NovelToon NovelToon

Finding Miss Right

Bukan Kisah Cinderella

.,.....

.

.

.

.

.

.

***

Jauh dari Gedung bertuliskan Myrtle. Shazan, seorang gadis dengan peluh di keningnya, mengaduk nasi di kuali yang berukuran agak besar. Ia tengah berada di sebuah kedai makan di pinggir Jalan. Begitu dirasa semua ramuan sudah tercampur sempurna dengan nasi. Ia mematikan kompor, lalu memindahkan nasi tersebut ke atas tiga piring. Setelah menambahkan beberapa aksesoris, Ia membawa ketiga piring tersebut ke meja pelanggan yang sudah kelihatan sangat lapar.

Shazan melirik jam tangannya, pukul 10:00 malam. Setengah jam lagi waktunya menutup kedai. Ia berharap tidak ada lagi pelanggan yang datang. Ibu Sri sipemilik warung, telah pulang sejak pukul 07:00 malam tadi.

Begitu ketiga pelanggan terakhirnya selesai, Shazan segera menutup kedai tersebut dari dalam.

"Sudah ditutup Zan?" Tanya Nina yang keluar dari arah tempat cuci piring, sesama pekerja di kedai Bu Sri.

"Iya.. "

Kedai itu terdiri dari dua lantai. Mereka berdua menempati sebuah kamar di lantai dua. Nina lah yang membawanya berkerja di kedai Bu Sri. Shezan berpikir jika tidak memiliki tempat tinggal, berkerja di tempat yang menyediakan tempat tinggal akan sangat menguntungkan.

Shazan, mengambil ponselnya. Ditatapnya layar benda mungil tersebut. Sudah seminggu Ia mengirimkan lamaran serta portofolionya. Belum ada email balasan yang masuk. Ia lulusan tata busana tiga tahun yang lalu. Namun, sudah dua tahun Ia terjebak menjadi karyawan kedai makan. Pagi hari Ia berkerja sebagai tutor di tempat kursus menjahit.

Malam ini Ia sangat lelah, berkerja siang dan malam tidak juga membuatnya memiliki uang yang banyak. Ia membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur. Diliriknya Nina yang sudah terlelap disebelahnya. Ia bertemu dengan Nina di Panti Asuhan. Sejak itu entah mengapa mereka menjadi akrab. Nina tidak memiliki saudara, bahkan Ia tidak tahu siapa kedua orang tuanya. Beda dengan Nina, Shezan memiliki saudara yang Ia kenal. Paman dan Bibi, saudara dari Ayah dan Ibunya. Ia mengenal mereka, namun mereka tidak peduli dengan Shezan. Setelah kepergian Ayahnya, tidak ada satupun saudara Ayah atau Ibunya yang bersedia mengutipnya. Bahkan ketika Ibu tirinya memaksanya menikah dengan pria tua beristri, Paman dan Bibi nya mendukung itikad jahat Ibu tirinya itu. Setelah Shezan menikah, maka otomatis tanggung jawab mereka terhadap Shezan sudah lepas.

Shezan menarik nafas panjang. Tubuh lelahnya tidak membuatnya mengantuk. Pikirannya jauh mengingat kilas balik hidupnya. Ayahnya menikah lagi setelah Ibunya meninggal dunia. Ia hidup bersama dengan Ibu tiri dan dua orang saudara tiri. Sekilas, terdengar mirip dengan kisah Cinderella. Ia berharap kisahnya berakhir seperti kisah Cinderella.

Bukan membawa undangan pesta dansa, Ibu tiri nya justru menyerahkan warisan hutang Ayahnya. Demi melunasi hutang Ayahnya, Ia harus menikahi Sipemberi pinjaman. Pria tua yang sudah beristri dan beranak empat. Terimakah Ia dengan akhir kisah seperti itu? Tidak, Ia kabur.

