Seorang perempuan muda, berusia 18 tahun, bertubuh mungil dan berwajah manis. Tengah berada di salah satu ruang bersalin yang berada di sebuah Rumah Sakit swasta di Daerah Jakarta Selatan.
Dialah Lala Kamila, perempuan yang menikah saat usianya 17 tahun, atau lebih tepatnya saat dia belum lama lulus sekolah SMA. Dia dijodohkan dengan seorang pria dewasa berwajah tampan, berlesung pipi cukup dalam, membuat tampangnya terlihat sangat manis. Pria itu bernama Ilham Wijaya Saputra, berusia 32 tahun. Selain dewasa, dia pun sudah mapan tentunya.
"Ahh ... Bunda! Perut Ade sakit banget. Ade benar-benar nggam tahan, Bun," ucap Lala.
"Ade tarik napas dalam, dan keluarkan, ya, Sayang. Ade harus kuat, Nak," ucap Santi, bunda Lala.
"Ini benar-benar sakit, Bun. Perut ade rasanya kayak diremas-remas. Ade mau melahirkan caesar aja, Bun. Nggak mau normal. Ini sakit banget, ade nggak kuat," ucap Lala.
"Huss ... Ade ga boleh bilang gitu. Yang caesar aja mau lahiran normal, Ade justru mau caesar. Ade harus kuat demi anak Ade," ucap bunda Santi.
"Uuhhh ... Tapi ini sakit banget, Bun. Kenapa harus sesakit ini, sih, mau lahiran aja? Padahal bikinnya kan enak, cuma sakit pas malam pertamanya aja. Tapi nggak sesakit ini. Ini semua gara-gara Mas Ilham nih. Awas aja kalau nanti dia sampe sini, mau ade marahin!" ucap Lala sambil menahan rasa sakit.
Bunda Santi hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ucapan Lala sambil terus menyemangati dia agar tetap kuat.
Tak lama, datanglah seorang Dokter cantik yang akan memeriksa kondisi Lala.
"Dok, kapan ini dede bayinya lahir? Lala sudah nggak kuat. Ini sakit banget," ucap Lala.
"Sabar, ya. Baru pembukaan 4 kok. Dinikmatin aja prosesnya," jawab Dokter dengan senyum manisnya.
"Uhh ... gimana mau nikmati, sih? Ini sakit banget, Dok. Kenapa nggak caesar aja sih, Dok? Lala mau caesar aja, ya, Bun," ucap Lala sambil merengek dan memegang tangan bunda Santi.
"Ade jangan bilang caesar terus, nanti kalau beneran di caesar, gimana? Amit-amit ih. Lagian caesar itu sakitnya lama, kalau normal sakitnya cuma sebentar aja. Iyakan, Dokter?" ucap bunda sambil melihat sang Dokter.
"Iya, betul. Kalau caesar sakitnya bisa sampai bertahun-tahun, lho ... Emang Mbak-nya mau sakitnya lama?" tanya Dokter.
"Enggak mau," ucap Lala sambil menggelengkan kepalanya.
"Dimana suaminya, Bu?" tanya Dokter pada bunda Lala.
"Masih dijalan, Dok. Karena dia dari luar kota," ucap bunda Lala.
Dokter mengangguk.
"Lebih baik, nanti suaminya ya, Bu, yang menemani saat melahirkan. Biar si Mbak-nya semakin kuat," ucap Dokter.
"Iya, Dok," ucap bunda Lala.
***
Dua jam kemudian, tetapi Lala masih pembukaan enam. Dia sudah sangat kesakitan, bahkan sesekali dia tak sengaja mengejan, padahal Dokter mengatakan jangan mengejan dulu karena bisa menyebabkan kepala bayi menjadi lonjong. Namun, Lala sama sekali tidak memperdulikannya karena memang itu terjadi begitu saja.
Tak lama kemudian Ilham datang dengan keringat yang mengalir di dahinya.
Ya, Ilham suami Lala. Pria tampan, berkulit putih bersih, berlesung pipi, bertubuh kekar dan tinggi. Bahkan sangat tinggi di banding Lala yang hanya sebahunya Ilham. Ilham begitu gemetar melihat Lala sedang tidur di brankar Rumah Sakit dengan posisi tidur menyamping menghadap ke sebelah kiri. Wajahnya terlihat begitu pucat.
