***Cerita ini lanjutan dari De Willson series 1 (Menikahi mafia kejam) Ceritanya sudah pasti berbeda, jadi engga usah coment "Lebih seru Javier & Sky." atau apalah hehe. Baca aja dulu ya hehehe.
Ada komedi nya gak? mungkin ada, tapi engga akan banyak biar fokus ke Maxime sama Milan aja.
.
.
.
Happy Reading <3***
Kenapa sikap Maxime beda sama Javier? Karena campuran Yakuza dan Antraxs. Itu jawaban nya😊
De Willson group menggelar acara besar untuk merayakan perusahaan mereka yang semakin berkembang. Semua para tamu menikmati acara tersebut.
Di samping ruangan ada tempat seperti bar yang cukup luas untuk para pengusaha yang ingin melampiaskan kesenangan mereka lewat minuman.
Ruangan itu tampak ricuh kala para penari tihang dengan pakaian minim mereka masuk, dua penari itu menari memamerkan lekuk tubuhnya. Adegan p*nas tersebut membuat sorakan senang dari para pria di sana.
Para pel*cur pun mulai bereaksi menggoda pengusaha kaya untuk di ajak bermalam di sebuah kamar. Mereka bukan pel*cur murahan, penampilan nya begitu berkelas, seandainya tidak ada yang memberitahu mereka seorang pel*cur, sudah pasti mereka akan tertipu.
Maxime duduk di meja bar dengan menuangkan wine lalu menyesapnya dengan gaya sensual. Satu pel*cur itu mendekatinya, duduk di samping Maxime seraya menyilangkan kakinya sampai paha mulusnya terlihat.
Maxime tidak tergoda, pria itu malah menyalakan ujung rokok dengan pemantik api. Perempuan itu mulai melancarkan aksinya dengan memegang tangan Maxime seraya senyum menggoda.
"Butuh teman?" bisiknya dengan suara berat di telinga Maxime.
Beberapa perempuan yang lain begitu iri melihat teman nya duduk dengan pria dingin yang tampan.
Maxime membumbungkan asap rokok nya ke udara.
"Siapa namamu?" tanya pel*cur itu.
Karena tidak ada jawaban tangan perempuan itu mulai bergeria di tubuh Maxime hendak mengambil kartu identitas di dalam jas nya.
Maxime menahan tangan perempuan itu yang hendak menyusup ke balik bajunya.
"Sopanlah sedikit nona!"
Perempuan itu terkekeh pelan. "Sopan? Oh ayolahh tidak pantas kau mengatakan itu Tuan tampan," sahut pel*cur itu seraya menoel dagu Maxime gemas. Dan Maxime segera mengusap dagu nya, seakan jijik dengan tangan perempuan itu.
"Di tempat ini kau tidak perlu sungkan, kau bisa menikmati siapapun ..."
"Bukan kau yang ingin aku nikmati!" sahut Maxime seraya beranjak dari sofa setelah mendorong tubuh perempuan itu. Maxime bahkan membuang puntung rokok nya ke wajah perempuan itu.
"Akhhh panas ... panas ..." Perempuan itu mengusap-ngusap wajahnya seraya mendengus menatap kesal kepergian Maxime.
Maxime keluar dari bar melewati ruangan VIP tempat dimana acara formal pesta di selenggarakan. Bahkan Arsen sedang presentasi di depan sana untuk menunjukan kapal pesiar yang akan di keluarkan perusahaan De Willson Group.
Pria itu memakai kaca mata, melewati orang-orang yang sedang bertepuk tangan dengan hasil presentasi Arsen.
Sampai akhirnya ada salah satu pengusaha yang menanyakan presdir De Willson Group yang sekarang. Dan itu membuat langkah Maxime terhenti.
"Dimana Tuan Maxime sebenarnya? kenapa kami tidak pernah melihatnya?"
"Ya ... dimana dia?"
"Kenapa dia tidak pernah datang ke perusahaan?"
"Apa dia cacat sampai tidak berani menunjukan batang hidungnya?"
Suasana menjadi ricuh dengan pertanyaan mereka tentang presdir De Willson Group. Maxime hanya tersenyum miring lalu kembali keluar dari pesta, sementara Arsen kalang kabut sendirian dengan pertanyaan para tamu. Arsen hanya bisa berdecak kesal melihat punggung Maxime semakin menjauh dari ruangan.