Jika tidak ada Ibu peri dan pangeran tampan, setidaknya akhir kisahnya tidak boleh berakhir dipelaminan saat usianya masih 14 tahun. Dengan membawa seluruh uang simpanan peninggalan Ayahnya, Shezan pergi jauh meninggalkan kampung halamannya. Hingga saat ini Ia tidak tahu bagaimana kelanjutan hutang Ayahnya. Jika harus melunasi hutang, Ibu tirinya bisa menjual rumah peninggalan Ayahnya yang tengah mereka tempati. Ia tidak ingin berkorban seorang diri.

tring..

Sebuah notifikasi email masuk, muncul dilayar.

Seketika hilang rasa lelah Shazan melihat email masuk dari Myrtle. Ia membayangkan melihat pintu harapan terbuka lebar di depannya. Dari dalam muncul kilauan cahaya emas.

Myrtle adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industri pakaian, sepatu, dan tas. Shezan ingin menjadi salah satu designer di sana. Ia bermimpi suatu hari dapat memproduksi pakaian dengan label nya sendiri.

Interview

Shezan memastikan kembali kerapian pakaian yang membalut tubuhnya. Ditatapnya lekat-lekat pantulan wajahnya di cermin. hmm apa perlu pakai lipstik? Ia ingin mewarnai bibirnya, namun apa daya Ia tidak memiliki benda mungil berwarna tersebut.

"Nin.. lipstik mu masih ada nggak?" tanya nya pada Nina yang masih menempel di kasur.

"Itu di laci, " jawab Nina tanpa menoleh.

Mengikuti petunjuk Nina, Shezan membuka laci meja dihadapannya. Begitu menemukan benda mungil tersebut, Ia mengoleskannya ke bibirnya.

Hari ini Shezan akan mengikuti interview di Myrtle. Setelah puas dengan penampilannya, Ia pun bergegas pergi meninggalkan Kedai.

Ia menghentikan sebuah angkot yang lewat di depannya. Di dalam angkot sudah penuh dengan penumpang. Hanya tersisa satu tempat duduk, di sebelah ibu-ibu yang memangku anaknya. Tidak mungkin untuk menunggu angkot selanjutnya, Shazan memutuskan menaiki angkot tersebut, dan duduk di sebelah ibu-ibu tersebut. Angkotpun melaju dengan kecepatan maksimum.

Tanpa disadari Shezan, setetes dua tetes es krim jatuh di atas rok hitam yang Ia kenakan.

"Maaf mbak.. jadi kena roknya, " refleks si Ibu menjauhkan es krim yang dipegang anaknya dari Shezan.

" .. ng.. " Shezan tidak tahu harus berkata apa. Ia memilih pasrah menerima roknya kotor.

Begitu tiba di Gedung Myrtle, Shezan langsung berlari mencari toilet. Ia harus membersihkan rok nya terlebih dahulu. Tanpa sadar, Ia hampir terlambat. Usai membersihkan roknya, Ia berlari menuju lift yang pintunya terlihat terbuka. Namun, begitu Ia hendak masuk ke dalam lift, pintu lift tertutup, meninggalkan Shezan seorang diri.

ting..

pintu lift di depannya kembali terbuka.

Nasib baik masih berpihak kepadanya. Ia berpikir seseorang yang ada di dalam lift pasti melihat nya dan berbaik hati membuka kembali pintu liftnya.

"Terima kasih, " Ucap nya tersenyum senang setelah masuk ke dalam lift tersebut. Nafasnya masih bergerak cepat, efek habis berlari.

Senyum Shezan tidak berlangsung lama. Hanya ada dua orang di dalam lift, dan dari auranya mereka bukan orang sembarangan. Shezan perlahan sedikit demi sedikit bergeser menuju ke sudut pintu lift dan berdiri di sana.

ting...

pintu lift terbuka di lantai 5.

"Anda sudah sampai, ruangan interview ada di sebelah kanan, " Ujar Jagdish mengejutkan Shezan.

