Vani dengan tergesa-gesa berjalan setengah berlari setelah berhasil keluar dari lift hotel The Empire di lobi hotel. Sambil berjalan dengan tergopoh-gopoh, berkali-kali ia menoleh ke belakang, berharap orang yang telah ia tinggalkan di kamar hotel itu tidak mengejarnya.
Dan saking tergesa-gesanya, ia sampai menabrak orang didepannya.
Brugh!!!
Vani jatuh terduduk karena tidak bisa menyeimbangkan diri.
"Auh!!!! Sakit...." Keluhnya sambil menepuk-nepuk p*nt*tnya sambil meringis menahan sakit.
Setelah berhasil berdiri, dan menengok siapa yang telah ia tabrak tadi, keterkejutannya bertambah.
Tanpa berpikir panjang, ia ingin berbalik dan berlari setelah sedikit terbengong saat menatap orang yang telah ia tabrak.
Tapi malah sial, kakinya terkilir karena dia memakai sandal dengan hak 5cm.
Kembali ia akan terjatuh, beruntungnya kali ini orang yang ia tabrak sigap dengan memegang lengan Vani sehingga ia tidak terjadi terjatuh.
"Te.. terima kasih su.. sudah membantu saya mas.. maaf telah tidak sengaja menabrakmu tadi"ucapnya terbata-bata sambil ingin melangkah pergi.
Tapi, melihat Vani yang seperti orang dikejar setan dengan nada bicara yang sedikit aneh, orang dihadapan Vani ini malah menahan kepergian Vani dengan menarik lengan Vani.
Begitupun Vani yang ingin segera pergi malah kembali meringis karena merasa bahwa kakinya kali ini pasti keseleo.
"Auuuhh.. kakiku sakit sekali.." kata Vani sambil menyentuh kakinya.
Melihat lengannya yang di genggam orang itu. Vani malah berbalik dan malah menangis sesenggukan di pelukan orang yang telah ia tabrak.
Vani sudah tidak perduli lagi dengan orang yang ingin mengejarnya di kamar hotel itu.
Ia syok hari ini, dengan apa yang telah ia alami barusan. Karena ini adalah pengalaman pertamanya di jebak orang lain.
Masih menangis dipelukan lelaki itu, Vina juga tidak perduli dengan penampilannya, dengan jilbab yang terbuka ikatannya karena penitinya hilang, dengan bibirnya yang sakit karena ia gigit sendiri hingga berdarah, dengan nada suara anehnya yang sedang menahan panas dari dalam dirinya.
Yang ia butuhkan saat ini adalah perlindungan, hanya tempat mencurahkan isi hatinya yang tidak karuan.
Sementara disisi lain, orang yang telah Vani tabrak ini tidak lain adalah Aryudha Astama Putra, pemilik hotel tempat Vani terjebak, dan juga seorang pengusaha sukses di mata masyarakat.
Aryudha Astama Putra, tapi Vani lebih mengenalnya dengan sebutan mas Yudha. Orang yang telah berhasil mencuri hatinya bertahun-tahun yang lalu. Dan Vani sendiri tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengannya di kondisi seperti ini setelah bertahun-tahun tidak bertemu.
Yudha membiarkan saja Vani menangis di dadanya, sambil mengisyaratkan pada sekretarisnya agar meninggalkan mereka berdua. Dan sekretarisnya mengerti akan hal itu pergi mendahului Yudha untuk ke bagian kantor di hotel ini.
Puas menangis, Vani mengusap matanya dan menunduk sambil berbicara "maafkan saya mas, saya tidak sengaja menabrakmu tadi, saya juga sudah lancang mengotori jasmu dengan air mataku ini. Saya harap mas bisa mengerti, saya mau permisi ya.."
Ucapnya sambil ingin melangkah pergi dengan terpincang-pincang.
Sebenarnya Yudha sangat penasaran dengan apa yang telah terjadi pada Vani, tapi ia hanya membiarkan Vani tenang agar ia bisa bertanya setelah itu.
Mengetahui Vani akan meninggalkannya, ia membuka suara. "Jadi seperti ini caramu berterima kasih setelah mengotori pakaianku dan membuang waktuku yang berharga ini?"
Vani agak terperanjat karena kaget dengan kata-kata Yudha.
"Jadi apa yang harus saya lakukan mas?" Tanyanya agak gugup.
"Baiklah, karena ini sudah terlanjur, bagaimana kalau kita ke cafetaria sambil mengobati kakimu itu?" Kata Yudha yang sebenarnya penasaran dengan keadaan Vani.
"Baiklah" ucap Vani pasrah.
