Bara memanggil twins L untuk berbincang di ruang keluarga, dimana mereka hanya bertiga di sana. Dia menatap Al dan El dengan seksama membuat yang di tatap mengerutkan keningnya, "ada apa Papa menatap kami begitu?" ucap El dengan penuh selidik.
"Papa butuh bantuan kalian."
"Bantuan? katakan ada apa Pa?" ujar Al.
"Kalian tau kan, bagaimana Kenzi yang selalu menghindar ketika membahas pernikahan saat kita menghubunginya lewat video call."
"Lalu?" sela El yang membuat Bara kesal.
"Aku belum selesai bicara," cetus Bara yang melempar El dengan bantal kecil yang tak jauh darinya. Untung saja refleks El sangat bagus hingga tak mengenai wajahnya, "yaya baiklah, katakan saja dan aku akan diam."
"Hem, aku ingin agar Alex, Lexa, Lexi, Niko, dan Niki menjadi sebuah persyaratan agar Kenzi mau menikah."
"Persyaratan apa yang Papa maksudkan? Kenzi bahkan masih berada di Paris sekarang," tanya Al yang tidak mengerti jalan pikiran dari Bara.
"Papa ingin Kenzi menikah dan mempunyai keluarga kecil sendiri dengan memberinya pilihan untuk mengasuh kelima cucu kembarku itu selama sebulan penuh. Dan jika dia gagal, maka Papa akan menjodohkan dia dengan anak teman Papa."
"Perjodohan? ayolah Pa, ini bukan zaman nya Siti Nurbaya dan perjodohan itu terlihat sangat konyol untuk sekarang ini," jujur El yang tidak setuju dengan pola pikir Bara.
"Karena Papa sangat ingin menggendong anak Kenzi dan duduk di pangkuan Papa sebelum ajal menanti," tutur Bara dengan raut wajah sedih membuat Al dan El menghela nafas dengan kasar.
"Aku tidak yakin jika Kenzi akan bertahan selama sebulan penuh, apalagi sifat anak-anak kami sangat luar biasa," celetuk Al.
"Papa akan di untungkan dengan itu," jawab Bara yang sangat bersemangat.
"Dasar licik," gumam El yang masih terdengar oleh Bara.
"Apapun demi seorang cucu," cetus Bara yang menatap El dengan tajam.
"Baiklah, tapi apa rencananya?" tukas Al yang sangat jengah dengan suasana itu.
"Kalian akan tau nanti, tapi sebelum itu pergilah keluar negeri selama sebulan penuh untuk meyakinkan rencana ini tanpa membawa kelima cucu ku itu."
"Anna tidak akan setuju akan hal ini," sahut El.
"Apalagi Shena yang sangat memanjakan anak-anaknya itu dan aku yakin mereka tidak akan setuju," sambung Al.
"Ayolah, bantu Papa untuk yang terakhir kalinya. Apa kalian ingin jika Papa mati sebelum melihat seorang cucu?" ucap Bara dengan raut wajah yang tampak menyedihkan.
"Jangan berpura begitu, Papa sekarang sangat sehat." El menatap Bara dari ujung kaki hingga ujung rambut.
Bara mendelik dengan kesal dan memukul kepala El dengan sandalnya, "ck, diamlah. Lakukan saja apa yang Papa katakan," ketus Bara.
"Yaya....baiklah."
****
Di sisi lain, tampak seorang pemuda tampan dengan setelan jas berwarna abu-abu dan rambut yang di tata sangat rapi. Dia berjalan keluar mobil dan menuju masuk kedalam helikopter yang telah di persiapkan untuk menyambut keberangkatannya menuju Indonesia.
Kenzi menempuh pendidikan di Paris bersama dengan Rayyan dan menjadi lulusan terbaik dengan nilai yang sangat memuaskan. Dia hanya menyelesaikan pendidikan selama 3 tahun di Paris dan mencoba untuk membangun perusahaan di sana bersama dengan Rayyan, teman sekaligus sahabatnya. Sekarang mereka telah mendirikan perusahaan masing-masing, Kenzi menamai perusahaannya Kenz Grup sedangkan Rayyan menamai perusahaan nya RA Corp.