"Hah ... Gimana keadaan ade? Apa sakit, Sayang?" tanya ilham sambil memegang tangan Lala.
"Hiks ... hiks ... hiks ... Akhirnya Mas datang, perut Lala sakit banget, Mas. Ini semua gara-gara Mas, Mas jahat biarin Lala kesakitan!" kesal Lala.
"Mas minta maaf, Sayang. Ade harus kuat, ya," ucap Ilham cemas.
"Ini semua gara-gara, Mas. Gara-gara Mas ngajakin ade behadang terus hampir setiap malem," ucap Lala di sela isak tangisnya.
"Iya, Sayang. Habis gimana, dong? Mas nggak tahan kalau lihat Ade. Lagian kan Ade juga suka, justru Ade yang suka naik ke atas tubuh Mas lebih dulu," ucap Ilham sambil terus memegang tangan Lala.
Tanpa mereka sadari ada Bundanya Lala dan sudah ada Dokter yang datang.
"Ehheumm ... Saya cek dulu ya, sudah pembukaan berapa?" ucap Dokter.
Dokter memeriksa keadaan Lala dan masih pembukaan enam. Saat akan memeriksa detak jantung Bayi nya tiba-tiba.
Dasshh ...
"Ahh ... Mas, kayanya ada sesuatu yang pecah deh, di area sensitif Ade," ucap Lala.
"Dok, bagaimana ini?" tanya Ilham panik.
Dokter kembali memeriksa Lala dan ternyata sudah pecah air ketuban.
"Sudah pecah air ketubannya. Tetapi masih pembukaan enam, belum pembukaan lengkap. Kita tunggu sebentar lagi sampai pembukaan lengkap, ya," ucap Dokter.
Lala menggeleng kan kepalanya, rasanya dia sudah tidak kuat menahan sakit.
"Lala udah ga kuat, Lala mohon bantu Lala sekarang, Dok," ucap Lala memelas.
Akhirnya Dokter mengangguk dan datanglah dua orang suster yang akan membantu Dokter.
"Baik lah, siapa yang akan mendampingi Mbak Lala di sini? Ibu atau Mas, Suaminya?" tanya Dokter.
Bunda Lala dan Ilham saling tatap, Ilham menelan air liurnya dengan susah payah. Sungguh dia tak tahan melihat istrinya kesakitan tetapi dia juga harus kuat agar bisa menyemangati Lala.
"Saya saja, Sok. Bunda istirahat dulu aja. Bunda sudah dari tadi jagain Ade, pasti Bunda lelah," ucap Ilham dan diangguki oleh bunda.
"Baiklah, ayo Mbak Lala, kita mulai. Ikuti instruksi Saya, ya. Tarik napas dalam-dalam, dan mulai mengejan panjang," ucap Dokter.
Lala pun menarik napas dalam-dalam
"Eeuuuuuuhhhhhhh ... Huh, Lala nggak kuat, Dok," ucap Lala dengan nafasnya terengah-engah.
Ilham semakin cemas, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Dia tak tahan melihat istrinya tersiksa seperti itu.
"Ayo, Ade harus kuat, ya. Demi dede bayinya, Sayang. Demi anak kita," ucap Ilham sambil terus menggenggam tangan Lala, mencoba memberi kekuatan pada Lala.
"Ayo, Mbak. Mengejan lagi! Mbak pasti bisa!" ucap Dokter.
Sekali lagi Lala menarik napas dalam-dalam.
"Euuuuuuuhhhhhhhhhhhhhhhh ..."
Brugh ...
Ilham ambruk alias pingsan.
Ilham memang sudah sejak tadi merasakan lemas dan keringat dingin melihat Lala kesakitan, ditambah melihat Lala mengejan dengan sekuat tenaga ilham pun tak dapat lagi menopang berat badannya. Dia sungguh lemas dan akhirnya tumbang juga.
Dokter melihat sejenak kearah ilham dan menyuruh satu susternya mengurus ilham dulu dan membawanya ke UGD.
'Aduh ... Kenapa Mas malah pingsan, sih,' batin Lala.
Beberapa menit kemudian..
Oek ... Oek ... Oek ...
Akhirnya bayi mungil perempuan yang begitu merah lahir ke Dunia. Lala menatap bayinya dengan penuh haru dan memeluknya dengan penuh kasih sayang. Bayi itu menangis begitu kuat di pelukan Lala, bahkan sampai terdengar keluar ruangan. Bunda Lala yang mendengar tangisan bayi langsung mengucap syukur akhirnya cucunya telah lahir.
