NovelToon NovelToon

Jamu Cinta

MINGGU PAGI

Di minggu pagi yang indah. Suara burung pun bersahutan. Menambah ramai nan asri suasana pagi di desa Suka mulya.

"Cipto, Mba mau berangkat dulu. Titip rumah jangan kemana-mana!" ucap Sri sambil melangkah keluar dari rumahnya.

Cipto sang adik yang baru berusia 7 tahun. Memiliki paras hitam manis layaknya orang jawa pada umumnya.

"Iya, Mba." jawab Cipto.

"Cipto bantuin mba dulu sini." pinta Srie pada Adiknya.

Cipto mengangkat jamu yang sudah tertata rapi dan menaruhnya di punggung Sri, Sementara Sri langsung menarik jarit(samping/kain) untuk mengikat hingga kencang jamunya hingga ke dada.

Cipto mencium punggung tangan Sri dan mengantarnya sampai pagar depan rumahnya.

"Bismilahirohmanirohim." Sri melangkah memantapkan niatnya untuk mengais rezeki hari ini.

Sepanjang perjalanan Sri terus menjajakan jamu pada orang orang yang di lewatinya.

"Jamu ... jamu. Jamune mas." Sri tersenyum menawarkan jamunya pada orang orang yang kebetulan sedang nongkrong menikmati minggu paginya.

Ke empat lelaki yang memang sudah menjadi langganan tetap Sri. Kini tersenyum menyambut kedatanganya.

"Keleresan Sri( kebetulan Sri) kami semua sudah nungguin kamu sedari tadi loh." ucap Mas Qohar sambil membantu memegangi dagangan Jamu Sri ketika menurunkanya.

"Iso wae Kang Mas iki( bisa saja masnya ini)." Sri kembali tersenyum.

"Oya Sri. Mas Arif pesan jamu kuat wonten(ada)?" pinta Arif salah satu pelanggan setia jamu Sri.

"Wonten mas, monggo di antos( ada mas, silahkan tunggu)." Sri mengambil satu serbuk ramuan jamu kuatnya di tambah sedikit kunyit dan telor ayam kampungnya.

Setelah mencampurnya menjadi satu di dalam satu gelas, kemudian Sri mengaduknya hingga rata.

"Iki mas Jamu kuate(Ini mas, jamu kuatnya)." Sri menyerahkan gelas yang sudah berisi jamu kuatnya kepada Arif.

Arif begitu bersemangat meminum habis jamu kuat yang telah di racik Sri untuknya.

"Pye, Rif rasane?( Bagaimana, Rif rasanya?" tanya salah temanya.

"Jos gandos mas bro( mantap sekali mas bro)." Arif mengangkat jempol tanganya sebagai ekspresi kepuasanya.

Ketiga orang lainya pun seketika memesan jamu yang sama dengan yang di pinta Arif sebelumnya.

Sambil menikmati jamunya sesekali mereka berbincang dan mencandai Sri yang memang yang memiliki paras ayu dan mempesona itu.

"Iki mas bilasane( Ini mas cuci mulutnya." Sri menuang air jahe yang di campur gula aren pada gelas pelangganya sebagai pencuci mulutnya.

"Matursuwun, Sri( terima kasih, Sri)." mereka semua mengembalikan gelas bekas jamunya pada Sri.

Srie dengan telaten langsung membersihkan gelas tersebut dengan air di dalam ember kecil yang selalu ia bawa kemana mana ketika berjualan jamunya.

"Pinten, Sri?( berapa Sri?)." tanya ke empat orang langganan setianya itu.

"Pitung ngewu, mas(7 ribu mas)" jawab Sri sambil tersenyum cantik khasnya.

Arif mengumpulkan uang dari ketiga teman di tambah darinya.

"Banyak amat mas uangnya, gak salah toh?" Sri menghitung kembali ternyata jumlahnya 50ribu.

Sri mengembalikan uang lebihanya pada Qohar. Namun Arif dengan cepat menggenggam tangan jemari Sri dan menggelengkan kepalanya.

"Gak apa apa, Sri. Ambil saja!, kita semua ikhlas kok. Iya, kan teman." Arif menoleh ke arah 3 kawan dengan tangan yang masih betah memegang jemari halus Sri.

"Matursuwon ya mas." ucap Sri sambil menarik lembut dan mencoba melepaskan jemarinya dari genggaman Arif.

