Aku sedikit mengernyitkan dahiku ketika menyadari bahwa riasan wajahku yang terlihat terlalu tebal melalui bayangan yang ada di cermin. Dengan segera aku meraih tisu basah yang ada tepat di atas meja rias itu dan menghapus lagi riasan di wajahku. Ini sudah hampir yang kedua kalinya. Dan aku merasa tidak tahan lagi. Aku tidak pernah suka menggunakan riasan yang terlalu tebal-atau mungkin yang menurutku tebal. Tapi apa yang bisa ku lakukan ketika aku sendiri bahkan sama sekali tidak tahu bagaimana caranya mengenakan riasan.
Kali ini aku hanya akan menggunakan bedak dan lipgloss saja. Ku pikir itu akan cukup. Benarkan? Lagipula, tidak ada peringatan spesial apa pun hari ini. Terlebih lagi di kampus. Hanya hari-hari biasa yang berjalan dengan normal. Mungkin. Tapi aku berharap akan hal itu. Sudah hampir selama tiga puluh lima menit aku duduk di depan meja riasku dan memperbaiki riasan di wajahku. Tapi sekarang aku sudah merasa yakin dengan itu. Lalu ku putuskan untuk berdiri dan memperhatikan bayangan penampilanku.
Celana jeans, kaos berlengan sedang dan juga sebuah cardigan. Ku pikir ini sudah cukup rapi. Aku sendiri tidak terlalu memikirkan tentang pemilihan pada pakaianku. Aku hanya mengenakan pakaian yang nyaman untukku. Dengan segera saja aku meraih tasku yang ada tepat di atas ranjang dan berlari keluar dari dalam kamar. Menuruni tiap anak tangga dengan gerakan yang terburu-buru, menuju dapur. Dan mendapati Kak Rendi yang sedang meletakkan nasi goreng tepat ke atas dua buah piring di sana.
“Selamat pagi.” Sapaku di sana dan mulai duduk tepat di atas kursi makan itu.
Kak Rendi menatapku dan tersenyum. “Selamat pagi. Aku membuatkanmu nasi goreng. Tidak masalah, bukan?”
Aku menggelengkan kepalaku dengan gerakan yang cepat di sana. “Tidak. Lagipula, ini adalah kesukaanku.” Aku meraih sendok dan garpu yang ada di samping piring itu dan kembali menatap ke sekeliling.
“Aku tidak melihat mama dan papa. Apakah mereka sudah pergi?” Aku bertanya. Karena orang tuaku tidak pernah pergi sepagi itu sebelumnya.
Kak Rendi menganggukkan kepala perlahan dan menghela napas. “Ya, tadi dini hari. Sekarang makanlah, dan aku akan mengantarkanmu ke kampus. Aku juga harus pergi bekerja lebih pagi karena ada rapat.” Jawab Kak Rendi menjelaskan.
Aku tak bertanya lagi. Ketika aku menyadari bahwa ekspresi wajah Kak Rendi yang berubah total. Ini adalah hal yang biasa terjadi. Kedua orang tua kami yang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, hingga lupa bahwa mereka berdua masih memiliki anak yang harus diperhatikan juga. Dengan segera saja aku mulai memakan sarapan yang sudah dimasakkan oleh Kak Rendi itu untukku.
Tak butuh waktu yang lama, aku pun dengan segera menunggu Kak Rendi untuk bisa mengantarku ke kampus dengan menggunakan mobil miliknya. Mobil yang dia beli dengan menggunakan gajinya selama tiga tahun yang lalu. Kak Rendi, adalah sosok panutanku dalam keuangan. Kami pun berangkat bersama. Suasana jalanan yang ramai, selalu saja bisa membuatku terpaku dalam lamunan pikiranku. Aku sendiri bahkan sama sekali tidak menyadari atas hal apa saja yang ada di dalam pikiranku saat ini. Aku hanya terdiam, tapi aku merasa kelelahan. Dan juga hampa.
