Tuan Anas Mikail lelaki tua berumurkan 40 tahun yang memiliki segalanya tanpa mempunyai cinta. Cintanya padam atas penghianat yang di lakukan oleh pacarnya. Namira kepergok sedang melakukan hubungan intim dengan seseorang lelaki yang jauh lebih muda dibandingkan dengan Tuan Anas.
Semenjak kejadian itu Tuan Anas mengumbar gairahnya kepada seluruh wanita yang dibelinya. Tuan Anas menikmati malam panjangnya dengan meniduri wanita-wanita yang berusia jauh lebih muda dibandingkan dengan Namira. Wanita-wanita itu bahkan dengan senang hati ingin tidur bersama Tuan Anas tanpa di bayar sekalipun. Pesona Tuan Anas membuat jantung hati para wanita klepek-klepek.
"Sayang apa layanan ku kurang puas untuk mu? Tanya Lula seorang wanita berparas cantik
"Tidak" Jawab Tuan Anas dengan singkat
"Apakah malam ini kau ingin menginap di sini? Tanya Lula dengan manja dan duduk di pangkuan Tuan Anas
"Tidak" Jawabannya
"Ada apa dengan dirimu? Kau hanya menjawab tidak, tidak, dan tidak" Ucap Lula protes
Tangan Lula mulai menggerayangi dada bidang milik Tuan Anas. Lula membuka satu persatu kancing baju milik Tuan Anas.
"Apa yang kau lakukan? Tanya Tuan Anas mencegah tangan Lula untuk tidak membuka kancing baju miliknya
"Aku menginginkannya" Jawab Lula berbisik di telinga Tuan Anas
Tuan Anas hanya terdiam, saat Lula mulai ******* bibir Tuan Anas. Tuan Anas yang mendapatkan perlakuan itu dari Lula langsung membalas ciuman Lula.
"Ah..." Desah Lula saat Tuan Anas mengigit bibir bawah Lula
"Kau sangat nakal" Ucap Tuan Anas melepas ciumannya
"Bukankah kau menikmatinya? Tanya Lula
Tuan Anas ******* kembali bibir Lula dengan sangat lahap. Bahkan mereka saling tukar Saliva tanpa rasa jijik. Tuan Anas membawa Lula menuju tempat tidur tanpa melepas ciumannya. Tuan Anas menghempaskan tubuh mungil Lula ke atas tempat tidur. Dengan segera Tuan Anas membuka seluruh pakaiannya dengan sangat sigap.
Lula yang melihat senjata Tuan Anas tersenyum.
"Apakah kau sudah siap sayang? Tanya Tuan Anas dengan suara beratnya
Lula hanya menganggukkan kepalanya
"Ah..." Desah Lula saat senja Tuan Anas masuk ke dalam miliknya
"Kau menikmatinya? Tanya Tuan Anas dengan berbisik
"Em..." Jawabannya
Permainan Tuan Anas semakin panas ketika Lula mengerang mengeluarkan cairan kenikmatan. Setelah terjadi pergumulan yang sangat panjang. Akhirnya Tuan Anas merebahkan tubuhnya di samping Lula.
"Tidurlah. Kau pasti lelah" Ucap Tuan Anas dengan mengecup pucuk kepala Lula
"Hm" Jawab Lula dengan memeluk Tuan Anas hingga tertidur pulas
Pagi hari saat Lula bangun tidur, Lula tidak melihat lagi Tuan Anas tidur di samping dirinya.
"Dia selalu pergi begitu saja" Ucap Lula bangun dari tempat tidur dan mengambil pakaian yang berserakan di lantai
.
.
Di tempat lain hiduplah seorang gadis remaja yang bernama Janna Riskati Syuhada, berumur 20 tahun. Syuhada tidak lagi memiliki seorang Ibu, Ibu Syuhada meninggal dunia saat Syuhada berumur 18 tahun akibat sakit jantung yang di deritanya. Bapak Syuhada hanya seorang berandal kelas bawah yang bermainkan judi.
