JANGAN MENYAMAKAN NOVEL INI DENGAN NOVEL LAIN SEBELUM MEMBACA PENUH! DAMPAKNYA SANGAT BESAR PADA AUTHORNYA! INI MURNI PEMIKIRAN SENDIRI! KESAMAAN TOKOH, LATAR BELAKANG, ITU HAL WAJAR DALAM SEBUAH KARYA ATAU DUNIA PERFILMAN! JANGAN ASAL KETIK DAN MENIMBULKAN MASALAH! TANGGUNG AKHIRATKU DENGAN FITNAHMU!
Pengenalan tokoh.
Aulia, seorang anak dari pernikahan pertama Dimas dan Kiara. Sebuah pernikahan yang terpaksa kandas karena sebuah keegoisan seorang istri. Kiara lebih memilih menjadi model tanpa mau merawat Aulia sekalipun, bahkan tidk pernah mengharapkan kehadiran Aulia dalam rahimnya sendiri.
Dimas harus membesarkan dan merawat putri kecilnya itu seorang diri, sampai Ia bertemu dengan seorang wanita cantik berhati mulia bernama Rena. Semenjak itu, Rena mulai membesarkan Aulia yang berusia 5 tahun dengan kasih sayang juga sifat keibuan.
Walaupun seorang Ibu tiri, Rena tidak pernah sekalipun memperlakukan Aulia buruk. Bahkan Ia sangat mencintai juga menyayangi gadis kecil tersebut melebihi anak kandungnya sendiri. Dimas belum bisa mencintai Rena pada awal pernikahan, namun kebaikan hati Rena mampu membuat Dimas mencintainya sangat besar.
Meski tak mendapatkan restu dari Natalie, Ibu kandung Dimas, Rena tetap mencintai dan menjalankan pernikahan bersama Dimas. Cinta keduanya terlalu kuat untuk terpisahkan dan kembali lagi merajut kasih walau sempat terpisah ketika Rena tengah hamil anak pertama.
Dalam pernikahnnya, Dimas dan Rena dikaruniai tiga orang anak. Tapi hal itu tak mengubah cinta Rena pada Aulia. Bahkan Aulia juga sangat menyayangi Rena serta adik adiknya. Keluarga mereka sangat lengkap dengan adanya empat orang anak. Dimas dan Rena tidak sekalipun kehilangan cinta juga kehangatan rumah tangga sampai usia keduanya menua.
Sampai dimana Aulia menikah, dengan seorang laki laki beriman dan baik hati bernama Dion. Tanpa melalui proses pacaran atau pendekatan, keduanya memutuskan menikah karena Dion sangat mencintai Aulia dari SMA.
Brian, anak kedua dari Dimas. Dia harus rela dilahirkan tanpa kehadiran Dimas, karena perpisahan yang dilakukan Natalie pada kedua orangtuanya. Kala mengandung Brian, Rena harus tinggal terpisah sampai dua tahun dengan Dimas, dan melahirkan putranya itu di Paris.
Brian memiliki wajah mirip dengan Dimas tanpa sedikitpun ada yang terlewat. Bahkan bakatnya pun menuruni Papinya dalam bidang musik, terutama piano. Brian menjadi pianis dari usianya 8 tahun, dan berkembang hingga saat ini. Wajah tampannya, mampu menarik banyak mata kaum hawa untuk tak berhenti mengagumi. Tapi Brian sekalipun tidak pernah berniat untuk menjalin ikatan dengan siapapun dalam hubungan berpacaran.
Rendi, anak ke tiga dari Dimas dan Rena. Wataknya dingin dan lebih menyukai dunia bisnis. Senyum dan bicara sangat mahal dari Rendi, sama halnya dengan sifat Dimas dulu. Berbeda dengan Brian, Rendi tidak menyukai musik dan tidak memiliki niat untuk belajar musik sedikitpun.
Dinda, anak keempat Rena dan Dimas. Ia lahir hanya beberapa menit dari saudara kembarnya Rendi. Seorang anak kecil yang cantik dan periang, manja dan suka menggoda kedua orang tua juga kakak kakaknya.
Sandra, putri pertama dari pasangan Tyo dan Siska. Tyo adalah adik dari Dimas, mereka memiliki kasih sayang luar biasa sebagai seorang kakak beradik. Dan hal itu tidak pernah berubah walau sudah sama sama berkeluarga.