Kemudian mereka berdua berjalan ke cafetaria dengan Yudha menggandeng lengan Vani karena kaki Vani memang terasa sangat sakit.
Sambil terpincang-pincang, akhirnya mereka tiba di cafetaria dan duduk di kursi sofa yang terasa nyaman.
__________________________________________
Setelah duduk, Yudha kembali heran dengan keadaan Vani. Bagaimana tidak, ternyata benar bahwa jilbab Vani telah hilang penitinya, matanya sembab karena habis menangis, duduknya gelisah seperti orang kepanasan, dan nada suaranya aneh seperti menahan *******.
"Apa yang telah terjadi padamu?" Tanya Yudha membuka suara.
"Tidak ada mas, hanya saja tadi ada yang mau berbuat jahat sama Vani."jawab Vani lirih sambil berusaha menahan rasa panas dari dalam dirinya.
"Mau pesan apa?"tanya Yudha dengan suara baritonnya nya yang malah terdengar seksi ditelinga Vani.
"Air mineral saja mas, tolong ya.. " jawab Vani.
Yudha segera memanggil pelayan dan memesan beberapa air mineral dan kopi untuknya sendiri.
Setelah pelayan itu pergi, Yudha kembali menatap Vani yang terlihat gelisah.
Yudha jadi teringat masa lalu, sebenarnya dihadapannya adalah Vani yang sama.
Dia jadi teringat dengan Vani yang ceria, polos, dan suka bicara apa adanya dulu. Vani sebenarnya bukanlah wanita yang sangat cantik, dia manis dengan warna kulit kuning langsat. Tapi berada didekatnya terasa nyaman, banyak lelaki yang mengakui itu. Entah ada daya tarik apa, meskipun ia berjilbab, ternyata dia bisa menarik perhatian para lelaki dengan senyumannya.
Wanita dengan tinggi 156cm itu pernah membuat Yudha kelimpungan dulu, beberapa tahun yang lalu.
Karena datangnya wanita ini yang saat itu masih sangat muda, bisa membuatnya kembali terkena hukuman dari neneknya karena menolak perjodohannya.
Kini, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wanita itu ada dihadapannya lagi dengan kondisi yang memprihatinkan.
Merasa diperhatikan dengan intens oleh lelaki, Vani jadi merasa tak nyaman dan menjadi lebih panas ditubuhnya.
Beruntungnya pelayan segera datang membawa pesanan mereka.
Dan Vani segera meminum sebotol air mineral hingga tandas dalam waktu sekejap.
Yudha yang melihat itu hanya bisa tersenyum saja sambil membatin, seperti habis maraton saja, minum bisa secepat kilat begitu.
Setelah minumannya habis, Vani melirik pada Yudha yang masih memperhatikannya.
"Sudah mas, jangan lihat-lihat begitu, saya bisa jatuh cinta lagi kalau terus kamu pandangi" ucap Vani ketus.
Sambil tersenyum Yudha berkata "haus banget ya? Tapi beneran dulu pernah jatuh cinta sama saya?".
Vani jadi salah tingkah, sambil menyembunyikan malu ia merintih agar perhatian Yudha bisa terganti.
"Aduuhh... Ini kaki jadi sakit begini. Dasar sandal gak tahu diuntung, udah dibeli malah nyelakain lagi.."ucapnya sambil memegangi kakinya yang sakit.
Tahu bahwa Vani mengalihkan pembicaraan, Yudha hanya tersenyum sambil memanggil pelayan lagi dangan mengangkat tangannya. "Mbak, coba ambilkan saya kotak p3k ya. Segera bawa kesini" perintahnya setelah pelayan itu menghampiri.
"Baik pak" kata pelayan itu sopan karena tahu bahwa pemilik hotel ini yang memerintahnya.
"Sembarangan nyuruh-nyuruh orang kenapa dia bisa patuh gitu mas sama kamu?" Ucap Vani heran "kayak yang punya hotel aja"sambungnya karena dia tidak tahu saja kalau Yudha memang pemiliknya.
Yudha hanya tersenyum, entah mengapa ia jadi suka senyum, padahal Vani terlihat agak ketus kali ini padanya. Dan ia masih belum berniat memberitahu bahwa memang ia pemilik hotelnya. Ia hanya sedang suka memandangi wanita didepannya ini.
"Coba ceritain sama aku, kenapa kamu kelihatan tidak jelas seperti ini? Dan lagi, daritadi aku perhatikan nada suaramu aneh sekali. Apa yang sudah terjadi sama kamu?" Tanya Yudha.
"Aku .. aku dijebak seseorang. Beruntung aku bisa kabur setelah menendang burung kecilnya itu". Ucap Vani lirih, tp masih terdengar.