Setelah berada di perjalanan selama hampir satu jam itu, akhirnya kami pun sampai tepat di kampus. Kak Rendi selalu mengantarku hingga masuk tepat di halaman depan fakultas.
“Baiklah, kalau begitu. Aku harus segera masuk ke dalam kelas.” Ucapku sesaat setelah melihat arloji kecil yang ada di pergelangan tangan kiriku. Memperlihatkan pukul delapan kurang sepuluh menit.
“Baiklah. Hati-hati ya... kamu nanti pulang sama Ryan, kan?” tanya Kak Rendi memastikan.
“Tentu saja. Anak itu memang tidak pernah mau meninggalkan aku sendirian kalau pulang.” Jawabku dengan ceria. Ryan adalah sahabatku sejak pertama kali masuk ke dalam kampus ini. Meski kami berasal dari fakultas yang berbeda, kami tetap menjadi sahabat hingga se
mester pertengahan ini.
Kak Rendi hanya menjawab dengan anggukkan kepala. Dan dengan segera saja aku keluar dari dalam mobil, lalu berlari dengan kencang melewati koridor fakultas. Beberapa kali terhenti saat ada segerombolan mahasiswa dan mahasiswi lainnya yang bergerombol di tengah-tengah koridor. Hingga akhirnya aku bisa sampai tepat di depan kelas yang pintunya sudah tertutup itu. Dengan gerakan yang perlahan, aku pun membuka pintu ruangan itu dan tertegun. Saat semua teman-teman satu kelasku, bahkan sahabatku yang lain bernama Tina juga menatapku dengan cemas serta terkejut di sana. Aku pun menyadari, bahwa mungkin saja aku telah melakukan suatu kesalahan. Saat aku menolehkan kepalaku, disana sudah ada seorang pria yang berdiri tegap di depan kelas. Dia menatap tajam, dan sialnya dia terlihat sangat tampan.
“Jadi... siapa namamu?” Dia bertanya.
“M-maaf Pak... saya, Lili Ayunda. Maaf saya terlambat datang.” Gumamku menjawab dengan suara yang terbata-bata.
“Tidak masalah. Ini hari pertama saya disini, jadi... tidak akan ada hukuman. Silahkan duduk.”
Dengan segera saja aku berjalan cepat setelah menutup pintu ruangan dan duduk di bangku yang biasanya menjadi tempat dudukku bersama dengan Tina. Aku terdiam ketika menyadari bahwa suasana yang ada di dalam kelas ini terlihat sangatlah jauh berbeda. Tina yang saat ini sedang ada di sampingku pun terlihat sangat serius menatap ke arah depan. Pria yang masih ada di depan kelas itu bahkan belum mengatakan apa pun dan hanya mengeluarkan beberapa kertas atau buku dari dalam tasnya itu. Dengan segera saja aku sedikit menjawel lengan Tina, dan membuatnya dengan segera menoleh ke arahku dengan kepala yang terlihat kaku di sana itu.
“Ada apa??” Dia berbisik.
“Kenapa semuanya terlihat sangat tegang? Dan apakah pria itu dosen baru?” Aku bertanya penasaran.
“Ya, dia memang dosen baru. Dan sangat killer. Kamu tadi bahkan tidak melihat bagaimana dia menghukum salah satu teman kita.”
“Memangnya apa?”
Kami berdua semakin mendekat satu sama lain. “Kamu tahu Bayu, kan?”