Hidup Syuhada penuh dengan penekanan saat dirinya tidak lagi memiliki Ibu. Ibu dulunya yang bisa menjadi tameng kejahatan Bapaknya kepada Syuhada. Saat Ibu Syuhada meninggal, tanpa ada rasa sedih Bapak Syuhada tidak berada di saat-saat terakhir pemakaman Ibu Syuhada.
Bapak Syuhada berasyik main judi di salah satu tempat. Bahkan Syuhada sudah menelepon Bapaknya dan mengabarkan jika Ibunya meninggal. Namun sayangnya Bapak Syuhada tidak datang.
Sekarang Syuhada hidup seorang diri di rumah yang sudah hampir roboh di tanah milik orang lain. Syuhada kini bekerja sebagai kurir pengantar makan di salah satu restoran ternama. Syuhada bercita-cita ingin menjadi seorang dokter kandungan. Dengan sangat giat Syuhada menekuni pekerjaannya saat ini. Syuhada bahkan harus makan seadanya saja di karenakan uang gajinya di sisihkan untuk masuk pendaftaran kuliah. Bos Syuhada yang bernama Anna sangat baik kepadanya. Jika Syuhada mendapatkan orderan yang sangat banyak maka dirinya akan mendapatkan bonus dari Bosnya.
"Syuhada apa kau sudah makan" Teriak Lukman teman kerjanya
"Nanti aku akan makan setelah mengantarkan makanan ini" Jawab Syuhada dengan berteriak
"Astaga anak itu selalu saja menyusahkan dirinya sendiri" Ucap Lukman lirih
"Eh... Lukman apa kau menyukai Syuhada? Tanya Edwin teman kerjanya
"Kau ini Edwin ada-ada saja. Aku ini sudah menganggap Syuhada sebagai adikku sendiri" Jawab Lukman tersenyum
"Awas iya kalau kau jatuh cinta kepada Syuhada aku akan menjewer telinga mu" Ucap Edwin tertawa
"Apa jangan-jangan kau yang suka dengan Syuhada? Tanya Lukman balik
"Oh sudah jelas itu" Jawab Edwin tersenyum
"Apa? Sejak kapan kau mulai menyukai Syuhada? Tanya Lukman
"Sejak Syuhada bekerja di sini. Aku jatuh cinta kepada Syuhada pada pandangan pertama" Jawab Edwin menjelaskannya
"Bagaimana dengan Caca? Tanya Lukman yang selama ini tahu kalau Edwin dekat dengan Caca
"Caca iya. Syuhada iya juga" Jawab Edwin tertawa terbahak-bahak
"Kau ini laki-laki tidak punya pendirian. Kau harus pilih salah satu di antara mereka" Ucap Lukman
"Haruskah seperti itu? Tanya Edwin
"Iya harus" Jawab Lukman
"Hm... Baiklah aku akan pikiran kembali siapa yang harus aku pilih di antara mereka" Ucap Edwin dengan santai
"Apa yang kalian bicarakan? Tanya Bu Anna sebagai pemilik Restoran Ranum yang tiba-tiba berada di situ
"Anu Bu itu" Jawab Edwin menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal
"Aduh kalian ini. Selalu saja tidak fokus saat bekerja" Ucap Bu Anna
"Ayo, layani tamu yang di sebelah sana" Perintah Bu Anna
"Baik Bu" Ucapannya bersamaan
"Kau itu selalu mengajak diriku berbicara saat kerja" Ucap Lukman menyalahkan Edwin
"Iya maaf. Aku pikir Bos hari ini tidak datang" Jawab Edwin tersenyum
"Apa kalian masih ingin meneruskan pembicaraan kalian di situ" Teriak Bu Anna saat melihat banyak tamu yang berkunjung
"Ah... Maafkan kami, Bu" Ucap Lukman sedikit menundukkan kepalanya
"Eh... Anak-anak itu" Jawab Bu Anna lirih
Bu Anna masuk ke dalam ruangannya, setelah melihat Lukman dan Edwin mulai melayani pengunjung.
