cerita mereka bukan berarti aku percaya keberadaannya. Tapi ada sesuatu yang aneh yang ku alami baru-baru ini."

" Apa itu?."

Sarah mendekatkan tubuhnya.

" Beberapa hari yang lalu aku pergi ke hutan belakang rumahku, saat akan pulang aku mendengar suara geraman entah itu anjing atau serigala. Lalu tiba-tiba ada seorang pria yang memelukku dari belakang dan menggigit leherku. Dia mengatakan 'aku menemukan mu, Luna-ku' dan setelah itu aku pingsan."

" Lalu saat sadar kau dimana?."

" Itulah yang aneh, saat sadar ternyata aku sudah dirumahku."

" Sudah kuduga, kau delusi. Aku beberapa kali bilang padamu jangan terlalu terbawa perasaan saat kau membaca buku. Kau bahkan tidak bisa membedakan sesuatu yang nyata dan tidak."

" Kau tidak percaya padaku? Sarah aku bersumpah laki-laki itu melakukan itu padaku..."

" Stop. Laki-laki itu seperti apa?"

Sarah menyela perkataanku dengan mengangkat tangannya.

" Aku melihatnya hanya dari samping, penampilannya seperti Jason Momoa."

" Jason Momoa? Aquaman? Wolves?. Jadi laki-laki setampan Jason Momoa berkeliaran dihutan, memelukmu dari belakang dan menggigit lehermu."

Aku mengangguk pada setiap kata yang diucapkan Sarah, wajah Sarah menjadi serius lalu dia menatapku dan membelai kepalaku.

" Gadisku ini sudah gila rupanya. Berhenti menonton film tentang manusia serigala dan temukan laki-laki jika kau begitu kesepian."

" Sarah aku serius.."

" Kau pasti menganggapku begitu bodoh sampai-sampai kau bicara hal konyol. Kalau memang ada laki-laki seperti itu dihutan aku akan dengan senang hati setiap hari menemuinya."

Aku bernafas panjang, sia-sia sekali tenagaku menceritakan hal itu pada gadis bodoh ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!