Kenzi terpaksa pulang ke Indonesia karena permintaan dari sang ayah yang ingin melihatnya, karena Kenzi tidak pernah pulang selama 6 tahun yang sibuk dengan perusahaannya. Mereka hanya berhubungan lewat video call, yang menurut Bara tidak memuaskan rasa rindunya.
Rahang yang keras serta tatapan tajam yang dia miliki persis seperti pamannya, Nathan Wijaya. Sifat dan kelakuannya hampir sama dengan sang paman, hanya saja wajah tampannya menurun dari sang ayah.
"Apa semuanya telah kamu urus?" tutur Kenzi tanpa menoleh.
"Semuanya telah selesai Tuan," sahut Amar.
"Bagus, jangan ada kesalahan apapun karena aku ingin semuanya terselesaikan dengan baik," ujar Kenzi.
"Baik Tuan, saya menjamin semuanya."
Tidak ada percakapan di antara atasan dan asisten itu, mereka hanya diam sembari menikmati suasana. Hanya butuh beberapa jam saja hingga helikopter mendarat, Kenzi turun dan di ikuti dari belakang oleh beberapa orang yang berjas hitam.
Kenzi membenarkan jasnya nya yang terlihat sedikit berantakan dan berjalan dengan sangat elegan tanpa tersenyum ataupun menyapa orang lain selain keluarganya.
Bara dan Naina tersenyum menatap putra mereka dari kejauhan, karena setelah sekian lama Kenzi kembali ke mansion, tentu saja dengan beberapa bujukan dari sang ayahlah yang membuat Kenzi kembali.
Kenzi menatap semua orang yang telah menunggu nya, mengangkat tangan untuk mengkode seluruh bawahannya agar menjauh darinya Kenzi tersenyum menatap semua orang dan memeluk ibunya.
"Bagaimana keadaan Mama?"
"Anak nakal, apakah kamu tidak mengingat Mama di sini? atau sudah melupakan semua orang?" tutur Naina yang menangis bahagia sembari melepaskan pelukannya dan menjewer telinga anaknya yang tidak pernah pulang selama 6 tahun.
"Auhh sakit, lepaskan Ma. Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Apa urusan bisnismu lebih penting di bandingkan Mama dan juga Papa?"
"Maaf, aku akan menetap di sini. Apa Mama puas sekarang?" ucapan Kenzi membuat Naina melepaskan tangannya yang bertengger di telinga anaknya.
"Apa kamu melupakan pria tua ini?" sela Bara dengan raut wajah sedihnya, sedangkan Nathan menatap adik iparnya hanya menggelengkan kepala.
"Aku tidak pernah melupakan Papa," sahut Kenzi yang memeluk Bara dengan sangat erat. Dia memeluk semua orang untuk melepaskan rindu yang tidak bertemu selama 6 tahun.
Semua keluarga wijaya berkumpul untuk menyambut kepulangan Kenzi dari Paris, semua orang duduk di sofa empuk di ruangan keluarga. Kenzi menatap semua dekorasi mansion Wijaya yang tidak ada perubahan sambil tersenyum samar, "selama enam tahun aku pergi, tidak ada yang berubah di sini," batinnya.
"Kenapa kamu melamun saja, katakan bagaimana suasana di sana hingga kamu tidak ingin pulang," ucap Al, kakak sepupunya.
"Bukan begitu, Kakak tau sendiri bagaimana jadwalku sangat padat di sana."
"Dan kapan kamu akan menikah?" ucap Ayahnya yang tersenyum mengembang, sementara yang di tanya hanya tersenyum kecut.
"Ayolah Pa, aku baru saja pulang dari Paris. Jangan membahas mengenai pernikahan di sini," ujar Kenzi yang kesal.
"Memangnya kenapa? Papa hanya ingin menggendong cucu dari mu, kabulkan permintaan Papa yang terakhir ini," tutur Bara dengan berakting raut wajah sedih.
Kenzi mendengus kesal dengan pertanyaan Bara mengenai pernikahan, jangankan untuk menikah, kekasih saja dia tidak punya karena selalu sibuk dengan perusahaan yang dia buat tanpa bantuan dari keluarganya yang sangat kaya itu.