"Halo... Selamat datang di restoran kami" Sapa Edwin kepada pengunjung perempuan
"Dasar buaya buntung" Umpat Lukman pada Edwin
Restoran Bu Anna selalu banyak pengunjung dan bahkan banyak orderan setiap hari yang masuk di karenakan masakannya sangatlah enak. Bu Anna atau sering di panggil Nyonya Anna merupakan pemilik restoran Ranum di usianya yang memasuki umur 60 tahun masih giat menekuni bisnis kuliner. Bu Anna tidak melupakan jati diri di mana dari restoran itulah kini dirinya berserta almarhum suaminya menjadi orang sukses dan ternama.
Bersambung... ✍️
Hai teman-teman jangan lupa baca novel ku yang lainnya juga iya berjudul:
1. PAPA UNTUK ANAKKU
2. MAYSAROH
3. ISTRI TUAN ANAS
Malam hari
Malam semakin larut Syuhada yang sudah selesai mengantarkan pesanan makanan para langganannya langsung berpamitan pulang kepada Bu Anna.
"Tok... Tok... Tok..." Suara pintu di ketua dari luar
"Masuk" Jawab Bu Anna yang masih berada di ruangan miliknya
"Maaf Bu. Aku pamit pulang dulu" Ucap Syuhada dengan menundukkan kepalanya
"Oh... Kemarilah sebentar, Syu" Perintah Bu Anna
"Ada apa Bu?" Tanya Syuhada yang berdiri di depan Bu Anna
"Ini untuk mu" Jawab Bu Anna tersenyum dengan memberikan amplop untuk Syuhada
"Apa ini, Bu?" Bukankah kemarin Bu Anna sudah memberikan gaji ku plus bonus kepada ku" Ucap Syuhada menolak amplop tersebut dan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal
"Ayo, ambilah Syu" Perintah Bu Anna
"Maaf Bu. Uang Syuhada yang kemarin masih cukup untuk kebutuhan ku selama satu bulan ke depan" Ucap Syuhada dengan tersenyum
"Ambillah. Ibu tau kau pasti membutuhkannya, kau sudah bekerja keras hari ini. Kau itu gadis yang kuat" Puji Bu Anna kepada Syuhada yang membuat Syuhada menundukkan kepalanya
"Astaga. Syuhada rasa Bu Anna terlalu berlebihan kepada ku. Baiklah Bu aku pamit pulang dulu" Ucap Syuhada berpamitan kembali kepada Bu Anna
"Apa kau pulang naik ojek?" Tanya Bu Anna
"Iya Bu. Kenapa?" Tanya Syuhada balik
"Bawalah saja motor yang setiap hari kau pakai itu. Kau tidak perlu meninggalkan motor itu di restoran ini" Jawab Bu Anna segera bangkit dari tempat duduknya
"Tidak usah repot-repot, Bu" Ucap Syuhada segera pergi keluar dari ruangan Bu Anna
"Syu... Tidak papa. Biarkan Ibu menolong mu" Jawab Bu Anna
"Baiklah Bu. Jika Bu Anna memaksanya, maka aku akan membawa motor itu. Tapi..." Ucap Syuhada yang cemas
"Sudah tidak usah memikirkan yang lainnya. Jika motor itu rusak, maka Ibu yang akan membawanya ke bengkel dan membayar biayanya" Jawab Bu Anna
"Sekali lagi terimakasih, Bu" Ucap Syuhada menundukkan kepalanya dan keluar dari ruangan Bu Anna
"Hm... Gadis itu selalu saja menolak apa yang aku berikan kepadanya" Ucap batin Bu Anna
Bu Anna segera pulang ke rumahnya dan berpamitan kepada Lukman. Lukman merupakan orang kepercayaan Bu Anna yang menjaga restoran Ranum selama ini dengan baik
