Aku Tiya Adista. Seorang gadis kecil, yang pernah tinggal selama 9 bulan di rahim ibu dan setelah lahir, dibesarkan oleh nenek dan kakek ku. Juga beberapa orang saudara ku yang tinggal bersama kala itu.
Aku tumbuh di lingkungan keluarga yang biasa saja. Meskipun begitu, masa kanak kanak ku terbilang sangat menyenangkan dan istimewa. Walaupun kedua orang tua ku lebih memilih berpisah, bahkan disaat aku masih belum bisa memanggil nya dengan sebutan Mamah Papah.
Tinggal lah aku yang dibesarkan oleh kakek dan nenek ku dengan penuh cinta dan kasih sayang nya. Karena semenjak perceraian itu, mamah lebih memilih memfokuskan dirinya untuk kerja, kerja dan bekerja. Entah lah, apa maksud dan tujuan nya. Walaupun begitu, aku tau dia sangat menyayangiku sebagai anak nya.
Tragedi perceraian yang di alami oleh orang tua ku, telah membuat aku tumbuh menjadi gadis yang tidak terlalu akrab dengan laki laki. Bahkan untuk sekedar berteman dengan laki laki saja rasa nya aku risih.
Pernah, dulu waktu SMP (Sekolah Menengah Pertama). Ada salah seorang teman kelas ku yang menyatakan cinta nya padaku. Tapi, tiba tiba saja badan ku menggigil setengah mati, bukan nya menjawab pertanyaan darinya aku malah berlari sekuat tenaga. Setelah kejadian itu, aku tidak berani lagi pergi sekolah. Seperti ada rasa trauma, beruntung ada temen teman ku yang membujuk ku agar mau kembali bersekolah seperti biasa.
***
Disamping kanan rumah ku, ada sepasang suami istri yang memiliki anak laki laki yang lebih tua dari ku. Jika dilihat dari wajahnya sepertinya dia seumuran dengan kakak laki laki ku. Saat itu beberapa orang dari teman teman nya berkujung kerumah tsb dan tidak sengaja melihat ku yang waktu itu tengah menyapu. Entah apa yang membuat salah seorang dari mereka tertarik pada gadis seperti ku. Tiba tiba saja malam hari nya, pintu rumah ku di ketuk dan terdengar suara seseorang mengucapkan salam. Segera aku berlari untuk membuka pintu, karena biasanya ada beberapa kerabat ku yang akan main dimalam hari. Namun, ternyata kali ini yang sedang berdiri di hadapan ku adalah seorang laki laki yang tidak ku kenal.
"Tiya, ya?" tanyanya pada ku. aku tersenyum ketir melihat kedatangan nya kerumah dimalam minggu.
"Yang benar saja, dia bahkan jauh lebih tua dari ku," gumam ku dalam hati.
"Tunggu dulu, ya." Aku meninggalkan nya pergi tanpa mempersilakan masuk. Aku berlari ke kamar dan mengunci pintu.
"Siapa,Tiya?" Tanya nenek, ketika melihat ku berlari melewatinya di ruang tamu. Aku tidak menjawabnya, ku benam kan wajah ku dibantal dan menangis dengan rasa takut yang mendalam.
Pagi hari nya nenek ku berkata bahwa semalam dia sudah menyuruh anak laki laki itu pulang dan tidak diperkenan kan untuk datang lagi menemui ku. Syukurlah.
Seminggu setelah kejadian itu, aku mendengar bahwa laki laki yang malam minggu lalu main kerumah ku ternyata dipaksa menikah oleh warga karena telah menghamili gadis sebayaku. Astaga, untung saja.
Semenjak kejadian itu, muncul lah niat ku untuk tinggal di pesantren saja. Supaya tidak ada lagi laki laki yang bisa menemuiku. Niatan tersebut disetujui oleh wali ku. Dengan cepat Kakek dan nenek ku mendaftarkan aku disalah satu pesantren didekat sekolah lama ku, "Biar gak usah pindah sekolah," ucap nenek.
Aku diantar ke pesantren hari minggu dengan meminjam mobil milik saudara ku. Awalnya, aku sangat antusias sekali, mengingat ada beberapa orang teman ku yang juga tinggal di pesantren itu. Namun, baru sehari berlalu tiba tiba aku merasa bahwa aku rindu nenek ku. Aku rindu tidur disamping nya. Aku rindu masakan nya dan aku rindu rumah ku.
