NovelToon NovelToon

Wedding Trap By Mr. Introvert

Chapter 1

"Sayang, kenapa baru menelepon,sih? Em... Kapan kau akan kembali?" tanya seorang wanita bernama Zoya, sesaat setelah ia mengangkat panggilan dari tunangannya.

"Kenapa? Apa kau sudah merindukanku, sweety?" sahut laki-laki di seberang telepon.

Wanita tersebut mengangguk, "Sangat, aku saaaangat merindukanmu, honey. Pernikahan kita tinggal sebulan lagi, dan kau masih sangat sibuk dengan pekerjaan. Ayolah, luangkan sedikit waktumu untukku, honey. Aku capek mengurus semuanya sendiri," katanya merajuk manja tanpa mempedulikan laki-laki di sampingnya yang saat ini tengah mengerasakan rahangnya karena rasa cemburunya.

Laki-laki di seberang telepon itu tersenyum tipis,"Bukankah ada Dimas? Sahabatku itu bisa diandalkan," ucapnya.

Wanita itu melirik ke samping, "Ayolah, Van. Yang aku butuhkan kamu saat ini, bukan Dimas. Kamu yang akan menjadi pengantin, bukan Dimas," ujarnya. "

"Baiklah nyonya, secepatnya aku akan kembali. Tunggu aku, kita akan menyiapkan pernikahan kita bersama," jawab pria di seberang telepon.

"Really? Aaahhh, i love you so much, honey. Muach Muach muach!" seru Wanita tersebut yang tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Sangat kontras dengan laki-laki yang sedang mengemudi di sampingnya.

"love you too," kata laki-laki itu seraya mengangkat sudut bibirnya sehingga membentuk sebuh senyuman tipis sebelum akhirnya sambungan telepon berakhir.

Perempuan itu terus tersenyum sambil memandangi walpaper di ponselnya, potret dirinya dan sang tunangan yang ia rindukan.

"Zoy, harus berapa kali aku bilang, aku paling nggak suka kamu menerima telepon darinya saat sedang bersamaku, apalagi bermesraan!" ucap pria itu yang tak bisa menyembunyikan kekesalannya.

Kalimat itu, mampu melunturkan senyum di wajah cantik perempuan tersebut, "Dia calon suamiku, Dim. Dan sebentar lagi kami akan menikah, kamu tahu itu," ucapnya datar.

"Zoy, kamu tahu, aku mencintai kamu, sangat. Bahkan melebihi cinta laki-laki itu!"

"Laki-laki itu punya nama Dim, Elvan namanya. Dan dia sahabatmu!" ucap Zoya tak terima.

"Hah, sahabat. Apa setelah dia tahu apa yang kita lakukan, dia masih akan menganggapku sahabat? Apa yang kita lalui bersama selama ini, apa tidak ada artinya untukmu, Zoya?"

"Aku nggak bisa lihat kamu menikah dengannya, sekalipun dia sahabatku. Tidak bisa!. Kamu anggap hubungan kita selama ini apa, Zoy!"

Wanita bernama Zoya itu merubah posisi duduknya sedikit menyerong, menatap lekat laki-laki di sampingnya, "Dim, kita udah bahas ini dari awal. Kamu tahu kalau aku sangat mencintai Elvan. Dari awal kita udah sepakat, kalau hubungan kita hanya untuk saling mengisi kekosongan diantara kita. Jika aku menikah dengan Elvan, maka hubungan kita otomatis berakhir, Dimas! "

Brak! Laki-laki itu memukul stir mobilnya,"Semudah itu kamu bilang berakhir? Kamu anggap apa aku selama ini? Selama ini aku yang selalu ada buat kamu. Dimana Tunangan kamu itu saat kamu butuh? Nggak ada! Dia selalu sibuk dengan pekerjaannya, atau mungkin sibuk meniduri wanita lain di luar sana!"

"Dimas, cukup! Elvan tidak seperti itu! "

"Ck, dari mana kamu bisa yakin?" laki-laki itu tersenyum meremehkan.

" Lalu menurut kamu apa yang kita lakukan selama ini benar? Aku udah menghianati dia diam-diam, Dim. Dan aku menyesal! Kenapa kamu jadi kayak gini. Sejak awal kamu sendiri yang datang dan menawarkan diri sebagai pelarian buat aku, tapi kenapa sekarang kamu menuntut hal yang nggak bisa aku berikan?"

" Sadar kamu Zoy, kamu nyaman dan bahagia sama aku, bukan dengan dia! Aku sangat mencintai kamu, Zoy. Aku nggak bisa kehilangan kamu. Batalkan pernikahan kalian, dan menikah lah denganku, Zoy!" laki-laki bernama Dimas tersebut tampak frustrasi.

