NovelToon NovelToon

Dea & Kinan

01. Gara-gara diskon jadi lupa diri

Pagi hari yang cerah dengan udara sejuk seperti biasanya. membuat beberapa orang pergi berolahraga, sebagian memutuskan untuk berjalan-jalan santai di sekitaran kompleks bersama anak-anaknya.

Namun di sebuah rumah sederhana yang hanya ditinggali oleh dua bersaudari di ujung kompleks perumahan, terdengar begitu berisik. sampai mengundang perhatian beberapa pejalan kaki yang melewati rumahnya.

"Mandi sana!" Teriak seorang gadis yang baru keluar dari kamar mandi mengejutkan seorang wanita yang sedang asik dengan layar komputernya, masih mengenakan baju tidurnya.

"Hee... males ah." Tutur wanita itu masih menatap monitornya.

"Kalau begitu aku tidak jadi belanja hari ini. Sebaiknya kakak bersiap-siap pergi berbelanja sendiri!" Ancam gadis itu sambil merapikan rambutnya di depan cermin.

"Cu-curang..." Gumam wanita itu sambil memutarkan kursi putar yang didudukinya untuk melihat adiknya yang masih sibuk bercermin, lalu mengembungkan pipinya, sedangkan gadis di depan cermin itu hanya bisa menunjukan senyuman mengerikannya, "Dea wajahmu menakutkan." Lanjut wanita itu berteriak.

"Bodo amat! Cepet MANDI sana!!" Bentak gadis yang disebut Dea oleh kakaknya itu.

"Duh Dea gak usah kebanyakan marah-marah nanti wajahmu cepet tua loh, keriputan... malu didengerin tetangga." Tutur wanita itu dengan nada malasnya dan tatapanya terlihat serius memperhatikan layar monitornya membuat Dea semakin emosi.

"Emangnya salah siapa coba ? 80% keriput diwajahku timbul karenamu tau!!" Bentak Dea sambil meraih bantal sofa, "lagian kakak ini gak ada kerjaan banget, dari pagi sampe malem, kerjaannya cuma liatin layar komputer terus. Matamu gak sakit apa? gak ada kerjaan lain apa?" Lanjut Dea mengoceh, namun tak didengarkan, karena wanita yang sibuk dengan komputernya itu sudah memasang headphone ditelinganya.

"Oii..." Bentak Dea sambil melempar bantal ke kepala wanita itu, membuatnya memekik dan headphone yang dikenakannya terlepas, "MANDI!!" Lanjut gadis itu sambil menatap tajam mata kakaknya penuh ancaman.

"Ya ya..." Ucap wanita itu menyerah dan segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

"Dasar kakak, padahal usianya sudah menginjak 21 tahun, tapi kerjaannya cuma main game sama nonton anime doang. Hobi nya itu mau dibawa sampe kapan coba? Mana ada pria yang mau nikahin dia coba? Harusnya diusianya yang semakin menua, dia bisa tampil lebih cantik, dewasa, dan terlihat bisa diandalkan." Oceh Dea sambil membayangkan sosok kakak idamannya.

"Jangan berkhayal yang tidak-tidak." Ucap seorang wanita yang baru keluar dari kamar mandi membuat Dea terkejut setengah mati.

"Ka? Bukannya tadi ku suruh mandi?!" Tanya gadis itu menahan kesal.

"Ya, aku baru selesai mandi," jawabnya sambil tersenyum.

"Cepetnya!" Ucap gadis itu dengan nada sedikit membentak, "Yang bersih napa? Kau itu sudah bukan anak-anak atau remaja lagi. Rawat tubuhmu dengan benar!!" Lanjutnya kembali memarahi kakaknya.

"Hee... padahal aku udah mandi super bersih, masih aja dimarahin. Dan lagi, sebenernya kakaknya siapa?" Gumam wanita itu.

"I-itu dia yang mau aku tanyakan. Tapi kakak saat di dalam rumah dan di luar rumah benar-benar berbeda... Bisa membuat siapapun salah sangka." Tutur Dea memelankan suaranya.

"Apa yang kau katakan?" Gumam wanita itu kebingungan.