"Cukup! berhentilah berpura-pura, aku tau jika Papa hanya berakting saja."
"Kenapa? Papa hanya menyampaikan pendapat saja," sahut Bara dengan wajah polosnya.
"Jawabanku tetap sama, yaitu TIDAK." Semua orang hanya menatap interaksi ayah dan anak tanpa berniat memotong ataupun menyelanya.
"Kenapa?"
"Karena aku tidak sempat mencari kekasih."
"Papa mempunyai teman yang berprofesi sebagai tentara, Papa ingin menjodohkan mu dengan anaknya. Bagaimana?" ucap Bara yang tersenyum.
"Aku tidak tertarik untuk menikah."
"Kamu harus menerima perjodohan ini karena kami telah mengatur nya," ucap Bara yang berusaha meyakinkan putranya.
"Tidak."
"Begini saja, Papa akan menantangmu untuk mengasuh kelima cucuku yaitu Alex, Lexa, Lexi, Niko, dan Niki selama sebulan penuh tanpa mengeluh. Dan jika gagal, kamu akan Papa jodohkan dengan gadis pilihan Papa."
Kenzi seketika mengangguk dan menyetujui tantangan dari ayahnya, karena dia tidak ingin menikah ataupun di jodohkan. Kenzi menatap kelima keponakannya yang duduk manis di hadapannya yang memasang wajah tersenyum.
"Ck, apa susahnya merawat mereka berlima. Mereka hanyalah anak-anak yang sangat polos dengan kelakuan yang sangat baik saat video call dulu, sepertinya tidak akan sulit untuk mengasuh para bocah ini," batin Kenzi yang mengulas senyum menatap kelima keponakannya yang tersenyum penuh arti.
"Aku menerimanya dan ini tidak akan sulit," tukas Kenzi yang meremehkan kelima keponakannya yang sangat luar biasa itu.
"Heh, jangan mengira mereka hanya dari sampulnya saja," celetuk El, kembaran dari Al.
"Aku tidak ingin menikah ataupun di jodohkan dan tantangan itu cukup mudah bagiku. "
"Yaya....terserah padamu saja, aku yakin jika kamu akan merubah keputusanmu dalam waktu sehari setelah mengasuh mereka," ungkap El.
Hari pertama perpisahan antara Alex, Alexa, dan Alexi. Mereka menangis karena keputusan dari kedua orang tuanya yaitu Al dan Shena untuk pergi ke luar negeri dalam urusan pekerjaan. Ini kali pertama mereka berjauhan, "kenapa sangat mendadak Bu?" ucap Alex sang kakak yang meneteskan air matanya.
"Bagaimana kami akan hidup tanpa Ibu dan Ayah, apalagi selama sebulan," sambung putri sulung mereka, kembaran dari Alex. Seketika hati Shena seakan menolak untuk pergi jauh dari ketiga anak kembarnya, Shena menyamakan tinggi dengan ketiga anaknya sembari mengecup pipi mereka secara bergantian.
"Tenanglah, Paman Kenzi yang akan merawat kalian. Bukan kah itu sangat menyenangkan? Kalian bertiga bisa bermain dengan Niko dan Niki," ucap Shena yang berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.
Sebenarnya dia sangat tidak setuju dengan keputusan suaminya untuk meninggalkan ketiga anak kembarnya, tapi El memohon untuk memikirkan nasib Kenzi dan juga permintaan dari Bara yang menginginkan cucu dari putra sulungnya.
"Baiklah, jadi diri Ibu dan Ayah di sana. Jangan lupa untuk terus menghubungi kami," seloroh Lexi, putri bungsu mereka.
"Hem, jaga diri kalian baik-baik."
Kenzi sedikit bosan dengan drama yang ada di hadapannya, dia hanya menatap dengan jengah sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "apakah masih butuh waktu yang lama untuk perpisahaan yang sangat membosankan ini?"
Al yang kesal menoleh ke arah adik sepupunya, "ck, kamu tidak akan tau bagaimana rasa berjauhan dari anak-anak mu. Kamu akan tau jika sudah mempunyai anak nanti," cetus Al.
"Paman ini sangat sombong sekali, lihatlah apa yang akan aku lakukan nanti," batin Alex yang menatap Kenzi dengan sinis.