Zoya terdiam. Ia akui ia memang salah, selama ini, karena terlalu sering di tinggal oleh tunangannya, Elvan, dan kuranganya perhatian dari tunangannya tersebut, membuat Zoya diam-diam menjalin hubungan Dengan Dimas, sahabat Elvan. Dimas yang selalu ada untuknya membuatnya sedikit terlena. Tapi, ia juga sangat mencintai Elvan, ia tidak bisa dan tidak mau kehilangan laki-laki itu.

"Dari awal, memang hubungan kita ini salah, Dim. Tidak seharusnya kita menjalin hubungan di belakang Elvan, Dim. Ini salah! Kita harus mengakhirinya sekarang. Aku nggak mau sampai Elvan tahu. Kamu lebih tahu apa yang akan terjadi jika sampai Elvan tahu, Dim. Dari awal, kamu yang salah. Kamu tahu aku sama Elvan saling mencintai, tapi kamu tetap kekeh maju dan tidak peduli. Kamu sendiri yang bilang akan menerima keputusanku ketika Elvan dan aku menikah. Dari awal kita salah, Dim. Aku menyesal, sangat menyesal! Bahkan seumur hidupku aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri!" Zoya mulai terisak.

Mendengar setiap kalimat yang Zoya katakan, membuat Dimas tak terima. Apa sebegitu buruknya hubungan mereka di mata wanita yang sudah dua tahun terakhir ini menjalin hubungan secara diam-diam dengannya tersebut.

Awalnya Dimas menerima, jika ia hanya di jadikan pelarian saat wanita yang ia cintai itu kesepian. Namun, seiring berjalannya waktu, ia benar-benar mencintai Zoya dan ingin memilikinya seutuhnya.

"Lebih baik kita mati bersama Zoy, dari pada aku harus menyaksikan kamu menikah dengan Elvan!" Dimas menambah laju mobilnya. Hal itu membuat Zoya terus berteriak untuk menghentikan kegilaan Dimas.

"Jangan konyol kamu, Dim. Berhenti! Nanti bisa nabrak!" terik Zoya, namun laki-laki itu tetap bergeming.

Zoya yang kekeh ingin mengakhiri hubungan gelapnya dengan Dimas dan Dimas yang tidak ingin hubungan mereka berakhir begitu saja terus memicu pertengkaran hebat diantara keduanya.

Hingga, mereka tak menyadari jika di depan sana ada seorang gadis buta yang sedang menyebrang jalan.

"Dimas, Awas!" teriak Zoya ketika melihat gadis buta yang sedang menyebrang tersebut.

Karena kecepatan mobil yang sangat tinggi, membuat Dimas tidak bisa menghentikan mobilnya tepat waktu, ia membantik stir ke kiri dan.....

Braaaaaaaakkk!!

Kecelakaann pun tak bisa di hindari. Mobil menabrak pembatas jalan dengan sangat kencang hingga terpelanting jauh.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Enam bulan kemudian....

"Na na na nana..." seorang gadis cantik bermata indah terus saja bersenandung sambil mengayuh sepedanya.

"Selamat pagi, tuan. Ini koran edisi hari ini!" ucap gadis itu ramah sambil menyerahkan koran ke pelanggannya.

"Terima kasih, Vada. Pagi-pagi udah semangat saja kamu," kata seorang kakek.

"Harus dong, Tuan. Mau pagi, siang, sore, malam harus semangat," sahut Gadis yang di sapa Vada tersebut.

"Saya suka gadis muda yang semangat seperti kamu, ini buat kamu," Kakek itu menyerahkan uang pecahan berwarna biru tiga lembar untuk Vada.

"Tidak perlu, Tuan. Itu buat jajan tuan saja. Saya kan sudah di bayar buat anterin koran-koran ini," Vada mendorong uang tersebut pelan.

"Uang jajan saya masih banyak, kemarin anak menantu saya udah kirim lagi. Ini ambil, jarang-jarang kan kamu dapat tip begini. Udah ambil, ini rejeki. Jangan di tolak!"

"Baiklah kalau tuan maksa, rejeki anak-anak panti ini," Vada menerimanya lalu mengucapkan terima kasih.

"Saya permisi dulu, Tuan. Semangat!" seru Vada tersenyum sambil mengangkat kedua tangannya.

Vada kembali mengayuh sepedanya untuk mengantar koran-koran selanjutnya. Hal yang setiap pagi ia lakukan kurang lebih empat bulan belakangan ini, hitung-hitung olah raga bersepeda sambil mencari rejeki.

Seperti biasa, habis mengantar koran, Vada mandi kembali ke kontrakannya lalu bersiap-siap untuk pergi ke tempatnya bekerja selanjutnya.

Vada telah siap berangkat untuk bekerja. Tak lupa ia bercermin lalu mengerjapkan mata indahnya di tambah senyumnya yang manis. Ia sangat bersyukur karena kini mata indahnya tersebut bisa melihat dunia yang indah ini lagi. Enam bulan yang lalu, bank mata menghubunginya dan mengatakan kalau ada donor kornea mata yang cocok untuknya.