"Aku pergi berbelanja dulu." Gumam Dea pergi meninggalkan kakaknya setelah meraih tas yang tersimpan diatas sofa, 'Untung tingkat kemalasannya hari ini gak mencapai nilai maksimal.' Lanjutnya dalam hati sambil menghela nafas panjang.

***

Dea itulah nama adik ku, usianya baru 18 tahun, masih duduk dikelas 3 SMA. Tinggi badannya 172 cm. Sedangkan namaku adalah Kinan, usiaku 21 tahun. Tinggi badanku 165 cm, kalah tinggi dengan Dea huhu.

Tapi wajah kami nyaris sama, terlihat seperti anak kembar. Bahkan para tetangga sering salah memanggil nama kami, dan untuk orang-orang yang baru bertemu dengan kami juga akan kesulitan membedakan kakak dan adiknya.

Bahkan tidak jarang mereka mengira adik ku sebagai kakaknya karena tinggi badannya. Sedikit mengesalkan emang, tapi itu artinya wajahku masih terbilang muda sampai dikira adiknya, ya kan? Iya dong, hhehe...

Selain itu aku merasa sifatku tertukar dengan adik ku, atau mungkin karena adik ku sudah mencapai titik dewasa lebih dulu daripada aku ya? Maksudku, dia sudah memiliki pacar, dan itu bukan yang pertama kalinya, sedangkan aku? Aku masih menjomblo dari lahir. Dan itu membuatku sedikit frustasi karena selain kalah tinggi, aku juga kalah dalam hal asmara. Seharusnya kakaknya dulu yang mendapatkan pengalaman berpacaran, bukan adiknya.

Jadi kalau suatu waktu dia curhat tentang cowo, aku bisa ngasih saran buat dia. Bukannya planga plongo gak jelas, dan malahan sifat Dea bikin aku takut. Soalnya baru-baru ini aku stalking cowo, ya cowo yang aku suka. Terus dia bilang "Hee... jadi tipe kakak kaya gitu ya? Mending gak usah sama dia, jangan deh. Pokoknya jangan, nurut deh sama aku..." belum juga PDKT-an, udah gak boleh aja sama dia. Giliran akunya yang nyuruh dia putus sama pacarnya, malah dibilangnya "bilang aja kakak ngiri, pengen ada yang nemenin jomblonya kan? Hayo ngaku aja, ngaku..." dan saat itu juga langsung ku jitak kepalanya. Bikin kesel emang.

Tapi aku tidak membencinya, soalnya dia masih bisa berguna untuk hidupku. Aku bisa bebas menyuruhnya pergi kepasar, beres-beres rumah, nyuci baju, nyetrika dan lain-lain. Dan aku tidak bisa membayangkan hidup tanpanya, mungkin kalau dia tidak ada. Aku tidak akan bisa hidup dengan damai. karena ayah dan ibu, mereka tinggal di kampung untuk mengurusi pertanian mereka. Jadi aku dan Dea tinggal bersama di kota, karena Dea juga belum lulus sekolah. Jadi kami tidak bisa ikut pulang kampung tahun lalu.

"Aku pulang!" Terdengar suara Dea berbarengan dengan suara pintu rumah yang tertutup mengejutkanku.

"Hee... hari ini belanjanya banyak ya." Gumamku sambil melihat semua belanjaan yang dibawa olehnya. dan gadis itu sudah menyenderkan tubuhnya di sofa dengan wajah lelahnya.

"Karena banyak diskon, aku jadi lupa diri..." Ucap Dea sambil memalingkan wajahnya dan memberikan dompet yang ku pinjamkan ketanganku.

"Oii !!" Bentak ku saat melihat sisa uang di dalam dompetku, dan Dea masih menatap keluar jendela tak berani menatap mataku, "Gak ada uang jajan selama satu minggu ya." Lanjutku sambil membawa semua belanjaannya kedapur dan bersiap untuk memasak makan siang, karena Dea berbelanja cukup lama dipasar.

"Tidaaakk...!" Teriak Dea sambil bangkit dari sofa, "Ini tidak adil, beri jatahku Kinan!" Lanjutnya yang sudah berdiri diambang pintu dapur.