"Oh.. terima kasih, " ucap Shezan terbata melihat ke arah Jagdish yang tersenyum tipis kepadanya.

Aduh.. kenapa bisa lupa menekan tombol, untung saja ada Bapak tadi. Shezan merutuki kebodohannya sembari berjalan menuju ruang interview.

Sepeninggalan Shezan, masih di dalam lift, Jagdish langsung mentertawakan aksi Farras yang membuka kembali pintu lift untuk orang tidak dikenal. "Apa Anda sudah bisa berbuat baik?"

"hmm.. " Farras bergeming, Ia tidak memperdulikan komentar Jagdish.

Jagdish menghentikan tawanya, "Apa Anda berencana untuk melukai gadis tadi?" Tanya Jagdish dengan ekspresi serius. "Jika Ia, Saya akan berhenti menjadi asisten Anda!" Seru Jagdish mengancam.

Farras tidak memperdulikan olokan Jagdish. Saat ini jantung nya masih berdetak dengak kencang. Ia masih terkejut dengan apa yang barusan Ia lihat. Apakah Aku menemukannya?. Pikiran itu terus besuara di kepalanya.

***

"Mengapa tiba-tiba Anda tertarik dengan seorang gadis?" Tanya Jagdish yang mulai penasaran, setelah Ia memberikan data Shezan yang diminta Farras. "Ingat Anda harus menahan keinginan Anda untuk melukai orang lain." Ucap Jagdish mengingatkan Farras.

Farras, mengalihkan pandangannya dari layar tablet. Ia melihat ke arah Jagdish, dan menatapnya dengan serius.

Yang dipandang dengan Intens olehnya itu, segera beranjak dari duduknya di depan meja Farras. "Jika Anda melihatku seperti itu, Saya akan benar-benar percaya jika Anda menyukai Pria, " gurau Jagdish bergidik ngeri.

"Jangan khawatir, kau bukan tipeku," Ujar Farras datar.

"Oke"

"Aku menemukannya.." terang Farras.

"Siapa? gadis yang di lift tadi?" selidik Jagdish.

"hmm"

"Apa benar dia gadis yang Anda cari? sepertinya Ia tidak mengenali Anda. "

"Entahlah, Aku juga tidak begitu yakin." Farras menatap ke arah jendela besar diruangannya, melihat pemandangan luar.

***

Shezan melangkah tidak bersemangat menuju Kedai tempat Ia bekerja. Tanpa menunggu pengumuman hasil interview itu, Ia sudah tahu bagaimana nasibnya.

Disini kami tidak merekrut seseorang untuk belajar. Perkataan dari pewawancara terngiang-ngiang di kepalanya. Bahkan ada yang meremehkan ijasahnya. Shezan mengakui dengan baik, Ia tidak memiliki pengalaman yang cukup dibidang fashion design. Ia pernah beberapa kali ikut pameran ketika masih seorang mahasiswi. Tidak ada yang tertarik dengan karyanya. Siapa juga yang mau memperkejakannya?

"Bagaimana? lancar? " Sambut Nina begitu melihat Shezan tiba di kedai.

Shezan menggeleng. Ia segera menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Ia harus semangat kembali bekerjasama dengan kuali, dan mengisi pundi-pundinya.

****

Di sebuah restoran elit, Farras duduk dengan tenang menatap layar ponselnya di salah satu kursi di restoran tersebut.

"Maaf, sudah lama?" suara lembut seorang wanita berdiri di depan Farras. Tanpa persetujuannya, wanita itu duduk di hadapan nya.

Farras mematikan layar ponselnya. Dihadapannya kini telah hadir seorang wanita yang entah ke berapa yang sudah diperkenalkan Ibunya.

Dilihatnya wanita itu, seorang wanita yang berwajah menyeramkan tengah duduk di depannya, cukup menyeramkan untuk membuat seseorang tidak bisa tidur selama tiga hari. Wanita itu bukanlah makhluk halus, jin, dedemit, setan atau sejenisnya. Wanita itu adalah manusia biasa, yang menurut penilaian sesama manusia, wanita itu cantik, sangat cantik.