Sandra seorang anak yang centil dan amat mengagumi Rendi. Sifat dingin Rendi mampu membuat Sandra sangat mengaguminya. Rendi juga selalu membantu Sandra dalam pelajaran, juga ketika mereka di sekolah. Tapi sikapnya yang dingin selalu tanpa bicara, malah membuat Sandra mengagumi hingga saat ini. Menganggap Rendi adalah seorang hero dalam hidupnya.
Keno, adik dari Sandra. Bocah kecil tampan dan gemuk. Selalu menjadi bulan bulanan semua orang karena tubuh gemuknya. Ia memiliki sifat pendiam dan mudah minder, tak seperti Tyo yang selalu periang dan suka bercanda.
Persiapan pernikahan sedang berjalan di kediaman Dimas. Hanya sebuah acara ijab untuk mempersatukan Aulia dan Dion menjadi pasangan halal. Seluruh keluarga Dimas berkumpul bersama di rumah besar tersebut, saling membantu satu sama lain untuk kelancaran esok hari.
Seseorang selalu menginginkan sesuatu dengan sebaik baiknya itu, mengatur sendiri untuk acara pernikahan putrinya. Ia mengarahkan semua orang untuk melakukan ini dan itu, sampai Teddy, Erwin juga Tyo hanya menggelengkan kepala saja melihat Dimas mengatur tanpa henti bicara.
"Terus ngapain bayar orang sih kalau ujungnya mas sendiri yang cerewet gitu?" tanya Tyo mengamati kakaknya sedari tadi dengan berdiri bersama Erwin dan Teddi.
"Kaya gak tahu kakak kamu aja, semakin tua semakin cerewet" jawab Teddi tersenyum, di susul Tyo dan Erwin tersenyum.
"Kamu nanti kalau Sandra menikah pasti lebih parah dari Dimas deh" senyum Erwin menepuk pundak Tyo.
"Masih lama om, lihat aja tuh anaknya pecicilan banget mau pites rasanya" ucap Tyo menggelengkan kepala melihat putrinya.
Teddy dan Erwin tertawa kecil melihat tingkah Sandra yang selalu saja mencuri kesempatan untuk bisa dekat dengan Rendi. Entah apa yang sebenarnya dipikirkan dan diharapkan Sandra selama ini, namun jelas terlihat jika ia benar benar sangat mengagumi anak dari saudara kandung Papanya itu.
"Ayang Rendi, ini Sandra bawakan kue enak banget" ucap Sandra membawa piring ke arah Rendi yang tengah duduk bersama Brian juga Dinda.
"Terima kasih" singkat Rendi, mengejutkan ketiganya.
"Apa? ayang Rendi ngomong apa barusan? terima kasih?" tidak percaya Sandra bertanya berulang pada cowok masih asik dengan game tersebut.
"Lampu kuning tuh Sandra, siap siap jalan tinggal nunggu hijau aja" tersenyum Brian menggoda, dilirik dingin oleh Adiknya.
"Cie Sandra" tambah Dinda menggoda.
Rendi tidak pernah bicara sama sekali selama ini pada Sandra selain meminta agar Sandra menjauh darinya. Tapi saat mendengar orang yang sangat dikagumi itu berucap kata terima kasih, sontak saja Sandra melompat kegirangan sampai memutar tubuh dengan ekspresi bahagia.
"Ada apa sih? seneng banget?" tanya Aulia menghampiri bersama Maminya.
"Kakak, Mami, kalian tahu gak sih, barusan ayang Rendi tuh ngomong terima kasih sama aku" bersemangat Sandra bercerita tetap dengan gaya centilnya dari dulu, mengukir senyum lebar di wajah kedua orang saling tatap di hadapan Sandra.
"Gunung es nya mami udah mulai cair sedikit ya?" goda Rena mencubit lirih pinggang Rendi.
"Apaan sih mami? kan mami yang ajari buat ngomong terima kasih kalau di kasih atau dibantu, sekarang kok jadi serba salah Rendi" jelas Rendi, di raih kepalanya oleh Rena mendekat ke arah samping perutnya.
"Biasanya juga engga pernah terima kasih soalnya engga pernah nerima kan? berarti sekarang udah mulai tumbuh benih benih cinta dong?" goda Aulia mengacak rambut adiknya sembari tersenyum memainkan alis naik turun.
"Apaan sih kakak" singkat Rendi menatap santai ke arah gadis berhijab hijau tosca di samping maminya.
"Cinta engga terbalas itu menyakitkan loh Ren" ucap Brian.
"Cinta itu antara dua insan kak Rendi" tambah Dinda.