Aku menganggukkan kepala dengan rasa yang semakin penasaran saja di sana. Tina kembali memerhatikan ke arah depan dimana dosen baru itu sudah mulai menuliskan sesuatu di papan tulis. Dan kini Tina kembali menatap lurus tepat ke arahku. “Tadi Bayu datang sedikit terlambat, dengan kondisi yang tidak rapi sama sekali. Bayu beralasan jika dia baru saja bangun dan datang secara terburu-buru ke kampus. Selain itu juga, Bayu pikir, pak dosen itu bukanlah dosen, tetapi mahasiswa lama. Dan dia mulai sok akrab. Astaga, dia memang sangat bodoh dalam hal ini. Setelah itu, pak dosen itu dengan segera saja meminta Bayu keluar dari ruangan ini dan menemuinya di ruangan nanti setelah kelas selesai.”
“Apa? Hanya karena masalah sepele seperti itu?” Aku bertanya.
Tina mengangguk. “Iya... dia memang dosen baru yang pas untuk mata kuliah ini. Sama-sama killer-nya.”
“Hei, kalian berdua yang di belakang!”
Suara teriakan keras yang berasal dari depan itu seketika saja menyentakku dan juga Tina.
Kami berdua bahkan secara bersama-sama menatap lurus dengan perasaan yang sangatlah tegang saat ini juga. Dosen baru itu menatap kami berdua dengan tatapan yang kesal. “Kamu datang terlambat dan langsung saja mengganggu temanmu saat belajar. Sekarang keluar dari kelas dan temui saya nanti di ruang dosen.” Ucapnya yang seketika saja membuatku membuka mulut.
“Tapi Pak? Saya hanya bertanya saja...” Aku mencoba untuk memberikan alasan agar tidak bisa di keluarkan begitu saja dari kelas.
Astaga. Kenapa malah jadi begini?
“Tidak perlu banyak alasan. Sekarang keluar dan tunggu di depan kelas. Setelah jam kelas selesai, langsung temui saya di ruangan. Mengerti?!” ucapnya lagi yang bahkan sama sekali tidak ingin mendengarkan alasanku.
Aku menolehkan kepalaku ke arah Tina yang meringis kasian ke arahku. Dan semua teman-teman kelas juga menatapku dengan tatapan yang demikian. Lalu secara perlahan, aku pun bangkit dari dudukku dan berjalan keluar dari kelas. Astaga. Ini sungguh memalukan. Dan dosen baru itu bahkan terus memerhatikanku dengan wajah datarnya yang mengerikan.
Aku duduk di bangku depan yang ada di depan ruang kelas. Masih menunggu. Dan sialnya lagi kelas dengan mata kuliah ini baru akan selesai dalam waktu satu jam lagi. Aku bahkan sama sekali tidak bisa mengirimkan sebuah pesan kepada Tina, jika tidak dia akan mendapatkan masalah juga karena aku. Dan tentu saja aku tidak ingin jika hal itu bisa terjadi. Aku sendiri harus terlihat sedikit sibuk dengan membuka buku binder dan memegang bolpoin. Benar-benar harus bisa terlihat sibuk agar tidak ada orang yang curiga atau bahkan menertawakanku karena sedang dihukum untuk menunggu di luar kelas seperti sekarang ini.
Aku berpikir, bahwa dosen baru ini sebenarnya sangatlah menyebalkan. Dia bahkan belum sampai satu hari mengajar, dan sudah mengeluarkan dua mahasiswa dari dalam kelas dikarenakan hal yang sepele saja. Dan itu adalah hal yang sulit untuk bisa aku percayai. Dan juga wajahnya, terlihat semakin menyebalkan jika menampilkan tanpa ekspresi seperti tadi itu. Aku sangat ingin sekali untuk bisa mencakar wajahnya dengan kukuku yang terlihat cukup panjang ini. Sial. Aku bisa saja merasa stres karena hal ini.