Saat itu ia sangat senang sekali, akhirnya setelah hampir empat tahun tidak bisa melihat apa-apa akibat kecelakaan bus yang ia tumpangi sehabis merayakan wisuda sekolah SMAnya dulu.

Vada tak pernah tahu siapa orang baik yang telah mendonorkan matanya untuknya. Namun, ia berjanji akan menjaga mata itu sebaik mungkin dan akan menggunakannya untuk melihat hal yang baik-baik.

Sebelum berangkat, tak lupa ia membawa buku yang belum selesai ia baca, yang bisa ia baca di sela-sela waktunya bekerja.

💞💞💞

Sementara itu, di Bandara Internasional....

"Tuan muda, kita sudah sampai," ucap seorang pria sopan.

"Hem," Pria yang di sapa tuan muda itu hanya mengangguk. Ia membenarkan jasnya lalu berdiri dan bersiap turun dari pesawat jet pribadinya.

Ini adalah pertama kali ia kembali menginjakkan kaki di tanah air setelah kematian tunangannya enam bulan yang lalu dalam kecelakaan sebuah mobil bersama sahabatnya.

"Kita mau langsung ke mansion atau langsung ke makam Tuan?" tanya Asisten Rio.

"Langsung ke makam saja, yo," jawabnya pendek.

Asisten Rio mengangguk.

Saat mobil yang di tumpanginya berhenti di lampu merah, tepat di sampingnya, ia melihat seorang perempuan yang memboncek ojek online. Tak ada yang menarik dari gadis itu, sampai akhirnya gadis itu membuka kaca helm yang ia kenakan. Mata indah dengan bulu mata lentiknya mengerjap karena terpaan angin. Hal itu membuat Laki-laki itu tanpa sadar terpaku menatapnya.

"Tuan,..." Asisten Rio menatap heran laki-laki yang duduk di jok belakang tersebut. Apa yang atasannya itu lihat sampai tak mendengar saat diajak bicara.

"Maaf, Tuan," asisten Rio sedikit mengeraskan suaranya seiring dengan bergantinya warna traffic lamp menjadi hijau. Ojek online itu melaju dengan cepat mendahului mobil.

"Ada apa?" tanya laki-laki tersebut setelah lamunannya buyar.

"Maaf, Apa kita akan membeli bunga terlebih dahulu atau langsung ke makam?" tanya asisten Rio.

"Berhenti jika ada toko bunga," jawab Pria itu pendek.

"Baik Tuan," asisten Rio kembali mengangguk.

Sampai di sebuah toko bunga, mobilpun berhenti.

Asisten Rio turun untuk membeli bunga sesuai perintah atasannya.

"Maaf, nona. Apa ada buket bunga rose White?" tanya asisten Rio.

"Maaf tuan, tokonya baru mau buka. Dan... Buket yang Anda maksud belum ready. Jika tuan tidak keberatan, biar saya buatkan sekarang. Apakah Anda buru-buru?" tanya gadis itu yang ternyata Vada.

Asisten Rio menoleh ke mobil sebentar lalu kembalI menatap Vada," Baiklah, saya akan menunggu. Tolong buatkan yang spesial," ucapnya kemudian.

"Baiklah Tuan, silahkan Anda duduk dulu. Saya akan membuatkannya," Vada dengan cekatan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat buket bunga sesuai request asisten Rio. Meski belum lama bekerja di florist tersebut, Vada sudah cekatan membuat buket bunga yang indah. Dia gadis yang cepat belajar.

" Apakah ini untuk kekasih, tuan? Dia pasti akan senang sekali," ucap Vada tersenyum. Pasti beruntung wanita yang akan mendapatkan bunga tersebut, pikirnya.

"Tidak, ini untuk mendiang tunangan bos saya," jawab asisten Rio.

Vada hanya ber-oh-ria mendengarnya. Ia tak lagi berkomentar, kasihan sekali laki-laki yang di maksud pria di depannya tersebut, pasti dia sangat mencintai tunangannya, pikirnya.

Vada tersenyum puas melihat hasil karya indahnya.

" Ini, tuan!" Vada menyerahkan buket bunga tersebut dengan rasa bangga.

"Terima kasih," asisten Rio menerima bunga tersebut. Ia akui, gadis itu cukup cekatan dan.... Pintar sekali merangkai bunga.

Baru keluar dari toko, asisten Rio sudah di susul oleh sopir, "Maaf tuan, Tuan Elvan sudah menunggu," ucap sopir itu dengan menunduk sopan.

Asisten Rio menatap kearah mobil, bosnya itu selalu tidak sabaran, bukankah untuk sesuatu yang indah itu butuh waktu, pikirnya.

"Apa membeli bunga harus mengapeli penjualnya juga?" tanya Elvan datar.

"Maaf, Tuan. Tadi harus merangkai dulu bunganya," jawab asisten Rio.