Hari Rabu, masih belum genap satu minggu keberadaan ku dipesantren itu. Aku memutuskan untuk berhenti dan pulang menggunakan ojeg seorang diri.
Sore hari setelah ke pulangan ku, Nenek akhirnya kembali ke pesantren untuk berpamitan kepada sang Empunya pesantren sembari mengambil beberapa baju dan buku buku yang belum sempat aku bawa.
***
Ketika memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas). Sebenarnya aku pun tengah dipusing kan dengan transportasi yang akan aku naiki nanti. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah membutuhkan waktu paling cepat setengah jam. Sedangkan Nenek dan Kakek ku, mereka tidak mengijinkan aku untuk pulang pergi setiap hari dengan menggunakan motor. Akhirnya, kembali aku memutuskan untuk berdiam diri di Pesantren. Karena jarak tempuh dari pesantren cukup dekat, sehingga tidak membuat ku memerlukan motor untuk berangkat sekolah.
Hari pertama ku masuk SMA setelah beberapa hari menjalani serangkaian ospek dan kegiatan yang lain nya.
Aku di tempatkan disebuah kelas yang bertuliskan "X A". Terlalu banyak orang baru yang belum aku kenal. Beruntung, salah seorang teman ku waktu SMP berada satu kelas dengan ku. Dengan cepat kami memutuskan untuk duduk bersama.
"Arega," Seorang laki laki berseragam putih abu sama seperti ku menjulurkan tangan nya padaku. Aku terdiam untuk beberapa saat, ku tatap dia dengan tatapan heran dan bingung.
"Nama kamu siapa?" Tanya nya lagi.
"Aku, Tiya," dengan gugup aku menjawab pertanyaan nya.
Semenjak kejadian itu, beberapa kali kita sering terlibat dalam suatu obrolan yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Dia orang yang baik, pintar dan juga menyenangkan.
Sesaat sebelum kenaikan kelas tiba, Di sebuah bangku ditaman sekolah, Arega mengajak ku bicara. Ada hal penting yang harus dia sampaikan, tuturnya.
"Kamu mau gak jadi pacar ku?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutnya.
Aku tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi sebelum nya. Aku menatapnya dengan nanar. Aku merasa sepertinya aku belum siap untuk ini semua. Belum lagi perkara tempat tinggal ku disebuah pesantren yang tidak memperbolehkan aku menggunakan telpon seluler pasti tidak akan membuat nya merasa nyaman berpacaran dengan ku.
"Maaf, aku gak bisa," jawabku setelah memikirkan nya matang matang dan bersiap berlalu meninggalkan nya.
Aku beranjak dari kursi yang menjadi saksi bisu percakapan kita kala itu. Arega diam menyaksikan kepergian ku.
***
Satu tahun sudah aku mengenyam pendidikan di salah satu SMA favorit didaerah ku. Waktu kenaikan kelas pun hampir tiba. Setelah melewati tes dan wawancara.
Akhirnya, aku putuskan untuk mengambil kelas IPS. Lain hal nya dengan teman sebangku ku, dia lebih melilih IPA bersama dengan Arega.
Semenjak kejadian itu, aku dan Arega jarang bertemu. Karena lokasi kelas yang berjauhan dan juga mungkin saja dia marah atas penolakan ku tempo dulu. Pernah sewaktu waktu jika aku tidak sengaja bertemu dengan nya, kami akan saling menyapa meski dalam diam dengan hanya sebaris senyum yang terpampang di muka.
Tiga tahun mengenyam pendidikan di SMA. Tidak terasa hari kelulusan pun tiba.
"ada cerita tentang aku dan dia dan kita bersama saat dulu kala.." sebuah lagu dinyanyikan oleh salah seorang teman ku didepan kelas dengan dibantu oleh gitar nya.
Bulir bulir air mata jatuh membasahi pipi setiap siswa siswi nya. Aku pasti akan merindu kan mereka. Ada dari beberapa teman ku yang ingin bekerja selepas keluar dari SMA dan tidak sedikit juga dari mereka yang ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Aku masih bingung harus memilih yang mana.