"Kalian nih kecil kecil kenapa udah tahu semuanya sih? kaka aja engga tahu" protes Aulia ke arah Brian dan Dinda.
"Karena kakak kurang baca, ilmu itu bukan diukur dari usia tapi seberapa besar kita suka membaca dan belajar" jelas Dinda.
"Sok tahu" seru Aulia.
"Kata papi gitu, ya kan kak Brian?" sahut Sandra ke arah Brian dan di acungi jempol kakaknya.
"Kalian ini masih kecil juga bahasannya udah tinggi banget, udah ah mami mau lihat papi dulu" ucap Rena menggelengkan kepala.
"Rendi ikut" lari Rendi mengejar maminya, merasa lelah sendiri menghadapi Sandra.
Kecerdasan keempat anaknya terkadang membuat Rena sendiri melongo. Bagaimana tidak, karena terkadang mereka menanyakan hal hal yang bahkan belum dipelajari di sekolah. Bahkan Rena dan Dimas harus ekstra berhati hati untuk menjelaskan setiap pertanyaan anak anaknya.
Ketika menjelaskan satu pertanyaan, maka akan timbul pertanyaan lain yang terus membuat kedua orang tua tetap mesra hingga saat ini itu, menjelaskan sampai penjabaran mendetail pada anak anaknya. Tidak ditampik jika mereka bangga akan kecerdasan juga rasa ingin tahu anak anaknya, namun membuat keduanya ekstra belajar untuk bisa menjawab dengan penjabaran yang mudah di mengerti.
"Jangan cerewet cerewet mas, pengen aku cubit aja itu bibirnya" tegur Rena menghampiri suaminya yang tak henti mengatur.
"Ya udah di cubit aja tapi pakai bibir kamu" goda Dimas berbisik, tersenyum ke arah istrinya.
"Apaan sih mas" senyum Rena menggelengkan kepala dan melangkah hendak menyapa ketiga laki laki tak jauh dari suaminya berdiri.
"Mau kemana?" tanya Dimas menahan lengan istrinya.
"Ke papa mas, mas disini aja sama nih jagoan" ucap Rena memegang kedua pundak Rendi.
"Ya udah, cium dulu tapi baru boleh pergi" goda kembali Dimas genit.
"Papi, besok yang mau nikah kakak bukan mami sama papi" protes Rendi.
"Anak kecil, mami sama papi ini setiap hari udah kaya pengantin baru tau gak?" bangga Dimas.
"Mas kita beli filter yuk habis ini" ucap Rena memaksa senyum.
"Kan baru beli bulan kemarin buat air di dapur, rusak lagi?" sahut Dimas.
"Filternya kamu" senyum Rena, diiringi tawa Rendi serta wajah masam Dimas.
Rena pergi bersama Rendi meninggalkan Dimas dengan wajah masamnya sendirian. Rena merangkul putranya yang tidak bisa berhenti tertawa melihat papinya bisa dikerjai untuk kesekian kalinya. Dimas yang tidak terima langsung mengejar istri juga anaknya itu, menarik lembut lengan istrinya dan mencium keningnya seketika.
"Impas" senyum Dimas, tidak memperdulikan tatapan semua orang ke arahnya.
"Aku buta" ucap Rendi menutup mata dan pergi ke arah kakek serta om nya yang tersenyum menggeleng kepala.
Aulia yang melihat orangtuanya dari kejauhan, malah sangat mengagumi karena sikap keduanya tidak pernah berubah dari dulu. Papi yang selalu manja, mesra dan mencuri kesempatan untuk bisa mencium atau memeluk maminya setiap waktu.
Terkadang ketika bersih bersih bersama pun, Dimas selalu mendaratkan bibir di sisi wajah istrinya, dan tak jarang menarik mendekat walau ada anak anaknya. Keromantisan itulah yang diharapkan Aulia bisa ada dalam kehidupan rumah tangganya nanti. Diam diam dalam hatinya berharap jika lelaki yang akan menikahinya esok hari, memiliki sifat seperti Papinya.
Sama seperti kebanyakan anak perempuan lain yang mengharapkan memiliki jodoh seperti Ayah mereka, Aulia pun berharap hal yang sama. Meski Dion sudah menunjukkan banyak perhatian padanya selama ini, walaupun hanya sekedar mengingatkan makan dan ibadah juga kabar melalui panggilan telpon rumah.
Dion tidak ingin menghubungi Aulia melalui ponsel, karena tidak ingin terlalu lepas dan keasikan mengobrol. Keduanya juga jarang berkomunikasi meski akan menikah, bahkan bertemu pun tidak pernah sama sekali. Terlebih saat tanggal pernikahan mereka ditentukan.