"Oh ... maaf Sri. Saya lupa, habis kamu ayu Sri(cantik Sri)." Arif menggaruk kepalanya sambil nyengir kuda.

Sri mengangguk dan paham dan selalu menganggap semua itu hanya guyonan semata(candaan saja).

"Kalau begitu saya pamit lanjut kelilling ya mas." ucap Sri sambil melangkah pergi meninggalkan 4 sekawan langganan setianya.

Namun tak sedikit juga yang menyinyir dan menganggap bahwa Sri adalah gadis gatel yang selalu merayu suami orang dengan bodynya yang aduhai demi kelarisan dagangan jamunya.

"Itu dia orangnya mba!" tunjuk wanita itu tanpa ragu ke arah Sri yang sedang melangkah.

Salah satu wanita yang membenci Sri dan selalu menjadi provokator agar emak emak benci dan tak mau membeli dagangan jamunya.

"Kamu ndak boleh seperti itu Rohana." tegur salah satu emak emak yang bernama Rihana yang tidak pro dengan mulut Rohana yang selalu menggunjing.

"Halah ... kamu itu tau apa loh mba, lah wong aku lihat sendiri kok, Srie mengoyang pinggulnya di depan suami orang." ucap Rohana sambil mempraktekan goyang patah patahnya.

"Ah yang bener sih mba Rohana?" tanya salah satu emak emak yang kini merasa ragu dan takut suaminya sampe kecantol oleh Sri.

"Percaya deh sama aku mba, mana mungkin saya bohong." Rohana semakin menebar benih kebencianya.

"Mba Jamune mba(mba jamunya mba)." Sri kembali menjajakan dagangan pada emak emak yang kini menatapnya berbeda dan condong pada kebencian.

Kenapa mereka menatapku seperti itu?

Sri melangkahkan kembali kaki meninggalkan emak emak yang tak menjawab tawaran jamunya.

Waktu sudah menunjukan jam setengah sebelas siang. Sri memutuskan untuk beristirahat dan duduk di sebuah pos yang berada di pinggir jalan raya kampung suka mulya.

Senyuman kini terpancar di wajah cantik Sri. Dirinya merasa senang melihat dagangan jamunya telah habis terjual.

Sambil bersandar dan menselonjorkan kakinya. Sri terlihat menghitung pendapatanya.

Dari dalam mobil seorang pria tampan sedari tadi asik memperhatikan Sri yang sedang menghitung labanya.

Dia terlihat tersenyum sendiri. Di hati kecilnya ia sangat bersyukur, karena dia terlahir sudah menjadi kaya raya dan tak perlu harus bekerja keras seperti Sri yang sedang di pandanginya.

"Hei ... kenapa kau tersenyum senyum sendiri seperti orang gila?" tanya Oscar yang melihat David terlihat aneh siang ini.

David menoleh ke arah Oscar yang duduk di sampingnya.

"Kau lihat gadis itu." David menunjuk dari dalam mobilnya dengan kaca tertutup ke arah Sri yang masih duduk beristirahat di dalan posnya.

Oscar mengangkat sebelah alisnya.

"Memangnya kenapa dengan gadis itu?" tanya Oscar yang belum mengerti.

"Aku suka dengan caranya mencari uang. Sepertinya gadis itu pekerja keras." puji David dengan pandangan yang tak lepas memperhatikan Sri

"Pulang ah." Sri melipat uang hasil daganganya dan menyelusupkanya ke dalam gunung kembarnya yang menyembul dan memiliki size 36 nya itu.

David yang menyaksikan hal tersebut dirinya membulatkan mata dengan mulut ternganga dan tak habis pikir di buatnya.

Oscar kembali heran mendapati wajah teman sekaligus bosnya yang kini terlihat panas dingin di hadapanya.

"David ... kau kenapa?" Oscar menempelkan punggung tanganya pada Dahi David.

"Apa kau sakit? ayo kita ke rumah sakit sekarang." Oscar segera menstater mobilnya

"Aku tidak apa apa, Oscar. Antarkan aku pulang saja." titah David.

Oscar mengangguk dan kini melajukan mobilnya menuju kediaman David.

CIPTO SAKIT

Di Villa. David segera merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya.