"Emangnya salah siapa coba ngabisin uang mingguan?" Tanyaku sambil mengangkat pisau.

"Heee..." Rengek Dea, "Giliran urusan duit aja, kau sangat menakutkan." Lanjutnya mengecilkan suaranya.

"Kita harus hemat jangan boros!" Jelasku membuatnya menghela nafas pasrah.

xxx

02. Kuis dadakan

Hari ini aku berangkat sekolah seperti biasanya dengan bermodal uang 30 ribu, aku menemukannya tergeletak di atas meja komputer Kakak.

"Pagi ...." Ucapku saat memasuki kelas.

"Dea, Pagi ... kenapa wajahmu berseri-seri begitu?" Tanya Fani.

"Enggak ada." Jawabku sambil duduk ditempat duduk ku, dan mengeluarkan kotak bekal makan siangku.

"Loe belum sarapan De?" Tanya Fani sambil duduk di depan bangku ku setelah membalikan kursinya.

"Enggak sempet." Jawabku sambil mengingat kejadian pagi tadi, saat Kakak sibuk memasak dan menyiapkan bekal untuk ku. Saking sibuknya dia gak sadar kalau aku mengambil uangnya untuk bekal sekolah.

'Tak disangka-sangka kakak menyiapkan uang jajan untuk ku, padahal kemarin bilangnya gak ada uang jajan selama satu minggu ....' Batinku sambil menyantap bekalku.

"Pagi ...." Sapa Rafa kepada Fani, "Pagi." Jawab Fani sambil tersenyum manis padanya.

"Hee ... pagi-pagi gini udah makan aja, gak sarapan loe?" Tutur Rafa membuatku melihat kearahnya yang sudah duduk di samping Fani.

"Gak Sempet." Jawabku setelah menelan makanan dimulutku membuat mereka berdua tersenyum hambar.

"Tapi bukannya itu bekal makan siang ya ? Emang gak apa-apa dimakan sekarang?" Tanya Fani membuatku mengacungkan ibu jariku kearahnya.

"Bener-bener kelaparan ni anak." Ucap Rafa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tak lama kemudian bel masukpun berdering, semua siswa/i bergegas pergi kelapangan untuk menghadiri apel pagi. Tentu saja aku juga pergi kelapangan setelah membereskan kotak bekalku.

30 menit kemudian, apel pun berakhir. Semua siswa/i kembali ke kelasnya masing-masing. Dan hal yang paling menakutkanpun terjadi.

"Uang kas! Bayar sini!" Ucap Fani kepada beberapa anak laki-laki yang sedang bergerombol di meja depan.

"Hee ... masih pagi udah ditagih aja." Gumam mereka.

"Udah sini cepet bayar!" Ucap Fani sambil mengulurkan tangan kanannya selagi tangan yang satunya sibuk memegangi buku catatan, dan pulpennya disalipkan ditelinganya, "Sama uang kas minggu kemaren jadi empat ribu ya." Lanjutnya.

"Gue bayar yang minggu sekarang aja dulu" Protes salah seorang diantara mereka.

"Gak bisa, minggu kemaren juga gitu. Masih untung gue nagihnya cuma dua minggu sama minggu kemaren. Cepetan bayar sini!" Jelas Fani mendesak mereka, "Atau loe mau bayar sama yang minggu kemaren kemarennya juga? Jadi bayar sebulan full." Lanjut Fani sambil menunjukan wajah menyeramkannya.

"Mode rentenirnya keluar." Gumamku yang keasikan memperhatikan gadis itu.

"Rafa loe juga bayar sini, sama minggu kemaren ya ...." Tutur Fani sambil memainkan pulpennya.

"Sembarangan! Gue gak pernah nunggak uang kas ya ...." Ucap Rafa sedikit menaikan nada bicaranya sambil memberikan uangnya ketangan Fani.

"Hhaha... gak usah dikembalian ya, jadi minggu depan gue gak usah cape-cape nagih lagi." Tutur Fani sambil tertawa.