"Baiklah, Ibu dan Ayah pergi dulu. Jangan nakal di sini dan patuhi apa yang di katakan oleh paman kalian," nasehat Shena yang di balas dengan anggukan kepala oleh triple A. Shena dan Al melambaikan tangan dan masuk ke dalam helikopter menuju ke Swiss, air mata triple A mengucur dengan deras serta isakan tangisan karena ini pertama kalinya mereka berpisah selama sebulan penuh.
10 menit kemudian, Kenzi melihat kakak sepupunya bersama dengan istri dan kedua putra kembar mereka yang berumur sama dengan Alex, Lexa, dan Lexi yaitu 6 tahun. Mereka juga mengadakan perpisahan dengan alasan yang sama, Anna sangat berat meninggalkan kedua putra kembarnya Niko dan Niki. Perpisahaan selama sebulan penuh merupakan rintangan bagi sepasang pasangan itu.
El berjalan mendekati Kenzi seraya menatapnya dengan tajam, "jika kedua putraku lecet sedikit saja, maka aku akan menggantungmu di tiang jemuran," ancam El.
"Yaya....pergilah dari sini sebelum aku benar-benar muak dengan suasana ini," jawab Kenzi yang mendapatkan reward berupa jitakan hangat dari kakak sepupunya yang sekarang tengah berjalan menuju helikopter kedua dengan penerbangan yang juga dari Swiss.
Sekarang tinggallah Kenzi dengan kelima keponakannya yang berusia 6 tahun itu, dia menatap keponakannya dengan tatapan remeh. Sedangkan kelima anak-anak itu menatap paman mereka dengan kesal, "kenapa Paman menatap kami begitu?" ucap Alex dengan ketus.
"Kita tidak akan tinggal di mansion melainkan di apartemen yang baru saja Paman beli," ucap Kenzi yang menatap keponakannya.
"Terserah Paman saja, ayo kita masuk ke mobil," ucap Alex yang seperti pemimpin dari keempat adik-adiknya, mereka lahir hanya perbedaan menit saja. Kenzi menatap kelima keponakannya itu tanpa mengacuhkan dirinya, "sial, ini kali pertamanya aku di acuhkan oleh orang lain," gumam Kenzi.
Niko membunyikan klason mobil Kenzi secara berulang membuat sang empunya sangat kesal, "kenapa Paman hanya berdiri saja? ayo kita ke apartemen," pekik Lexa.
"Yaya baiklah."
"Dasar bocah ingusan," batin Kenzi yang berjalan menuju mobilnya.
Kenzi tidak ingin jika tinggal bersama ayah dan juga pamannya, dia lebih memilih untuk tinggal di apartemen nya. Dengan begitu dia lebih leluasa tanpa mengkhawatirkan ucapan Bara yang selalu menyudutkannya mengenai pernikahan dan perjodohan.
"Jalankan mobilnya," perintah Kenzi tanpa menoleh ke arah sang supir.
"Kenapa Paman jarang tersenyum?" ucap Lexi yang sangat penasaran.
"Mungkin saja Paman sedang sakit gigi," sela Lexa.
"Benarkah? itu artinya Paman jarang menggosok gigi karena bau mulut," ucap Lexi.
"Aku rasa begitu, Paman seharusnya menggosok gigi secara rutin agar tidak sakit gigi."
"Mereka sangat cerewet," gumam Kenzi yang jengah dengan percakapan kedua keponakan perempuannya.
"Jangan berbicara dengannya, lihat saja wajah nya yang sangat mirip dengan Ayah Al," celetuk Alex.
"Benar, sangat mirip dengan Paman Al."
"Mungkin saja itu turunan dari kakek," sambung Niki.
"Bisakah kalian diam!" cetus Kenzi yang menoleh ke arah keponakannya yang seketika diam, kelimanya saling melirik satu sama lain karena memahami rencana yang akan mereka lakukan bersama. Kenzi kembali menatap ke depan dan merapikan jasnya yang sedikit berantakan.
Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai ke apartemen yang sangat luas, dengan persediaan makanan, taman bermain untuk keponakannya, dan juga menyediakan home schooling.