"Tunggulah disini, aku akan menghubungi Dokter untuk memeriksa kesehatanmu." Oscar melangkahkan kakinya namun David segera mencegahnya.

"Tidak perlu, Oscar! aku hanya perlu istirahat saja." titah David.

"Apa kau yakin kau tidak apa apa?" tanya lagi Oscar yang khawatir dengan kesehatan bosnya.

Oscar akan memanggil David dengan sebutan Bos jika mereka sedang berada di depan orang lain. Begitu pun sebaliknya, Oscar hanya memanggil nama David saja tanpa embel embel Bos, jika mereka hanya berdua saja.

David menganggukan kepala tanda keadaan fisiknya baik baik saja.

"Baiklah, aku akan memerintahkan pelayan untuk membuatkanmu wedang jahe susu.

"Terima kasih, Oscar. Kau bisa keluar sekarang! karena saat ini aku butuh istirahat.

"Ok," Oscar mengangguk dan melangkah pergi meninggalkan David sendiri di dalam kamar Villanya.

Di rumah kecil tempat kediaman Sri. Cipto sudah terlihat senang sekali menghitung uang tabungan hasil dari memungut Aqua bekasnya.

Sebenarnya Cipto sudah lama menggeluti profesinya dalam memungut Aqua bekasnya. Dia mengumpulkanya dalam karung dan menjual pada pengepul tanpa sepengetahuan Sri Kakaknya.

Tiap pulang sekolah, ia selalu berbohong kepada Sri dengan alasan main ke rumah teman untuk menutupi aksi mulung Aqua bekasnya.

Semua itu ia lakukan karena tak tega melihat Sri yang selalu berangkat dan pulang kelelahan karena menggendong jamu daganganya. Cipto ingin sekali menjadi orang yang berguna di mata Kakaknya.

"Aku rasa sudah cukup." Cipto segera memasukan uang yang sudah ia gulung dan ikat dengan karet ke dalam kantong plastik hitamnya.

Seperti biasa. Setelah berjualan Sri akan mampir ke pasar untuk membeli beberapa rempah untuk di racik dan ia jual kembali esok harinya.

"Cipto." panggil Sri yang baru saja mendudukan dirinya di amben teras rumahnya.

Cipto segera berlari kecil dan membantu Sri melepas ikatan jamu di punggunya.

"Kamu sudah makan, Dek?" tanya Sri.

"Belum, mba." ucap Cipto sambil memijit mijit kedua pundak Kakaknya.

Sri mengeluarkan bungkusan yang berisi nasi beserta lauknya dari dalam bakulnya.

"Makan dulu, Dek! jangan maen terus kamu itu." Sri membuka kertas pembungkus nasinya dan menyuapkan nasinya ke mulut Cipto.

"Iya, mba." Cipto mengangguk patuh sambil mengunyah nasi dari dalam mulutnya.

Sri merasa kaget ketika melihat hidung Cipto tiba tiba saja mimisan.

"Cipto ... kamu kenapa? kenapa hidungmu tiba tiba saja berdarah?" muka panik langsung muncul di wajah Sri.

Cipto hanya menggeleng tidak tahu sebagai jawaban pada Kakaknya.

Sri berlari mengambil kapas dari dalam kamarnya. Dan kemudian kembali keluar menghampiri Adiknya.

"Dek, kita ke puskesmas sekarang ya!" pinta Sri namun Cipto menolak dengan alasan ini hanya biasa.

Selesai menyumpal hidung Cipto dengan kapasnya. Sri bergegas berlari ke kamar mengganti bajunya.

"Ayo, Dek. Kita ke puskesmas sebentar." Sri menuntun Cipto.

Jarak dari rumah Sri menuju jalan raya tidak begitu jauh. Sehingga memudahkan mereka cepat sampai di pinggir jalan untuk menunggu mobil angkotnya.

Dengan mobil angkot. Kini mereka pergi menuju puskesmas yang jaraknya hanya 10 menit dari jalan raya tempat tinggal rumahnya.

Di puskesmas Cipto langsung di periksa oleh Dokter Sony yang kebetulan sedang bertugas pada Siftnya.

"Bagaimana Dok, Dengan keadaan Adik saya? tidak ada hal serius, kan?" Sri menatap wajah Dokter Sony dengan panik.

