Siang ini matahari bersinar sangat terik, panasnya cukup menusuk kulit manusia di bumi. Jam sekolah berakhir lebih cepat di hari jumat. Anak SMK Putra Bangsa sudah bubar 30 menit yang lalu.
Begitupun dengan Bening. Mobil yang mengantarnya pulang sudah berhenti di depan gapura komplek rumahnya.
Dia tak pernah mengizinkan siapapun mengantarnya ke dalam. Karena gapura itu adalah batas antara dunia luar dengan dirinya. Padahal semua orang sudah tau, seperti apa kehidupan di ballik gapura sana. Sejak kecil Bening di hina, dibully, dianggap sampah hanya karena Bening tinggal dan besar di sana.
"Thanks, Bern. See you tommorow." Bening melambaikan tangannya pada pria di sebelah sopir yang mengendarai mobil itu.
"Take Care, Cutie." Bern sedikit memiringkan kepala, agar Bening melihat lambaian tangannya. Pria tampan blasteran itu berbeda dari kebanyakan manusia. Dia begitu baik dan perhatian, bahkan perhatiannya semakin lama semakin berlebihan. Namanya Bern Julian.
Bening menyusuri tepian jalan yang sempit, rambut pendeknya yang ikal berwarna kecoklatan berkilau terkena cahaya. Ia mengeluarkan payung lipat dari dalam ranselnya. Kemudian melanjutkan perjalanan sambil menendang-nendang sampah botol plastik dengan kakinya.
Selain melindunginya dari panas, payung yang dia gunakan juga bisa sedikit melindungi penglihatannya dari aktivitas di kanan dan kiri. Walau sudah terbiasa, namun Ia tetap merasa malu dan iba karna tak bisa berbuat sesuatu untuk mengubah keadaan sekelilingnya.
Sebenarnya, jam segini masih belum seberapa. Hanya ada para wanita sedang duduk di depan rumah petak mereka dengan berbagai macam aktivitas persiapan diri untuk bekerja bila senja telah pergi nanti.
Ada yang sedang menghisap lentingan tembakau, ada pula yang sedang mewarnai kuku kaki dan tangan dengan warna merah menyala. Juga ada beberapa wanita sedang duduk berbaris memegang kepala teman di depannya. ternyata sedang saling mengaplikasikan warna di rambut mereka. Ada yang kuning ke orenan, ada yang merah ada pula yang ungu serta hijau. Makin nyentrik mungkin semakin menarik menurut mereka.
Semua diantara mereka tak ada yang berapakaian wajar. Hanya sebatas menutup sedikit bagian tubuh mereka.
Sebuah komplek yang lebih mirip pemukiman, kiri-kanannya rumah-rumah petak yang jauh dari kata layak, di dalamnya ada beberapa salon, panti pijat, sebuah bar dan hotel kecil khusus aktivitas pemenuhan hasrat tamu yang lalu-lalang.
Lokalisasi prostitusi. Tempat mereka para Tunasusila menjajakan jasa keintiman, dimana hal paling berharga dalam diri perempuan dikomersilkan. Di lingkungan inilah, Bening Ivanka Radmund, tumbuh dan dibesarkan.
Bening berhenti di depan sebuah bangunan kecil berlantai dua, dia mengambil sampah botol tadi dan membuangnya ke tempat sampah.
Ada sebuah mobil mewah parkir di depan bangunan tua itu. Bukan hal yang asing lagi disana. Tidak terlalu peduli, Bening naik melalui tangga samping, tempat tinggal dia dan ibunya berada di lantai atas, lantai satu milik Madam Ines, ketua jaringan para pekerja di komplek ini.
Bening menapak satu persatu anak tangga dengan perlahan, semakin ke atas semakin jelas tampak dari jendela siapa yang sedang berbicara di ruang tamu Madam Ines. Bening berusaha merekam apa yang mereka bicarakan karena ada Mami Sandra, ibu kandung Bening yang ikut dalam pembicaraan itu.
"Ayolah San, Om Bobby mau membayar berapapun untuk kamu, kalau kamu bersedia. Hanya dua malam saja. Fikirkan untuk hidup mu dan kehidupan kami semua kedepannya!" Suara madam Ines memohon Sandra mengabulkan permohonan laki-laki yang sedang bersama mereka.
"Maaf Madam, saya akan terus berusaha menyicil hutang saya kepada madam. Tapi tidak dengan cara ini Madam. Maafkan saya Om Bobby !"