Yudha agak kaget, dan bisa dia pastikan bahwa akan ada tindakan asusila melihat kondisi Vani saat ini bila ia tidak bisa kabur.
"Siapa yang mau menjebak kamu? Dan bagaimana kamu bisa tidak hati-hati sampai berakhir seperti ini?" Tanya Yudha geram tapi juga penasaran.
Ditanya seperti itu, bukannya menjawabnya, Vani malah memberikan lirikan maut pada Yudha. Seakan Yudhalah yang bersalah atas hal ini.
"Kenapa jadi melihatku seperti itu?" Kalau tidak mau cerita ya sudah, nanti aku cari tahu sendiri tentang hal ini" ucap Yudha cuek.
Vani hanya mendesah sambil memijit-mijit kakinya.
Tak lama pelayan datang dengan kotak obat ditangannya.
"Permisi pak, ini kotaknya"ucap pelayan itu sambil melirik Vani dengan penasaran, karena bosnya ini sebenarnya agak galak, tapi bisa sabar dan senyum menanggapi wanita biasa itu.
Meraih kotak p3k sambil mengibaskan tangan agar pelayan itu segera pergi.
Yudha mulai membuka kotak obat itu dan mengambil kaki Vani untuk dipangkunya.
Vani yang kaget karena kakinya ditarik keatas pangkuan Yudha seketika menegang dan ingin marah. Tapi Yudha dengan kuat menahan kaki Vani.
"Sudah diam saja, kamu ini ketus sekali. Dulu kamu sangat ramah, apalagi kalau ketemu sama saya. Cuma lihat saya senyum aja muka kamu sudah memerah. Kenapa sekarang jadi ketus begini sih?" Ucap Yudha enteng.
Vani heran dengan ucapan Yudha, sampai mulutnya terbuka dan matanya melongo sangking tidak percayanya.
"Mas ini apa-apaan sih, dulu ya dulu, sekarang semua sudah berubah. Sudah jangan ingat yang dulu-dulu. Itu kaki aku gausah diangkat sembarangan, mau aku jatuh lagi biar kamu seneng?" Ucap Vani kesal.
Yudha hanya diam sambil terus mengolesi minyak tawon ke bagian kaki Vani yang sakit sambil sedikit memijatnya.
"Aduuhh ... Itu sakit banget sih mas, kalau nggak bisa mijit yaudah tidak usah dipaksain. Kamu mau bikin kaki aku tambah tidak bisa jalan yaa?" Kata Vani agak keras karena merasa sakit dengan pijitan Yudha di kakinya.
"Sudah kamu diam saja. Aku itu dulu waktu kuliah anak PA, tau PA? Pecinta Alam, jadi tidak usah meragukan kemampuanku dengan pertolongan pertama semacam ini. Ini bukan suatu hal yang sulit" balas Yudha.
"Tapi itu beneran sakit, aku juga anak PMR waktu dulu sekolah. Jadi aku tau pertolongan pertama meskipun tidak pernah tau cara memijat seperti ini."ucap Vani meringis menahan sakit tapi membiarkan saja perlakuan Yudha padanya.
Saat ini Vani benar-benar berusaha keras agar bisa menahan gejolak didalam dirinya. Perasaan aneh, karena hanya mendengar suara bariton dari mulut Yudha sudah membuatnya kelimpungan. Ingin sekali dia melahap habis bibir seksi pria itu.
Vina benar-benar frustasi, dia jadi merasa sangat bodoh karena sikap lugunya ternyata tidak hilang juga.
Karena itu dia memutuskan untuk tetap menunduk dan meremas tangannya sendiri sambil terus mengoceh tidak jelas saat Yudha bertanya sesuatu.
Ia hanya menunduk sambil memejamkan matanya dan meremas tangannya tanpa mau melihat ke arah Yudha. Dan menggigiti bibirnya sendiri sampai terasa perih semata-mata untuh mengabaikan perasaan gelisahnya karena ingin sentuhan lelaki.
Melihat tingkah laku Vani, membuat Yudha tahu bahwa ada yang tidak beres dengan wanita ini. Sambil tetap memijit kecil kaki Vani, Yudha memperhatikan gerak-gerik Vani.
Ia sebenarnya tahu bahwa Vani sedang bergairah. Entah apa yang menyebabkan Vani seperti ini. Mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Yudha ingin membawa Vani pulang ke rumah Vani sendiri. Tapi ia lupa alamat rumahnya, jadilah ia bertanya "kamu bisa pulang sendiri?.
Mendengar pertanyaan itu, Vani membuka matanya dan menatap Yudha , hanya menggelengkan kepala.