"Akhirnya Lala jadi seorang ibu," gumam Lala, dan meneteskan air matanya.
"Berat badannya 3 Kilogram, dan tinggi badannya 50 centimeter, ya, Mbak," ucap Dokter.
"m
Makasih, ya, Dok," ucap Lala.
Dokter mengangguk dan keluar ruangan setelah membersihkan bayinya, meninggalkan Lala bersama bayinya yang kini tidur diatas box penghangat bayi.
Tak lama, bunda Lala masuk dan langsung memeluk Lala.
"Selamat ya, Dek. Sekarang, Ade udah jadi seorang Ibu. Ade harus jadi Istri, dan Ibu yang baik untuk keluarga kecil Ade," ucap sang bunda sambil mengusap rambut Lala.
"Makasih, ya, Bunda. Maafin Ade, ya, kalau Ade selama ini nyusahin Bunda. Ternyata, melahirkan itu sakitnya luar biasa. Pantas aja derajat seorang Ibu itu lebih tinggi dibanding seorang Ayah. Ternyata demi melahirkan nyawa baru, kita bisa sampai mempertaruhkan nyawa sendiri," ucap Lala sambil menangis memeluk bundanya.
Bunda Lala mengangguk sambil terus memeluk dan mengecup rambut Lala.
Pintu ruangan itu terbuka, dan masuklah Ilham. Dia memandangi Lala bergantian dengan bayi yang saat ini sedang tertidur di box bayi di samping Lala.
Dengan tubuh gemetar Ilham melangkah menghampiri Lala.
"A-ade I-ini?" ucap ilham gugup menatap bayinya.
"Iya, Mas. Ini anak kita. Lucu kan? Dia maniskan, kayak Ade? ucap lala tersenyum bahagia.
"Iya manis. Bayi kita begitu manis, sama seperti Ade. Mas nggak nyangka, ternyata sekarang Mas beneran jadi seorang Ayah,"
"Ade juga nggal nyangka bisa jadi seorang Ibu," ucap Lala masih dengan senyum bahagianya.
"Selamat, ya, Nak. Kalian sudah menjadi Orangtua, semoga kalian bisa menjadi Orangtua yang baik untuk anak kalian, dan semoga anak kalian menjadi anak sholeha. Berbakti kepada kedua Orangtuanya, dan berguna bagi agamanya," ucap bunda.
"Permisi!" seorang Suster masuk.
"Apa Bapak, Ayahnya bayi ini?" tanya Suster.
Ilham mengangguk.
"Iya, Sust. Saya Ayahnya."
"Ya sudah. Silahkan diadzani dulu, Pak, bayinya!" ucap suster.
Ilham mengadzani bayinya di telinga kanan dan dilanjutkan dengan komat di telinga kiri.
********
Setelah dua hari di Rumah Sakit, akhirnya Lala dibolehkan pulang ke rumah. Tapi, mereka memilih pulang ke rumah orangtuanya Lala di karenakan bunda Lala khawatir mereka kesulitan mengurus bayi mereka. Apalagi Ilham dan Lala memilih tidak memakai jasa baby sitter untuk menjaga bayi mereka.
***
Beberapa hari kemudian.
"Ih, Bun. Dedenya kecil banget, ya. Ade takut mau gendongnya," ucap Lala memandangi sang Bunda yang tengah memandikan sang bayi.
"Ya, namanya juga bayi baru beberapa hari, Dek. Nanti lama-lama, Ade juga terbiasa," ucap bunda.
Setelah selesai bunda Lala memandikan bayinya, lalu memakaikan pakaiannya.
"Ini, sekarang Ade Asi-in dulu Dedek bayinya, ya!" ucap bunda Lala menyerahkan bayinya.
"Sini ... Sini! Uuhhhh ... Lucunya anak Bunda. Kamu mungil banget, Sayang. Manisnya, Sayangnya Bunda," ucap Lala sambil mengelus pipi bayi mungilnya.
"Aahhhh ... Bunda ... Dada Lala sakit, Bun. Ini kayaknya ASI-nya nggak mau keluar, Bun. Yang sebelah kanan," ucap Lala sambil memegang dada kanannya.
"Lama-lama, nanti keluar Dek. Sering dipompa, ya. Biar terangsang ASI-nya, dan mau keluar," ucap bunda.