Lelaki beranama Bobby itu tampak geram. Sudah sekian kali Sandra menolak melayaninya. Dia begitu penasaran dengan wanita ini.
Walau banyak wanita muda primadona dibawah naungan Madam Ines, tapi pesona Sandra membuat semua wanita disana tidak ada apa-apanya.
Berapapun akan dia bayar! begitu katanya. Dia kali ini menggunakan kekuasaanya sebagai salah satu petinggi dan orang berpengaruh di kota itu, untuk membuat Sandra mengabulkan permintaanya. Dia mengamcam akan menutup lokalisasi itu sekejap mata.
"Cih !!! Memangnya apa istimewanya kamu. Aku bisa membeli 10 perempuan seperti mu!"
Sandra menunduk, tidak bereaksi apapun. Kalimat tadi belum ada apa-apa bila dibandingkan dengan kalimat hinaan lain yang pernah dia terima.
"Dengar kalian! Aku bisa menghancurkan tempat ini! Menghancurkan kalian semua! Ingat Itu Ines! Anak buah mu ini sudah berani-beraninya menolak ku. Kalian lihatlah nanti apa yang bisa aku lakukan"
Ancamnya kepada dua wanita itu. Laki-laki berkepala pelontos dan berkumis tebal itu berdiri hendak menendang meja yang ada dihadapannya. Wajahnya sudah merah padam menahan amarah.
Bening ikut menutup matanya ngeri menyaksikan Ibunya akan ditendang dengan meja. Dia semakin mematung kaku ketakutan melihat adegan itu.
Beruntung Madam Ines segera bangkit memegang tangan Bobby.
"Om Bobby ! Tunggu ! " Teriaknya
Sandra sekarang membuka matanya pelan menyaksikan meja yang masih di tempat semula.
"Om saya bisa jelaskan. Duduklah sebentar" Madam Ines tampak memikirkan sesuatu
"Be-begini Om sebenarnya, Saya tidak memaksa Sandra melayani Om atau siapapun yang menginginkannya ada sebabnya. Jika...Jika Sandra merelakan dirinya digunakan sama saja artinya dia menyebarkan penyakitnya kepada banyak orang"
Madam Ines menggunakan alasan itu untuk mengelabui keinginan Bobby.
Sandra membelalakan matanya menatap Madam Ines. Dia tidak terima dikatakan berpenyakit kelamin. Madam Ines mencuri pandang ke arahnya mengedip-ngedipkan mata.
"Hah! Penyakit? Penyakit Apa? Kau fikir aku akan percaya begitu saja?"
Bobby belum percaya dengan perkataan Madam Ines.
"A..aa itu. Jamur Om. Ada jamur di sini" Menunjukkan area penting di tubuhnya. Sandra mengambil alih kebohongan ini daripada Madam Ines mengatakan HIV atau penyakit kelamin lain yang secara tak langsung bisa jadi do'a untuknya.
"Kalau Om tidak percaya baiklah. Mari kita mencobanya. Tapi saya akan tetap mengambil bayaran saya, dan Om akan mendapatkan jamur ini juga. Om adalah orang terpandang di Negeri ini, apakah Om tidak masalah jika masyarakat tau Om mengidap penyakit di kelamin? Atau nanti apa Om mau Nyonya dirumah tak mungkin terhindar dari semua ini?"
Bobby tampak memikirkan kata-kata Ines dan Sandra. Betapa dirinya sangat penasaran dan tergoda dengan kemolekan paras dan tubuh Sandra.
Hari ini Sandra mengakui dirinya bermasalah. Boby ingin saja mencobanya, toh dengan pengaman tidak akan masalah. Tapi dia mempertimbangkan resiko tentang reputasinya dan kemungkinan orang rumahnya akan mencurigainya.
"Baiklah hari ini kau ku lepaskan. Kalian ingatlah baik-baik kalau kalian berani-berani mempermainkan ku!"
"Tidak Om, tidak, Ayo kita ke kamar atas sekarang jika Om ingin membuktikannya" Sandra berdiri memberanikan diri dengan harapan Bobby tidak akan menerima tawarannya. Namun saat dia mendekati Boby dia melihat adik kecil Bobby yang mulai mencuat memberi reaksi. Tamatlah sudah riwayatku!
"Jangan mendekat!" Bobby mendorong keras tubuh Sandra hingga terjatuh. Dia tak ingin bagian tubuhnya bereaksi dan mengambil resiko lebih jauh.
Sandra tersenyum penuh syukur atas penolakan Bobby. Bobby berjongkok menghampiri Sandra di sudut lantai dan menggulung-gulung rambut coklat Sandra dengan jarinya.