"Lukman" Panggil Bu Anna saat berpapasan di depan restoran yang sedang menyusun kursi
"Iya Bu" Ucap Lukman segera menghampiri Bu Anna
"Pastikan semua terkunci dengan rapat" Perintah Bu Anna
"Baik Bu" Jawabannya
"Aku pulang dulu" Pamit Bu Anna segera pergi
"Baik Bu" Jawab Lukman dengan menundukkan kepalanya
"Aduh-aduh anak kesayangan Big Bos" Ucap Edwin dari belakang
"Edwin apa yang kau ucapkan" Bentak Lukman
"Apa?" Tanya Edwin dengan santai
"Bagaimana kalau Bu Anna mendengarkan ucapan mu?" Tanya Lukman balik kepada Edwin
"Astaga Lukman Ibumu itu sudah jalan dan pergi jauh. Mana mungkin dia mendengarkan ucapan ku" Jawab Edwin tertawa
"Kau itu. Dia Bu Bos mu Edwin" Ucap Lukman penuh dengan penekanan
"Dan dia itu Ibu Big Bos mu, Lukman" Jawab Edwin kembali tertawa terbahak-bahak
"Sudah-sudah jangan di besar-besarkan. Aku akan ke sana membereskan semua kursinya" Ucap Lukman segera pergi
"Hm" Jawabannya
"Apa kau tidak ingin membantu ku?" Tanya Lukman membalikkan tubuhnya
"Tidak" Jawab Edwin
"Kenapa?" Tanya Lukman
"Aku harus pergi ke dapur membantu Ritika" Jawab Edwin segera pergi ke dapur
"Dasar buaya buntung" Umpat Lukman
"Apa kau sudah mengatai ku" Teriak Edwin yang mendengarkan umpat Lukman dan masih terus berjalan menuju ke dalam restoran
"Tidak" Ucap Lukman segera pergi
.
.
"Syu... Syuhada" Panggil Pak Adam
"Dimana Syuhada ini? Apa dia belum pulang dari tempat kerjanya?" Tanya Pak Adam berjalan dengan sempoyongan
"Syu... Syuhada" Teriak Pak Adam semakin keras. Namun tidak ada jawabannya
"Ah... Lebih baik aku pergi saja dan kembali besok" Ucap Pak Adam segera pergi dari rumah Syuhada dan berjalan dengan sempoyongan
Syuhada pulang ke rumahnya dengan keadaan selamat.
"Akhirnya sampai juga dengan selamat" Ucap Syuhada memarkirkan motornya di depan rumahnya
Syuhada membuka pintu rumah miliknya dan mulai memasukkan motor tersebut. Syuhada yang merasa lapar pergi ke dapur untuk mencari makanan. Namun di meja makan tidak ada makanan yang tersisa dari sarapan pagi. Syuhada kembali memeriksa lemari di mana Ia menyimpan makanan. Lagi-lagi tidak menemukan makanan, perut Syuhada yang sudah berbunyi sedari tadi hanya bisa pasrah dengan keadaan.
Dengan lemas Syuhada duduk di kursi dan menuangkan air putih ke dalam gelas untuk Ia minum. Syuhada meminum air putih tersebut berulang kali. Hingga pada akhirnya perutnya yang terasa lapar tidak bisa di ajak kompromi.
"Sebaiknya aku tidur saja dengan begitu rasa lapar ini akan hilang dengan sendirinya" Ucap Syuhada pergi menuju ke kamar miliknya dan segera tidur
Pagi hari
Seperti biasa Syuhada bangun lebih awal untuk membuat sarapan pagi dengan memasak mie goreng instan kesukaannya.
"Syu... Syuhada" Panggil Pak Adam
"Seperti ada yang memanggil namaku" Ucap Syuhada dengan lirih
"Syu. Buka pintunya" Ucap Pak Adam
Syuhada yang mendengarkan suara Bapaknya. Ia segera pergi ke depan dan membukakan pintu.