"Wow, walaupun di sini sangat kecil dari mansion utama, tapi lumayan," komentar Alex.
"Tidak buruk," tutur Niko yang langsung berlari dan melompat-lompat ke sofa dengan girang, di ikuti oleh Alex dan juga Niki. Sedangkan Lexa dan Lexi lebih tertarik dengan lemari es yang berisi begitu banyak makanan di sana, "ini baru nyaman," ucap Lexa yang memakan brownies di kulkas tanpa menghiraukan sang Paman.
"Kalian di sini saja, ada beberapa pelayan yang akan memenuhi kebutuhan kalian. Paman ingin ke kamar dulu untuk membersihkan tubuh," ucap Kenzi dengan tegas.
"Baik Paman," jawab mereka serempak tanpa menoleh.
Kenzi menghela nafas dengan kasar, berjalan menuju kamarnya seraya membersihkan diri yang sedari tadi terasa lengket. Selesai dengan aktivitas nya, Kenzi mendengar ponselnya berdering dan mengangkat panggilan masuk itu.
"Hem."
"Ada masalah dengan markas Black Wolf, tuan."
"Katakan."
"Persenjataan yang akan di kirim ke Rusia di hadang oleh beberapa anak buah dari Black Mamba."
"Hem, kirimkan lokasinya. Aku akan segera meluncur, jaga apartemenku dari musuh terutama kelima keponakanku. Jangan sampai mereka terluka walau segores saja."
"Baik Tuan."
Kenzi melempar ponselnya sembarang arah karena kesal dengan permasalahan yang muncul dari aliansi Mafianya yang sekarang berpindah tangan kepadanya, karena El hiatus dalam dunia gelap dan fokus mengurus perusahaan Wijaya.
Kenzi merasakan pergerakan dari luar kamarnya, dia berjalan untuk membuka pintu yang hanya menggunakan handuk penutup bagian sensitifnya, "tidak baik mendengarkan pembicaraan orang dewasa," tuturnya tanpa ekspresi.
"Yah, ketahuan."
"Kenapa kalian ada di kamar ku? pergilah ke kamar kalian masing-masing," tukas Kenzi dengan tegas.
"Belikan kami ponsel dan juga laptop Paman," Pinta Alex dengan wajah yang polos.
"Bukankah kalian mempunyainya?" sahut Kenzi yang mengerutkan dahinya.
"Sudah di sita oleh orang tua kami," jawab Niki.
"Baiklah, sebentar lagi asistenku yang bernama Amar akan mengantarkannya ke kamar kalian." Kelima anak-anak itu sangat senang dan memeluk Kenzi dengan sangat erat dan berlari dengan cepat untuk masuk ke kamar mereka. Kenzi sangat heran dengan tingkah laku keponakannya yang sangat aneh, "kenapa mereka terburu-buru masuk ke kamar?" gumamnya.
Baru saja dia berjalan beberapa langkah, pemandangan di seluruh ruangan apartemennya sangatlah berbeda. Bagaimana tidak, dia yang pecinta kebersihan dan kerapian itu sangat terkejut dengan kondisi apartemen yang sangat berantakan seperti kapal pecah.
"Dasar anak nakal, keluar kalian!" pekik Kenzi dengan suara yang menggelegar, sedangkan para pelakunya hanya menutup kedua telinga layaknya menunggu petasan meletus.
Kenzi sangat kesal dengan pemandangan yang sangat membuat matanya sakit, "pelayan....pelayan," pekik Kenzi yang membuat semua pelayan menghampiri asal suara.
"Iya Tuan," jawab kepala pelayan.
"Kenapa kalian tidak melarang kelima bocah itu, hah?" ucap Kenzi dengan raut wajah tegasnya menatap semua pelayan dan kepala pelayan yang hanya menundukkan kepala.
"Maaf Tuan, kami telah melarang mereka. Tapi, tuan dan nona muda tidak bisa di larang."
"Omong kosong, cepat bersihkan seluruh apartemen ku."
"Baik Tuan," jawab serempak oleh semua pelayan.