"Ines! katakan padanya untuk membuatkan aku satu boneka yang mirip dengan dirinya. harus sama 100% , bentuk tubuh, wajah dan jangan lupa, suaranya!" Boby menarik kasar ujung dagu sandra yang lancip.
Dari tangga samping, Bening lega karena Ibunya berhasil melepaskan diri dari lelaki itu.
Begitulah hidup Bening selama ini, berada dalam ketegangan, berusaha melepaskan diri dari cengkraman demi cengkraman lelaki satu ke lelaki lain.
Bening sadar mereka tak akan selamanya selamat. Dan sebelum nanti mereka tak bisa menghindar lagi, Bening akan membawa Ibunya keluar dari tempat ini. Itu cita-cita terbesarnya . Dia hanya berharap takdir tetap menunjukan kebaikannya sampai waktu itu tiba.
Bening membuka sepatunya dan meletakkan di rak sepatu samping pintu rumah. Pintu kayu yang tambalan-tambalannya sudah terkelupas itu tidak tertutup.
Bening terkejut melihat seorang keluar dari salah satu kamar dalam rumahnya. Dengan kondisi yang acak-acakaan, kemeja yang keluar dari celana, tali pinggang yang belum terpasang sempurna, rambut kusut, wajah awut-awut. Itu pasti lelaki pemakai jasa sewa boneka milik Ibunya.
Bening segera ingin masuk ke dalam dan mengunci kamarnya, tapi laki-laki itu lebih dulu mengetahui keberadaan Bening. Dengan langkah yang terseok-seok seperti orang mabuk dia menggoda bening.
Yaelah Om, sampe KO Begitu padahal main sama boneka doang?
"Hallo cantik baru pulang sekolah ya?" Godanya mencolek bahu Bening. Bening tidak bereaksi apapun. Hanya melihat dengan tatapan datar.
"Om, Aku cewek beneran loh, bukan boneka. Kalau mau godain seenggaknya benerin dulu tuhhh!" Bening menunjuk resleting celananya yang masih terbuka.
Bukannya malu, lelaki itu malah semakin tergoda dengan ucapan Bening.
"Kenapa sayang? Kamu senang kan bisa melihatnya? Kenapa tidak kamu saja yang memperbaikinya?"
"Oh Tentu Om, Dengan senang hati" Bening mendekat dan langsung mengambil posisi berjongkok di hadapan laki-laki itu. Lelaki itu terkejut tak menyangka melihat reaksi Bening yang mau melakukannya suka rela. Dengan bodohnya lelaki itu diam dan pasrah menerima perlakuan Bening.
Bening yang licik memulai aksinya, dia mulai menyentuh lembut bagian yang masih ada rembesan itu. Sekuat tenaga Bening menahan jijik melihatnya. Lelaki tua itu malah merem melek merasakan sentuhan tangan lembut bening sehingga tak sadar Bening sedang mengeluarkan ujung kepala bawahnya,memposisikannya sedikit ke atas hampir ke kancing pengait celana.
Setelah dirasa posisinya sudah sesuai yang Bening inginkan, Bening memain-mainkannya dengan jari, si bodoh yang terbuai semakin memejamkan matanya dengan mengira Bening sedang memulai permainan.
1..2.. dalam hitungan ketiga Bening menarik keras sekuat tenaga resleting celana jeans itu hingga menjepit benda yang tadi dipegangnya. Entah hanya lecet saja atau mungkin berdarah yang jelas mengeluarkan suara teriakan dari si pemilik kejantanan.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa .......!!!!" Teriaknya keras. "Kamuu...Aaaa aduh, aduh...Aaaa sial, ini perih, gimana ini...Aaaaa Tolooong. Awas kamu yaa , pelacu* kecil ! " Serapahnya.
Bening langsung menyemprot tangannya dengan hand sanitizer yang dia ambil dari saku roknya. Dia memberikan cairan itu sebanyak banyaknya ke telapak tangan yang dia gunakan untuk menyentuh benda itu tadi.
"Pergi dari sini atau aku semprot mata Om dengan ini..pergi !!! Pergi!!!"
Dengan terpincang-pincang lelaki itu keluar memakai sepatunya dan berjalan menuruni tangga. Di tangga dia berpas-pasan dengan Sandra yang akan naik ke rumahnya.
"Ka-kamu?" Tanya Sandra melihat kondisi tamunya itu. Seingat Sandra tadi dia meninggalkan tamunya diatas untuk menuntaskan hasratnya dengan salah satu boneka sewaan.