"Bapak" Ucap Syuhada yang melihat wajah Pak Adam babak belur
"Dimana kau menyimpan semua uangmu?" Tanya Pak Adam segera masuk ke dalam rumah Syuhada
"Apa maksud Bapak?" Tanya Syuhada yang tidak mengerti
"Aku butuh uang. Mana uangmu" Jawab Pak Adam membentak Syuhada
"Aku tidak memiliki uang, Pak" Ucap Syuhada berbohong
"Kau jangan menipuku Syuhada. Bukankah kemarin Ibumu meninggal, pasti banyak orang yang bersedekah dengan memberikan uang kepada mu" Jawab Pak Adam masuk ke dalam kamar Syuhada dan mulai mengobrak-abrik kamar Syuhada untuk mencari uang tersebut
"Berhenti Pak. Syuhada tidak memiliki uang, uang itu sudah Syuhada belikan kain kafan untuk Ibu dan proses pemakaman Ibu" Ucap Syuhada menjelaskannya. Namun tidak di dengarkan oleh Pak Adam
"Kau berbohong, Syuhada..." Teriak Pak Adam dengan menampar pipi Syuhada
"Kenapa Bapak tidak ada di samping Ibu selama Ibu sakit. Kenapa Bapak tidak ada di pemakaman Ibu saat Ibu meninggalkan kita selamanya?" Tanya Syuhada menangis tersedu-sedu dengan memegang pipinya yang sakit terkena tamparan keras dari Pak Adam
"Diamlah. Aku sudah menemukan uangnya" Jawab Pak Adam tertawa terbahak-bahak dan segera pergi
"Jangan ambil semua uangnya, Pak. Di situ ada uang ku juga! Aku menyisihkan sebagian gajiku untuk biaya kuliah ku nanti" Ucap Syuhada memohon dan bertekuk lutut di hadapan Pak Adam
"Ah... Minggirlah" Teriak Pak Adam menendang Syuhada hingga terpental
"Bapak..." Teriak Syuhada mengejar Bapaknya hingga keluar rumah
"Motor siapa itu? Apa kau membeli motor?" Tanya Pak Adam kepada Syuhada
"Itu motor Bos ku, Pak" Jawab Syuhada masih menangis dan mulai menghapus air matanya
"Motor bagus nih. Kalau di jual kira-kira laku berapa iya" Ucap Pak Adam berkhayal dan segera mengambil kunci motor yang tergeletak di atas meja ruang tamu
"Jangan, Pak. Itu motor milik Bos aku. Bapak mau bawa ke mana motor itu" Ucap Syuhada mencegah Pak Adam untuk membawa pergi motor milik Bosnya
"Bapak mau jual motor ini. Lumayan ini kalau di jual bisa buat modal judi ku sebentar malam" Jawab Pak Adam tertawa
"Jangan Pak. Ku mohon jangan" Ucap Syuhada menangis tersedu-sedu
"Ah... bilang saja kepada Bos mu itu, kalau motornya hilang" Jawab Pak Adam segera mensetarter motor tersebut dan pergi
"Bapak" Teriak Syuhada
"Kenapa Bapak tega sekali melakukan ini semua kepada ku" Ucap Syuhada menangis dengan sesenggukan
Bersambung... ✍️
Syuhada pergi ke restoran Ranum dengan naik ojek dan turun di salah satu gang yang jauh dari restoran Ranum. Syuhada merasa bersalah atas kelakuan Pak Adam yang sudah membawa motor milik Bosnya dengan paksa.
"Aku harus bagaimana? Aku harus jawab apa? Kalau Bu Anna menanyakan motor miliknya" Ucap Syuhada yang berdiri mondar-mandir di pinggir jalan raya
"Syu... Syuhada. Apa yang kau lakukan di sini? Tanya Edwin yang melihat Syuhada berdiri di pinggir jalan raya dengan segera Edwin menepikan motor miliknya
"Eh Edwin. Kau dari mana?" Tanya Syuhada balik
"Dari rumah lah mau pergi ke tempat kerja" Jawab Edwin dengan santai dan masih duduk di atas motor miliknya
Syuhada terus berjalan menuju restoran Ranum dan di iringi oleh Edwin yang menaiki motornya dengan sangat pelan.