"Mana bisa, loe mau ngerampok gue ya? minggu ini sama minggu depan itu beda lagi ... sini sini kembalian." Jelas Rafa tak terima.

"Dih pelit ...." Ucap Fani sambil memberikan kembaliannya, lalu berjalan kearah bangku ku dan menunjukan senyuman manisnya, "Dea ... uang kas nya De, loe janji lunasin minggu ini loh." Lanjutnya membuatku merinding.

'Auranya benar-benar terasa.' Batinku sambil memperhatikan gadis didepanku, "Hhehe..." Tawaku sambil meraih uang di saku rok sekolahku.

"Mana sini jangan banyak ketawa, keburu Pak.Hilman masuk." Ucapnya sambil memasang wajah serius.

"Iya iya sabar napa." Jawabku sambil memberikan uang dua puluh ribu kepadanya dan diapun mengambilnya, "Kembaliannya oii... gue gak bisa jajan nanti." Lanjutku sambil menarik dasinya ketika dia hendak melangkah meninggalkan bangku ku.

"Gue lupa, Hhehe..." Ucap Fani sambil memberikan kembaliannya.

"Pagi-pagi gini udah dipalak aja nih sama tuh orang ...." Gumamku sambil memasukan uang kembaliannya kedalam saku rok sekolahku saat Fani berlalu dari hadapanku.

Tak lama kemudian pak.Hilman masuk dan pelajaran matematika pun dimulai.

"Keluarkan kertas selembar ya..." Tutur pak.Hilman membuat seisi kelas terkejut.

"Hee ... kuis dadakan?" Ucap beberapa orang dengan nada mengeluh.

***

"Gila otak gue sampe ngebul...." Gumamku sambil menyenderkan tubuhku dikursi.

"Hhaha...." Tawa Fani.

"Pelajaran matematikanya kelamaan, sampe tiga jam." Gumamku merasa lemas.

"Mau ke kantin gak?" Tanya Fani.

"Ayo! gue laper nih." Ucapku sambil bergegas.

"Urusan perut aja cepet. Padahal tadi pagi abis makan banyak ...." Tutur Fani mengikutiku.

"Loe kan tau perut karet gue." Ucapku sambil merangkul Fani, "Ngomong-ngomong loe kan abis jadian sama si Rafa ... PJ dong." Lanjutku membuat gadis itu melirik tajam kearahku.

"Ayo dong, duit gue abis dipalakin loe pagi tadi. Loe lupa?" Bujuk ku masih merangkulnya.

"Itu mah salah loe sendiri pake nunggak uang kas segala." Tutur Fani membuatku tak berkutik.

"Loe kan tau pelitnya kakak gue kalau ngasih uang jajan, ayolah traktir gue." Bujuk ku lagi tak mudah menyerah, "Nanti gue do'ain deh hubungan loe langgeng sama si Rafa." Lanjutku sambil menyeringai.

"Gak usah di do'ain juga pasti langgeng ko." Ucap Fani sambil tersenyum membuatku kesal.

"Dasar pelit!" Gumamku sambil melepaskan rangkulanku.

"Dih marah ...." Ucap Fani berjalan disampingku, "Ia deh gue traktir gak usah marah gitu napa. Gue cuma bercanda ... loe mau beli apa emang?" Lanjutnya bertanya.

"Gue juga bercanda ko. Hhaha..." Ucapku tak kuasa menahan tawa.

Fani adalah sahabat baik ku sejak SMP. Dia paling gak bisa liat aku marah, dan aku paling gak bisa berhenti jailin dia.

"Dih Deeeeaaa...!!" Teriak Fani saat melihatku berlari meninggalkannya sambil tertawa.

"Tapi tapi ... loe ko berani nagih uang kas sama si Rafa pake cara kaya gitu? Gue kira loe bakal nagih lebih lembut atau ngasih toleransi buat gak bayar uang kas." Tuturku merasa heran.

"Ngasih toleransi? gak bisalah, itu mah tanggung jawab dia buat bayar uang kas. Gak ada perlakuan khusus buat dia maupun loe!" Jelas Fani penuh percaya diri.