"Ajarkan anak mu sopan santun, Sandra !!! Awas saja kalian ya!" Laki-laki itu berlalu pergi sambil tetap memegang organ vitalnya yang mungkin saja akan mengalami gagal fungsi.
Sandra sudah tau, Bening pasti sudah pulang dan dia yang melakukan semua ini. Sandra hanya menggeleng-gelengkan kepalanya memikirkan gadis kecil yang kadang kelewat berani. Sampai kapan Bening akan terus beruntung? jika Ibunya masih tetap tinggal dan bekerja di lingkungan ini. Sandra sadar lingkungan ini buruk, sangat buruk untuk perkembangan Bening. Tapi Apa yang bisa dia lakukan ?
Madam Ines sudah sangat berbaik hati memberikan dia sewa yang murah dan tidak menjual dirinya dengan para lelaki hidung belang. Potensi yang Sandra miliki tidak di dukung ditempat manapun selain di pemukiman kecil ini. Dia harus bertahan hidup dan menghidupi Bening kecilnya, agar tak bernasib sama dikemudian hari. Di masa depan Bening harus punya kehidupan cerah dan bersih. Masa depan seperti namanya yang Bening.
***
Dengan jijik Sandra membuat gambar pola tubuhnya sendiri, mulai dari bagian-bagian besar sampai detil-detil vital. Pola itu akan dirkirimkannya ke sebuah pabrik pembuat boneka di negara X. Dia terpaksa memenuhi ancaman Bobby, setidaknya ini satu-satunya solusi terlepas dari keinginan Boby akan dirinya. Biarkan Boby melampiaskannya dengan fantasi dan boneka yang serupa dirinya. Lagipula bayarannya lumayan fantastis untuk membayar hutang dan tabungan masa depan Bening.
Pekerjaan Sandra adalah membuat sketsa dan gambar pola boneka lalu memesannya dari Luar negeri, boneka itu kemudian yang akan disewakannya kepada tamu yang ingin memakainya. Tidak bisa dibilang suci, namun setidaknya Sandra tidak menjual diri, Dia bukan wanita murahan seperti profesi yang banyak orang sematkan untuk dirinya. Dia tidak semurah itu sebenarnya.
Selain membuat boneka, Sandra juga mendesign langsung lingerie untuk dikenakan pada boneka-boneka yang cantiknya memang mengalahkan wanita di dunia nyata. Lingerie yang sudah selesai produksi pun biasanya akan dia jual online di kalangan terbatas.
Namun begitu , baik Sandra maupun Bening enggan menjelaskan detail kehidupan mereka. Tidak ada gunanya. Manusia yang merasa dirinya bersih akan tetap menganggap mereka kotor dan tak berguna.
"Mami aku udah bilang, jangan pernah terima tamu dirumah. Aku geli mi!" Bening keluar dari kamarnya usai mengganti pakaian dengan baju rumahan.
"Eh, anak mami udah pulang ternyata! sini yuk mami suapin makan siang." Sandra mengalihkan perhatian Bening. Dia merasa bersalah sekali, dia tidak menyangka Bening pulang sekolah lebih cepat hari ini.
"Aku udah makan tadi, Mami mau pesan boneka lagi? Bukannya yang kemarin baru datang?" Bening melihat pola-pola dasar sebuah tubuh manusia di atas kertas yang berserakan di meja.
"Hmmm...Udah yuk kita nonton TV aja. Mami temanin kamu." Sandra menutup buku sketsa dan membereskan semua pekerjaannya yang berserakan .
"Gak usah Mi, Mami lanjutkan aja pekerjaannya, Aku mau ke ruang jahit sebentar. Deadline ku udah dekat sebelum kontes dimulai."
Sandra mengulas senyum mengusap kepala gadis kecilnya.
"Ning semangat ya ! Mami cuma bisa kasi semangat ke Ning." Sandra hendak membawa gadis kecilnya ke pelukan.
"Mami, apaan sih. Ning cuma mau ke ruang jahit, kita gak perlu pelukan segala kaya Aku mau berangkat perang aja!
"Mana ada perempuan pergi perang Ning, Hahaha. Iya iya anak mami yang cerewet."
"Ya iya lah anak mami cerewet dan berisik , mami lupa ya nama aku tuh Bening bukan Hening."