Laki-laki bernama Elvan itu hanya diam dan kembali sibuk dengan benda pipih di tangannya.

❣️❣️❣️

💠Assalamualaikum readers kesayangan , semoga kalian suka dengan novel terbaru Author. Jangan lupa buat like, komen dan pencet ❤️nya, supaya tidak ketinggalan jika author up. Terima kasih 🙏🏼 🙏🏼

Salam hangat author 💠

Chapter 2

Elvan menatap lekat sebuh makam dengan nisan bertuliskan nama tunangannya, Zoya Nika Alodie. Putaran memory saat ia melamar tunangannya tersebut muncul kembali. Betapa bahagianya kekasihnya tersebut saat ia melamar dan memintanya untuk menjadi ibu dari anak-anaknya kelak.

Tapi, Tuhan berkata lain. Tunangannya tersebut terlebih dahulu meninggalkannya sebelum pernikahan itu terjadi.

Elvan hanya bisa terdiam sambil terus menatap makam tersebut. Kenangan indah bersama Zoya membuatnya enggan untuk menginjakkan kakinya di tanah air. Dan sekarang ia kembali demi membalas kematian tunangannya karena kecelakaan bersama dengan sahabatnya yang ia tahu di sebabkan oleh seorang gadis buta yang menyebrang jalan sembarangan saat mobil yang di tumpangi Zoya melintas.

Elvan semakin meradang ketika ia tahu jika gadis buta yang menyebabkan Zoya meninggal justru mendapat donor mata dari kekasihnya tersebut. Tanpa sepengetahuannya, ternyata Zoya sudah mendaftarkan diri sebagai pendonor mata di bank mata Indonesia.

Elvan bersumpah akan membalas kematian Zoya. Apapun peninggalan Zoya harus menjadi miliknya, termasuk kedua mata yang kini sudah melekat di mata indah Vada. Karena kornea itulah, peninggalan satu-satunya dari perempuan yang paling ia cintai.

Cukup lama Elvan berada di makam Zoya. Asisten Rio yang sejak tadi menunggu dari kejauhan mendekat, "Tuan muda..." panggilnya.

Elvan yang memakai kaca mata hitam demi menutupi matanya yang memerah menoleh ke ada asisten Rio, "Bagaimana?" tanyanya singkat.

"Saya sudah mendapatkan informasi tentang gadis itu, Tuan. Namanya Vada, ia bekerja sebagai...."

"Kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan!" potong Elvan cepat. Tak penting baginya tahu tentang gadis penyebab kecelakaan dan juga penerima donor mata tunangannya tersebut.

"Baik, Tuan... Saya permisi!" ucap asisten Rio mengangguk lalu undur diri, meninggalkan atasaanya yang sepertinya masih enggan beranjak dari sana.

🌼 🌼 🌼

Sore hari menjelang malam....

Setelah bekerja di florist, Vada kini bersiap untuk ke tempat kerja selanjutnya, yaitu sebuah cafe. Vada bekerja sebagai penyanyi di cafe tersebut. Pekerjaan yang sudah ia lakukan sejak kedua matanya tidak dapat melihat. Saat kondisinya matanya buta, hanya itu pekerjaan yang bisa ia lakukan. Bermodalkan suaranya yang indah dan dapat menghipnotos setiap telinga yang mendengarnya.

Namun, setelah ia bisa melihat kembali, apa saja ia kerjakan, mulai dari loper koran, menjadi pelayan toko bunga milik ibu kostnya, dan malam hari ia akan bernyanyi di cafe. Apa saja ia lakukan demi bisa menabung, ia ingin sekali bisa kuliah. Terlebih, ia juga harus membantu ibu panti asuhan dimana dulu ia tinggal. Panti asuhan yang berdiri di atas tanah milik tuan tanah itu akan di robohkn secara paksa jika tidak bisa membayar tanah milik mereka dalam waktu dekat.

Jika toko bunga libur atau tidak ada jadwal menyanyi di cafe, menjadi SPG event, pelayan atau tukang cuci dadakan ia pernah lakukan. Apapun itu yang menghasilkan uang, selama badannya masih kuat ia akan melakukannya.

"Baru datang Va?" tanya Roni, pemilik cafe.

"Iya bang, toko ramai jadi mepet banget tutupnya," jawab Vada.

"Ya udah gih, siap-siap. Para fans kamu udah nunggu dari tadi," seloroh Roni.

"Abang bisa aja, aku ke dalam dulu ya, bang,"

"Eh Va,..."

Vada menoleh, "Ada apa bang?" tanyanya.

"Tadi pacar kamu datang, dia nanyain kamu,"

Vada terdiam sejenak, karena kesibukannya, ia bahkan kadang hampir lupa jika memiliki kekasih, "Iya bang, nanti aku telepon dia," ucapnya kemudian.