Aku pun seketika saja memasukkan kembali buku binder dan juga bolpoinku itu ke dalam tas yang aku bawa. Dan memutuskan untuk mengeluarkan ponselku dan bermain media sosial di sana itu. Tapi aku mulai merasa bosan dan juga resah. Semakin lama aku menunggu waktu kelas itu selesai, seakan-akan waktu berjalan menjadi lebih lambat dan jug lama. Aku menghela napas dengan kasar dan terus saja melihat lurus tepat ke arah pintu ruang kelas itu. Dan masih saja tertutup dengan rapat. Ingin sekali aku membuka kasar pintu itu dan menyuruhnya untuk selesai lebih cepat. Tapi aku tidak akan pernah bisa melakukannya. Aku bahkan sama sekali tidak melihat Bayu sejak berada di luar kelas, dan aku semakin merasa yakin, jika Bayu sudah kabur dan tidak akan menemui dosen baru yang menyebalkan itu di sana.
Klek
Pintu ruang kelas itu seketika saja terbuka dan membuat ku secara otomatis saja berdiri dari posisi duduk ku di sana itu. Lalu menatap lurus tepat ke arah ruang kelas itu, dan terlihat dosen baru itu melangkah keluar terlebih dahulu dengan langkah kedua kakinya yang terlihat sangatlah cepat di sana. Dan dengan segera saja, aku mulai ikut melangkahkan kedua kakiku dengan gerakan yang juga cepat untuk bisa mengikuti dosen itu. Aku bahkan sama sekali tidak memerhatikan berbagai tatapan yang diberikan oleh teman-teman kelasku yang juga mulai berjalan keluar dari dalam ruang kelas itu satu per satu. Tapi baru saja beberapa langkah agar aku bisa mengikuti tepat di bagian belakang tubuh dosen itu, secara tiba-tiba saja dosen yang bahkan belum aku ketahui namanya itu bahkan secara tiba-tiba saja berhenti melangkah dan membuatku menabrak cukup keras bagian punggungnya yang terasa sangatlah keras itu.
“Aduh... sakit sekali...” Aku bergumam sambil mengusap-usap perlahan keningku yang terasa sakit dan juga nyeri secara bersamaan.
“Temui saya di ruangan dosen dalam waktu setengah jam dari sekarang.” ucap dosen itu dengan nada dinginnya yang membuatku mendongakkan kepalaku dengan perlahan.
Aku menatapnya dengan kedua mataku yang menyipit. Sedikit silau saat melihatnya karena terkena sinar matahari.”Baik, Pak..” Aku menjawab sambil menganggukkan kepalaku dengan perlahan.
Lalu tak lama setelah itu, dosen itu kembali melangkahkan kedua kakinya dengan gerakan yang sangatlah cepat untuk bisa dengan segera pergi menuju tepat ke arah ruang dosen yang ada di lantai satu itu di sana. Setelah itu aku menghela napasku dengan kasar. Dan rasa-rasanya aku ingin sekali menangis saat ini juga.
"Eh, Lili... Bagaimana sekarang ini? Sial sekali kamu hari ini..." ucap Tina yang seketika saja mendekat ke arahku itu dengan menampilkan ekspresi wajahnya yang terlihat panik, kasihan dan semuanya bercampur menjadi satu di sana itu.
Aku sendiri bahkan hanya bisa menjawabnya dengan ekspresi wajah meringis menahan emosi. Aku masih saja tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi di hari ini. Ini bahkan masih pagi, dan semuanya sudah terasa menjadi sangatlah buruk. Bahkan sangat-sangat buruk untukku. Aku tidak bisa terima.
"Aku tidak tahu, Tina. Tapi yang pasti, aku akan mendapatkan keadilan tentang ini. Hanya karena melakukan hal sepele saja, aku harus di hukum keluar dari dalam ruang kelas. Apakah ini masih zaman anak sekolahan?? Jika ada seorang siswa melakukan kesalahan, akan mendapatkan hukuman keluar dari dalam ruang kelas??" Aku bergumam dengan menahan emosi.
"Baiklah. Tina, aku harus menemui dosen itu sekarang. Jadi, aku mungkin tidak akan bisa makan siang bersama dengan kamu dan juha Ryan." lanjutku dengan wajah yang terlihat menyesal.