"Sri ... Setelah memeriksa dan melihat gejala yang di rasakan Cipto Adikmu, sepertinya ...." Dokter Sony menunduk tak melanjutkan perkataanya.

"Sepertinya apa Dok? beritahy saya!" Sri menggenggam tangan Dokter Sony meminta kejujuranya.

Dengan perasaan berat. Dokter Sony menghela nafas dan menghembuskanya secara perlahan.

"Sri ... ini baru tebakan saja, sepertinya Adikmu mengidap Leukimia." ucap Dokter Sony dengan nada yang ia rendahkan berharap Cipto tak mendengarnya.

Dokter Sony mengatakan pada Sri agar Cipto secepatnya di bawa ke rumah sakit. Untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih detail dan akurat. Karena di puskesmas ini, masalah alat kedokteran masih bisa di katakan jauh dari kata lengkap.

Aura kesedihan tersirat dari wajah Sri yang ayu. Rasa takut bercampur cemas menjadi satu di dalam hati dan pikiranya. Di dalam hati kecilnya, Sri tak mau terjadi hal yang serius, Karena Cipto adalah adik satu satunya miliknya yang paling berharga di dunia.

Dengan berat hati kini Sri melangkah keluar dari puskesmas sambil menuntun Cipto adiknya.

"Rumah sakit?" gumam Sri di dalam hati yang belum apa apa sudah memikirkan bayangan biaya yang tidak sedikit.

"Mba ... tadi Dokternya bilang apa sama mba?" tanya Cipto sambil duduk menunggu mobil angkotan yang menuju rumahnya lewat.

"Tadi Dokter bilang kamu tidak apa apa, Dek." Sri mencoba menutupi dengan kebohonganya.

"Tapi ... tadi Cipto denger kok, katanya Cipto harus di periksa di rumah sakit. Iya, kan?" Cipto menatap mata Sri meminta kepastian.

Sri memeluk dan mencium kepala Cipto sambil menangis.

"Dek, jangan sedih ya. Kakak akan selalu berusaha untuk kesehatanmu." Sri menangis sambil mengusap ngusap kepala Cipto.

Di Villa David. Oscar mendapat telepon bahwa perusahaan milik David sedang mendapat masalah serius, Dan mengharuskan David datang dan terjun langsung menanganinya.

"David, perusahaan anak cabang yang di Jakarta mengalami masalah serius, dan sekarang kita harus pergi kesana secepatnya." jelas Oscar dan David pun mengangguk paham dan bergegas menyiapkan dirinya untuk segera meluncur.

Oscar dan David menaiki mobilnya dan segera melaju pergi menuju perusahaan anak cabangnya yang berada di Jakarta.

Sebenarnya David dan Oscar bertempat tinggal di luar negeri tepatnya di Inggris. Di indonesia hanyalah anak cabang dari perusahaan raksasanya.

Sedangkan di Desa Suka mulya. David dan Oscar sedang melakukan Surveynya. Karena dalam kurun waktu yang dekat. David berniat menanamkan sahamnya untuk anak cabang perusahaanya yang baru.

Mobil yang di tumpangi David dan Oscar melaju tidak begitu cepat. Hingga memudahkan David melihat dengan jelas apa yang di lewatinya sepanjang perjalanan.

"Bukankah itu gadis yang kemarin aku lihat sedang menghitung laba?" gumam David di dalam hati yang tak sengaja melihat Sri yang masih menangis memeluk adiknya di pinggir jalan ketika mobilnya melintas.

Sri dan Cipto kini telah pulang dan berada di dalam rumahnya. Sri memberikan obat pada Cipto yang di berikan Dokter Sony padanya.

Sambil menunggu Cipto yang masih terlihat tidur dengan pulas. Sri memanfaatkan waktunya untuk meramu jamu yang akan di jualnya besok pagi.

Namun alangkah kagetnya Sri ketika ia baru selesai meramu jamu. Dirinya tak mendapati Cipto berada di dalam kamarnya lagi.

"Cipto ... kamu dimana, Dek?" seru Sri sambil mencari ke seluruh ruangan rumah kecilnya.

Sudah sepuluh menit mencari. Namun Cipto tidak di temukanya.

HAI ... TINGGALKAN LIKE RATE AND COMMENT KALIAN DI NOVEL TERBARUKU DISINI.