Setelah melalui pertimbangan yang lumayan panjang. Akhirnya, aku memutuskan untuk mendaftarkan diriku di salah satu Universitar terbesar dikota ku. Aku memilih Bahasa Inggris sebagai jurusan yang akan aku tempa selama 4 tahun perkuliahan nanti.
Hari itu, setelah sebelum nya mengurus beberapa berkas persyaratan dan membayar administrasi perkuliahan. Akhirnya, tiba hari dimana aku akan bertemu dengan teman teman baru ku didalam suatu ruangan yang biasa disebut "Kelas".
Saat itu, semua nama mahasiswa baru tertulis di kertas dan tertempel di papan pengumuman yang menginformasikan akan di kelas mana kami belajar. Aku kesulitan untuk masuk kedalam kerumuman orang yang juga mempunyai niat yang sama seperti ku, melihat nama masing masing.
Kebetulan ada seorang gadis yang berdiri tepat dihadapan kertas kertas itu. aku mencoba meraihnya, hingga ia menengok ke arah ku.
"Kenapa?" tanyanya.
"Tiya, tolong cariin nama Tiya,"
Tidak disangka, ternyata namaku persis berada tepat di bawah namanya. Yang artinya, kita akan berada dalam satu kelas yang sama.
Kami pun mengobrol banyak dan memutuskan untuk tinggal di tempat kos bersama karena kebetulan aku belum mendapatkan tempat tinggal, sedangkan dia belum memiliki teman. Cici, nama gadis itu. gadis yang menjadi teman pertama ku di kampus ini.
Awal awal masuk perkuliahan semua nya berjalan seperti biasa, perkenalan, penyesuaian, pencocokan dll nya. Setelah melewati beberapa tahapan tersebut, kini dikelas aku tidak hanya berdua dengan Cici. Tapi juga dengan Simi yang entah sejak kapan kami bertiga mulai akrab. Simi juga sama tinggal di tempat kosan. hanya saja dia ngekos bersama teman nya waktu SMA dulu.
Aku, Tiya Adista. Tumbuh menjadi gadis Cantik dengan warna kulit kuning langsat. Paling tidak itu yang selalu Kakek dan Nenek ku ucapkan tentang aku.
Aku bukan lagi "Tiya" yang takut untuk berteman dengan laki laki. Kini, aku mulai mampu bersosialisasi dengan laki laki, tidak seperti masa SMP dan SMA ku. Di kampus ku kali ini, paling tidak aku mempunyai empat orang teman laki laki, walaupun itu semua berasal dari kelas yang sama dengan ku.
***
Beberapa bulan yang lalu setelah resmi menyandang status mahasiswa. Aku kembali bertemu dengan Arega, disebuah pusat perbelanjaan dikota. Saat itu tidak banyak yang kami bicarakan namun kami sempatkan untuk bertukar no whatsApps.
Semenjak kejadian itu, Arega mulai sering menghubungi ku dan menemui ku. Entah sudah berapa minggu semua ini berlalu, Tiba tiba saja melalui sebuah telpon selular, Arega kembali mengulang pertanyaan yang dulu pernah dia tanyakan.
"Kamu mau jadi pacar ku?"
"iya," jawabku.
Entah kenapa saat itu aku merasa tidak ada alasan untuk menolaknya. lagi pula, Aku ingin merasakan bagaimana rasanya punya pasangan. Mungkin waktu SMA pemikiran ku belum sematang sekarang. Cukup lama aku menjalin hubungan terhitung dari pertengahan semester 1 hingga sekarang semester 2 kuliah ku.
***
Hari ini hari senin. Seperti biasa, Aku dan Cici, teman satu kosan ku berpuasa sunah. Selain dapet pahala bisa buat diet juga katanya.
Cici teman ku, dia sama tinggi nya dengan ku hanya saja badannya lebih besar dari ku, berkulit putih, bersih dan tentunya cantik sama seperti ku.
Selepas melaksanakan solat dzuhur, seperti biasa kami berangkat ke kampus bersama. Cuaca dikota siang ini begitu panas, hingga lotion yang aku pakai sebelum berangkat, seperti langsung habis terserap. Ingin rasanya aku rebahan saja di kosan dengan iringan lagu cinta yang selalu berhasil membuat hati ku berbunga bunga.