"Ia juga ya, gue kan sahabat loe. Tapi loe gak beda-bedain gue. Kalau gue gak bayar, ya loe pasti marahin gue, sama kaya loe marahin yang lainnya ...." Gumamku mengingat semua kejadian saat Fani menagih uang kas setiap hari senin.

Sesampainya di kantin, aku langsung memesan es teh manis.

"Loe jajannya ngirit banget." Ucap Fani membuatku melirik tajam kearahnya.

"Memangnya salah siapa coba? Pagi-pagi gue dipalakin bendahara kelas?" Tanyaku penuh penekanan membuatnya ketakutan.

"De–de... wajahmu menakutkan." Gumamnya membuatku menghela nafas, "Maaf deh maaf, abisnya loe kalo nunggak gak tanggung-tanggung. Kas bulan kemaren aja belum dilunasin." Lanjutnya membuatku kembali menghela nafas.

"Kalo aja gue terlahir dalam keluarga kaya ...." Gumamku sambil menyeruput es teh manis dibangku kantin.

"Loe mau gue pukul De? Orang tua loe kan punya pertanian berhektar-hektar dikampung, masih aja bersikap kaya orang gak punya." Tutur Fani menunjukan wajah mengerikannya.

"Hha-ha... ia orang tua gue kaya, tapi kakak gue pelit." Jelasku sambil tertawa untuk mengubah aura mengerikan Fani.

"Emang salah siapa coba? Tiap dapet jatah bulanan, loe suka lupa diri. Beli barang-barang yang loe mau sampe uang jajan loe abis, ujung-ujungnya kakak loe keluar duit lagi buat jajan loe, Wajar aja kakak loe pelit sama loe..." Jelas Fani sambil membuka bungkus roti ditangannya.

"Loe kok jadi belain kakak gue sih. Harusnya loe tuh belain gue, loe kan sahabat gue." Tuturku merasa tak didukung.

"Makanya belajar berhemat!" Ucapnya membuatku tak berkutik.

×××

03. Jaga lilin

"Gue duluan ya." Teriak Fani yang dibonceng oleh Rafa.

"Yo," teriak Dea sambil melambaikan tangannya kearah motor Rafa yang semakin menjauh, "Tapi tak pernah disangka kalau dia bakal jadian sama si Rafa, hem... bukannya dulu dia naksir si Dava ?" Lanjutnya bergumam.

"Bodo ah, yang penting aku bisa beli milk tea boba sebelum pulang. Hhehe..." Ucap Dea sambil melihat uang sisa di sakunya dan bergegas.

Setelah membeli milk tea boba yang dia inginkan. Dea pun bergegas pulang dengan hati berbunga-bunga dan senandunganya.

Sesampainya di depan pintu rumah, Dea langsung membuka pintu dan masuk kedalam rumah, masih dengan senandungannya.

"Deee-aaaa...!!" Ucap Kinan yang sudah berdiri dihadapannya sambil memasang wajah mengerikannya membuat Dea terkejut setengah mati.

"A-ada apa? Kau mengejutkanku kakak." Tanya gadis itu sambil melepaskan sepatunya.

"Kau mengambil uang yang di atas mejaku kan?!" Tanyanya masih dengan nada kesal.

"He? I-itu..." Jawab Dea tergugup, 'Apa itu bukan untuk ku ya?' Lanjut Dea dalam hati bertanya-tanya.

"Dea?!" Ucap Kinan dengan tatapan mengancam, "Jadi benar ya kau yang mengambilnya ?" Lanjutnya sambil melihat milk tea boba yang dipegang Dea.

"Hee...?" Gumam Dea mulai berkeringat dingin sambil tersenyum kecut.

"Itu uang buat beli pulsa listrik bodoh!" Ucap Kinan sambil memukul kepala Dea dan mencubit pipinya dengan gemas.

"Ha? Ja-jadi itu bukan uang bekal ku?" Tanya Dea berusaha melepaskan cubitan kakaknya.

"Mana ada! Bukankah aku sudah bilang, gak ada uang jajan untukmu selama seminggu ini!" Jelas Kinan masih merasa kesal.

"Hweee..." Rengek Dea, "Ka-kak lepasin sakit tau!" Lanjutnya.