SEPEDA BARU UNTUK MBA SRI

Sesampai di Jakarta. David segera menyuruh Oscar agar mengumpulkan semua jajaran staf agar segera berkumpul membahas masalah penting yang kini di alami perusahaanya.

Di dalam meetingnya. David mencari titik permasalahan yang kini mengguncang perusahaanya.

Di bantu Oscar. sahabat sekaligus sekretaris pribadinya, Akhirnya kemelut di dalam masalah perusahaan bisa di selesaikanya dengan cepat.

David merubah kabinet ke pengurusan perusahaan anak cabangnya. Dengan orang orang pilihan Oscar yang yang kinerjanya lebih baik dan bisa di percaya.

"Masalah disini sudah selesai, kita harus kembali menyelesaikan Survey kita di Suka mulya dan menyerahkan laporanya pada Kakek Adolf." ucap David sambil melangkah masuk ke dalam mobilnya.

Oscar mengangguk dan kini berlari kecil masuk ke dalam bangku kemudinya.

"Sudah sejak seminggu ini kita disibukan dengan pekerjaan." ucap David sambil menoleh ke arah Oscar yang sedang mengemudi di sampingnya.

Oscar tersenyum dan paham kemana arah obrolan sahabatnya.

"Bilang saja kalau kau ingin bersenang senang dengan para gadis. Iya, kan?" Oscar tertawa melihat wajah David yang kini sumringah dengan tebakan jitu sahabatnya.

"Tidak sia sia aku memilihmu menjadi sekretaris pribadiku, Oscar." puji David.

"Akan ku urus semua, Kau duduk manislah di kamar dan siapkan stamina tempurmu!" Oscar kembali fokus dan menambah kecepatan laju mobilnya.

"I like your style, Oscar." David menepuk nepuk pundak Oscar kagum.

PoV Cipto.

Cipto yang berpura pura tidur ketika Sri meramu jamunya. Kini Dirinya berhasil mengelabui dan kabur lewat jendela samping kamarnya.

Angan angan untuk mewujudkan membeli sepeda baru untuk Sri, sudah tak bisa di tahanya lagi. Sepanjang perjalananya Cipto terus berlari menuju toko sepeda dengan wajah yang mengukir senyuman.

Meskipun usianya baru menginjak 7 tahun. Cipto bukanlah anak manja yang suka bermain dan bersantai ria seperti anak anak kecil sebayanya.

Rasa sakit di kepalanya tak pernah ia hiraukan sama sekali. Di dalam hati dan pikiranya, membantu dan membuat Sri bahagia adalah impian nomer satunya.

Toko sepeda yang di tuju Cipto kini sudah berada di sebrang jalanya. Dia tinggal melangkahkan beberapa kali saja kakinya untuk sampai dan membeli sepeda barunya.

Tiyer ... Tiyer ... Tiyer.

Hidung Cipto kembali mengeluarkan darah segarnya. Dia memegang kepalanya yang dirasa teramat sakit. Dan menyumpalnya dengan kapas yang sengaja sudah ia bawa dan siapkan sebelumnya.

"Tuhan ... tolong kuatkan aku sebentar saja." Cipto menggeleng gelengkan kepala berharap rasa sakit dan pusing di kepalanya segera hilang.

Di depan toko sepeda. Cipto segera mencari sepeda yang sudah ia incar dan cocok untuk Kakaknya.

"Ada yang bisa saya bantu, Dek?" tanya penjaga toko itu pada Cipto.

Cipto mengangguk dan sambil melangkah menghampiri sebuah sepeda cantik berwarna pink yang ia anggap sangat cocok sekali untuk di gunakan Kakaknya berjualan.

"Mba ... sepeda yang ini berapa harganya?" tanya Cipto.

"Oh ... yang itu murah Kok, Dek. Harganya cuma satu juta." jawab si penjaga toko.

"Hah ... satu juta?" Cipto kaget dan merasakan ragu di hatinya.

"Iya, satu juta, Dek." tegas si penjaga toko.

Cipto menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan kemudian ia mengeluarkan uang yang ia gulung dan ikat menggunakan karet gelang dari dalam bungkusan plastik hitamnya.

"Mba apakah harga sepeda itu tidak bisa kurang?" tanya Cipto yang berharap si penjaga toko bisa memberikan discount potongan harga padanya.