"Dia juga udah pesenin makan malam buat kamu, bisa kamu makan dulu sebelum manggung," ucap Roni lagi.

Vada mengangguk tersenyum. Meski kekasihnya sering protes karena menurutnya Vada terlalu sibuk bekerja sehingga jarang memiliki waktu untuknya. Jangankan bertemu, kadang mengirim kabar melalui wa saja, Vada lupa. Tapi, kekasihnya itu selalu berusaha mengerti kondisinya saat ini. Jangankan sekarang saat kondisi Vada sudah bisa melihat, saat gadis itu butapun laki-laki itu tetap setia terhadapnya.

Vada mengambil ponselnya, dan benar saja sudah ada deretan pesan dari kekasihnya tersebut, "Sayang, jangan lupa makan ya. Maaf aku nggak bisa nunggu kamu, aku harus berangkat ke luar kota malam ini. Love you," Vada tersenyum membaca pesan singkat dari kekasihnya.

Malam itu Vada bertugas membawakan tiga buah lagu untuk menghibur para pelanggan cafe yang juga para pengagumnya. Kecantikan gadis itu tentu saja akan menghipnotis siapa saja yang melihatnya. Banyak laki-laki yang berharap bisa menjadi kekasih gadis bermata indah tersebut.

Namun, di hatinya hanya ada satu nama, yaitu Mirza, kekasihnya. Seorang pengusaha furniture. Mirza sering kali meminta Vada untuk tidak terlalu lelah bekerja, laki-laki itu bahkan siap untuk menanggung beban hidup Vada. Tapi, Vada tak mau merepotkannya, sekalipun Mirza adalah kekasihnya. Vada merasa ia sudah terlalu sering merepotkan kekasihnya tersebut, termasuk biaya operasi matanya yang tentu saja tidak sedikit jumlahnya.

Vada diam-diam juga mengumpulkan uang untuk membayar uang yang ia gunakan untuk operasi matanya tersebut. Meski Mirza tak pernah meminta untuk di kembalikan, namun bagi Vada itu adalah hutang, selama mereka masih belum sah menjadi suami istri. Apalagi, hubungan mereka sangat di tentang oleh keluarga Mirza yang memandang rendah Vada, seorang gadis yatim piatau yang berasal dari panti asuhan.

Hal itulah yang membuat Vada belum siap untuk menikah dengan Mirza, bahkan ia mulai meragukan hubungan mereka apakah akan bisa sampai ke pelaminan atau tidak. Status sosial keduanya terlalu jauh berbeda, bagaikan bumi dn langit. Wajar jika keluarga kekasihnya tersebut tak menyukainya, pikir Vada.

"Baiklah, ini lagu terkahir untuk malam ini, spesial buat kalian," ucap Vada. Ia mulai menyanyikan lagu D'cinamons yang berjudul selamanya cinta.

Selesai menyanyi, Vada langsung turun dari panggung, "Makin keren aja suara kamu Va, daebak!" ucap Cindy, adik pemilik cafe sekaligus teman Vada.

"Bisa aja kamu Cin, aku langsung balik ya. Capek!" ujar Vada tersenyum.

"Yaelah, aku baru datang udah mau balik aja. Kamu makanya kawin aja sih, biar suami yang cari nafkah," seloroh Cindy.

"Terus, adik-adik aku di panti gimana? Masa suami juga yang nafkahin," tukas Vada dengan senyum manisnya.

"Ya enggak apa-apa kalau suami kamu sanggup kan. Tapi, jangan sama Mirza deh saran aku nikahnya,"

"Kenapa?" Vada menautkan kedua alisnya.

"Kaya oke, ganteng oke, baik nggak di ragukan lagi. Tapi, keluarganya kan nggak suka sama kamu, serem ih. Nanti malah jadi neraka dunia buat kamu. Nggak kebayang,"

Vada hanya tersenyum penuh arti seraya menggeleng, sebenarnya apa yang dikatakan Cindy ada benarnya, tapi untuk memutuskan hubungan dengan Mirza, dia tidak bisa. Dia tidak ingin menyakiti laki-laki yang sangat baik dan ia cintai itu. Ia selalu berharap ada keajaiban tiba-tiba keluarga Mirza bisa menerima dia apa adanya dan mereka bisa menikah dengan restu orang tua.

"Vada tunggu!" sergah Cindy.

"Apa lagi Cindy sayang?" tanya Vada.

"Hati-hati. Pas aku masuk kayak ada orang yang ngawasin ke sini, takutnya kamu di culik lagi," ucap Cindy.

Vada terkekeh mendengarnya, "Ya ampun, ada-ada saja kamu, siapa coba yang mau nyulik gadis miskin kayak aku? Uang buat nebus nggak ada, makan juga banyak, bakalan kerepotan penculiknya,"

"Dih, siapa tahu kan calon ibu mertuamu atau mungkin fans yang terobsesi sama kamu. Yang penting hati-hati saja, udah sana balik! Tidur, istirahat yang banyak. Tubuh juga butuh me time buat istirahat, jangan diajak kerja rodi teroooosss!"

