NovelToon NovelToon

MEMORY IN WINTER

Meow - Prolog

Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tatapannya tertuju pada sebuah kotak di atas meja. Entah apa yang menariknya, ia bangkit dan duduk di kursi yang menghadap meja. Ada sesuatu yang menyusup ke hatinya, ia pun tidak mengerti hal apa itu. Mungkin ia telah melupakan masa lalunya, tapi ia tidak melupakan betapa dirinya mencintai lelaki itu. Dan ia tahu lelaki itu pun mencintainya.

Ia membuka kotak di hadapannya, matanya melebar. Ada figura foto, itu foto dirinya. Selain foto, ada selembar Koran. Hatinya mulai tidak nyaman. Mimpi buruk yang selama ini menghantuinya seakan ada di depan mata. Ia membaca berita di Koran. Tangannya mulai gemetar, memikirkan apa yang terjadi sebenarnya membuat jantungnya berdebar kencang.

Masih belum yakin, ia mengambil album foto yang terdapat di dasar kotak. Dibuka satu per satu lembar album, ada foto dirinya, foto seorang wanita cantik bertuliskan “ibu”, dan foto….

Ia tidak sanggup berpikir jernih lagi. Segala yang terjadi menusuk hatinya yang terdalam. Kepalanya mulai sakit, tubuhnya kaku. Air matanya mulai mengalir. Air mata kepedihan.

Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ia berpikir untuk pergi dari sana secepat mungkin. Yang dialaminya semua palsu. Tidak sungguhan.

Begitu ia berdiri hendak pergi, sesosok tubuh tinggi sudah berdiri di hadapannya menatapnya tajam.

Meow - 1

MUSIM dingin hampir berlalu. Suasana kota Seoul, Korea Selatan, terasa hampa. Begitulah kira-kira menggambarkan suasana hati seorang gadis yang saat ini termenung memandang langit dari jendela kamarnya.

Seseorang masuk kamarnya. “Nona Hye-Eun… waktunya minum obat.”

Han Hye-Eun menoleh melihat seorang wanita paruh baya mengenakan seragam pelayan. “Kakek sudah pulang?”

“Belum, Nona. Tuan Besar akan langsung berangkat ke Jepang malam ini.”

Yeesha yang bernama asli Han Hye-Eun, menghela nafas dan kembali termangu memandangi rumput hijau di halaman rumahnya. Dari kamarnya di lantai dua, pemandangan terlihat indah namun hati Yeesha yang sedang gundah terasa hitam.

“Nona..”

“Ahjumma , aku ingin sendirian. Pergilah!” seru Yeesha tinggi dan dingin.

Bae-Jung sang pelayan membungkuk dan meninggalkan kamar Nona Mudanya.

Yeesha menatap obat-obatan yang disediakan di meja. Hatinya bergejolak. Diambilnya obat itu dan dibanting keras ke lantai. Untuk apa dia minum obat kalau penyakitnya tak kunjung sembuh?

Pintu kamarnya diketuk.

“Pergi! Aku tidak mau bertemu siapa pun!” teriak Yeesha histeris.

Terdengar suara pintu dibuka. “Ini aku.”

Yeesha terkesiap dan menoleh. Seraut wajah tampan secerah matahari menatapnya dengan senyuman manis.

“Oppa !” Yeesha buru-buru mengambil kain dan menutup kepalanya. Kenapa Shin Jin-Ha datang di saat dia sedang kacau begini?

Shin Jin-Ha berjongkok memunguti obat-obat yang berserakan di lantai. “Ada yang mengganggumu hari ini?”

“Untuk apa kau datang? Bukankah Choco Pastry belum jamnya tutup?” seru Yeesha kesal.

Jin-Ha membawa obat dan berdiri di belakang Yeesha. “Bagaimana aku tenang bekerja sedangkan di sini kau membutuhkanku?”

“Aku tidak butuh siapa pun!” teriak Yeesha.