Kenzi berjalan menuju kamar kelima keponakannya, menggedor pintu untuk memberi mereka pelajaran agar bisa disiplin, "keluar kalian semua atau Paman tidak akan membelikan ponsel ataupun Laptop," ancamnya. Dengan cepat triple A dan twins N keluar dari persembunyian mereka dengan raut wajah tunduk, Kenzi tersenyum tipis karena berhasil dengan ancamannya itu.
Tapi dia tidak tau jika kelima keponakannya sangatlah pintar dalam mengatur ekspresi wajah, "maafkan kami Paman," ucap Niki dengan raut wajah yang sangat sedih, dia memeluk Kenzi sembari menangis dan mengelap ingus di handuk sang paman yang belum berpakaian.
"Menjijikkan dan sangat jorok, menyingkirlah dariku!" cetus Kenzi yang pergi meninggalkan tempat itu menuju kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya, "sialan, Niki mengelap ingusnya di handuk kesayanganku," gumam Kenzi.
Niki tersenyum mengembang di ikuti oleh keempat anak-anak itu serata ber tos ria, " itu baru bagus, setidaknya kita bisa menghindar dari amukan paman," celetuk Niko.
"Hem, ini tidak akan bertahan lama. Sebaiknya kita membuat rencana B," seloroh Alex.
"Kamu benar," sahut Niko.
"Lupakan itu, bagaimana jika kita berkeliling saja," sela Alex dengan sangat antusias.
"Baiklah, kita berkeliling saja dulu dan melupakan rencena B," jawab Lexa.
Niko dan Niki saling menatap satu sama lain dan tersenyum, "kalian pergi saja dulu, kami akan menyusul nanti," ucap Niko.
Alex yang ingin melangkahkan kakinya terhenti dan menoleh, "kalian mau kemana?"
"Lihat saja nanti, jangan banyak bertanya dan pergilah," usir Niki kepada ketiga sepupu kembarnya.
"Lebih baik kita pergi," sahut Lexi yang berlalu pergi, di ikuti oleh Lexa, dan Alex.
Sedangkan Niko dan Niki menatap kepergian mereka yang menghilang dari pandangan, mereka saling menggandeng tangan menuju kamar Kenzi dengan sangat antusias. Mereka masuk dengan sangat mudah, walaupun pintu terkunci tak membuat twins N kesulitan untuk itu. Kedua anak kembar itu di sibukkan dengan kegiatan mereka dan menggunakan ponsel Kenzi, mengutak-atiknya dengan sangat lihai karena sudah terlatih.
Kenzi yang mendengar adanya suara di dalam kamar, "berani sekali kalian memasuki kamar ku," ucap Kenzi dengan lantang seraya berusaha membuka pintu. "Ya tuhan, apa lagi yang mereka lakukan di kamarku dan sialnya lagi pintu kamarku terkunci," gumam Kenzi yang memijat pangkal hidungnya.
Kenzi yang sangat kesal itu terpaksa menendang pintu dengan sangat keras, dia bisa lolos dari kamar mandi tapi tidak menemukan pelakunya yang sudah kabur. Dia mencari di setiap sudut kamarnya, "apa itu penyusup? tapi aku sangat hafal, terdengar suara anak kecil di sini. Dimana mereka?" batin Kenzi yang menyusuri kamarnya.
Niko dan Niki cekikikan karena berhasil kabur tanpa meninggalkan jejak, "akhirnya kita berhasil keluar dari kamar gelap itu," ucap Niko yang melirik adik kembarnya beberapa detik saja.
"Kamu benar, paman Kenzi sangat payah dan juga bodoh. Untung saja kita sudah menyelesaikan pekerjaan rahasia itu," tutur Niki dengan penuh percaya diri.
"Ssstt....diamlah. Apa kamu ingin kita ketahuan? kita akan terkena masalah besar untuk hal ini, bahkan Dad sekarang sangat ceroboh begitupun dengan paman Al," ujar Niko yang memelankan suaranya.
"Bukankah kita berlima ada di sini? jangan sampai kita berpisah cukup jauh atau musuh akan mengetahui lokasi kita saat ini," tukas Niki.
"Hah, kita yang memulai dan kita jugalah yang mengakhirinya."
"Kita hanya berdiri untuk membela kebenaran," sela Niki.