Bening berlalu dari hadapan Sandra menuju ruangan kecil yang biasa Sandra gunakan untuk menjahit sendiri designnya , Disana juga ada beberapa Dressform atau manekin milik Sandra. Bening tak punya ruangan khusus tersendiri, Sandra mengizinkan Bening memanfaatkan ruang kecil itu juga untuk jadi ruang praktikumnya.
Bening sudah dengan modul tebal di tangan dan mulai memasang busana yang sudah selesai dia jahit. pada boneka yang agak kecil.
Bening adalah seorang siswa tingkat dua Sekolah kejuruan, dia memilih program studi tata busana karena dia merasa punya sedikit bakat dibidang itu. Mungkin juga karena sejak kecil Bening memperhatikan Ibunya membuat pola dan serangkaian aktivitas jahit-menjahit lainnya.
Busana itu sudah terpasang di manekin, tema pertunjukan nanti adalah "Busana Kerja Muslimah". Walau bukan seorang muslim yang baik, Bening mencoba mencari materi dari berbagai referensi. Dia membubuhi satu persatu tanda ceklis pada modul tugasnya.
Sudah 3 bulan Bening bersungguh-sungguh berjibaku mempersiapkan kontes ini, karena target utamanya adalah bisa mewakili Indonesia ke tingkat International pertengahan tahun nanti. Langkah awalnya menang dalam lomba kreativitas tingkat sekolah yang di adakan di setiap SMK awal tahun ini.
Kontes akan dimulai satu pekan lagi. Lomba kreativitas ini adalah event tahunan di setiap Sekolah Kejuruan. Dimana nantinya yang lulus seleksi di sekolahnya akan otomatis menjadi utusan tingkat kota yang akan berlomba untuk mendapatkan juara provinsi, terus ke ajang Nasional dan akan di dapatkan satu orang yang akan mewakili Indonesia di tingkat International. Target bening tidak main-main, Dia ingin menjadi satu yang beruntung diantara ribuan siswa yang bergabung.
Di Laboratorium tata busana, sekurangnya ada 9 orang siswa yang akan bersaing mewakili tiap kelas, termasuk Bening. Mereka sedang memasang detail kancing dan payet pada kostum yang sudah terpasang di manekin, Dalam sesi latihan para peserta menggunakan tekhnik draping yaitu sebuah kegiatan mengaplikasikan kain langsung di badan manekin atau model tanpa menggunakan tekhnik menggunting pola dan jahit, Hanya menggunakan jarum pentul dan jahit cubit.
Diantar ke 9 hasil jahitan tak bisa dipungkiri, kain yang tersambung menjadi busana di Dressform Bening memang terlihat rapi,halus dan profesional diantara yang lain. Tanpa melalui kontes pun sebenarnya guru-guru sudah memprediksi pemenangnya. Namun kontes tetap harus di adakan untuk menghargai karya siswa lainnya.
Sepasang mata memperhatikan Bening dan karyanya dengan sinis. Lilya membisik-bisikan sesuatu kepada Avi, teman setia yang mengekori kemanapun Lilya pergi. Avi mengangguk-angguk mengerti dan mengacungkan jempolnya.
Ibu Lilya adalah salah satu pemilik Yayasan Putera Bangsa, Jadi sudah jelas Lilya bisa terpilih mengikuti kontes ini juga karena nama besar keluarganya. Namun mamanya tidak memuluskan permintaanya untuk menjadi pemenang otomatis, Dia diminta untuk tetap mengikuti tahap sebagaimana peserta lain.
Namun sejak awal melihat kesungguhan Bening saja, Lilya sudah merasa kalah dan tak mungkin menang dari Bening dengan cara yang sportif. Maka salah satu cara agar menang adalah menyingkirkan Bening dari kompetisi ini.
"Emm Bening!" Panggil Lilya pada Bening yang tengah sibuk menyematkan jarum pentul di rok modelnya.
Bening menoleh, tumben sekali Lilya sudi memanggilnya. Satu sekolah sudah tau bagaimana Lilya menjauhi Bening dan berusaha bagaimana caranya agar satu sekolah turut menjauhi Bening juga.
"Gue?" Tunjuk Bening pada dirinya sendiri.
"Ya iyalah elo, Siapa lagi disini yang namanya Bening."
Dengan malas Bening menghampiri meja kerja Lilya.
"Gue mau ke kamar mandi sebentar, Lo berdiri sini liatin punya gue!" Perintahnya sesuka hati. "Awas aja ya sampe ada yang rusak "
"Hmm" Ucap Bening tanpa bantahan. Berurusan dengan Lilya akan banyak menyerap waktu dan tenaga. Dari pada banyak elemen penting itu terbuang percuma, Bening memilih tak banyak bicara demi cepat kelarnya urusan mereka.