Melihat gadis itu labil, Jin-Ha tidak banyak bicara. Ia mengusap bahu Yeesha lembut, lalu berbisik pelan di telinga gadis itu. “Ya. Kau tidak membutuhkanku. Tapi aku yang membutuhkanmu. Memikirkanmu membuatku tidak konsentrasi bekerja. Aku jadi sakit karenamu. Katakan padaku, aku harus melakukan apa agar penyakitku sembuh? Melihatmu sudah merupakan obat untukku.”

Hati Yeesha tersentuh, namun ia malu bertatap muka dengan Shin Jin-Ha yang sudah resmi 3 bulan lalu menjadi kekasihnya.

“Yeesha, ijinkan aku melihatmu lebih dekat.”

Yeesha menggeleng, air matanya tak tertahan. “Jangan lihat aku, Oppa. Aku malu sekali.”

Jin-Ha membalikkan tubuh Yeesha menghadapnya, lalu membuka kain yang menutup kepala Yeesha pelan-pelan. “Kenapa harus malu pada kekasihmu?”

Tangis Yeesha meledak, dan pasrah Jin-Ha melihat keadaannya sekarang.

Segera saja Jin-Ha menarik gadis itu dalam pelukannya. Tangannya mengusap kepala Yeesha yang rambutnya menipis karena rontok.

Tidak ada yang perlu dikatakan lagi.

Yeesha terpukul dengan keadaannya sekarang.



Hidup Han Hye-Eun, atau Yeesha, gadis berumur 18 tahun ini tidak semujur gadis-gadis sebayanya. Masa remajanya dilewati suram, ia bersedih dengan keadaannya yang makin memprihatinkan. Tubuhnya kurus, kulitnya pucat, rambutnya rontok karena penyakit kanker otak yang dideritanya.

Sejak orangtuanya meninggal karena kecelakaan ketika dirinya masih duduk di bangku SD, Yeesha tidak memiliki siapa pun selain kakeknya, Han Hye-Sung, pengusaha ternama di Korea Selatan.

Yeesha lahir di Korea Selatan. Ibunya orang Korea asli, sedangkan ayahnya asli Indonesia. Sejak kecil Yeesha tinggal di Indonesia, ketika orangtuanya bercerai. Dan ketika orangtuanya bertengkar memperebutkan hak asuhnya, terjadilah kecelakaan mobil yang menewaskan keduanya.

Setelah orangtua Yeesha meninggal, Yeesha yang sebatang kara dibawa oleh kakeknya ke Seoul, Korea Selatan. Ketika sekolah menengah, Yeesha tidak memiliki teman karena bahasa Koreanya yang canggung dan dia mulai sakit-sakitan. Ketika memasuki SMA, Yeesha harus menerima kenyataan pahit ketika divonis kanker otak. Sejak itu dia tidak melanjutkan sekolahnya dan harus berpuas diri mengikuti home schooling.

Makin hari penyakitnya semakin parah. Dia tidak bisa melanjutkan kuliah karena rambutnya makin hari makin menipis, dia malu bertemu orang.

Han Hye-Sung mengupayakan segala cara untuk kesembuhan cucunya. Ia amat menyayangi Yeesha cucu satu-satunya, dan pewaris tunggal perusahaan Han. Dan Han Hye-Sung akan melakukan apa pun agar Yeesha sembuh.

Yeesha sudah kehilangan semangat hidup.



“Oppa untuk apa kita ke sini?” tanya Yeesha sambil lihat kanan-kiri.

“Daripada kau jenuh, lebih baik kita berkencan,” jawab Jin-Ha hangat.

Yeesha merapatkan topi wolnya. Suasana taman cukup ramai. Cuaca tidak begitu dingin, sore sudah tampak dari lalu-lalang orang yang pulang bekerja.

“Duduk sini.” Jin-Ha membersihkan bangku taman.

Yeesha terlihat kikuk, terus merapatkan topinya, agar kepalanya yang hampir botak tertutupi.

“Aku bawakan sesuatu untukmu.” Jin-Ha membuka kotak kue.

“Kue apa ini?”

“Strawberry Rainbow, ini kreasi terbaru Choco Pastry. Aku ingin kau mencobanya lebih dahulu.”