Hari ini Aku menggunakan kerudung warna ungu kesukaan ku dengan jaket levis, celana jeans dan juga hills. Aku, bukan tipe orang yang up to date soal fashion, apapun itu selama aku nyaman maka aku akan memakainya.
Aku berangkat menggunakan sepeda motor Vario berwarna pink dengan banyak stiker hello kitty di body nya. Iya, itu motornya Cici teman satu kosan ku. Bukannya aku tidak ingin membawa motor hanya saja kosan kami tidak cukup untuk menampung 2 motor sekaligus.
***
Tidak butuh waktu lama untuk kami sampai di kampus. Tepat digerbang utama sudah ada 2 orang satpam yang berjaga. Dengan bunyi klakson dari motor Cici dan sedikit anggukan yang dibarengi senyum, kami berlalu meninggalkan kedua orang satpam tersebut.
"Siang pak," sapa ku pada Pak Satpam yang berjaga di pos utama.
"Eh, neng Tiya sama neng Cici. Bareng bareng mulu kaya perangko," ucapnya sembari memberikan kertas parkir bernomor polisi seperti plat nomor motor Cici.
"Udah gak jaman Pak perangko nya juga," jawab ku sambil turun dari motor yang aku tumpangi.
"Iya udah gak ada yang jual, gak laku," tambah Cici sambil sibuk memarkir motornya tepat disebelah pos satpam.
"Pak kami masuk dulu ya, jagain motor Cici ya pak. Motor kesayangan nih," ucap cici sambil mengganden tangan ku untuk memasuki gedung.
Diperjalanan menuju kelas kami mengobrolkan banyak hal. Sampai tiba tiba Cici menghentikan langkah nya.
"Kenapa Ci?" Tanyaku heran.
"Itu banyak anak cowo didepan lift. Mana ada yang ngeliatin kita lagi. Naik tangga aja yuk," pinta Cici.
Dia memang sedikit pemalu terhadap laki laki yang belum dikenalnya apalagi dalam jumlah yang banyak.
"Iya gitu? Mana, Ci? ," Belum sempat aku menoleh Cici sudah menarik lengan ku dan membawa ku ke arah tangga.
"Jangan nengok !!," ancam nya padaku.
"Kenapa sih," tanyaku bingung.
"Nanti kita diketawain,"
"Aneh.."
***
Puluhan anak tangga sudah kami naiki. Tibalah Aku dan Cici di lantai 3.
"Kelas D Siang Bahasa Inggris" tertempel dengan jelas tulisan tersebut didepan pintu, yang menunjukan bahwa itu kelas ku. Kehadiran ku dan Cici disambut oleh teman se geng ku yang sudah datang lebih dulu.
"Tiyaaa, Cici, sini sini duduk deket gue," teriak Simi, temam se geng ku ketika melihat Aku dan Cici masuk.
"Eh, fb lu kok jarang aktif sih?" Tanya nya lagi.
"Iya ganti fb, gue," jawabku sambil mencari hp ku. Sepertinya aku lupa membawa hp. Sudah bisa dipastikan nanti akan ada begitu banyak pesan masuk yanh aku terima dari Arega
"Ganti mulu," ucap Simi dengan meledek.
"Iya pacar baru fb baru," jawabku bergurau. karena sebetulnya fb yang dulu aku lupa kata sandi nya jadi mau tidak mau aku kembali harus membuat akun fb baru dengan status "Berpacaran".
"eh, gimana pacar lu. Udah dapet kerja?"
"belom, masih nyaman jadi pengacara."
"pengacara?,"
"iya, pengangguran banyak acara,"
"haha somplak lu,"
gelak tawa terdengar bersautan, itulah aku dan teman ku kadang kami mentertawakan hal yang sebenarnya tidak terlalu lucu.
Suasana kelas begitu ramai, ada yang menghafal, ada yang sekedar mondar mandir, ada yang asik bermain gawai dan ada juga yang sibuk mengobrol sepertiku.
"Tadi di bawah, si Cici kalap coba Mi, gara gara banyak cowo di lift," Curhat ku pada simi. Simi tertawa mendengar cerita ku. Cici hanya memanyunkan mulut nya tanda tidak setuju dengan apa yang aku dan simi tertawakan.
"Tiya," Anya, teman satu kelas ku tiba tiba saja datang dan mengagetkan ku.
"Ada yang minta no kamu?" tambah nya.