Lilya berjalan keluar dari ruangan kelas. Avi sang penguntit terus membututi Lilya dari belakang. Bening tetap berdiri melihat manekin milik Lilya tanpa mengedipkan mata sedikitpun sesuai permintaan Lilya tadi.
Sejurus kemudian tiba-tiba Avi berbalik lagi membawa kemoceng di tangannya mendekat ke arah petung Lilya. Bening menaikan sebelah alisnya heran. Masih dipantaunya kelakuan aneh Avi yang tiba-tiba menjadi petugas piket membersihkan debu-debu di sekeliling ruangan. Bening menjauh sedikit dari sisi manekin yang lebih tinggi dari dirinya itu, Avi malah semakin mendekat ke arah Bening.
"Minggir lo, sayur Bening! Apa muka lo mau gue bersihin sekalian pake kemoceng?" Avi menggeser tubuhnya lebih dekat.
"Gak usah ya, makasih. Gak di apa-apain juga gue emang udah Bening !"
Melihat gelagat aneh Avi, Bening berdiri dengan tetap waspada masih memandang manekin Lilya dan gerak gerik Avi di dekatnya. Benar saja , tiba-tiba Avi pura-pura terjatuh mendorong tubuh Bening agar Bening terjatuh dan menghantam manekin milik Lilya .
Perhitungan Avi meleset, metode penyerangan seperti itu mampu terbaca oleh Bening, walaupun badan kecilnya jatuh namun dia sempat menggeser tubuhnya, saat tubuhnya sudah ambruk ke lantai Avi yang mendorong tubuhnya tadi malah tersenggol pergelangan kaki Bening dan dirinyalah yang ambruk bersama manekin cantik di hadapannya.
Patung baju tak berdaya yang terbuat dari fiberglass itu jatuh ke lantai mengenaskan, ditimpa badan Avi yang gempal mirip getuk lindri. walau sebelah tangan boneka itu patah namun jarum-jarum yang tersemat tak ada satupun yang terlepas, begitupun cubit-cubit jahitan di beberapa bagian masih tetap seperti semula.
Semua mata yang ada di lab tertuju pada insiden berencana yang dirancang Lilya dan Avi. Meski tak berjalan sesuai rencana, karena pasti rencana awal mereka adalah membuat Bening terjatuh bersama busana Lilya dan menuduh Bening sengaja merusaknya. Namun yang terjadi malah Iva yang jatuh sungguhan dan sikunya mengalami luka sobek yang parah terkena pecahan Fiberglass. Namun kepalang tanggung, rencana jahat mereka tetap harus berjalan.
Scene berikutnya, Lilya yang dari tadi bukan ke kamar mandi melainkan sembunyi di balik pintu luar, seketika masuk berteriak-teriak histeris . Bukannya langsung menolong sahabatnya yang terluka dan sedang meringis, Lilya malah membangunkan manekinnya yang jelas tidak merasakan sakit apa-apa.
Baguss, baguss Lilya !!!
Lo gak pentes masuk jurusan tata busana
Harusnya masuk jurusan tata drama aja
Eh, Emang ada ya ? - Bening
Lilya masih meratapi manekinnya , padahal Avi benar-benar sedang butuh pertolongannya.
"Ada apa Lilya ?" Tanya salah satu guru pembimbing yang melihat Lilya menangis tanpa tau apa yang ditangisinya.
"Huaaaa, Busana saya bu, Dirusakin Bening. Huaaa, dia pasti iri dan takut kalah bu. Pokoknya Bening harus diberi hukuman Bu, namanya aja yang Bening, padahal toxic semua isi kepala dia bu. Hiks hiks hiks"
Bening hanya menggeleng-geleng menyaksikan drama di hadapannya. Andai bisa dia ingin sekali bertepuk tangan.
"Lilya..Lilya tenang, lihat ini, tidak terjadi apa-apa. kamu hanya tinggal memasang tangan manekin yang terlepas. Busana mu masih utuh Lilya. Yang terluka itu Avi, coba kamu lihat dia"
Bening masih diam belum terpancing. Dia memlih melangkah keluar mencari kesegaran. Lilya berang melihat Bening yang tidak bereaksi.
Bu Jusma menenangkan Lilya dan membantu Avi mengobati luka di sikunya. Dalam hati Lilya menyalahkan Avi karena kenapa malah dirinya yang terluka.