Ketika malam tiba, Aulia lebih dulu masuk ke kamar bersama maminya. Sedangkan Dimas masih menemani keluarganya di depan, usai menemani ketiga anaknya juga Sandra tidur lebih dulu. Sampai detik ini pun, Dimas selalu menemani anak anaknya tidur bergantian di tempat berbeda, karena sekarang mereka masing masing telah beranjak remaja dan dipisahkan kamar oleh Dimas dan Rena.
"Mami, aku nanti kalau udah nikah harus gimana? aku engga tahu" ucap Aulia dalam pelukan Rena di atas ranjang, menutupi tubuh dengan selimut bersama.
"Hm, gimana ya sayang mami bingung jawabnya. Pokoknya kamu harus nurut apapun ucapan suami kamu selama itu untuk hal hal yang baik, kamu juga harus bisa mengingatkan saat suami kamu melakukan hal yang salah. Mengingatkan dengan lembut dan bicara dari hati ke hati bukan bertengkar, jangan menanggapi apapun dengan amarah karena engga akan ada jalan keluar untuk itu. Siapkan semua kebutuhan suami kamu bahkan sebelum dia meminta, mendampingi di semua kondisi mau itu senang ataupun susah" panjang lebar Rena menjelaskan.
"Oh ya, seorang istri juga harus bisa memanjakan mata, lidah dan telinga suami. Maksudnya, memasak dengan menyiapkan makan setiap hari, tampil cantik meskipun tidak dengan make up berlebih, selalu wangi, bertutur kata yang lembut dan memuji suami itu juga penting" tambah kembali Rena.
"Kaya mami dong, tapi kan kita gak boleh pakai parfum mi?" jawab Aulia mencerna dengan baik ucapan mami yang tersenyum menatapnya.
"Pakai parfum kalau ada suami sayang, kalau keluar rumah lebih baik jangan. Lagipula wangi juga gak harus pakai parfum kan? dari shampo juga sabun itu udah bikin wangi sayang, mami aja engga pernah pakai parfum soalnya papi suka protes" cubit Rena pada hidung mancung putrinya.
Kedua asik mengobrol dengan Aulia terus bertanya tentang menjadi seorang istri. Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, tidak ada satupun terlupa dalam setiap pertanyaan Aulia yang tetap ingin dalam dekapan maminya. Aulia memang ingin tidur bersama malam ini, sebelum menjadi seorang istri dan akan terus mendampingi suaminya.
"Kamu ngapain sih tidur di sini? papi kan mau tidur sama mami" tegur Dimas begitu masuk kedalam melihat putrinya di atas tempat tidur.
"Aku mau tidur sama mami kok, papi tidur sama adik aja" ucap Aulia.
"Enak aja, minggir sana. Jatah papi tuh buat peluk mami malah diduluin lagi" protes lelaki sudah naik ke atas ranjang menggeser kaki putrinya.
"Engga mau, aku mau sama mami" rengek manja Aulia kembali mendekat memeluk maminya.
"Udah mau nikah masih aja manja" gerutu Dimas tidur di samping istrinya.
"Sayang jangan di punggungi dong, masa aku tidur sama rambut sih" tambah Dimas memprotes.
"Engga mau, mami harus hadap sini" protes tak mau kalah Aulia, mengeratkan pelukan pada maminya.
"Ya gak mau, pokoknya papi gak mau tidur sama rambut" mulai Dimas berdebat.
"Ya aku juga gak mau pi" seru Aulia, membuat maminya membuang napas kasar.
"Udah gini, adil kan?" ucap Rena tidur terlentang.
"Terus yang dipeluk siapa?" memelas Dimas dan Aulia bersamaan masih sama sama memiringkan tubuh menghadap Rena.
"Gini aja, udah malam ayo tidur" ucap Rena menarik kedua tangan suami dan anaknya ke atas perut memeluk dirinya.
Menahan rasa sesak dengan kedua orang dekat pada tubuhnya, Rena mencoba terpejam. Dimas dengan sikap nakalnya, menyusupkan wajah dileher istrinya mencium hingga Rena harus menahan geli, karena tak ingin terdengar Aulia. Bibirnya terkatup menahan apa yang dilakukan suaminya dalam diam.