"Saya tidak membawa kendaraan sendiri saat kesini tadi, teman saya menjemput ke rumah dan saya percaya saja bahwa dia jujur. Tapi ternyata dia malah menjebak saya" Jawabnya sambil ingin menangis lagi.
"Yasudah biar kamu saya yang antar pulang ya.. ayo sekarang kita ke parkiran." Ajak Yudha.
Vani hanya bisa pasrah kali ini. Karena memang dia merasa sangat tidak nyaman dengan tubuhnya sendiri.
Sambil berjalan tertatih-tatih dibantu Yudha, sampailah mereka di parkiran hotel.
Vani tidak menyangka bahwa Yudha membawanya ke sebuah mobil mewah.
Di dalam mobil, dengan tidak tahu malunya Vani bertanya "apa tidak kenapa-kenapa kalau saya merepotkanmu mas? Saya tidak enak sama bos kamu kalau sampai mengganggu kerjaanmu."
Yudha mengernyitkan dahinya, sepertinya memang Vani tidak tahu bahwa dialah pemilik hotel ini. Maka dengan sedikit iseng dia menjawab " bos itu orangnya baik, jadi beliau pasti maklum kalau saya keluar sebentar mengantarmu pulang" jawab Yudha enteng sambil terus memperhatikan sikap Vani.
Ditatap seperti itu oleh orang yang pernah sangat dicintainya dulu membuat otaknya mendidih, apalagi efek obat perangsang di tubuh Vani masih sangat kuat, membuat Vani dengan berani langsung menempelkan bibirnya ke bibir Yudha sambil mengalungkan tangan ke leher Yudha.
Mendapat perlakuan seperti itu, Yudha sebenarnya kaget hingga matanya sedikit melotot, tapi dengan jiwa nakal lelakinya, membiarkan Vani yang sebenarnya juga pernah dan mungkin masih ada di hatinya itu ******* bibirnya, menyesap aroma kopi dari dalam mulut Yudha, mengabsen deretan gigi, lidah dan saling bertukar saliva.
Mereka melakukan itu dengan leluasa, karena memang mereka berdua adalah orang yang sudah sama-sama dewasa dan berpengalaman tentunya.
Mata Yudhapun ikut tertutup karena terbuai dengan permainan Vani.
Menaruh kedua tangannya dipinggang kecil Vani sambil memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri seirama ******* dan sesapan bibir mereka.
Agak lama mereka sama-sama terbuai dalam asyiknya permainan bibir itu.
Hingga asupan oksigen terasa habis di dadanya, Vani melepaskan lumatannya.
Merasa aneh, dia hanya diam, tangannya masih dileher Yudha, tangan Yudha juga masih dipinggang Vani.
Suara nafas bergemuruh, saling berebut asupan oksigen dalam mobil.
Mereka terdiam, Vani malu. Menunduk, memejamkan mata, memburu banyak oksigen.
Merasa kikuk, melepaskan tangan dari leher Yudha, tetap menunduk. Salah tingkah.
Sedangkan Yudha hanya diam. Memperhatikan Vani, dalam hati sebenarnya ingin berciuman lagi.
Tapi melihat Vani yang frustasi dia hanya diam memperhatikan apa yang akan terjadi.
Vani sibuk mengatur nafas dan mencari kata-kata.
Agak lama mulai bersuara, "maafkan saya mas, saya tidak tahu apa yang terjadi dengan diri saya." Matanya mulai berembun dan siap menangis, ah!! Wanita memang sangat mudah menangis.
Sambil berkata lagi "saya sangat keterlaluan" dan mulai menangis, membuka pintu mobil dan keluar, berjalan menahan sakit dikakinya, berjalan sambil menangis.
Yudha yang kaget reflek mengejar Vani dan mendekapnya dalam pelukan lagi, tapi Vani benar-benar memberontak dan melepas pelukan itu.
"Saya mau pulang, tapi saya tidak mau keluarga saya khawatir karena kondisi saya seperti ini, saya bingung. Tapi saya malu padamu mas .." ucap Vani.
"Yasudah kita kedalam hotel lagi bagaimana, nanti kamu bisa istirahat dulu, setelah baikan biar aku antar kamu pulang". Kata Yudha.
Sedikit hati Vani masih seperti dulu, masih ada nama Yudha disana, dan masih seperti orang bodoh yang sangat patuh pada ucapannya. Dan saat ini, dia pikir ucapan Yudha benar.
Jadi dia ikuti saja saran Yudha untuk kembali masuk ke dalam.
Sampai didalam hotel, para karyawan hotel selalu tersenyum sambil menyapa Yudha yang masuk ke dalam.