"Gara-gara kebodohanmu, malam ini akan menjadi malam tersuram..." Jelas Kinan sambil melepaskan cubitannya.

"Apa maksudmu?" Tanya Dea merasa kebingungan.

"Tidak ada listrik." Ucap Kinan membuat dea mematung untuk beberapa saat.

"Tidaaak...! Hp ku belum di cas." Teriak Dea.

"Emangnya salah siapa coba?!" Tanya Kinan dengan nada kesalnya, "Mana hari ini ada anime yang ingin aku tonton..." Lanjutnya dengan nada mengeluh.

"Jadi itu yang dia pikirkan?" Gumam Dea membuat Kinan melirik tajam kearahnya, "Hee..." Lanjut gadis itu merasakan aura kejam kakaknya.

"Ah ia, aku tidak sempat mengisi airnya karena listriknya keburu mati. Jadi hari ini kita gak bisa mandi." Jelas Kinan sambil tersenyum menang menatap adiknya.

"He?" Guman Dea.

"Hhaha untung aku udah mandi pagi tadi." Oceh Kinan tampak bahagia sambil berjalan kearah dapur.

"Mandi itu dua kali sehari bodoh!" Teriak Dea sambil memukul kepala kakaknya, membuat wanita itu memekik kesakitan.

"Emangnya ini salah siapa coba?" Tanya Kinan dengan mata berkaca-kaca menahan sakit dikepalanya membuat Dea tak berkutik.

"Ma-maaf deh, lain kali aku tanya dulu... padahal aku pengen mandi, gerah banget soalnya..." Gumam Dea terlihat kecewa.

"MANDI ANGIN SANA!" Bentak Kinan mulai menyiapkan makan sore yang sudah dia masak beberapa jam yang lalu.

***

"KAAAAK...!!" Teriak Dea diruang tengah membuat telingaku sakit.

"Apa sih pake teriak-teriak segala? Malu tau didenger tetangga, udah malem juga..." Tanyaku sambil memeluk bantal sofa dan menyorotkan senter kewajahku dengan tangan kananku membuat Dea berteriak histeris.

"Jangan teriak-teriak!!" Bentak ku membuatnya tersadar.

"Kau?!" Ucapnya saat menyadariku.

"Hem?" Tanyaku tak mau basa-basi karena masih kesal padanya.

"Ha-aah.. harus berapa kali lagi aku minta maaf? Lagian kau bisa nonton anime saat listriknya kembali hidup kan..." Jelasnya membuatku kembali jengkel dan menatapnya penuh ancaman.

"Ngomong-ngomong, kakak tidak nyimpen lilin gitu? Gelap banget nih, aku harus ngerjain pekerjaan rumah." Jelasnya membuatku menghela nafas.

"Zaman sekarang masih bergantung sama lilin?" Tanyaku membuatnya geram.

"Sini senternya!" Ucapnya merebut senter yang ku pegang.

"Ke-kembalikan..." Rengek ku membuatnya tersenyum mengerikan saat lampu senternya disorotkan kewajahnya.

"Hentikan bodoh!" Teriak ku sambil melemparkan bantal sofa yang ku pegang ke dahinya, membuatnya memekik.

"Woii!!" Bentak Dea merasa kesal saat bantalnya jatuh kelantai, dan dia mulai melangkahkan kakinya untuk mendekatiku.

"A..." Ucapku menghentikan langkahnya, "Lilin," lanjutku sambil menunjukan jariku kearah kulkas, dan Dea pun melihatnya. Lalu mengambil lilin itu dan menyalakannya dengan api kompor gas.

"Kau kenapa De?" Tanyaku saat melihatnya tersenyum mengerikan di depan lilin yang dia pasang di atas meja.

"Aku baru dapat ide." Jawabnya membuatku bingung.

"Ide?" Gumamku bertanya-tanya.

"Kau jaga lilin dulu ya." Ucapnya sambil tersenyum dan melangkahkan kakinya mendekatiku.

"Ja-jaga lilin?" Tanyaku tak mengerti dengan ucapannya.