"Saya gak mau tau ya Bu, pokoknya ini gara-gara Bening. Ibu tau sendiri kan Bening itu Anak Haram , Ibunya juga ngasi dia makan uang haram, jadi dia udah terbiasa ngelakuin hal-hal haram seperti ini Bu"
"Lilyana , Shut up ! "
Bening menghentikan langkahnya karena Lilya mulai menyebut-nyebut Ibunya. Bening merampas manekin yang masih berada di tangan Lilya, dengan sebelah tangan Bening merenggut semua kain yang masih di tersemat di boneka itu, Dia tak peduli bahkan jarum-jarum pentul yang melekat di kain itu melukai tangannya. Tapi hatinya lebih sakit saat mendengar orang yang tak punya hak dalam hidupnya berani-beraninya menghina Ibunya,Walau Bening tau itu hanya umpan Lilya agar Bening marah dan melakukan semua hal ini, dengan begitu Lilya semakin punya bahan mencari perkara.
"Nih ambil !, Inikan yang lo mau, sini gue hancurin sekalian" Bening melemparkan kain menutupi wajah Lilya
Bening ingin mendengar apa tanggapan Ibu Jusma selaku guru mendengar hinaan serendah itu lolos dari bibir manja siswanya. Ternyata Bu Jusma termasuk orang yang lebih memilih membela kebenaran dan rela mengambil resiko kehilangan pekerjaan.
"Lilya, Cukup, Kamu berlebihan !!! " Tegas Bu Jusma kepada Lilya yang bukannya terdiam malah semakin menjadi-jadi.
***
Sore hari sebelum pulang sekolah Bening dipanggil ke ruangan guru konseling. Diminta mengakui kesalahan yang tidak dia perbuat. Kalaupun dia telah merusak karya Lilya itu karena dia tak terima Ibunya dihina. Bening tidak pernah bereaksi apapun jika yang di caci, di maki, di hina adalah dirinya sendiri. Namun anak mana yang tercabik hatinya mendengar Ibunya dihina.
Bening diminta menghubungi orang tuanya untuk datang ke sekolah saat itu juga. Bening tidak mungkin menghubungi Mami Sandra, Dia tak pernah ingin mami tau masalah yang dia hadapi di luar. Terlebih dia tak akan tahan melihat orang memberi tatapan hina pada Ibunya. Bening hanya akan mengundang Sandra hadir untuk menyaksikan prestasinya. Bukan perkelahian tak penting seperti ini.
Akhirnya Bening menghubungi seseorang yang paling mungkin membantunya saat ini. Bern, dengan senang hati laki-laki itu menyetujui permintaan Bening.
Orang tua Lilya sudah datang terlebih dahulu karena mereka yang meminta masalah ini diselesaikan hari ini juga.
Kini Bening sudah duduk di sofa ruang BK berhadapan dengan Lilya dan kedua orang tuanya. Bening tersenyum sinis saat mengenali laki-laki plontos berkumis tebal ini ternyata adalah ayah dari Lilya. Disana juga ada kepala sekolah dan Ibu Jusma yang ikut terlibat karena pembelaanya kepada Bening.
Keputusan untuk Bu Jusma sudah diambil. Dia diberhentikan dengan hormat dan dipersilahkan mencari pekerjaan di sekolah lain. Bening Iba melihat Bu Jusma yang harus kehilangan pekerjaan karena membela dirinya. Namun dia sendiri belum tau nasibnya akan seburuk apa.
"Oh jadi kamu yang namanya Bening , yang sudah menghancurkan karya anak kami? Mana orang tua mu itu ? Oh iya Aku lupa, kamu anak dari seorang PSK yang tak jelas siapa suaminya. Kamu anak haram yang tidak punya ayah kan ? " Cerca Wanita yang dari luar tampak anggun tapi ternyata mulutnya cukup beracun.
"Kalau memang iya lalu kenapa tante ? Maaf sebelumnya. Tidak punya ayah menurut saya tidaklah buruk, yang buruk itu punya ayah tapi tidak mampu menjaga diri dan kehormatan keluarganya" Ucap Bening berdiri menatap ke arah Bobby.
Merasa disindir Bobby berdiri dan melayangkan sebuah tamparan keras di pipi kecil Bening.
Plak
Bu Jusma merengkuh tubuh Bening di pelukannya.
"Pak Bobby !!! Anda bisa saya diperkara karena hal ini !" Teriak Bu Jusma.
Kepala sekolah dan guru BK hanya bisa menenangkan Bobby semampu mereka.