"Sini, biar Mas yang bantu pompain, supaya Asi-nya keluar," bisik Ilham ditelinga Lala, membuat Lala menjadi merinding. Entah sejak kapan suaminya itu ada disampingnya.
"Iihhhhh ... Mas jangan gitu dong. Ade kan baru melahirkan!" ucap Lala kesal.
"Memangnya, kenapa kalau Ade baru melahirkan?" tanya Ilham sok polos.
"Iihhhh ... Kan itu Ade masih sakit, Mas. Jadi, belum bisa buat itu," ucap Lala dengan wajah memerah.
"Masa sih, masih sakit?"
Lala mengangguk.
"Yah ... Jadi, kita nggak bisa cepet-cepet buat dede bayi lagi dong, kalau itu ade masih sakit," ucap ilham dengan wajah sok sedih.
Mereka asik berbincang, sampai tak sadar kalau sudah ada tiga orang yang sedang memperhatikan mereka.
"Ehheeumm ..."
Ilham dan Lala meligat ke arah suara tersebut, terlihat mama dan papanya sedang berdiri di depan pintu kamar Lala.
"Mama, Papa?" ucap ilham dan Lala terkejut melihat kedua orangtua Ilham sudah ada di pintu kamar. Pasalnya, baru semalam mamanya mengatakan bahwa mereka akan pulang sekitar tiga hari lagi dari perjalanan bisnisnya.
"Ya, Nak. Mami sudah pulang," ucap mama tersenyum dan menghampiri Ilham juga Lala.
"Kenapa pulang lebih awal, Pa, Ma? Bukannya tiga hari lagi?" tanya Ilham bingung.
"Ya, seharusnya begitu. Tapi kami udah nggak sabar pengen lihat langsung cucu kami. Pengen cepetan gendong cucu. Jadi kami pulang lebih awal," ucap mama Ilham seraya mengelus lembut pipi cucunya yang begitu manis.
"Oh, gitu," ucap Ilham mengangguk mengerti.
"Sini, biar Mama gendong cucu mama!"
Lala menyerahkan bayinya ke gendongan mama mertuanya.
"Uuhhhh ... Sayang, cucunya Oma. Duh ... Lihat, Pa. Ini bayi mirip banget sama Ilham waktu kecil. Apa kamu takut nggak diakui Ayah mu, Dek?" ucap mama Ilham sambil terkekeh geli.
"Iya, Mama betul. Ini mirip banget sama Ilham. Sepertinya, ilham benar-benar bekerja keras," ucap papa tertawa geli sambil menatap ilham.
"Oh, udah jelas dong, Pa. Ilham gitu lho. Lihat aja, gedenya pasti jadi rebutan cowok-cowok. Secara kan, Ilham aja jadi rebutan cewek-cewek. Iya nggak, Yang?" ucap Ilham pada Lala dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Iiihhhhh ... Siapa juga yang ngerebutin Mas. Yang ada, Mas yang ngejar-ngejar Lala terus. Setiap malam Lala dibikin begadang terus," cerocos Lala dengan mulutnya sedikit cemberut.
Semua yang ada di ruangan itupun tertawa mendengarkan ocehan Lala. Ilham menggaruk kepalatya yang tak gatal sambil tersenyum kikuk. Istrinya benar-benar terlalu polos. Meski begitu, itulah yang membuat Ilham jatuh cinta pada Lala. Baginya, Lala berbeda dari beberapa wanita yang pernah dekat dengannya.
"Wah ... Kuat juga kamu, Nak," ucap papa tersenyum geli.
"Itu, sih, kedoyanan, Pa," ledek Lala.
"Kalau gitu, kamu bisa tahan nggak, tuh, nggak begadangin Lala dulu? Ya, kurang lebih, tiga bulan lah, sampe Lala beneran pulih," ucap mama.
"WHAT? Apa, Ma? Tiga bulan?" tanya Ilham terkejut mendengar ucapan mamanya.
"Iyalah. Papamu dulu lebih parah, Mama kasih libur setahun, waktu Mama habis melahirkan kamu," ucap mama.
"HAH?" lagi-lagi Ilham terkejut, apa iya bisa tahan selama itu? Dia bahkan tidak bisa semalam saja tidak menerkam istrinya, rasanya bisa gila kalau harus libur satu tahun lamanya.