"Ia, kakak jaga lilin. Aku yang akan berkeliling." Tuturnya kembali melangkahkan kakinya melewatiku dan berjalan kearah pintu keluar setelah memberikan senternya ketanganku.

"Woii!!" Bentak ku ketika menyadari maksudnya.

"Hhaha..." Tawanya begitu puas, "Bohong, aku cuma mau kerumah Fani sebentar." Lanjutnya menjelaskan.

"Malam-malam begini?" Tanyaku sambil mendekatinya.

"Hem." Gumamnya.

"Hee...? Jangan bilang mau minjem duit lagi?" Tanyaku sedikit membentak.

"Ya terus mau gimana lagi? Aku harus ngerjain pekerjaan rumah, besok pagi kita harus mandi kan?" Jelasnya.

"Boleh aja. Tapi yang bayar utangnya nanti kamu ya." Tuturku sambil tersenyum manis.

"Patungan lah." Ucapnya sambil membuka pintu.

"Mana ada! Sekalian beli pulsa listriknya!" Teriak ku saat dia pergi dari hadapanku, "Lagian dari awal semua ini terjadi gara-gara ulahnya. Belanjain semua uang mingguan, ngambil uang buat beli pulsa listrik dan uangnya diabisin buat beli kuota dan barang lainnya." Lanjutku mengoceh sambil berjalan kearah sofa dan menghempaskan tubuhku disana.

***

Di depan rumah Fani...

"Tumben? Ada apa?" Tanya Fani sambil membuka pagar rumahnya.

"I-itu ... gue minta duit dong ...." Tutur Dea malu-malu.

"Haa...?" Gumam Fani, "Minta sama keluarga loe sana!" Lanjutnya merasa kesal.

"Hha-ha... maksud gue, minjem ... minjem duit. Gue butuh buat beli pulsa listrik, kakak gue ngamuk dirumah, gue juga gak bisa ngerjain pekerjaan rumah karena rumah gue gelap banget, mana gak ada air buat mandi lagi." Jelasnya membuat Fani segera menepuk bahu Dea.

"Semuanya pasti bermula karena kesalahan loe kan ? Gue tau, gue tau ... yang sabar ya." Tuturnya membuat Dea kesal.

"Jangan mengejek ku!!" Bentak Dea membuat Fani tertawa terbahak-bahak.

"Lagian loe ada-ada aja. Coba cerita sama gue sini, kenapa bisa rumah loe jadi gelap gulita kaya gitu? Soalnya gue gak yakin kakak loe sampe lupa beli pulsa listrik." Tutur Fani.

"Gue gak akan diajak masuk dulu gitu ? Banyak nyamuk nih." Tanya Dea mengingatkan Fani.

"Gak usah disini aja ya, gak ada makanan buat loe." Ucap Fani menggoda Dea.

"Dasar tuan rumah pelit!" Ejek Dea membuat Fani tertawa terbahak-bahak.

Kemudian Dea menceritakan semua kejadiannya sampai rumahnya menjadi gelap gulita seperti itu. Dan Fani pun meminjamkan uang jajannya.

"Gue tau loe pasti nolongin gue, makasih ya... nanti gue ganti." Tutur Dea sambil merangkul Fani.

"Iya deh iya. Tapi jangan sampe loe ngambil uang buat beli listrik lagi ya..." Ucap Fani menahan tawa, "Loe ada-ada aja sih jadi orang. Gak nyangka gue, kakak loe bisa sengamuk itu. Dan lagi loe takut sama dia, biasanya juga loe yang suka marahin dia..." Lanjutnya tak kuasa menahan tawa.

"Kalau urusan duit sama anime. Dia marahnya bukan main. Ngeri gue liat mukanya, gak lagi-lagi deh gue berurusan sama dia." Tutur Dea menghentikan tawa Fani, "Kalau gitu gue pergi dulu ya, mau beli pulsa listrik dulu. Takut kena semprot lagi..." Lanjut Dea berpamitan.

"Hem... belajar yang rajin ya. Sampai besok." Tutur Fani sambil melambaikan tangan kearah Dea yang sudah meninggalkannya. Dan gadis itupun segera masuk ke dalam rumah.

×××

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!