Yeesha tersenyum kecil dan mencicipi kue yang penuh serpihan coklat berwarna pink. “Ini manis.”

Jin-Ha tersenyum. “Sesuai dengan perasaanku setiap melihatmu.”

Mata bening Yeesha memandang Jin-Ha berkaca-kaca. Sungguh beruntung di tengah keterbatasannya dia memiliki lelaki yang begitu mencintainya walau kondisinya saat ini di ambang akhir.

Dia jadi teringat ketika pertama kali bertemu dengan Shin Jin-Ha.

4 bulan yang lalu ketika dokter memvonis usianya hanya tinggal 6 bulan lagi, dunia terasa hancur. Disaat frustasi, dia melarikan diri dari rumah sakit tempatnya dirawat. Berjalan tak tentu arah di jalanan kota. Langkahnya lunglai tidak bertenaga, ia melupakan semua impian dan cita-citanya. Dia berjalan mengikuti ke mana kakinya ingin melangkah.

Langkahnya terhenti memandangi toko bertulisan Choco Pastry. Melihat kue-kue lucu yang dipajang dalam kotak kaca membuatnya lapar, namun dia tidak punya uang untuk membeli, jadi hanya melihat dan menelan ludah, lalu berlalu dari sana.

Karena capek ia duduk di bangku taman tak jauh dari toko. Tubuhnya lemas tak bertenaga. Mengingat hidupnya tak lama lagi, membuat senyumnya menghilang. Tidak ada lagi keceriaan pada wajah seorang Yeesha, cucu tunggal Han Hye-Sung, dan pewaris tunggal perusahaan Han.

Dia mengingat masa kecilnya yang bahagia. Dulu dia suka sekali menari. Jika sekolahnya mengadakan acara dia selalu berpartisipasi menyumbangkan tariannya. Ayah yang selalu setia menemani ketika dirinya pentas. Semua beranggapan masa depan Yeesha adalah menjadi seorang penari professional. Namun ketika dirinya divonis sakit, semua mimpi itu dipupusnya. Jangankan menari, berdiri lama-lama tanpa obatnya pun dia tidak sanggup.

Mengingat itu semua membuat kepalanya makin sakit, sampai tidak sadar tubuhnya sudah basah tersiram air hujan. Tubuhnya mulai menggigil, namun dia tidak bisa merasakan apa-apa selain dingin.

Ketika itulah ia merasakan tubuhnya terlindungi dari hujan. Begitu menoleh, ada seorang pria memegang payung memayunginya. Pria itu bertubuh tinggi, memakai sweater dan celana jeans santai. Rambutnya hitam lebat, matanya hitam, hidungnya mancung, kulitnya putih, dan berdagu lancip. Pria yang tampan. Dan ketika pria itu tersenyum, Yeesha menyadari senyum pria itu begitu manis.

Mereka berkenalan di sore yang indah itu. Yeesha mengetahui pria bernama Shin Jin-Ha pemilik toko Choco Pastry tempatnya tadi mematung. Jin-Ha berumur lima tahun lebih tua darinya, baru lulus kuliah dan lebih memilih membuka bisnis toko kue daripada kerja di kantoran.

Jin-Ha melihat Yeesha berjalan lunglai menatap tokonya. Melihat gadis itu mengenakan baju pasien berwarna biru, rambut panjangnya kusut, dan wajah pucat. Dia yakin gadis itu sedang dalam situasi yang tidak baik. Tergerak hati untuk mengenal gadis itu lebih jauh.

Sejak itu, mereka makin akrab. Jin-Ha yang mengetahui kondisi Yeesha, berusaha mengembalikan semangat hidup gadis itu. Mengembalikan keceriaannya yang hilang.

Mereka bercengkerama setiap sore di taman yang sama, sambil makan kue yang Jin-Ha bawa dan minum lemon tea hangat.

Hingga sebulan setelah perkenalan mereka, Shin Jin-Ha menyatakan perasaannya pada Yeesha.