Tina sendiri dengan segera saja menganggukkan kepalanya. "Oke... Nanti aku juga akan bilang ke Ryan. Biasanya dia yang akan selalu bertanya tentang kamu dan selalu menghebohkan aku nantinya. Jadi jangan merasa sangat khawatir." jawab Tina dengan senyuman lebarnya di sana itu. Dan aku hanya mengangguk sebelum pada akhirnya mulai berjalan perlahan menuju lantai satu untuk bisa dengan segera masuk ke ruang dosen, di mana dia pasti sedang menunggu.
***
Aku berdiri dengan gugup tepat di depan pintu ruangan dosen itu. Beberapa mahasiswa yang lainnya juga memerhatikanku karena hal itu. Mungkin juga karena saat ini aku terlihat sangatlah jelas jika sedang tegang dan aku semakin yakin jika saja wajahku sekarang sudah sangatlah pucat. Lalu dengan helaan napas yang keras, aku pun mulai memberanikan diri untuk bisa dengan segera melangkah masuk ke dalam ruang dosen itu. Dan menemukan bahwa dosen itu sedang duduk di meja kerjanya dengan sebuah laptop yang berada di hadapannya itu sekarang ini juga.
"Permisi Pak..." sapaku dengan nada suara yang terdenga ragu.
Seketika saja dosen itu mengangkat kepalanya dan menatap dengan cukup tajam ke arahku. "Ya... Silahkan duduk dulu." jawabnya yang seketika saja membuatku langsung duduk tepat ke atas kursi yang berada tepat di depan meja kerjanya itu.
Suasana di sini itu seketika saja terasa sangatlah canggung. Terlebih lagi, dosen itu bahkan sama sekali saja belum mengatakan hal apa pun sekarang ini juga itu. Dan bahkan mulai mengetikkan sesuatu lagi di laptopnya itu. Dan itu seketika saja membuat suasana yang ada semakin tidak enak lagi.
"Maaf, Pak. Sebenarnya, saya dipanggil ke sini untuk membicarakan hal apa??" tanyaku seketika saja.
"Ya... Tentu saja membicarakan hal yang tadi. Kamu sudah terlambat, tapi masih sempat-sempatnya mengajak temanmu mengobrol. Ini hari pertama saya, dan saya ingin semua mahasiswa menganggap serius kata kuliah yang akan saya ajarkan. Dan tentu, karena itu saya akan memberikan kamu tugas merangkum bab yang hari ini saya ajarkan. Kumpulkan siang ini. Mengerti?!"
Aku seketika saja membuka mulutku dan terkejut. "Tapi, Pak? Saya kan tadi di minta keluar kelas. Jadi, saya kan nggak tahu bab apa yang bapak ajarkan hari ini."
"Kamu punya teman, kan? Kamu bisa tanya mereka. Dan ingat, siang ini. Saya tunggu. Sekarang, silahkan mengerjakan."
Dengan rasa terkejut dan masih saja tidak percaya, aku pun seketika saja hanya bisa pasrah. Dan mulai bangkit serta berjalan keluar dari dalam ruang dosen itu dengan perasaan yang dongkol sekarang ini.
Aku terus saja mengetikkan tulisan demi tulisan itu di laptopku. Saat ini aku benar-benar sangatlah kesal dan tidak ingin bicara kepada siapa pun. Terlebih lagi, dengan tugas yang bahkan sama sekali tidak masuk akal yang diberikan oleh dosen itu kepadaku sekarang ini juga. Setelah bertanya kepada Tina tentang materi yang dia ajarkan, dengan segera saja aku meminjam buku Tina, mencari buku materi yang sesuai di perpustakaan, dan juga bahkan mencari materi itu melalui internet. Astaga, ini bahkan sudah masuk ke halaman yang ketiga, dan rangkuman materi yang harus segera aku selesaikan bahkan masih sangatlah banyak.