"Hey ... hey ... dengarkan aku. Tuan Maxime tidak suka di kenal banyak orang, apalagi dia seorang pengusaha terkenal. Dia mempunyai privasi atas hidupnya. Tapi dia tidak lupa dengan perusahaan De Willson, semua kerja keras kami atas ide Tuan Maxime. Termasuk dengan rancangan kapal pesiar yang akan kami keluarkan ini."
Beberapa orang mengangguk mendengar penjelasan Arsen. Tapi beberapa orang berdecak kesal karena masih belum puas jika belum melihat putra pertama Javier De Willson itu setelah dewasa. Dulu Maxime sering muncul di beberapa majalah saja saat usianya lima tahun.
*
Maxime melajukan mobil ke sebuah desa terpencil. Walaupun desa terpencil tapi penduduknya cukup banyak, desa ini berada di dataran tinggi yang jauh dari perkotaan.
Malam hari begini Maxime harus melewati jalanan kebun teh yang sepi. Jika pagi hari suasana jalanan ini begitu segar tanpa campuran kendaraan umum yang lain karena memang di desa ini tidak banyak orang mempunyai mobil atau motor. Mereka selalu menggayuh sepeda untuk melakukan kegiatan nya sehari-hari.
Jangan berpikir mobil yang Maxime kenakan mobil mahal, ini hanya mobil murah biasa yang terkadang mesin nya mati di tengah jalan. Sengaja Maxime memakai mobil menyusahkan ini agar tidak di kenali orang-orang. Biarkan dia di kenal sebagai penjaga petshop yang menyedihkan dengan mobil nya yang sering mogok seperti sekarang.
"Si*l!!" Maxime memukul setir di depan nya dengan kesal.
Ini masih di kebun teh dan hanya ada beberapa lampu jalanan saja yang menemani Maxime memperbaiki mobilnya.
Sebelum keluar Maxime membuka pakaian mahal nya dengan hanya menggunakan kaos hitam polos saja.
Ia keluar, melihat ke kanan ke kiri. Siapa tahu ada Arsen atau teman nya yang lewat walapun itu tidak mungkin. Karena mereka jarang datang ke desa ini.
Maxime mulai membuka bagian mobil depan nya, mencoba mengecek apa lagi yang salah dengan mobil butut ini.
Setelah beberapa menit Maxime mencoba kembali menyalakan mesin dan berhasil.
Dengan wajah tangan dan baju yang penuh oli ia mulai kembali melajukan mobilnya ke petshop miliknya.
Setelah sampai Maxime masuk ke dalam petshop nya, ia membereskan beberapa makanan binatang yang banyak berserakan di lantai. Ini pasti ulah kucing dan anjing jalanan lagi, Maxime lupa mengunci pintu sebelum pergi tadi.
Alhasil Maxime harus menyapu dan mengepel toko nya yang kotor akibat kaki kucing dan anjing yang entah darimana mereka bermain sampai mengotori toko miliknya.
"Keluarlah ... jangan bersembunyi. Aku tidak akan meminta bayaran kepada kalian kucing nakal!"
Dari awal masuk Maxime sudah mendengar suara kucing dan sepertinya bukan hanya satu. Karena Maxime juga mendengar suara anaknya.
Dan ketika ia menoleh ke belakang, ia menaikkan satu alisnya melihat ibu kucing yang berwarna hitam sedang menggendong anaknya yang ia gigit di mulutnya. Kucing itu hanya memperlihatkan kepalanya saja karena ia sedang bersembunyi di balik tumpukan kantung pasir.
"Kemari ..."
Kucing itu malah mundur mendengar suara Maxime. Maxime menghela nafas dan mencoba memancing kucing nya dengan susu dan makanan yang ia simpan di meja kasir.
Lalu Maxime masuk ke kamar mandi untuk membersihkan oli di wajahnya dan meninggalkan makanan kucing itu di meja.
Setelah keluar dari kamar mandi ia tersenyum tipis melihat kucing itu akhirnya makan makanan yang sudah ia sediakan di meja.
Perlahan Maxime menghampir induk dan anak kucing itu, mengelus induk kucing dengan lembut.
"Karena kau masuk petshopku jadi kau milikku sekarang!!"
Pria itu pun duduk menyenderkan punggungnya di kursi. Ia mengangkat lurus kedua kaki nya ke meja dengan bersedekap dada menonton induk kucing yang sedang makan. Sesekali induk kucing itu mengeong sementara anaknya sedang belajar merangkak karena sepertinya anak kucing itu usianya kurang dari satu bulan.