Yang salah adalah penglihatan Farras. Ia sudah cukup terbiasa dengan apa yang selalu Ia lihat. Sejak 20 tahun yang lalu, hingga sekarang, kutukannya belum menghilang. Semua wanita akan tampak menyeramkan matanya. Dan itu membuatnya sangat tidak nyaman.

Wanita itu mengangkat tangannya memanggil pelayan. Ia hanya memesan minuman. Baginya tidak ada makan setelah makan. Ia harus menjaga bentuk tubuhnya. Setelah memberi tahu pelayan minuman yang ingin Ia minum sore ini, Ia melihat ke arah Farras. Meng-scan pria yang dikenalkan dengan kepadanya.

Mulai dari bawah, kedua kaki memakai slip on sneaker, mengenakan celana jeans dan kaos polos o-neck , sebuah jam tangan sporty melingkar dipergelangan tangan. Wanita itu lanjut memindai bagian kepala Farras. Bagian dagu, seperti sudah dua minggu tidak bercukur. Pada bagian paling akhir, Apakah itu sebuah hairstyle atau memang tidak disisir sama sekali ?

Sudah 5 menit berlalu. Baik Farras maupun wanita itu, tidak ada yang mulai bersuara. Wanita itu sudah bisa merasakan, pria yang duduk di depannya sama sekali tidak tertarik dengannya. Pandangan yang diberikan Farras kepadanya melukai harga dirinya. Wanita itu cukup percaya diri dengan kecantikannya. Jika harus ada penolakan, maka Ia yang harus menolak. Wanita itu meneguk sisa minumannya hingga habis, dan meninggalkan gelas kosong.

"Maaf, Saya ada urusan penting lain. Permisih." Wanita itu berdiri dan mengambil tas nya, kemudian bergerak meninggalkan Farras.

Sebelum berjalan pergi, wanita itu berbalik dan tersenyum. "Oh..iya, jangan menghubungi saya lagi!"

Beberapa orang yang ada di restoran itu memandang iba kepada Farras, sekaligus tidak percaya dengan apa yang mereka dengar dan lihat. Mereka mulai berbisik. Bahkan ada yang diam-diam memoto untuk dijadikan IG story

Seorang pria tampan telah dicampakkan sore ini.

Farras tersenyum samar memandang kepergian wanita itu.

***

Kesepakatan

Di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, cukup untuk meletakan meja oval dengan 20 kursi. Hanya empat orang yang menduduki kursi-kursi tersebut. Salah satunya adalah Farras yang duduk di ujung sebelah kanan. Di ujung yang berhadapan dengan Farras, duduk dua pemuda yang berusia sekitar 20 tahunan. Sementara Jagdish duduk di ditengah-tengah.

Mereka semua sedang memperhatikan seorang pria muda mempresentasikan prototype aplikasi yang sedang Ia kembangkan bersama timnya.

"Saya yakin aplikasi ini dapat diterima oleh masyarakat," Pria itu menutup presentasinya.

"hmm.." Farras dengan tenang berdiri dan meninggalkan ruangan tersebut.

Pemandangan itu membuat ketiga pemuda terbengong. Apakah yang terjadi? apakah calon investor ini tidak tertarik dengan aplikasi yang mereka kembangkan?. Ada raut kekhawatiran di wajah mereka.

Jagdish tersenyum tipis. Baginya itu adalah hal yang biasa, boss nya memang tidak suka berbicara banyak.

"Kami akan memberi keputusan besok," Ujar Jagdish ramah kepada ketiga pemuda tersebut.

Jagdish menyusul Farras, meninggalkan ketiga pemuda itu di dalam ruangan.

"Apa benar dia gay? " salah seorang membuka suara sembari membereskan berkas mereka yang berserak di atas meja.