"Kamu yakin bisa menyelesaikan itu semua dalam waktu satu jam terakhir ini nantinya???" Tina bertanya dengan pertanyaan yang sama sejak satu setengah jam yang lalu di sana itu.
Tina menemaniku mengerjakan ini di area luar dari perpustakaan. Dan dengan kegiatannya yang sedang bermain ponsel. Dan untuk yang kesekian kalinya juga aku menganggukkan kepalaku dengan gerakan yang sangatlah cepat, tapi kedua mata dan juga jari-jari tanganku masih saja fokus untuk bisa dengan segera menyelesaikan kegiatan menulis rangkuman materi itu di sana.
"Aku harus segera menyelesaikannya. Bagaimana pun juga. Dan jika bisa aku akan mengumpulkan ini tepat fi wajahnya. Aku bahkan tidak tahu siapa nama dosen baru yang super menyebalkan itu." jawabku dengan nada suaranya yang terdengar tergesa-gesa di sana itu sekarang ini.
"Astaga. Kamu ini. Nama dosen baru itu adalah Pak Deo. Deo Chandra. Kamu harus menuliskan namanya juga di dalam tugas itu." ucap Tina dengan perasaannya yang terdengar jengah di sana itu sekarang.
Dan aku semakin yakin jika ini akan menjadi hari yang paling menjengkelkan dan yang tidak akan pernah aku sukai.
***
Aku melangkah dengan terburu-buru akhirnya tugas itu sudah selesai dalam waktu kurang setengah jam dari siang hari. Dan aku sekarang harus segera bisa sampai tepat di ruang dosen itu. Dan menyerahkan tugas itu tepat kepada dirinya itu. Itu adalah sumpahku tadi. Hingga pada saat aku sudah sampai di depan ruang dosen, aku tidak lagi menunggu waktu yang lama untuk bisa melangkah masuk dan menemukan dosen itu sedang duduk bersantai tepat di atas kursi kerjanya itu. Aku pun dengan segera saja merubah ekspresi wajahku menjadi sopan. Sedikit saja.
"Permisi, Pak. Ini tugas rangkuman saya." ucapku sambil mengulurkan telapak tangan kananku yang menggenggam kertas sebanyak lima halaman yang sudah aku print tadinya itu tepat ke arahnya.
Pak Deo dengan perlahan mulai membuka kedua matanya dan menatap lurus tepat ke arahku. Dia bahkan secara bergantian melihatku dan juga tugas yang sudah aku kerjakan di tanganku itu. Lalu tak lama setelah itu, Pak Deo mulai menegakkan tubuhnya dan mengambil alih kertas tugasku, lalu membacanya secara perlahan-lahan.
"Bagus. Ini akan menjadi nilai presensi kamu hari ini. Dan kalau bisa, lakukan saja terus kegiatanmu itu di dalam kelas. Dengan begitu, kamu tidak perlu lagi datang ke kelasku dan membuat mood saya rusak. Dan kamu nantinya hanya perlu merangkum tugas saja. Silahkan keluar." ucap Pak Deo dengan nada suaranya yang terdengar sangatlah angkuh di sana itu.
Aku bahkan sampai membuka mulutku kecil, karena tidak percaya bahwa ada dosen yang sangatlah sombong seperti itu sekarang ini. Aku bahkan mengedipkan kedua kelopak mataku, karena merasa benar-besar bingung atas sikap yang di miliki oleh Pak Deo itu. Mungkinkah dia memang sombong atau berkepribadian ganda???
"Apa lagi yang kamu tunggu di sini?!" ucap Pak Deo yang seketika saja membuatku terlonjak kaget dan dengan segera saja menyadarkan aku dari lamunan sesaat. Aku menatap lurus ke arahnya dengan bingung.