Vada pun meninggalkan cafe sambil menggeleng-gelengan kepalanya. Ada-ada saja pikiran Cindy, pikirnya. Ia berjalan beberapa meter dari cafe untuk mencari angkot ataupun taksi.

Vada melihat ada angkot lewat, ia melambai-lambai kan tangannya untuk menghentikan angkot tersebut. Namun, sebelum angkot tersebut mendekatinya, dua laki-laki berbadan tegap dan mengenakan seragam serba hitam terlebih dahulu mendekatinya.

"Nona, sebaiknya Anda ikut kami sekarang!" ucap salah satu dari mereka, masih dengan nada wajar.

Eh ada apa ini, kenapa harus ikut mereka? Memang mereka siapa? Vada begitu terkejut, ia merasa tidak memiliki masalah dengan siapapun. Lalu siap mereka, kenapa terlihat menyerahkan sekali.

"Si-siapa kalian? Dan kenapa saya harus ikut? Saya tidak ada urusan dengan kalian, sebaiknya kalian pergi dari sini atau saya akan berteriak...." Saat tengah bersiap untuk berteriak, salah satu dari mereka menutup mulut Vada, mereka menyeret paksa gadis itu memasuki sebuah mobil yang tak jauh dari tempatnya berdiri tadi.

Vada terus memberontak, namun tenaga dua pria itu sangat kuat di banding dengannya.

"Tuan, ini orangnya!" ucap salah satu dari mereka setelah memaksa Vada masuk ke dalam mobil.

Vada membelalakkan kedua matanya ketika melihat laki-laki yang ada di dalam mobil, "Tuan, kenapa Anda menyuruh mereka menculik saya? Saya hanya seorang gadis miskin yang tak punya apa-apa. Tidak akan ada yang menebusku kalau kalian menculikku. Tidak ada gunanya. Lebih baik kalian melepaskan saya sekarang," Vada langsung nyeroscos tanpa henti.

Laki-laki itu hanya diam dan menautkan kedua alisnya. Vada berpikir, jangan-jangan dia di culik karena mau di ambil organ-organ penting dalam tubuhnya untuk kemudian di jual. Ia langsung menggedik ngeri.

" Tuan, saya mohon. Jantung, ginjal, hati bahkan usus saya tidak akan cocok untuk di pasang di tubuh orang lain. Jantung saya sering deg-degan, Ginjal saya juga sepertinya bermasalah karena saya sering buang air kecil. Hati saya juga, pokoknya semua kayaknya bermasalah, jadi tuan percuma saja kalau mau mengambil mereka," Vada terus saja bicara mengada-ada. Berharap laki-laki yang tak asing di depannya itu mau melepaskannya.

Karena tidak tahan dengan ocehan Vada, bahkan gadis itu tengah bersiap untuk berteriak meminta pertolongan. Laki-laki itu mengisyaratkan kepada bawahannya untuk membius Vada. Seketika, Vada langsung jatuh pingsan.

"Maaf. Saya terpaksa melakukannya!" batin pria itu ketika Vada terkulai lemah bersandar di pundaknya tak sadarkan diri.

"Jalan!" perintah laki-laki tersebut.

🌼 🌼 🌼

Chapter 3

Vada memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing akibat obat bius. Entah berapa lama ia tertidur tak sadarkan diri hingga ia kini berada di sebuah kamar asing yang benar-benar luas dan mewah.

Mengerjapkan kedua matanya dengan tangan yang terus memegangi kepala karena pusing, Vada mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, "Astaga, apa aku benar-benar udah di surga?" gumamnya terheran-heran melihat kemewahan desain kamar yang luasnya beberaa kali lipat kost-kosannya tersebut.

Vada menunduk, meraba dada hingga perutnya, "Apa mereka benar-benar mengambil jantung, hati, atau ginjalku?" gumamnya.

Vada ingat, terkahir kali ia sadar, waktu melihat laki-laki yang datang membeli bunga di tempatnya bekerja waktu itu. Apa laki-laki itu sengaja datang karena sudah menjadikannya sebagai target penculikan?

Dalam kebingungannya, Vada mendengar pintu terbuka. Ia langsung meringkuk di bawah selimut, pura-pura masih tak sadarkan diri.

Terdengar suara langkah kaki mendekati ranjang, "Bangun, saya tahu kamu cuma pura-pura tidur!" suara seora pria dengan nada tak bersahabat terdengar jelas di telinga Vada.

"Mau bangun sendiri, atau saya paksa? Saya tidk suka main-main" ucap pria itu lagi yang tak lain adalah Elvan.

Mendengar suaranya saja, entah mengapa Vada merasa sekujur tubuhnya merinding. Ia memilih memilih membuka selimut lalu bangun.