Meski tanpa menyebutkan nama, kedua temannya tahu siapa pria yang dimaksudkan. Mereka saling melirik melihat wujud masing-masing. Dan serentak saling mentertawakan diri sendiri. Tanpa berkomentar lebih lanjut, mereka paham betul. Mereka bertiga juga jomblo kronis tetapi tidak ada yang mengosipkan mereka adalah gay. Kini mereka menyadari ada perbedaan yang jauh diantara mereka dengan Farras. Jika Farras yang memiliki tinggi badan 185cm mendapat point 8 untuk ukuran ketampanan, maka mereka bertiga mendapat point 2.

***

"Sayang sekali, Shezan tidak bergabung dengan Myrtle," Jagdish memberi informasi kepada Farras. Ia berinisiatif mencari tahu hasil seleksi karyawan kemarin tanpa diberi perintah.

"hmmm." Informasi yang diberikan Jagdish membuatnya bergeming, Ia masih dengan sikap tenangnya duduk di kursi kebesarannya memainkan prototype aplikasi yang dipresentasikan pemuda tadi.

tring..

Sebuah pesan masuk ke ponsel yang tengah dipegang Jagdish. Pesan dari sekertaris pribadi Farras.

Setelah membaca pesan tersebut, tanpa permisi, Jagdish pergi keluar ruangan Farras.

Tidak sampai lima menit. Jagdish sudah kembali. Ia membawa beberapa dokumen. Dan meletakan dokumen itu di atas meja Farras.

"Saya ingin berhenti menjadi perantara sekertaris dan Anda!" Seru Jagdish.

Jagdish duduk bersandar dikursi. Sengaja Ia menunjukkan sikap protesnya. Agar Boss-nya bisa lebih manusiawi dengan lingkungannya. Ia sudah mengenal lama pria psikopat di hadapannya. Pria itu masih sama seperti dulu, tidak sedikitpun menunjukkan perubahan.

"Beritahu dia untuk membuat surat perjanjian!" perintah Farras, mengabaikan pertanyaan Jagdish. Ia sudah memutuskan untuk berinvestasi pada perusahaan yang tengah dirintis ketiga pemuda tadi.

"Baiklah.." Ujar Jagdish.

Ia lalu mengirimkan pesan kepada sekertaris pribadi Farras. Ia lagi malas untuk bergerak menjadi juru bicara Farras saat ini.

Jagdish

Masuk ke ruangan now.

Sekertaris

Baik Pak.

Jagdish menaikan merapatkan kedua alisnya membaca pesan pernyataan setuju. Sekertaris sebelum-sebelumnya memilih untuk mengundurkan diri daripada harus bertemu dengan Farras. Bagi mereka bertemu dengan Farras sama saja dengan menggali kuburan sendiri.

tok.. tok... tok...

Setelah ketukan ketiga, seorang pria membuka pintu dan masuk dengan penuh kehati-hatian. Diyakini dia adalah sekertaris pribadi Farras .

Farras melihat ke arah sekertarisnya dengan ekspresi dingin. Dan kemudian raut wajahnya menunjukkan ketidaksukaan.

Sekertaris itu mencoba berpikir apa kesalahannya. dilihatnya Farras sedang memegang dokumen yang dia titipkan kepada Jagdish. Apakah ada susunan laporannya yang salah?

"Anda dipecat." Farris bersuara.

Baik si sekertaris maupun Jagdish. Keduanya sama-sama terkejut.

Jagdish menepuk jidat nya, "Seharusnya saya tidak menyuruh nya datang kemari." guman Jagdish menyesali perbuatannya.

Jagdish mengikuti apa yang dilihat Farras. Terlihat ID card yang terpasang di baju sekertaris nya agak miring sedikit. Ia menghela nafas.

"Maafkan saya, saya akan memberikan pesangon yang pantas untuk Anda." Ujar Jagdish kemudian penuh penyesalan kepada sekertaris tersebut, dan membiarkannya meninggalkan ruangan.