"Hah, Siapa?" Tanyaku dengan heran.
"Anak MTK. WR, namanya," jelasnya.
"WR. WR siapa?"
"Tuh anaknya didepan kelas," ucapnya sambil menujuk ke arah pintu.
Dengan sedikit berlari, aku berjalan menuju pintu secepat mungkin. Kubuka pintu kelas dengan tergesa, ku arahkan wajahku kekenan dan kekiri namun tak ketemukan laki laki yang Anya maksud.
"Ada gak?" Anya menghampiriku.
"Gak ada"
"Itu tuh,Yang tinggi, yang rambutnya di iket ". Anya menunjuk seorang laki laki yang tengah berjalan bersama seorang temannya menuju lift.
"Katanya minta nomer," gumam ku yang sepertinya di dengar oleh Anya.
"Iya tadi minta nomer. disuruh tunggu dulu, mau nanya ke kamu boleh atau engga. Eh malah pergi orangnya," terang Anya meyakinkan ku.
"Yaudahlah gak penting juga," jawabku sambil tertawa.
***
Aku kembali ke tempat duduk ku dan langsung di serbu beberapa pertanyaan oleh Cici dan Simi.
"Siapa Tiya?"
"Ganteng gak?
"Jelek ya?
"Jangan mau ah kalo jelek"
"Awas, ketauan cowo lu"
"Lu gak ada niatan selingkuh kan?"
"Astaga Cici, Simi, satu satu kalo tanya tuh. Cowo nya juga gak ada. Kabur coba, pecundang banget kan." aku menjawab beberapa pertanyaan mereka sekaligus
"Halah, cowo kaya gitu. Cemen."
Perbincangan mengenai laki laki misterius bernama WR tersebut berakhir ketika dosen mata pelajaran pertama telah datang.
Kali ini, aku tidak bisa berkonstrentasi penuh dalam belajar. Fikiran ku terus tertuju pada laki laki yang meminta nomer ku. Siapa dia sebenarnya?
Dikampus ini, Aku tidak banyak mengenal laki laki. Hanya 4 orang laki laki yang aku kenal itupun teman sekelasku semua, bukan dari kelas lain apalagi sampai jurusan lain.
Ada sedikit waktu luang dari dosen pertama selesai sampai dosen kedua datang, biasanya kami pergunakan waktu tersebut untuk solat ashar di mushola kampus. Kesempatan itu aku gunakan untuk sekalian mencari Laki laki yang tadi sempat pergi, namun nyatanya aku tidak bisa menemukan nya lagi.
Sudah dua mata kuliah berlalu, hingga waktu kini menujukan pukul 4.30 yang artinya selesai sudah perkuliahan hari ini. Aku dan Cici bergegas pulang dan ingin segera rebahan.
"kita duluan ya, Simi," pamit ku pada Simi.
"okee, take a care ya," jawabnya dengan nada sok inggris.
"sok inggris, lu," balas Cici.
"lah, I kan emang kuliah jurusan bahasa inggris, you know" balas Simi sambil tertawa.
"lebay," jawab ku dan Cici sambil berlalu.
Kami berjalan menuruni anak tangga karena di jam pulang seperti ini lift selalu terisi penuh dan kami sangat malas mengantri di depan lift.
"Mau beli apa buat buka puasa, Tiya?" Tanya cici mengagetkan ku.
"Ah, apa?"
"lu, ngelamun ya? Ciyee mikirin wr, ya? gue kasih tau pacar lu ah," ledek Cici terus menerus.
"Ih apaan sih Ci. Gue cuma heran aja, kok dia minta nomer gue sih. Apa dia kenal ya sama gue ? Coba aja tadi gue liat muka dia mungkin gue gak akan sepenasaran ini,"
"Yaudah gausah difikirin. Mending kita cari makan buat buka puasa biar gak galau mulu," ucapnya sambil tertawa.
"emang makan bisa ngilangin galau, Ci?"
"Ya gue kalo galau pasti makan, ujung ujung nya pasti kenyang,"
" Ah, kerjaan lu itu sih makan mulu ,"
"Biarin, dari pada elu galau mulu yeee,"
Aku keluar meninggalkan gedung dengan mata menatap kesegala arah. Berharap bisa menemukan laki laki yang bernama WR. Namun hasilnya nihil, aku tidak bisa menemukan laki laki yang mempunyai ciri ciri seperti laki laki yang tdi Anya tunjuk. Tinggi dengan rambut yang di ikat
"Tiyaa, buru naik mau pulang gak, lu," ucap Cici yang sudah siap melaju diatas motornya.