"Bening, sebaiknya tutup mulut mu kalau tidak mau masalah ini semakin panjang" Ucap kepala sekolah yang sama sekali tidak berpihak kepada Bening.
"Bening gak apa-apa Bu" Bening melepaskan diri dari rengkuhan Bu Jusma dan mendekat ke arah Bobby, semua terkejut melihat reaksi Bening yang malah mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Bobby dengan tak menyambut uluran tangan itu namun Bening tetap semakin mendekati dan berbicara berbisik di kupingnya.
"Terimakasih pukulan ini Om Bo-Bby" Bening memenggal kalimatnya "Jadi anda ini ayah dari Lilya si gadis suci bersih ini ? Kenalkan ! Saya Bening Ivanka anak dari Lis Cassandra, PSK inacaran anda" Bisikan Bening yang membuat Bobby merah padam mendengar bisikan yang serupa ancaman.
Bobby mengisyaratkan tangannya agar kepala sekolah mendekat kepadanya kemudian membisikan sesuatu.
Bern datang tergopoh-gopoh membuka pintu ruangan BK Tanpa permisi dia melihat Bening yang terdiam tapi mengeluarkan air mata. Masih jelas bekas merah di kulit putih pipinya.
"Ning, Maaf aku terlambat !" Bern menhampiri Bening yang sama sekali tak bereaksi.
"Maaf anda siapanya Bening?" Tanya guru BK
"Saya Bern, kakaknya Bening," ucap Bern menarik Bening yang kecil ke sebelah sisi tubuhnya yang besar melindungi. Bening meminta Bern untuk menjadi wali muridnya.
"Silahkan duduk dulu nak Bern ! " Ucap Kepala sekolah
Kepala sekolah mulai menjelaskan perihal apa yang telah terjadi, tentu saja cerita kepala sekolah memihak ke satu arah. Bening tak peduli akan semua itu, seolah sudah terbiasa dengan ketidak adilan ini.
"Mohon maaf, Kami harus mengeluarkan adik anda dari sekolah ini!"
Bening sama sekali tidak terkejut, Dia sudah pernah mengalami hal ini saat sekolah dasar dan menengah. Bern marah,sangat marah karena Bening diperlakukan dengan tidak adil.
"Terimakasih Bapak dan Ibu, Saya memang akan membawa adik saya keluar dari sekolah ini. Orang kotor maacam kami mungkin memang tak pantas mengenyam pendidikan yang isinya orang-orang suci." sarkasnya tajam.
Kepala sekolah dan guru BP Hanya mampu tertunduk malu mendengar pernyataaan Bern. Yang paling bahagia adalah Lilya , dia memeluk Ibunya. Akhirnya dia bisa mencampakkan Bening dari kompetisi itu tidak dengan tangannya sendiri.
***
Bern dan Bening menuju ke ruang kelas Bening, membantu Bening memberesi semua buku-buku Bening dibawah kolong meja. Bening memang jara membawa buku-buku pelajaran itu pulang. Buku-buku itu dimasukkan dalam satu kotak kecil. Bern membawa kotak itu , bersama Bening dalam keheningan menyusui koridor kelasnya menuju parkiran, Mr.Stuart sopir pribadi Bern membantu memasukkan barang-barang Bening ke bagian belakang mobil.
Sebelum Bening masuk ke dalam mobil Bern mengingatkan sesuatu pada Bening.
"Manekin dan busana mu? Gak sekalian dibawa pulang?"
Bening hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Dia akan membiarkan karya yang sudah dia perjuangkan selama 3 bulan ini. Karya yang menjadi batu loncatan pertama menggapai mimpinya. Kini hancur hanya karena pancingan permainan Lilya.
"Aku udah kalah, sebelum pertandingan dimulai." Ucapnya berat.
"Stay strong my cutie, Semuanya belum berakhir, bahkan belum bermula. Ayo kita pulang. Besok kita akan cari sekolah baru. Kita gak boleh kalah hanya karna orang-orang seperti itu"
Hari sudah semakin senja, mobil melaju cepat menuju kediaman Bening. Bening yang biasanya banyak bercerita, tertawa dan bercanda kali ini hanya diam.
"Ning, Kamu sakit diginiin?"
Bening tersadar , lalu tersenyum memukul pundak Bern.
"Enggak tuh, Udah Biasa! Hahahahah." Bening tertawa terbahak-bahak melepas bebannya.
Air mata ikut mengkristal di sudut mata Bern mencoba mengartikan logika takdir yang sedang memperhitungkan keteguhan hati Bening.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!