Sesaat, Vada terpaku menatap laki-laki tampan yang kini berdiri tepat di depannya. Tampan sekali, apakah dia malaikat, pikirnya.

"Anda siapa? Ke-kenapa anda menculik saya?" tanya Vada memberanikan diri.

Dengan wajah datarnya, Elvan semakin mendekat, membuat Vada beringsut ke belakang.

"Kau harus bertanggung jawab atas kematian tunanganku!" kata Elvan dengan sorot mata penuh kebencian.

"Kenapa harus aku?" tanya Vada terbata.

"Karena demi menghindari dirimu, dia meninggal," sahut Elvan.

Vada memaksa otaknya untuk mengingat dan mencerna apa dan siapa yang di maksud oleh pria tampan namun menyerahkan di depannya.

Kecelakaan yang terjadi pada sebuah mobil enam bulan yang lalu pun terlintas di kepalanya.

"I-tu bukan salahku!" sangkal Vada cepat.

"Saya tidak peduli! Dan kau tahu, mata ini..." Elvan mengusap lembut mata Vada yang otomatis mengedip tersebut.

"Adalah mata tunanganku. Apapun yang tersisa darinya, adalah milikku!" imbuhnya dengan nada yang sangat dingin, bahkan Vada sampai merinding mendengar kalimatnya.

Bagi Elvan, ia akan mencintai apapun yang ditinggalkan oleh mendiang tunangannya. Tanpa terkecuali. Dan itu harus menjadi miliknya.

"Lalu? Saya harus apa? Apa saya harus mengembalikan mata ini kepada Anda? Bukankah percuma? Tunangan Anda tidak akan bisa melihat Anda lagi," meski dengan nada bergetar, Vada membalas ucapan Elvan.

Elvan melangkahkan kakinya semakin mendekat, hingga Vada terpojok di dinding. Jarak mereka yang terlalu dekat, bahkan kini Vada bisa merasakan embusan napas dari Elvan. Susah payah Vada menelan salivanya sendiri.

"Pakailah gaun itu, satu jam lagi kita menikah!" ujar Elvan tanpa bisa di bantah. Ia melangkah pergi setelah mengatakan yang ia rasa perlu di katakan.

Mata Vada langsung tertuju ke gaun mewah yang melekat di sebuah patung dalam kamar tersebut.

"Tapi.... Saya tidak mau! Ini pemaksaan namanya!" Vada menolak keras. Tentu saja, ia tidak mau menikah dengan sembarang orang. Apalagi orang asing yang sam sekali tidk ia kenal sebelumnya.

"Sa-saya sudah punya kekasih!" imbuhnya.

Elvan menoleh dan menatapnya tajam, membuat nyali Vada langsung menciut.

"Bahkan jika kmau ingin kekasihku itu tetap hidup dengan baik!" kata Elvan datar.

Lagi-lagi Vada kesusahan menelan salivanya. Nada laki-laki itu biasa saja, tapi ia sadar jika itu sebuah ancaman.

"Saya tidak sedang membuat sebuah penawaran. Saya tidak butuh jawaban apapu darimu!" tegas Elvan, ia kembali melangkahkan kakinya menuju pintu keluar tanpa menoleh lagi.

Brak!

Vada berjengit saat pintu itu tertutup dengan kasar.

Sepeninggalnya Elvan, tubuh Vada langsung merosot lemas di ranjang. Pandangannya menerawang, berusaha mencerna yang baru saja terjadi.

"Sudah bangun cah ayu?" Seorang wanita berusia Senja masuk diikuti beberapa perias.

Vada hanya diam, melihat salah satu dari perias itu meletakkan alat rias mereka.

Wanita berusia Senja tersebut duduk di samping Vada lalu tersenyum hangat, "Mereka yang akan meriasmu, cah ayu," ucapnya lembut.

"Tapi, nyonya..."

"Panggil saja mbok, sama seperti tuan muda," kata mbok Darmi cepat.

"Tapi, mbok... Saya tidak bisa, saya tidak mau...," Vada mencoba bicara dengan mbok Darmi, sepertinya wanita itu cukup dekat dengan lelaki yang di panggil tuan muda tersebut.

"Ikuti saja kemauan tuan muda, cah ayu. Maka semuanya akan baik-baik saja. Jika tidak...."

"Jika tidak, kenapa mbok? Apa tuan itu akan membunuhku? Apa dia psikopat, mbok?" Vada tampak ketar ketir akan nasibnya.

Mbok Darmi tersenyum," Namanya tuan Adhitama Elvan Syahreza, pernah mendengarnya?" tanyanya yang di balas gelengan kepala oleh Vada. Siapa orang itu sampai dia harus tahu namanya. Bagi Vada, lebih penting mencari uang supaya bisa menabung dari ada mengetahui nama orang.

Lagi-lagi mbok Darmi tersenyum, sepertinya wanita itu sangat suka tersenyum, pikir Vada.