Merasa aneh, Vani hanya membiarkan semua itu dan terus berjalan sambil dipapah oleh Yudha hingga sampai ke sebuah pintu kamar, di lantai ke dua dari lantai teratas dihotel ini.
Rupanya ini adalah sebuah kamar yang luas, dengan bed ukuran king size, serta fasilitas yang sangat lengkap.
Dengan jendela besar yang tertutup korden transparan sehingga bisa melihat kondisi luar hotel.
Saat masih bingung, Yudha sudah menyuruh Vani duduk dipinggiran kasur. Sedangkan Yudha masih berdiri didekat Vani.
"Kamu istirahat saja dulu disini, ini masih jam sepuluh pagi. Aku ada meeting di lantai atas. Nanti jam makan siang aku kesini lagi" kata Yudha memerintah.
Masih dengan kebodohannya, Vani hanya bisa mengangguk saja.
"Saya pesankan susu dan camilan agar badanmu enakan. Saya pergi dulu" kata Yudha.
"Terimakasih mas, maaf saya selalu merepotkanmu. Saya mau tidur saja." Ucap Vani yang memang mengantuk setelah banyak menangis.
Yudha pun keluar menuju ruang meeting, menutup pintu dan membawa serta kuncinya agar Vani tidak bisa pergi kemana-mana.
Sedangkan Vani dengan tidak tahu malunya malah benar-benar tertidur setelah mendapatkan posisi ternyamannya.
******
Sementara disisi lain, seorang laki-laki berjalan malas setelah mendapatkan tendangan telak di bagian terintim dari seorang wanita.
Mengetahui wanitanya dibawa oleh orang yang berpengaruh, dia hanya bisa pasrah sambil terseok-seok berjalan kembali ke kamar yang telah dia sewa untuk tidur karena merasa badannya meriang.
Sebenarnya tadi setelah merasa agak baikan, pria ini berusaha bangkit untuk mengejar wanita sialan itu.
Sedikit berlari, dengan kesal ia paksakan untuk mencari Vani.
Tapi yang didapatkannya, Vani sedang menangis sesenggukan dipelukan pria berjas formal didepan lorong lift.
Sedikit penasaran ia bertanya pada petugas cleaning service yang lewat tentang pria berjas itu.
Dari informasi yang ia dapat, ternyata pria itu adalah pemilik hotel ini. Sedang memeluk Vani yang menangis karena ulahnya.
Daripada mencari mati, maka ia diam-diam mengamati dari jarak yang aman.
Mengikuti sampai melihat adegan ciuman mereka didalam mobil.
Sedikit kesal karena seharusnya dialah yang menerima ciuman itu, tapi malah didapat pria lain.
Lalu dia balik badan dan memilih untuk kembali ke kamarnya, dan tidur sebentar untuk memulihkan kondisi badannya.
**************
Jam satu siang waktu setempat.
Meeting sudah selesai beberapa saat yang lalu, di ruangan ini hanya tersisa Yudha dan Akbar sang sekretaris pribadi.
Merasa penasaran, Akbar bertanya pada Yudha " Maaf pak, bapak sangat perhatian pada wanita pagi tadi. Apa bapak mengenalnya?" Tanya Akbar hati-hati.
Yang ditanya agak kaget, karena dia lupa telah mengunci seorang wanita dikamar pribadinya di hotel ini.
"Oh iya, aku hampir melupakannya. Terimakasih sudah diingatkan ya, bar. Siang ini aku makan siang di hotel saja. Kamu silahkan kalau mau makan di luar." Ucap Yudha sambil berdiri dan terus berjalan ke luar ruang meeting untuk menghampiri Vani.
Akbar hanya bisa bengong tapi men iyakan ucapan atasannya itu.
Agak tergesa ia berjalan ke kamar Vani, takut kalau Vani panik karena dikunciin dari luar.
Setelah didepan kamar Vani, perlahan Yudha membuka pintu kamar itu dan mulai mencari keberadaan Vani.
Ternyata ia masih tertidur dengan tidak cantiknya, perempuan tidur dengan mulut sedikit menganga?
Tapi semua itu ditepiskannya karena hati. Iya, hati memang sulit ditebak.
Buta dengan asumsi gadis baik yang melekat di diri Vani.
Mendengar suara sepatu fantofel Yudha yang agak nyaring disituasi sepi seperti ini membuat pendengaran tajam Vani menangkap gerakan kecil itu.
Mengerjaplah mulut itu jadi tertutup, dan matanya bergerak-gerak meski masih terpejam. Badannya mulai tidak nyaman, dan akhirnya terbukalah mata Vani untuk melihat siapa yang datang.