" eh tunggu dulu, Ci," dengan segera aku menaiki motor vario milik Cici tsb.
"mau beli makan dimana, Tiya,"? tanya Cici
"biasa, rumah makan Barokah aja," jawabku.
Rumah makan Barokah menjadi langganan ku dari semenjak aku masuk hingga saat ini, disamping menu menu yang disuguhkan bervariasi, tempat nya juga lumayan nyaman dengan pelayanan yang ramah. Sebab itu lah Rumah Makan Barokah menjadi tempat favorit aku dan Cici dikala lapar.
"okee, meluncur..." jawab Cici dengan semangat 45.
Perjalanan dari kampus menuju kosan ku hanya menghabiskan waktu 5 menit jika ditempuh dengan sepeda motor. Tapi, berhubung tadi kami membeli makan terlebih dulu. jadi, waktu yang ditempuh agak lama karena seperti biasa cici kebingungan memilih menu untuk buka puasa nya. Walaupun ujung ujung nya yang dibeli selalu telur. Entah telur asin, telur balado, telur kecap, telur dadar atau apapun asalkan telur pasti dia suka.
***
Langsung ku rebahkan badanku diatas kasur setibanya aku di kosan. Tangan ku meraba raba mencari handphone yang tadi tertinggal. Banyak sekali pesan whatsapp dan beberapa panggilan tidak terjawab dari pacarku, Arega.
"Maaf, yank. hp ku tertinggal,"
Ku balas pesan nya yang sudah berderet panjang.
"Kamu udah pulang?"
"Iya,"
"Udah beli buat buka puasa?"
"Udah, tadi beli pas pulang."
"Yaudah mandi dulu sana, bau tau,"
"Hhmm, yaudah nanti aku kabari lagi, ya,"
"Iya, sayang,".
Ku simpan hp ku dan bergegas kekamar mandi. Entah sudah berapa lama aku berada didalam disana sampai tiba tiba aku dikagetkan oleh suara gedoran pintu.
"Woyy, Tiya. pingsan, lu,?"
"Cici, apaan sih, Ci. Teriak teriak bikin kaget aja.,"
"Lu gak keluar keluar udah satu jam. Gue mules nih. Cepetan,"
"Sejam? Gue baru juga masuk."
"Masuk apaan, Tiyaa. Bentar lagi adzan magrib noh, buruan hp lu bunyi terus tuh,"
Ku fokuskan pendengaran ku dan benar saja sudah ramai terdengar orang orang bersalawat yang artinya adjan magrib beberapa menit lagi akan segera berkumandang.
Cepat cepat ku mengguyur badan ku, menyabuni nya dan membilasnya. Setelah mengenakan baju, akupun keluar dari kamar mandi. Terlihat expresi Cici benar benar seperti orang yang sedang menahan mules.
"Haha maaf ya, Ci. Khilaf gue," ucapku pada Cici.
"Minggir, lu," jawabnya sambil mendorong tubuhku menjauh dari pintu kamar mandi.
"Tungguin gue, Tiyaa. Kita makan bareng. Lu minum dulu aja,". terdengar teriakan Cici dari dalam kamar mandi dengan suara yang berat.
"Lama ah. Keburu laper, gue" jawabku sekena nya.
"Bentar, doang. perut gue masih mules,"
"Iyaaa,"
Hp ku berbunyi, terlihat panggilan telpon dari Arega.
"Lama banget mandi nya ya dasar cewe" terdengar suara Arega di tlpn.
"Eh, yank.."
"Kenapa? Kangen yaa,"
" Dih, Tadi di kampus ada yang minta nomer ku, lho. WR namanya. Jurusan matematika,"
"WR? Kamu kenal."
"Engga lah,".
Arega berdiam beberapa saat, entah apa yang tengah dia fikirkan. Sebenarnya hubungan kami belum berjalan lama. Mungkin sekitar 5 bulanan. Selama 5 bulan ini juga tidak semuanya berjalan manis, beberapa kali kami berdebat. Terlebih ketika dia habis kontrak dan belum kembali mendapatkan pekerjaan.