Yeesha yang juga mencintai Jin-Ha, menerima pria itu sebagai kekasihnya.

Hari-hari mereka lewati bersama penuh kebahagiaan. Tanpa terasa mereka melewati musim dingin tahun ini dalam kebersamaan.

Jin-Ha senantiasa mendampingi Yeesha melewati segala masalah. Termasuk diri Yeesha sendiri. Yeesha frustasi menghadapi penyakitnya dan kerap mengamuk ketika harus minum obat-obatan yang dibencinya.

Dan ketika rambut Yeesha mulai rontok menipis, kejiwaan Yeesha makin tertekan. Namun Jin-Ha terus menguatkannya.



Meow - 2

RUANGAN itu bercat putih, lengang, dingin, dan bau obat-obatan.

Han Hye-Sung, pria berumur lebih dari 60 itu menatap dokter di depannya. “Apa tidak ada jalan lain?”

Dokter bernama Park Yong-Mun yang sudah tua pula menatap rekanan medis Yeesha dan menggeleng. “Aku sudah mengingatkanmu tentang kondisi Yeesha. Dia tidak akan bisa bertahan lama. Penyakitnya sudah semakin parah. Bahkan kemotherapy tidak bisa membantu banyak. Sel kanker dalam otaknya sudah mengganas.”

“Tidak!” Han Hye-Sung marah. “Aku tidak ingin kehilangan cucuku. Dia satu-satunya yang kumiliki. Dia hidupku. Kumohon, Yong-Mun, selamatkanlah Yeesha. Lakukanlah apa pun semampumu. Selamatkan hidup cucuku!”

Park Yong-Mun menatap kawan lamanya dan menghela nafas berat. “Baiklah, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengobati Yeesha. Tapi aku harap, kau siap menerima segala resikonya.”

Han Hye-Sung menegang. “Apa maksudmu?”

“Sebenarnya ada satu solusi, yang bisa menyelamatkan Yeesha. Walau resikonya amat besar.”

“Apa itu, Yong-Mun? Katakan padaku.”

“Dengan jalan operasi. Operasi pengangkatan sel kanker otak pada Yeesha. Tapi kemungkinan keberhasilan operasi ini hanya 10%. Yeesha bisa meninggal. Kalau pun operasi berhasil dan dia selamat, dia tidak akan ingat apa pun. Ingatannya akan hilang sepenuhnya. Dia bahkan tidak dapat mengingat dirinya sendiri. Ingatannya akan muncul seperti bayi yang baru lahir dan tidak bisa apa-apa.”

Tubuh Han Hye-Sung terhempas lemas ke kursi, tenggorokannya terasa dicekik. Membayangkan nasib cucunya hanya 10%, membuatnya kehilangan separuh jiwa.

Tidak!

Yeesha adalah mutiara berharga hidupnya.

Yeesha adalah miliknya yang paling berarti.

Yeesha adalah segalanya.

Tidak akan ia biarkan hidup Yeesha berakhir tragis seperti ini. Walau harus mengambil resiko terpahit, Yeesha harus selamat! Dia harus sembuh!

“Aku hanya memberi saran. Kau bisa membicarakannya dengan Yeesha. Pikirkan baik-baik.” Park Yong-Mun menuangkan secangkir teh. “Minumlah agar kau lebih tenang. Setelah itu kau bisa berpikir lebih jernih.”



“Aku tidak mau operasi, Kakek!” seru Yeesha membanting sendok makannya.

“Tapi Yeesha, ini satu-satunya jalan agar kau bisa selamat,” Han Hye-Sung berusaha membujuk cucunya.

Suasana makan malam terasa menegangkan. Di meja makan hanya ada Kakek dan Yeesha, para pelayan berdiri mengelilingi meja makan siap siaga memenuhi keperluan sang putri.

Namun belum Kakek berbicara lebih jauh, Yeesha sudah menolak mentah-mentah rencana operasi.