"Syu..." Panggil Edwin
"Hm" Jawabannya
"Di mana motor mu. Bukankah kemarin kau pulang naik motor milik restoran?" Tanya Edwin
"Hm... Apa yang kau ucapkan tadi? Aku tidak mendengarkannya" Jawab Syuhada berbohong
"Dimana motor mu" Teriak Edwin
"Apa. Kau bertanya apa kepada ku Edwin" Jawab Syuhada berjalan dengan tergesa-gesa
"Astaga. Apa kau tuli Syuhada?" Tanya Edwin dengan kesal
"Sudahlah Edwin kau jangan bertanya kepada ku lagi. Lihatlah sekarang sudah jam berapa? Kita harus sampai restoran dengan tepat waktu" Jawab Syuhada mengalihkan pembicaraannya
"Ayo, Naiklah. Aku akan membonceng mu" Ajak Edwin dan memberhentikan motor miliknya
"Baiklah jika kau memaksaku" Ucap Syuhada segera naik
"Hm... Seharusnya tangga mu bagaimana?" Tanya Edwin yang berharap ingin di peluk oleh syuhada
"Apa maksud mu? Bukankah sudah benar, jika aku berpegangan pada besi belakang motor ini" Jawab Syuhada menjelaskannya
"Syu..." Panggil Edwin dengan lirih dan tidak menjalankan motor miliknya
"Hm... Apa? Atau aku turun saja dan jalan kaki" Ucap Syuhada protes
"Eh... Jangan-jangan" Jawab Edwin dengan segera
"Dasar modus. Laki-laki cap buaya buntung, bilang aja mau di peluk. Huuuu" Umpat Syuhada yang masih berpegangan pada besi belakang motor
"Ngueng..." Tanpa aba-aba dengan segera Edwin menjalankan motor milik dan mengegasnya
"Astaga Edwin. Apa kau sengaja ingin membuat aku jantung dan terjatuh dari motor mu" Ucap Syuhada dengan memukul helm Edwin
"Aw... Sakit Syu" Pekiknya
"Makanya jangan modus" Ucap Syuhada dengan tertawa
"Maaf..." Jawab Edwin dengan lirih
Edwin mengendarai motor miliknya dengan kecepatan perlahan. Agar dirinya bisa bermesraan di atas motor berduaan bersama Syuhada. Sampailah di depan restoran Ranum dan Syuhada segera turun dari motor Edwin.
"Kalian" Ucap Lukman tidak percaya dengan mengucek kedua matanya
"Apa? Kalian-kalian" Jawab Edwin dengan memelototkan kedua bola matanya
"Kalian kenapa bisa berangkat bersama?" Tanya Lukman yang ingin tau
"Astaga Lukman bin Ejep. Aku dan Syuhada itu mulai hari ini sudah resmi menjadi sepasang kekasih yang bahagia" Jawab Edwin berbohong sedangkan Syuhada hanya berdiam diri mendengarkan ucapan Edwin
"Eh... Jangan asal memberi nama tambahan Ejep iya. Nama ku itu sudah sangat bagus seperti orangnya" Ucap Lukman protes
"Iyalah terserah kau saja lha" Jawab Edwin dengan memarkirkan motor miliknya
"Syu. Kenapa kau diam saja? Apa benar kau sudah resmi berpacaran dengan Edwin" Teriak Lukman dengan mengejar Syuhada yang sudah masuk ke dalam restoran
"Aduh-aduh Lukman mana mungkin aku berpacaran dengan laki-laki buaya buntung. Kau ini ada-ada saja, jangan terlalu percaya dengan ucapan Edwin. Tadi aku bertemu dengan Edwin di jalan dan dia menawariku untuk di boncengnya" Jawab Syuhada menjelaskannya
"A... Syukurlah Syu. Jadi aku masih memiliki kesempatan untuk menjadi pacarmu" Ucap Lukman dengan lirih
"Apa yang kau ucapkan Lukman?" Tanya Syuhada membalikkan tubuhnya
"Ah... Kita harus masuk ke dalam untuk mendengarkan instruksi dari Koki Ritika" Jawab Lukman mengajak Syuhada pergi ke dapur
"Hm. Baiklah" Ucap Syuhada segera pergi ke dapur bersama Lukman
Di dapur sudah ada Ritika sebagai Koki juru masak di restoran Ranum. Dirinya di nobatkan sebagai kepala Koki terhandal dan hebat. Masakan yang di buatnya selalu enak di lidah para penikmat masakannya.