"Kamu boleh keluar sekarang." lanjutnya menjelaskan lagi dan aku pun dengan segera saja menganggukkan kepalaku dengan gerakan yang cepat dan berjalan keluar dari dalam ruang dosen itu.
***
"Sumpah! Aku masih tidak percaya dengan apa yang dia katakan padaku tadi. Dosen itu sangat sombong dan aku benar-benar ingin sekali mengusap wajahnya dengan keras dan membuat dia tidak tampan lagi. Dasar menyebalkan! Bagaimana bisa fakultas ini menerima dosen yang menyebalkan seperti itu?!" ucapku dengan keras sambil mengeluh kepada Tina dan juga Ryan yang mana saat ini sedang ada di hadapanku itu.
Aku dengan segera saja meraih gelas berisi jus jerukku yang ada di meja kantin itu dan langsung meminumnya dengan rakus. Aku bahkan tidak peduli dengan berbagai macam tatapan dan eksepsi dari orang-orang yang menatapku saat ini. Sedangkan Ryan dan juga Tina sendiri hanya memperhatikanku dengan kernyitan di dahi mereka itu masing-masing.
"Jadi... Menurutmu Pak Deo itu menyebalkan, tapi juga mengakui kalau dia sangat tampan. Begitu??" Ryan bertanya dengan nada suaranya yang terdengar seperti mengejek. Dia bahkan menampilkan senyuman bodoh di wajahnya dan membuat ekspresi wajahnya semakin terlihat sangatlah bodoh saja.
"Iya... Bahkan meski kamu mengatakan bahwa Pak Deo itu adalah orang yang sombong, kamu masih tetap saja mengakui ketampanannya itu. Hahahahah..." ucap Tina yang mendukung ucapan Ryan di sana.
Bahkan mereka berdua pun mulai tertawa dikarenakan hal itu. Benar-benar sulit untuk bisa di percaya. Ketika mereka berdua sama-sama tertawa dengan terbahak-bahak sekarang ini. Seakan-akan perkataanku barusan itu hanyalah lelucon belaka. Sungguh sangat menyebalkan mereka berdua itu.
"Bagus... Sekarang kalian sudah berani mentertawakan aku. Sungguh sulit untuk bisa di percaya. Apakah kalian berdua berpikir jika aku sedang lelucon, begitu?! Kalian berdua sangat menyebalkan... Astaga.. Sulit di percaya, kalian malah menertawakan aku karena hal ini." ucapku dengan nada suaraku yang terdengar seperti protes. Mungkin itu ada benarnya juga.
Dan seketika saja pada saat mendengarkan ucapanku itu, mereka berdua secara langsung saja berhenti tertawa dan mulai menampilkan wajah meringis mereka masing-masing di sana itu. "Maaf, Lili... Lagi pula, ucapanmu tadi memang benar-benar membuat kami ingin tertawa. Kamu kesal sekaligus mengagumi ketampanannya... Hahahah..." jawab mereka berdua yang mana sekaligus melanjutkan tawa mereka di sana lagi.
Dan kali ini aku tidak menjawab ucapan mereka dengan kekesalanku. Tapi aku diam dan melanjutkan acara minum jus jerukku dengan perasaan yang sangatlah kesal di sana itu sekarang ini juga. Tidak lagi peduli dengan tawa mereka yang semakin terbahak-bahak. Dan aku pun mulai mengalihkan pandanganku ke arah sekeliling kantin. Hingga akhirnya menemukan Pak Deo yang duduk di salah satu meja kantin tepat di bagian yang paling pojok. Memakan bekal dan segelas minuman yang ku pikir adalah jus juga di sana itu sekarang. Aku mengernyitkan dahiku.
Bukankah seharusnya dosen tetap makan di dalam ruangan mereka??
Dan aku pikir, seorang dosen yang menyebalkan dan sombong seperti dia tidak akan mungkin mau memakan bekal seperti itu. Terlebih lagi, tepat berada di area kantin ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!