Seperti takkan pernah berubah dengan sikapnya, Dimas terus saja bertingkah seolah pengantin baru setiap hari. Tanpa ingin melepaskan sikap manja juga kehangatan sama sekali. Staminanya memang sama seperti parasnya yang tak pernah mengenal usia dan tetap muda. Malah banyak yang mengatakan jika semakin berusia, Dimas semakin tampan dan gagah.
******
Dini hari pukul 02.45 seperti biasa Dimas menjadi imam untuk keluarganya melakukan sholat malam. Anak anaknya pun sudah memiliki kesadaran sendiri, dan seperti memiliki alarm sendiri dalam tubuh mereka untuk bangun dini hari. Kebiasaan rutin yang dibiasakan Dimas dan Rena pada keluarganya, membuat mereka memiliki tanggung jawab sendiri akan kewajiban, walaupun tanpa diingatkan setiap hari. Malah terkadang mereka lah yang mengingatkan ketika papinya sibuk bekerja sampai lupa waktu.
Usai sholat malam, mereka melanjutkan mengaji sembari menunggu waktu subuh tiba. Dimas selalu memeriksa setiap bacaan anak anaknya, menyempurnakan bacaan mereka. Setiap satu minggu sekali Dimas selalu meminta anak anaknya untuk menyetorkan beberapa ayat sekaligus, yang sudah ia minta dihapalkan dalam waktu satu minggu.
Setelah kehilangan Kakeknya, Dimas dan Rena memang memperdalam ilmu agama mereka dan tinggal dalam sebuah pesantren selama tiga bulan. Semenjak itu, mereka memiliki guru sendiri untuk mengajari mereka setiap harinya. Ingin lebih memahami dan bukan hanya bisa membaca Al Qur'an saja. Setiap ilmu yang dimiliki selalu diterapkan pada anak anaknya, dan membuahkan hasil terbaik diluar apa yang diharapkan.
Sama sekali tidak mengira jika anak anaknya mampu memiliki kemandirian dalam hal ibadah, terlebih Aulia yang sangat memperdalam agama juga keimanannya bersama Rena. Keduanya terkadang sering terlihat mengaji bersama, dimana mereka bergantian untuk membaca ayat dan terjemahan pada setiap surat yang di baca.
Tanpa malu akan usia, mereka selalu bertanya akan apa yang tidak di mengerti dalam arti sebuah ayat. Karena memang takkan pernah ada batas usia untuk selalu belajar dan belajar. Setiap bulan mereka mendatangi panti asuhan, mengaji bersama dan memberikan kebahagiaan pada anak anak yatim piatu dengan harta yang mereka miliki.
Menuangkan, mempraktekkan, mengajarkan tentang bagaimana berbagi, tentang bagaimana cara kita menghargai dan menghormati siapapun tanpa melihat siapa dan apapun mereka. Dimas dan Rena tidak mau anak anaknya menjadi anak manja, sombong yang selalu membedakan karena mereka dilimpahkan kenikmatan dunia, dititipkan harta dalam hidup.
Ajaran tentang rejeki yang datang juga bagian dari rejeki orang lain yang dititipkan, membuat anak anaknya selalu menyisihkan uang jajan mereka untuk turut membantu yang membutuhkan. Tidak akan miskin hanya karena berbagi, dan malah menjadikan mereka semakin berlimpah akan harta dari kelancaran bisnis mereka.
Namun yang terpenting bagi Dimas dan Rena adalah kedamaian hati yang di dapat, serta kekayaan memiliki anak anak soleh juga soleha. Anak anak penuh pengertian dan berbakti walau dengan candaan juga sikap konyol mereka. Saling melengkapi satu sama lain antar saudara.
Tyo pun mengikuti jejak kakaknya untuk bisa berdiri menata keimanan serta agama. Walau Siska belum bisa memantapkan hati untuk berhijab, namun adanya niatan sudah membuat Tyo senang dan membantu istrinya perlahan. Tyo tak ingin memaksa dan siap menunggu hingga Siska bisa memantapkan hatinya lebih dulu. Karena Tyo tidak mau jika hanya dengan paksaan untuk membahagiakannya, maka suatu saat Siska akan melepas dengan mudah.
Paling tidak kini Siska sudah perlahan menutup aurat dengan selalu mengenakan pakaian panjang setiap hari, dan hanya tampil seperti biasa ketika di kamar bersama suaminya. Yang terpenting adalah hatinya sudah lurus memantapkan diri dalam agama serta keimanan yang bertambah. Seluruh keluarga besar pun sangat mendukung keputusan Tyo dan Dimas untuk menjadi imam lebih baik dalam keluarga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!