Mereka berjalan mengelilingi apartemen yang sangat luas itu, lebih tepatnya mengetahui letak Cctv yang di pasang di penjuru apartemen. Hingga mereka berhasil sampai di ruang olahraga, tempat di mana triple A berlatih fisik mereka.
"Kenapa sangat lama sekali? darimana saja kalian berdua?" ucap Lexa tanpa menoleh, karena dia fokus akan bidikan Shuriken nya.
"Ke kamar paman Kenzi," jawab Niko dengan enteng dan bergabung dengan saudaranya yang tengah melatih fisik.
"Yaya....ayo lawan aku," tukas Alex yang sedang memalutkan tangannya dengan kain panjang.
"Siapa takut," jawab Niko yang juga melakukan hal yang sama.
Alex dan Niko saling menatap satu sama lain, tatapan sinis untuk merendahkan lawannya. Menyerang dan menangkis dengan begitu lihainya, Alex mencari celah dan titik yang sangat pas untuk melumpuhkan lawannya, menendang Niko hingga tersungkur.
Tak butuh waktu lama untuk Niko berdiri dan mengembalikan serangan untuk membalikkan keadaan.
Lexa dan Lexi mengasah permainan Shuriken mereka, sedangkan Niki hanya mengemil makanan tanpa dan sesekali bersorak saat melihat sepupu dan kakak kembarnya berlatih adu fisik. "Dasar bodoh, cari titik lemahnya dan tendang dengan sangat keras. Dasar payah," ucap Niki yang membuat Alex dan Niko menghentikan permainan mereka dan menatap Niki dengan kesal.
"Jangan mengomentari kami," ucap Niko tanpa ekspresi.
"Jangan memakan cemilan saja, ayo lawan aku!" tutur Alex yang menunjuk Niki.
"Hah, kenapa kalian sangat serius. Ayolah, aku hanya bercanda saja," sahut Niki yang terus menyuapi mulutnya dengan cemilan.
"Oho, jadi kalian di sini? setelah berbuat kerusuhan di apartemen ku dan sekarang menggunakan ruangan khusus yang juga milikku?" ucap seseorang dari balik pintu.
Kelima anak itu menoleh, sedangkan Niki tak sengaja tersedak karena kedatangan sang paman yang dia yakini mereka dalam masalah besar. Niko berjalan ke arah Niki dan menepuk punggung adiknya yang tersedak itu, "uhukk....Paman di sini?" ucap Niki yang berhasil terbebas dari cemilannya.
"Ini apartemen milikku dan terserah jika aku ada di mana saja." Kenzi menatap ruangan olahraga yang membuat matanya kembali sakit, dia sangat kesal dengan kelima keponakannya yang sangat luar biasa.
"Sialan, mereka selalu saja mengacau. Ternyata benar apa yang di katakan kak El, jangan melihat mereka dari tampang polos itu," batin Kenzi yang mengambil ponsel untuk menghubungi ayahnya. Namun, dengan cepat Kenzi mematikan sambungan telfon karena dia tidak ingin di jodohkan dengan gadis pilihan sang ayah karena kalah bertaruh.
"Lebih baik aku menghubungi Amar," lirih Kenzi dengan pelan dan meninggalkan ruangan itu tanpa menghiraukan kelima anak yang menatapnya dengan heran.
"Iya tuan."
"Datang ke apartemen ku sekarang."
"Sedang banyak pekerjaan kantor, tuan. Saya akan datang sedikit terlambat."
"Ck, aku bosnya di sini. Cepat datang ke apartemen ku atau kamu akan aku pecat."
"Baik tuan."
Kenzi mematikan sambungan telfon, dan kembali menghampiri kelima keponakannya yang tengah memasang wajah polos seperti yang gunakan untuk membujuk kedua orang tua mereka. Tapi Kenzi bukanlah tipe yang mudah di luluhkan, tatapan elang nan tajam itu manatap keponakannya satu persatu, memikirkan hukuman apa yang akan dia berikan nantinya.
Sedangkan di seberang sana mengumpati atasannya dengan kesal, "sial, banyak pekerjaan dan juga berkas di sini. Tuan sendirilah yang memberiku waktu hingga esok hari dan apa ini? sekarang dia memintaku ke apartemen," ucap Amar dengan kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!