*
*
Bersambung
Seorang guru memukul meja dengan gulungan buku di tangan nya membuat siswi di depan nya terlonjak kaget. Guru itu menatap tajam penuh kekesalan kepada siswi yang baru saja ketahuan hendak bolos dengan memanjat dinding sekolah.
Aksi memanjatnya di ketahui satpam sekolah alhasil gadis bernama Milan Kanaya itu di bawa ke ruang BK untuk menghadap kesiswaan.
"Hitung berapa kali kau terus saja bolos Milan!!' bentak Mr Rian.
"Ampun Mr, baru lima kali di semester pertama ini," sahut Milan dengan enteng membuat Mr Rian membulatkan mata dengan jawaban Milan. Santai sekali gadis ini menjawab.
"Kau mau menambah rekor bolosmu di sekolah?"
"Ya, kalau di perbolehkan mau saja sih," sahut Milan membuat Mr Rian berdecak-decak seraya menggelengkan kepala.
"Kenapa kau terus bolos?!"
"Saya hanya bolos di pelajaran matematika, kimia dan fisika saja, Mr. Sisa nya saya ada di kelas."
"Ya, tapi tidur bukan belajar!"
"Itu lebih baik dari pada berisik," potong Milan.
Mr Rian semakin geram dengan siswa di depan nya ini. Ia mendorong amplop putih ke hadapan Milan.
"Berikan surat ini kepada orang tuamu! Sekali lagi saja Mr melihatmu bolos kau akan di skors dari sekolah!!"
Milan menghembuskan nafas mengambil amplop itu lalu menggoyang-goyangkan amplopnya di udara. "Baik Mr. Saya permisi."
*
"Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday ... happy birthday ... happy birthday Melsa ... Horeeee ..."
"Terimakasih Mama ... terimakasih Ayah ..." Melisa mencium pipi kedua orang tuanya silih berganti dengan tersenyum senang.
Tepat ketika mereka merayakan ulang tahun Melisa yang ke delapan belas tahun, Milan baru saja masuk seraya berdecak dan memutar bola matanya malas melihat ulang tahun kakaknya yang selalu ada sesi tiup lilin dan potong kue bersama kedua orang tuanya.
Milan membuka sepatu dan menyimpan nya di rak, gadis itu menghampiri orang tua dan Kakaknya. Sementara mereka melihat datar kehadiran Milan yang kini duduk di dekat mereka.
Hanya ulang tahun Melisa yang di spesialkan dengan alasan Melisa bisa membuat orang tuanya bangga selama sekolah.
Melisa dan Milan hanya berbeda satu tahun, Melisa sedang kuliah kedokteran di salah satu universitas terbaik karena nilai lapor nya yang sangat memuaskan. Dia banyak menang olimpiade antar sekolah dan peringkat nya tidak pernah menurun selama sekolah.
Berbeda dengan Milan Kanaya. Milan mempunyai sikap terbalik dari Melisa, anak ini selalu membuat onar di sekolah, ikut nongkrong dengan teman laki-laki di kantin, terkadang bolos lewat dinding belakang sekolah dan jarang mengerjakan tugas.
"Selamat ulang tahun, Kak." Milan mengulurkan tangan nya untuk berjabat tangan.
"Terimakasih," sahut Melisa mengulurkan tangan berjabat tangan dengan adiknya. Keduanya saling menatap tanpa ekspresi. Datar satu sama lain.
"Apa itu di tanganmu?" tanya Sani, Ibunya kala melihat amplop di tangan Milan.
"Apa itu hadiah untuk Kakak mu?" kini Rio, sang Ayah yang bertanya.
"Bu cepat bu ... ambil hadiahnya." Perintah Rio dengan sumringah kepada Sani.
Dan Sani pun segera mengambil amplop dari tangan Milan. Keduanya membuka amplop itu sementara Milan dan Melisa masih saling menatap dengan tatapan tak suka.
Lihat, apapun yang berhubungan dengan Melisa kedua orang tuanya seakan bahagia sampai akhirnya raut wajah keduanya berubah kala membaca isi surat panggilan dari sekolah.
"Milan!!" bentak Rio menatap tajam Milan.
Milan mengalihkan pandangan nya menatap Rio.
"Ya, Ayah?"
"Jangan panggil aku Ayah di saat kau selalu membuat onar!!" sahut Rio.
Sani menyimpan kertas itu di meja dengan kasar membuat Melisa meloncatkan bahu nya kaget.
Milan hanya bisa menghela nafas, ia sudah siap dengan kemarahan kedua orang tuanya lagi sekarang.