"Hemmm ..." gumam si penjaga toko dan kemudian dia pergi menemui si pemilik toko sepedanya untuk meminta persetujuan potongan harga untuk Cipto.

Dari dalam tokonya. Si pemilik menoleh ke arah Cipto yang masih setia mengelus ngelus sepeda berwarna pink yang di inginkanya.

"Baiklah." ucap si penjaga toko setelah mendapat persetujuan dari si pemilik. Dan kemudian ia melangkah kembali menghampiri Cipto yang sudah menunggunya sedari tadi.

"Dek," panggil si penjaga toko dan Cipto pun menoleh.

"Iya, mba."

"Sembilan ratus ribu, mau?" si penjaga memberi potongan harganya pada Cipto.

"Tunggu sebentar, mba. Saya hitung dulu uangnya." Cipto membuka karet gelang yang mengikat gulungan uangnya dan kemudian menghitungnya.

Ternyata setelah di hitung, total keseluruhanya adalah delapan ratus lima puluh ribu rupiah.

Cipto menunduk sedih. Keinginan untuk membelikan sepeda agar Kakaknya bahagia kini pupus sudah di dalam hatinya.

"Kenapa Dek? uangnya kurang?" tanya si penjaga toko meminta kepastian.

Cipto mengangguk sambil menunduk merasakan sedih di dalam hatinya.

Si pemilik toko kini berdiri dan memegang pundak si penjaga toko dan menganggukan kepala isyarat untuk berikan saja sesuai dengan uang yang Cipto miliki.

Si penjaga toko. Kini membungkukan badan dan mensejajarkan tubuhnya dengan Cipto.

"Dek, boleh mba hitung uangnya?" tanya si penjaga toko.

Cipto mengangkat wajah dan kemudian menyerahkan seluruh uangnya untuk di hitung oleh si penjaga toko.

"Semuanya 850.000." ucap si penjaga toko yang baru menyelesaikan menghitung uang milik Cipto.

"Iya, Saya cuma punya segitu mba." ujar Cipto.

Si penjaga toko mengusap kepala Cipto dan tersenyum.

"Ya sudah ... ambil sepedanya sana." titah si penjaga toko dan sukses membuat Cipto mengangkat wajah dan tersenyum bahagia.

"Yang bener mba, boleh?" tanya Cipto yang belum yakin dan percaya.

"Iya," si penjaga tersenyum mengiyakan jawabnya.

"Terima kasih, mba. Kamsia Ko." ucap Cipto sambil menuntun sepeda barunya.

"Iya, Dekm sama-sama.

Cipto sangat bahagia dan bersiap menyebrangi jalan menuju arah pulangnya.

Tiyer ... Tiyer ...Tiyer.

Di tengah jalan. Rasa sakit di kepala Cipto kembali kumat dan sangat menyakitkan.

Cipto mengerutkan dahi menahan rasa sakit di kepalanya.

"Hidungku berdarah lagi." Cipto mengelap dengan punggung tanganya.

Pandanganya kini mulai kabur dan buyar. Yang terdengar hanya sebuah klakson mobil yang begitu kencang terdengar jelas di telinga Cipto.

"Mba ... mba Sri." Cipto memanggil manggil nama Kakanya.

Cipto terjatuh dan tak mampu lagi menyangga tubuhnya yang terasa lemah tak berdaya.

Ckitttt ....

Sebuah mobil Fortuner mengerem mendadak ketika bemper mobilnya hampir saja menyentuh tubuh Cipto yang sudah ambruk tertimpa sepeda barunya.

"Sial ... hampir saja aku menabrak bocah ini." Oscar gugup dan langsung keluar dari mobilnya menghampiri Cipto.

"Woi ... tanggung jawab loh!" seru beberapa warga yang siap menghajar Oscar jika ia tak mau bertanggung jawab atas perbuatan yang memang sebenarnya bukan murni kesalahanya.

Oscar membopong Cipto dan membawanya masuk ke dalam mobilnya. Hampir saja ia menjadi target amukan warga setempat jika ia terlambat dalam pergerakanya.

Dengan perasaan cemas bercampur gelisah. Oscar langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit untuk menyelamatkan Cipto.

Di villa. David terlihat asik menikmati surga dunia. Dia bergumul denga dengan wanita cantik yang di jadikan pemuas nafsu bi rahinya.

Ayo like dan favouritekan biar gak ketinggalan ceritanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!