"Mbok tinggal dulu ya, biar mereka membantu u bersiap-siap," kata mbok Darmi, meninggalkan sejuta pertanyaan di benak Vada.

Tak bicara lagi, mbok Darmi menoleh ke para para perias, "Lakukan tugas kalian! Waktu kalian hanya satu jam. Tuan muda paling tidak suka menunggu," ucapnya tegas sebelum akhirnya melangkah keluar.

Vada tertegun, dia akan benar-benar menikah satu jam lagi. Dengan pria asing yang sama sekali tak ia kenal sebelumnya. Ingin sekali rasanya ia menangis saat ini juga.

" Nona, sebaiknya kita bersiap sekarang. Kaki tidak ingin Tuan muda marah. Kaki masih ingin bernapas dengan lega setelah ini," kata-kata perias tersebut membuat Vada semakin penasaran, apa pengaruh tuan muda mereka itu begitu besarnya, hingga semua orang seakan takluk kepadanya.

💕💕💕

Vada mengerjapkan matanya, masih tak percaya saat melihat antulan dirinya dalam cermin yang ada di depannya. Cantik, sangat cantik! Bahkan dirinya kini memuji dirinya sendiri yang terlihat sangat berbeda dengan balutan gaun berwarna putih bercorak keemasan. Sebuah mahkota si pel namun sangat elegan bertengger di kepalanya, menambah kesan sempurna ada kecantikannya.

"Sempurna!" terlihat perias itu puas menatap Vada. Mereka yakin jika Elvan akan senang dengan hasil kerja mereka.

Tanpa terasa, Vada menitikkan air matanya. Seharusnya ini menjadi hari bahagia jika saja ia akan menikah dengan kekasih yang ia cintai. Soal kekasih, bagaimana dengan Mirza? Vada bahkan tidak tahu kekasihnya itu sekarang berada di luar kota bagian mana. Ponselnya juga entah kemana, ia tak bis menghububgi siapapun. Vada benar-benar akan terperangkap dalam pernikahan dengan laki-laki asing itu. Kebebasannya benar-benar harus ia pertaruhkan.

Vada menghela napasnya dalam. Inilah harga yang harus ia bayar demi kedua matanya yang kembali bisa melihat lagi?

"Sudah waktunya...." suara mbok Darmi kembali terdengar. Vada menoleh, mbok Darmi tersenyum, "Cantik sekali! Sngat cocok dengan tuan muda," pujinya.

Vada hanya tersenyum tipis penuh arti. Ia tak ingin cocok dengan pria itu. Percuma saja cantik jika pengantin laki-lakinya bukan kekasihnya, pikir Vada.

"Kalian tunggu di luar!" perintah mbok Darmi keada perias.

"Beruntung sekali wanita itu bisa menjadi istri dari pemimpin Adhitama group!" bisik-bisik erias itu terdengar jelas di telinga Vada maupun mbok Darmi.

"Kalau beruntung, kalian saja yang menikah dengannya!" gerutu Vada dalam hati.

Mbok Darmi paham apa yang kini ada dalam pikiran gadis cantik tersebut, "Sudah siap kan?" tanyanya dan Vada menggeleng, "Apa harus banget mbok?"

"Cah ayu, Tuan muda tidak pernah main-main dengan ucapannya. Sebaiknya cah ayu menurut saja," ucapnya lembut. Mbok Darmi tahu betul sikap pria yang sudah diasuhnya sejak bayi tersebut. Jika menginginkan sesuatu, harus ia dapatkan.

"Kalau tidak?" Vada masih berusaha.

"Mbok nggak bisa jamin apa-apa. Demi kabaikan semuanya, terutama orang-orang terdekat cah ayu. Mbok tidak bisa memastikan mereka semua akan sama seperti sebelumnya. Kamu paham kan maksud mbok?"

Vada mengangguk. Mengelak pun sepertinya percuma. Ia bahkan tidak tahu sekarang ini berada dimana.

" Bukan itu saja, nasib semua orang yang ada di kapal ini ada di tanganmu. Jadi lakukanlah yang terbaik, cah ayu, " sambung mbok Darmi.

"Kapal? Ki-kita berada di kapal mbok? Di tengah laut?" Vada menautkan kedua alisnya.

Mbok Darmi mengangguk dan lagi-lagi tersenyum "Tepatnya kapal pesiar," ujarnya. Membuat Vada melongo tak percaya, dia akan menikah di atas kapal pesiar.

Tanpa memberi kesempatan kepada Vada untuk bertanya lagi, mbok Darmi mengajak Vada keluar, "Jangan biarkan tuan muda menunggu lebih lama," ucapnya.

💕💕💕

💠💠Jangan lupa like, komen dan hadiahnya. Serta, masukkan dalam list favorit kalian, supaya tidak ketinggalan jika up. Terima kasih 🙏🏼

Salam hangat author 🤗❤️❤️💠💠

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!