"Apa ini!!" bentak Sani.
"Mau sampai kapan kau mempermalukan kami sebagai orang tua di hadapan para guru!!" lanjut Sani.
"Kau melakukan kesalahan apalagi?!" teriak Rio.
"Jawab Milan!!" teriak Rio semakin keras membuat bahu Melisa dan Milan terhentak kaget.
"A-ku ... aku bolos."
"MILAN!!" teriak keras Rio dan Sani bersamaan. Mereka begitu kaget dengan jawaban putrinya, ini bukan kali pertama mereka di panggil ke sekolah.
Sani memijit keningnya dengan mata berkaca-kaca dan wajah merah. Katakan ia ingin menangis, tapi bukan menangis haru karena kelakuan Milan. Sani ingin menangis karena lelah dengan sikap Milan yang sulit di atur.
Ia berteriak dengan penuh emosional menatap Milan. Sani berusaha menahan tangis kesalnya.
"Milan apa kau tidak lelah membuat kami ada dalam masalahmu?!! apa kau tidak lelah membuat onar?!! kau tidak malu dengan Kakakmu?!! Kakak mu lulusan di sekolah itu ... kami malu Milan malu ... semua guru selalu bertanya kenapa kau tidak sama dengan Melisa!! kenapa bukan prestasi yang kau buat di sekolah, kenapa harus terus masalah dan masalah!!"
"Ya, lihat Kakakmu ... semua siswa dan para guru selalu memujinya," sambung Rio membuat Melisa yang di sampingnya bersedekap dada dengan tersenyum miring menaikkan satu alisnya menatap Milan. Seolah-olah ia sangat bangga dengan kedua orang tua yang membela dirinya.
"Astagaaaa Milannnn ..." Sani sampai harus menopang kepala dengan kedua tangan nya, saking pusingnya dengan tingkah Milan.
Dan Milan sendiri hanya bisa menunduk.
"Kakakmu dulu ikut olimpiade, peringkat pertama di kelas, mendapat juara umum nilai tertinggi di sekolah dan kau ---" Rio menggantung kalimatnya menatap tajam Milan.
"Kau hanya bisa menyusahkan kami!!" sambungnya membuat Milan mendongak tidak terima dengan ucapan sang Ayah.
"Bisakah Ayah jangan mengatakan hal itu!!"
"Kenapa? apa kau tidak terima dengan sikap aslimu?!!" sahut Rio.
Dada Milan naik turun dengan mata berkaca-kaca. Kalimat menyusahkan yang keluar dari mulut Ayahnya seperti sebuah batu yang menghantam dada nya dengan keras. Sakit, hanya itu yang Milan rasakan. Apalagi ini bukan kali pertama dirinya di sebut anak menyusahkan.
"Ayah aku ---"
"Belajarlah seperti Melisa!! dan sekolah lah seperti Kakakmu!!" potong Sani.
Gigi Milan menggertak marah mendengar dirinya yang selalu di bandingkan dengan sang kakak. Matanya yang berkaca-kaca kini berhasil mengeluarkan cairan bening yang membasahi kedua pipinya.
"Aku Milan, Mah ... aku Milan, Yah ... Aku bukan anak yang pintar, aku bukan anak yang bisa di banggakan oleh kalian, aku tau itu!! TAPI BERHENTILAH MEMINTAKU MENJADI MANUSIA SEPERTI KAK MELISA!!"
PLAK
"Berani kau berteriak di depan orang tuamu!!" tunjuk Sani geram kepada Milan setelah menampar putri bungsu nya itu.
Mata Melisa melebar sempurna melihat Ibunya menampar Milan. Begitu pula dengan Rio, karena dulu semarah apapun mereka tidak pernah sampai menampar Milan. Tapi sekarang, kesabaran Sani sudah habis menghadapi anaknya ini.
Dada Milan naik turun dengan satu tangan memegang pipinya. Air mata tak henti mengalir, ia menatap tajam sang Ibu.
Mungkin tidak seharusnya Milan kesal dengan orang tuanya, Milan rela kalau kedua orang tuanya marah kepada dirinya. Asalkan jangan membanding-bandingka dirinya dengan Melisa, hanya itu yang Milan inginkan.
"Aku pergi dari rumah ini, jika keberadaanku menyusahkan kalian!!"
"Pergilah yang jauh tidak perlu kembali!!" teriak Sani kala melihat Milan memakai sepatu tergesa-gesa dan keluar dari rumahnya.
*
*
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!