"Yank..," Aku kembali memanggilnya lewat tlpn, setelah kami berdua sama sama termenung.
"Eh, iya. Kenapa?" Jawabnya dengan terbata bata.
"Kok ngelamun?"
"Engga ah,"
"Yaudah. Aku makan dulu, ya," jawabku menyudahi tlpn tsb karena melihat gelagat Cici yang dari tadi mengarahkan tangan kanan nya kemulut dan tangan kiri memegang perut. entah sejak kapan Cici berdiri disitu.
"Lu, ngapain cerita sama Arega. Tiya? Cemburu lah, dia," ucap Cici sambil membuka beberapa bungkus lauk yang tadi sore dibeli.
"Ngapain cemburu, gak penting."
"Yeehh dibilangin."
"Udah ayo makan, keburu abis nih waktu magribnya."
"Besok puasa lagi gak?" Tanya Cici sambil mengunyah.
"Enggalah, kan besok selasa. Senen kemis aja kita mah,"
"Oke siap,". Jawabnya dengan mulut yang terisi penuh.
***
Setelah selesai berbuka kami pun solat bersama dengan di imami oleh Cici.
"Ya Allah. WR itu siapa?" Kata kata itu terselip diantara barisan doaku, berharap Tuhan mau mempertemukan ku dengan nya hanya untuk sekedar mengetahui wajahnya. Itu saja.
"Ci.." saat itu dia masih berada didepan ku dengan mengangkat kedua tangan nya seperti sedang berdoa.
"Hmm,"
"WR, Siapa sih, Ci."
"Lah, mana gue tau. Lagian lu kan udah punya cowo. Ngapain mikirin cowo lain. Kuwalat baru tau rasa lu."
jawabnya dengan langsung menengok ke arah ku dan seketika itu juga menghentikan doa nya.
"Kok kualat sih Ci, kan gue gak durhaka sama orang tua,"
"Ya tapi lu durhaka sama pacar, lu,"
"Ya tapi kan baru pacar Ci, bukan suami,"
"Terus lu maunya gimana?"
"Pengen tau WR. Kali aja cakep ya kan " jawabku sambil cengengesan.
Entah karena geram atau apa tapi Cici langsung melempar ku dengan sejadah yang tadi dipakainya.
"insyaf, Tiyaaaa..."
3
Waktu menunjukan pukul 9 malam. Cici sudah tertidur selapas solat isya.
Aku? Aku bermain dengan laptop dengan alasan mengerjakan tugas padahal layar laptop masih tetap menampilkan wallpaper nya.
Lagi lagi aku melamun memikirkan pria bernama WR sampai aku tak memperhatikan hp ku yang entah berada dimana.
"Astaga, Arega.." aku teringat pacarku yang mungkin saja mengirimkan pesan padaku. Kucari hp ku yang ternyata berada dibawah kaki Cici.
Benar saja ada begitu banyak pesan darinya, tapi yang paling mengejutkan ku yaitu pesan terkahirnya,
"Kemana sih? Lagi mikirin cowo tadi siang ya yang namanya WR sampe gak sempet bales WA. Yaudahlah maaf udah ganggu. Aku tau kamu pasti lebih milih dia, anak kuliahan. Gak kaya aku cuma buruh pabrik."
Dia selalu begitu, ini bukan yang pertama kalinya dia cemburu berlebihan seperti itu. Walaupun, memang yang dikatakan nya benar. Bahwa aku tengah memikirkan laki laki bernama WR.
"Kamu apaan sih, orang tadi lagi ngerjain tugas,"
Balasku mencari alibi.
"Yakin?" Tanyanya seolah meragukan ku.
"Yaudah, kalo gak percaya,". Entah kenapa saat itu aku tidak perduli dia akan marah atau apa.
"Yaudah, maaf. Aku udah nuduh kamu."
"Iya, gak apa apa. Aku tidur dulu ya, ngantuk." Jawabku berbohong.
"Kok tidur sih? Yaudah deh. Mimpiin aku ya," balasnya disertai emoticon cium.
"Iyaa,,". Jawabku singkat.
Entah kenapa rasanya malam ini aku sedang tidak ingin memimpikan nya. Aku lebih ingin memimpikan laki laki misterius bernama WR.
WR. siapa kamu sebenarnya??
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!