Kaget sekali dia karena melihat Yudha mendekat padanya. Dipikir mimpi, dia malah mengucek matanya.
Dia jadi teringat peristiwa tadi pagi. Kejadian menyebalkan dari mantan pacar lugunya itu membuat dia berakhir bersama Yudha kali ini.
Sambil tersenyum, Yudha memperhatikan Vani yang bangun tidur masih memakai jilbabnya. Sepertinya sudah agak baikan, Yudha duduk ditepian ranjang.
Terus memperhatikan Vani yang masih menutup sebagian tubuhnya dengan selimut putih khas hotel.
"Sudah baikan? Kamu lapar?" Tanya Yudha berhati-hati.
" Sudah mas, saya sudah baikan. Makasih sudah membantu saya. Dan untuk kejadian di mobil tadi saya harap mas Yudha mau melupakannya" kata Vani malu.
" Sebenarnya saya juga salah karena malah keasyikan sama ciuman kamu. Tapi akan kuusahan melupakannya" ucap Yudha agak jahil sambil tersenyum smirk.
"Cgk, (agak mendesah) tidak usah senyum mengejek seperti itu. Itu semua diluar batas keinginanku. Kalau saja tidak ada orang yang ingin menjebakku, pasti tidak akan sampai seperti ini" jawab Vani jengkel.
"Sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu seperti itu? Dan jangan lagi terlalu formal saat berbicara denganku. Bicaralah seperti dulu saat kita pernah bertemu. Aku tidak suka kau yang seperti ini." Kata Yudha.
"Tidak ada apa-apa yang perlu aku ceritakan. Anggap saja itu kecerobohanku sampai merugikanmu seperti ini" jawab Vani dingin.
Yudha mengalah dengan tidak mendebatinya. Tapi berkata halus" baiklah, kalau kamu tidak mau menceritakannya, aku anggap kamu dengan sengaja pura-pura dihadapanku hanya untuk ingin kembali bertemu denganku".
Sedikit melotot Vani tidak percaya Yudha berpikir seperti itu. Akhirnya dia mengalah untuk memulai cerita.
Sedikit melotot Vani tidak percaya Yudha berpikir seperti itu. Akhirnya dia mengalah untuk memulai cerita.
"Baiklah aku ceritakan. Percaya atau tidak nanti jadi urusan mas Yudha sendiri".
"Ya.. ya . Nanti kita lihat seberapa besar aku bisa percaya dengan ceritamu" balas Yudha.
"Sebenarnya tadi pagi aku kesini bersama temanku...
"Laki-laki atau perempuan?" tanya Yudha spontan.
"Ish.. diamlah dulu mas..." vani merengut.
"Iya . Iya. Maaf" ucap Yudha sambil melakukan gerakan seperti mengunci mulutnya.
" Jadi temanku itu laki-laki, lebih tepatnya mantan pacarku dulu. Aku percaya saja padanya karena dia dulu adalah orang yang pendiam, perhatian, dan terlihat tulus saat pacaran denganku. Bahkan di usia belia kami dulu, yang seharusnya ingin tahu tentang banyak hal, dia malah terkesan biasa saja, dan tidak pernah melakukan hal-hal yang jauh saat kita bersama. Sampai beberapa bulan yang lalu kita bertemu lagi di facebook. Dia tetap ramah dan kami sering berkomunikasi. Dan aku jujur cerita kalau aku ingin kembali bekerja, karena anak-anakku juga sudah sekolah dan suamiku sendiri kerja diluar kota. Jadi aku ingin kerja agar bisa mengisi waktu yang banyak luangnya ini. sampai akhirnya dia berkata bahwa di tempat kerjanya sedang butuh karyawan, dia katanya kerja di hotel ini. Aku percaya saja padanya, dan tadi pagi dia jemput aku untuk interview kerja disini. Setengah 9 kami sampai disini, katanya interview dimulai jam setengah sepuluh pagi, jadi dia bawa aku ke cafetaria dulu sebelumnya agar tidak gugup." Cerita Vani jujur dan panjang lebar.
"Segitu gampangnya kamu percaya pada orang lain? Kamu tidak pernah berubah" ucap Yudha geram .
"Diamlah mas Yudha... Aku lanjutin atau nggak usah nih" kata Vani mulai jengkel.
"Iyasudah lanjutkan ceritamu" akhirnya Yudha mengalah.