"Hei... Kalian bertiga datang bersamaan iya" Ucap Ritika saat melihat Syuhada, Lukman, dan Edwin
"Bertiga" Jawab Syuhada sedangkan yang di lihatnya Syuhada hanya pergi ke dapur bersama Lukman
"Tu" Ucap Ritika memelototkan kedua bola matanya kepada orang yang ada di belakang mereka
"Astaga" Ucap Lukman yang terkejut melihat Edwin yang sudah berada di belakang mereka
"Oke baiklah. Berhubung kalian sudah datang, maka aku akan menjelaskannya hari ini kita ada orderan makanan dari Tuan Anas. Yeeee" Ucap Ritika bergembira sedangkan mereka bertiga hanya bengong
"Kenapa dengan kalian? Tanya Ritika yang melihat wajah mereka bengong
"Kenapa?" Tanya Edwin balik
"Apa kalian tidak suka? Kita dapat orderan dari Tuan Anas" Jawab Ritika dengan memegang kedua tangan milik Edwin dan bersorak gembira
"Astaga kau ini Ritika, sudahlah jangan seperti anak kecil" Ucap Edwin lesu dan segera duduk di kursi
"Siapa Tuan Anas?" Tanya Syuhada yang merupakan karyawan baru di restoran Ranum dan tidak mengetahui siapa Tuan Anas yang sebenarnya
"Orang yang tidak penting" Jawab Edwin dengan mengutak-atik ponsel miliknya
"Lukman. Apa kau tau siapa Tuan Anas? Kenapa kalian memangilnya dengan sebutan Tuan Anas? Apa dia orang penting?" Tanya Syuhada yang semakin penasaran
"Sudahlah kau diam saja Syuhada" Jawab Edwin sinis
"Apa aku salah Ritika hanya bertanya seperti itu" Ucap Syuhada lirih
"Kau tidak bersalah, Syu" Sambung Lukman dan tersenyum kepada Syuhada
"Sudah-sudah kita harus bekerja dan untuk kau Syu. Nanti kau yang akan mengantarkan pesanan makanan ke kantor perusahaan Mikail Grup" Ucap Ritika menjelaskannya
"Baiklah Ritika" Jawab Syuhada dengan tersenyum
"Kau tau Syu. Mereka memesan 500 box makanan untuk semua karyawan Mikail Grup. Aku merasa sangat senang sekali selama ini Tuan Anas menyukai masakan ku" Ucap Ritika bergembira
"Benarkah" Jawab Syuhada tidak percaya
"Iya benar, Syu. Kau tau Tidak Tuan Anas itu sangatlah tampan. Aduh... Perempuan mana iya yang bisa mendapatkan seorang Tuan Anas" Ucap Ritika memujinya
"Jangan terlalu banyak memuji Tuan Anas. Toh nyatanya dia hanya seorang laki-laki tua yang tidak memiliki Istri. Padahal usianya sudah memasuki kepala empat" Sambung Edwin
"Edwin apa yang kau ucapkan. Jaga ucapan mu itu, bagaimana kalau Bu Anna mendengarkan ucapan mu? Bisa-bisa kau akan di pecat tanpa pesangon" Ucap Ritika menjelaskannya
"Ah... Kau terlalu banyak berbicara Ritika telingaku sakit" Jawab Edwin segera pergi dari dapur
"Bilang saja kau cemburu karena tidak bisa seperti Tuan Anas" Ucap Ritika
"Sudah biarkan dia pergi saja. Mungkin dia sedang datang bulan, makanya dia sewot" Sambung Syuhada dengan tertawa terbahak-bahak
"Astaga kau ini Syu... Bisa saja melawak" Ucap Ritika ikut tertawa
"Hahaha" Suara tertawa Lukman yang baru menyadari kalau pembicaraan antara Syuhada dan Ritika lucu
Bersambung... ✍️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!