“Sudahlah Kakek, aku sudah capek. Selama ini Kakek mengusahakan segala pengobatan untukku, tapi apa hasilnya? Yang kurasakan hanya sakit, penderitaan yang tak kunjung habis. Aku tidak bisa sembuh. Dan Kakek lihat kondisiku sekarang? Kalau Kakek mengatakan aku seperti mayat hidup, ya memang benar! Aku memang tidak pantas hidup lagi.”

“Yeesha! Cukup!” Kakek marah. Rahangnya mengeras, membuat Yeesha terdiam. “Sekarang tidak ada yang Kakek pikirkan selain kesembuhanmu. Tapi jika kau putus asa, apa yang dapat Kakek lakukan? Kau ingin semua usaha Kakek sia-sia? Apa kau tidak menyayangi Kakekmu ini?”

Yeesha tercekat. “Bukan begitu maksudku, Kakek!”

“Lebih baik Kakek pergi jika itu yang kau inginkan!” Kakek beranjak ke kamar diikuti beberapa pengawal.

“Kakek…” Yeesha berusaha mencegah namun Kakeknya tidak mau dengar.

“Nona, mau tambah supnya?”

Yeesha mendengus dan meneguk air putih. “Aku sudah selesai makan…” ia menuju kamarnya. “Dan jangan ikuti aku! Aku ingin sendirian.”

Ia membanting pintu kamarnya.



Pintu kamar Yeesha terbuka.

“Kenapa kau bersikap begitu pada Kakek?” Jin-Ha menutup pintu sambil menatap Yeesha serius.

Yeesha mendengus, sinis. “Jadi Kakek sudah mengatakannya padamu?”

Jin-Ha menghela nafas. “Kakek tidak berbicara apa pun padaku. Aku hanya mendengar kejadian semalam. Seharusnya kau tidak sekasar itu pada Kakek. Kakek pasti sedih.”

“Sedih? Sedih kau bilang?” Yeesha tertawa perih. “Siapa yang paling sedih sekarang? Aku! Jelas-jelas vonis sudah menetapkan umurku hanya tinggal 2 bulan lagi. Lalu apa yang perlu aku perjuangkan? Untuk apa aku operasi? Mungkin hanya mempercepat kematianku saja.”

“Yeesha…” Jin-Ha berusaha menenangkan gadis itu. Sejak Yeesha sakit emosinya begitu labil. “Kakek hanya ingin melakukan yang terbaik untukmu. Kau pasti tahu seberapa besar Kakek menyayangimu. Kakek menyayangimu lebih dari segalanya.”

Hati Yeesha terpukul, wajah Kakek terus tampak di matanya. Benar yang Jin-Ha bilang, Kakek amat menyayanginya. Tapi ia setengah hati ingin menjalankan operasi kanker. Ia takut. Ia takut operasi itu malah menjadi akhir dari hidupnya. Jika hidupnya harus berakhir cepat, ia ingin mengakhiri dengan tenang, bukan berakhir di meja operasi.

Jin-Ha terdiam beberapa saat. Melihat kekasihnya begitu tertekan membuat hatinya sakit seperti ditusuk benda tajam.

“Kenapa kau masih di sini, Oppa?” sentak Yeesha frustasi. “Tinggalkan aku sendiri!”

“Tidak!” tegas Jin-Ha. “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu.”

“Apa yang kau harapkan dariku?” Yeesha menangis menatap pantulan dirinya di cermin. “Aku begitu jelek. Sebentar lagi rambutku akan habis. Apa yang kau harapkan dari gadis berkepala botak?”

Gadis itu amat terpukul. Melihat tubuh yang begitu kurus, wajah pucat, rambut yang tinggal beberapa puluh helai saja. Namun rasa cinta Jin-Ha pada gadis itu mengalahkan segalanya. Dia amat menyayangi Yeesha. Seperti apa pun kondisi Yeesha, tidak akan melunturkan rasa cintanya pada gadis itu.

“Aku mencintaimu, Yeesha.” Bibir Jin-Ha bergetar ketika mengucapkannya. “Dan aku ingin kau sembuh.”

Tangis Yeesha meledak, ia pun menumpahkan tangisnya dalam pelukan Shin Jin-Ha.



Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!