"Lalu dia memesankan aku jus jeruk, tapi anehnya dia ambil sendiri. Katanya karena sudah kenal dengan pelayan disini makanya dia bisa begitu. Akusih percaya saja padanya. Tapi lama kelamaan setelah minum jus itu, aku jadi merasa aneh. Panas dan gimana gitu rasanya. Akhirnya dia bawa aku ke sebuah kamar, katanya disitu interview nya. Setelah masuk kamar, ternyata dia mulai kurang ajar sama aku. Berusaha cium-cium aku. Aku yang setengah sadar masih kuat bertahan dengan menggigit bibirku kuat agar aku tidak terbuai.
Tapi karena aku terlalu pasif, dia segera berusaha mengambil kesempatan untuk berbuat kurang ajar.
Aku kan kaget mas, yaudah aku tendang aja burungnya kuat-kuat. Sampai dia kesakitan dan guling-guling di lantai.
Setelah mengambil tas, aku lari keluar kamar. Sampai aku ketemu mas Yudha tadi. Aku bersyukur masih diberi keselamatan" kata Vani menyudahi ceritanya.
"Tapi dengan begitu aku bisa ketemu lagi sama kamu van" kata Yudha. Aku serius dulu sebenarnya juga ada perasaan sama kamu. Tapi aku nggak berdaya. Aku seperti boneka yang tidak bisa menolak semua keinginan keluargaku van, Yudha membatin mulai sendu.
"Kamu pikir aku tidak syok dengan semua ini? Aku tidak habis fikir, orang sebaik dan selugu itu bisa diubah oleh waktu. Sangat berubah. Mungkin efek dari lama belum menikah ya mas. Jadi dia seperti itu?" Kata Vani jujur.
"Ya, kamu benar. Waktu bisa merubah segalanya. Dari sebongkah batu bulat menjadi berlobang dengan tetesan air yang rutin. Begitu juga manusia, entah apa yang sudah mereka alami, bisa membuat watak dan cara pandang menjadi berubah." Kata Yudha mantap.
Vani malah terbengong tidak sadar berkata "ucapan orang tua sangat menyentuh hati".
Reflek Yudha menjitak kepala Vani. Yang dijitak hanya mengaduh karena memang tidak terlalu sakit, sambil memegang kepalanya bekas jitakan tangan Yudha.
"Tidak usah bawa-bawa tua segala" ucapnya dongkol.
Vani hanya mencibir sambil tertawa. "Memang mas Yudha sudah tua. Seingatku dulu mas Yudha pernah bilang kalau selisih usia kita sepuluh tahun. Kalau sekarang, di tahun ini aku saja sudah umur 30tahun, berati mas Yudha kan sudah umur 40tahun kan??" Kata Vani memperjelas.
Yudha hanya melengos sambil berkata, "meskipun sudah tua tapi aku masih tampan kan? Kamu pasti masih terpesona dengan ketampananku!" Ucap Yudha bangga.
Vani hanya geleng-geleng kepala dengan kenarsisan Yudha.
"Yasudah ,iya.. iya .. masih ganteng.. tapi ini sudah siang, itu sudah mau setengah dua siang. Aku mau solat dhuhur mas. Terus abis itu mau pulang." Kata Vani mengalah.
Beranjak dari kasur, Vani bergegas ke kamar mandi untuk wudhu. Dan segera solat dhuhur.
Melihat Vani meninggalkannya, Yudha juga beranjak ke luar untuk solat juga tentunya.
Dan dia berencana mengajak Vani makan siang sebelum mengantarnya pulang.
__________________________________________
Setelah urusan ibadah mereka selesai, Yudha menghampiri Vani kembali di kamarnya. Tanpa mengetuk pintu, ia masuk kedalam kamar seperti biasa.
Vani yang sedang merapikan jilbabnya agak sedikit kaget dengan kedatangannya.
"Tau.. tau ini kamar kamu yang sewa. Tapi ya seenggaknya ya ketuk pintu dong. Kalau aku lagi ganti baju gimana?" Kata Vani sewot.
Sambil tersenyum Yudha membalas "ya maaf. Kalau memang kamu lagi ganti baju ya udah lanjutin aja."
Berkata seperti itu, membuat Vani hanya geleng-geleng kepala.
"Perasaan mas Yudha itu dulu jaim yaa... Meskipun sering terlihat buluk karena sering kena sinar matahari. Tapi....." Ucap Vani menggantungkan kalimatnya, tidak mungkin Vani bilang kalau meskipun buluk Vani tetap suka kan... Bisa besar kepala tuh orang, dan Vani hanya membatinkan kelanjutan kata-katanya.
"Tapi apa? Tapi kamu tetap suka gitu?" Canda Yudha yang sebernarnya memang benar.
"Ish... Mas Yudha ini. Sudahlah, aku mau pulang aja deh. Sudah baikan juga kan aku. Lagian mas Yudha juga harus kerja kan." Ucap Vani sambil beranjak merapikan isi tasnya dan membawanya di bahu.