"Emang Papa tahan?" tanya Ilham sambil melihat sang papa.
"Sebenernya, Papa nggak tahan, Nak. Apalagi setelah melahirkan Mama mu terlihat semakin seksi. Tapi, ya gitu, setiap Papa minta, Mama selalu bilang belum waktunya. Alhasil Papa kerja sendiri deh buat nuntasinnya," bisik papa dan membuat Ilham tertawa.
'Ada-ada aja,' batin Ilham.
"Oh ya, Nak. Siapa namanya?" tanya papa.
"Masih Ilham diskusikan sama Lala, Pa. Nanti, Insyaa Allah, pas acara aqiqah sekalian diumumin namanya," ucap Ilham.
Sang papa pun mengangguk.
********
Dua bulan sudah usia putri mereka, acara aqiqah pun sudah dilaksanakan.
Nabila Wijaya Saputra, nama yang diberikan untuk putri mereka. Wijaya Saputra diambil dari nama Ilham yang juga adalah nama papanya Ilham.
Kini mereka sudah kembali ke rumah mereka di Jakarta. Lala juga sudah mulai bisa memandikan bayinya dan juga sudah pandai menggantikan popok bayinya. Banyak yang Lala pelajari saat di rumah bundanya, Lala selalu memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan bundanya sehingga Lala dengan cepat mempelajarinya. Namun, Lala tetaplah Lala, dia tetap pada pendiriannya. Lala tetap tidak ingin memakai jasa baby sitter untuk membantu merawat bayinya. Meskipun Ilham selalu membujuknya karena tidak tega melihat Lala yang terkadang kerepotan mengurus bayinya, ditambah setiap malam harus begadang mengurus bayinya.
Seperti malam itu, saat dia sedang makan malam tetapi tiba-tiba Nabila terbangun dari tidurnya. Dengan sigap Lala langsung berlari ke arah kamar Nabila dilantai dua. Dia memilih memberikan Asi untuk bayinya dan meninggalkan makan malamnya. Memberika Asi sambil tiduran di tempat tidur, membuat Lala juga ikut memejamkan matanya, terlihat wajah lelahnya.
Ilham yang penasaran karena istrinya tidak juga kembali kemeja makan pun beranjak menghampiri Lala ke kamar. Dilihatnya Lala yang tertidur dengan masih memberikan Asi pada Nabila. Perlahan ilham mengelus pipi Lala dan membuat Lala terbangun.
"Mas?"
"Iya, Dek. Ade belum habiskan makanan Ade. Ayok, makan dulu. Nabila udah bobo, tuh," ucap Ilham.
Lala mengangguk dan kembali ke meja makan ditemani oleh Ilham.
"Dek!"
"Hmmm ..."
"Kita pakai Baby Sitter aja, ya, buat bantu ngurusin Bila," ucap Ilham yang sedang menatap istrinya tengah melahap makan malamnya.
Lala menghentikan makannya dan menatap ilham.
"Ade kan udah bilang, Nggak usah. Ade bisa urus Nabila kok, Mas," ucap Lala.
"Iya, Mas tahu. Aade bisa, tapi mas nggak tega Ade kayaknya kecapekan gitu ngurusin Nabila," ucap Ilham.
"Pokoknya, Ade nggak mau. Ade mau urus Nabila sendiri. Ade takut Nabila kenapa-kenapa kalau diurusin orang lain. Ditambah lagi, aekarang lagi marak penculikan bayi. Ih ... Ade nggak mau ambil resiko," ucap Lala.
"Tapi, Dek. Nggak semua Baby Sitter kayak gitu. Banyak kok yang jujur. Mas cuman nggak tega lihat Ade kecapekan," ucap Ilham terus meyakinkan Lala.
Lala menggelengkan kepalanya. Dia tetap pada pendiriannya.
"Udahlah, Mas. Nggak usah bahas ini. Pokoknya, Ade tetap pada pendirian Ade. Nggak mau pakai jasa Baby Sitter. TITIK!"
Lala beranjak dari duduknA dan membereskan piring bekas makan malam mereka.
Bukan apa-apa, masalahnya semenjak Lala mengurus bayinya sendiri, dia jadi sering kelelahan dan imbasnya Ilham yang kena pelampiasan. Karena Ilham tahu betul seperti apa sifat istrinya. Saat sedang kelelahan, pasti orang lain kena imbasnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!