Sekertaris itu pergi tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia takut hal itu akan menambah kesalahannya. Sedangkan diam saja, dia sudah mendapat kesalahan.

Farras tetap dengan sikap tenangnya membaca dokumen di mejanya. Siapapun yang melihatnya pasti akan murka dan mengutuknya.

"Jika begini terus, tidak heran semakin banyak orang yang mengutuk Anda." Sesal Jagdish.

"hmmm." Farras tampak tak peduli.

***

Jika bukan karena tergiur dengan gaji yang besar, Jagdish tidak akan mau berkerja dengan Farras. Ia tidak memiliki jam kerja yang jelas. Harusnya Ia menikmati malam berdua dengan kekasihnya nomor dua diakhir minggu seperti ini. Namun, kini Ia harus tetap bekerja.

Farras tidak tahu, apa yang harus Ia pesan saat melihat menu yang diberikan Nina. Kebingungan Farras dapat dengan mudah terbaca oleh Jagdish.

"Ifumie dua, Jus jeruk dua." Jagdish berinisiatif memesan makanan untuk dirinya dan Farras.

"hmm." Farras bernafas lega berhenti membaca menu. Dan kembali melihat ke arah Shezan yang tengah asyik memainkan spatulanya.

Nina mengulang kembali pesanan Jagdish sebelum meninggalkan mereka berdua.

"Seperti apa wajahnya?" tanya Jagdish memastikan apakah yang dilihat Farras persis sama dengan yang Ia lihat.

Hanya Jagdish, yang mengetahui tentang kutukan yang dialami Farras. Meskipun Jagdish adalah double agent. Ia tidak memberitahu hal ini kepada Ibu Farras. Karena tugasnya hanyalah mengatur kencan buta Farras, dan menyampaikan perkembangannya.

"Normal," Farras menggambar wajah Shezan dengan satu kata. Saat melihat Shezan, Ia sangat terkejut. Shezan terlihat tidak seperti wanita yang biasa dilihatnya.

***

Sudah 3 malam berturut-turut Farras dan Jagdish mengunjungi Kedai di mana Shezan berkerja. Mereka tidak melihat sesuatu yang mencurigakan dengan Shezan. Jagdish memohon kepada Farras untuk memberinya cuti di hari ini. Sudah tiga hari tiga malam Ia tidak bertemu dengan kekasihnya no 2. Dan pemantauan mereka juga tidak mengalami perkembangan.

Namun sebaliknya, Shezan dan Nina melihat sesuatu yang mencurigakan dengan dua pelanggan mereka yang selalu datang selama tiga malam berturut-turut. Kedua pelanggan itu selalu datang tepat pada pukul yang sama dan memesan menu yang selalu sama. Dan setiap kedatangan mereka warung Bu Sri akan sepi pengunjung.

"Apa menurut mu, mereka akan datang lagi nanti malam?" tanya Nina.

"Entahlah.. "

"Apa mungkin mereka sedang menyelidiki resep ifumie Bu Sri?".

" hmm bisa jadi. " Shezan berpikir ini hal yang sangat serius.

Sementara itu, di suatu ruangan tertutup. Bu Sri yang mereka khawatirkan resepnya akan dicuri tampak sedang menandatangani sebuah kesepakatan yang dibuatnya bersama Jagdish. Pelanggan yang mereka curigai.

***

Saat malam tiba, waktu menunjukkan pukul 08:15 malam. Nina dan Shezan kompak melihat ke arah pintu masuk Kedai mereka.

Mereka tidak melihat kedatangan pelanggan yang mencurigakan itu. Hingga waktu sudah menunjukkan pukul 10:00 malam, dengan berat hati mereka menutup Kedai. Sesekali Nina mengedarkan pandangannya ke sekitar Kedai. Ia masih berharap kedua pelanggan itu datang. Meskipun mereka mencurigai kedua pelanggan tersebut, tidak dipungkiri melihat pelanggan tampan dapat mengurangi sedikit lelah mereka

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!