Sedikit pincang dia berusaha berjalan keluar. Tapi Yudha menahan dengan kata-katanya, " aku antar kamu pulang, dan tidak ada bantahan. Sebelumnya kita makan siang dulu, ini sudah hampir sore tapi aku belum makan gara-gara kamu." Yudha merungut sambil bicara.
"Loh kok nyalahin aku sih, aku gak minta ditungguin juga, emangnya aku anak TK kalau sekolah masih ditungguin."balas Vani sengit.
Kenapa orang ini jadi cerewet sekali sih, batin Vani.
"Yaudah ayo kita berangkat" kata Yudha.
Berjalan beriringan menuju lobi, melalui lift yang sudah tersedia. Di dalam lift hanya mereka berdua, sampai di lantai 4, lift kembali terbuka dan masuklah seseorang yang sangat ingin dihindari Vani saat ini.
Vani terkejut, dan beringsut ke belakang Yudha, seperti ingin bersembunyi. Sedangkan Yudha yang melihat keanehan sikap Vani hanya diam sambil melihat suasana.
Pria itu belum mengetahui bahwa ada Vani di dalam lift itu. Setelah pintu lift tertutup sempurna, pria ini mulai mengarahkan pandangannya ke penjuru lift.
Dan tentu saja dia bisa menemukan Vani meskipun telah bersembunyi dibalik badan Yudha yang tinggi sambil menunduk ketakutan.
Akhirnya pria ini membuka suara " Vani... Tidak kusangka bisa ketemu disini. Belum pulang juga kamu? Bagaimana rasanya berhubungan dengan pria lain selain suamimu? Pasti menyenangkan ya? Sampai kau lupa sama anak-anak kamu dirumah?" Kata pria itu jengkel, dan dia tidak tahu bahwa Yudhalah yang telah membawa Vani saat itu.
Belum Vani membuka suara, pria itu berkata lagi" tak kusangka meskipun kamu memakai jilbab tapi kelakuan buruk kamu memang tidak bisa ditutupi bahkan jika kau bercadar".
Vani yang tersulut emosinya marah, "kamu pikir siapa yang bikin aku kayak gini hah? Kamu kasih apa ke minuman aku sampai aku kayak orang gila? Tega kamu Ndra, dari dulu kamu adalah pria pertama yang aku percaya setelah ada yang menyakiti hatiku. Sampai tadi pagi kamu masih tetap kepercayaanku. Tapi ternyata kamu benar-benar sudah berubah. Makanya buruan nikah biar ada yg ngurusin tuh burung pipit kamu, biar gak berkeliaran sembarangan" cerocos Vani.
Yudha yang awalnya penasaran pada pria yang disebut Vani membuatnya sakit hati, malah jadi ingin tertawa mendengar kata-kata burung pipit dari mulut Vani.
Sedangkan Indra, pria yang telah menjebak Vani malah tambah emosi. Telah terangkat tangannya tinggi untuk memukul Vani.
Dengan sigap Yudha mencengkram tangan Indra karena memang postur tubuh Yudha yang jauh lebih tinggi daripada Indra.
"Saya bisa laporkan kamu ke polisi karena tuduhan perbuatan tidak menyenangkan dan rencana tindakan asusila. Juga dengan sengaja melukai orang lain. Kamu belum tahu siapa saya rupanya." Yudha mulai mengancam.
Tapi kepalang malu, Indra menarik kasar tangannya dan melotot pada Yudha.
Tak disangka ternyata Vani telah dilindungi oleh Aryudha, pemimpin sekaligus pemilik hotel tempatnya kerja.
Segera dia meminta maaf pada Yudha, "maafkan saya pak Yudha, sebenarnya memang Vani ini perempuan j*l*ng yang suka menutupi aibnya dengan memakai jilbab. Banyak perempuan seperti dia di jaman ini. Jadi jangan terkecoh dengan sikap sok lugunya ini pak." Indra mulai pembelaan.
Yudha hanya tersenyum tajam mendengar penuturan Indra. Karena siapa Vani, Yudha sangat mengetahuinya.Bagaimana kepribadiannya, Yudha juga sangat paham.
Sedangkan Vani yang telah diintimidasi oleh Indra terus melotot dan tangannya gemetaran, terasa dibagian belakang Yudha karena Vani memegang belakang jas Yudha sambil *******-***** nya.
"Baiklah, jika memang itu pemikiranmu. Akan saya selidiki siapa Vani dan siapa kamu. Jika memang kamu terbukti bersalah, maka siap-siap saja untuk kembali jadi pengangguran" ancam Yudha.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!