Sepucuk surat kusam dengan warna putih kekuningan tergeletak di atas meja yang dihimpit dengan sebuah bingkai foto yang ditelungkupkan.
“Setiap orang pasti memiliki kenangan. Masa lalu yang berisi ingatan, kerinduan tentang hal-hal yang sudah di lalui. Terkadang bisa membangkitkan beberapa perasaan, entah bahagia, kesal, marah atau pun kesedihan yang mendalam.
Jika saatnya tiba, sedih akan menjadi tawa, perih akan menjadi cerita, kenangan ini akan menjadi guru.
Rindu ... rindu pada seseorang akan menjadi tamu di dalam relung hati.
Rintik hujan, terkadang menjelma menjadi kenangan. Bahkan, rasanya bukan lagi air yang jatuh, namun rindu yang berguguran. Terkadang, keheningan mengapungkan semua kenangan, mengembalikan tentang kenangan cinta yang hilang, menerbangkan segala amarah, mencoba mengulangi kembali manis keberhasilan dari sebuah kegagalan.
Hening ini, menjadi cermin untuk berkaca diri. Apakah suka atau tidak sukanya dengan kenangan itu sendiri.
Setiap malam aku disadarkan, bahwa ujian terbesar dari cinta itu bukan hanya sebuah kehilangan. Tapi, rasa rindu. Rindu yang tak akan pernah ada obatnya. Rindu yang hanya bisa menjadi kenangan yang tak pernah bisa terulang kembali, apalagi untuk memperbaiki kenangan itu menjadi lebih indah.
Aku... Aku tak mampu menghilangkan memori tentang kenangan itu, selamanya tersimpan di dalam relung hatiku yang terdalam.
Kenangan,
Kau kenangan terindahku,
Kau yang sangat aku cintai ... ”
^^^Ari Damrah^^^
_____
Begitulah tulisan di kertas itu, seorang gadis cantik dengan kacamata baru saja selesai membacanya. Lalu, memasukkan surat itu ke dalam kotak yang ia bawa bersama bingkai foto itu.
Dia terus membersihkan tempat ini dari banyak debu, lalu menemukan sebuah diary tua yang cukup tebal, dia duduk di kursi kayu yang baru saja dibersihkan dan membaca diary itu.
_____
Sepasang manusia sedang bermain ranjang, suara desahan meresahkan telinga seorang anak yang sedang menutup telinganya.
Ia mencoba pergi keluar rumah, saat membuka pintu ia melihat Ayahnya pulang.
‘Jangan pernah mengatakan apapun pada Ayahmu!’ ancaman Ibunya saat itu.
Ia terkejut dan takut. Tak ingin ada perkelahian lagi antara Ayah dan Ibunya.
Damrah mengernyit melihat putranya, ia masuk ke dalam, mendengar suara yang menggelikan. Ia membuka pintu kamar dan melihat Istrinya sedang bermain ranjang dengan pria lain.
Bukannya minta maaf, wanita itu malah memaki dan menyalahkannya karena miskin. Bahkan wanita itu memilih pergi dari rumah. Putra semata wayangnya mengejar dan menggenggam tangan Ibunya, meminta sang Ibu untuk tinggal dan jangan pergi.
Tangan itu ia hempaskan dengan kasar. “Aku tak ingin memiliki penganggu, pergilah dengan ayahmu yang miskin itu. Cuma dia yang menginginkan seorang anak, aku tidak, pergilah!” usir wanita itu.
Damrah memeluk putranya yang menangis. Tak ia sangka, hatinya yang resah selama ini adalah karena istrinya berselingkuh darinya.
Hari-hari terus berlalu,
Ari Damrah, putra semata wayangnya sering menangis dan termenung. Ia bahkan sering membawa putranya ketempat kerja. Di sebuah kedai kopi yang ternama.
Damrah bekerja dengan rajin dan tekun, mendalami usaha itu, sehingga ia membuka usaha kopi sendiri miliknya. Usaha yang dijalankannya berjalan baik, ia mampu membeli rumah sendiri yang cukup mewah, lalu tanah yang sangat luas disekitar rumah itu.
Usahanya semakin berkembang, bahkan ia memiliki beberapa karyawan.
Sore hari, ia berjalan santai dengan putranya Ari Damrah. Ia melihat sepasang anak dengan pakaian kumuh, kotor dan terlihat sangat kelaparan.
Damrah memberikan uang dan makan pada mereka. “Dimana kalian tinggal?” tanya Damrah.
Kedua anak kecil itu menunduk, “Aku akan mengantar kalian, aku ingin bertemu dengan orangtua kalian.” lanjutnya lagi.
“Terimakasih Paman, kami tidak memiliki orangtua lagi. Mereka telah lama meninggal. Kami hanya berdua, tidak punya rumah.”
Damrah langsung memeluk kedua anak itu. “Apakah kalian bersedia tinggal bersamaku?” tanya Damrah penuh harap.
“Dia adalah Ari, putraku. Siapa nama kalian berdua?”
“Aku Hasan, adikku namanya Viza, Paman.”
“Nama yang bagus. Ayo, salaman, Nak," katanya.
“Sayang, ayo salaman dengan mereka,” pinta Damrah pada putranya.
Ari mendengus, tak suka. Hasan dan Viza terdiam dan cukup sadar diri.
“Tidak boleh seperti itu Ari. Ayo, mari ikut Paman.” Damrah membawa dua anak kecil itu pergi bersamanya, walaupun putra semata wayangnya tak suka.
Kedua bocah itu duduk di belakang, sedangkan Ari duduk di samping Damrah yang sedang mengemudi kendaraannya.
Tak lama, mereka pun sampai dirumah. “Mari masuk, anak-anak," tawarnya kepada kedua anak kecil itu.
“Mandilah, pakai dulu baju ini sementara, ya,” ucap Damrah lembut.
“Tidak, tidak bisa! Itu bajuku!” Ari menarik baju itu. Tidak mengizinkan.
“Pinjamkan sebentar, kasihan mereka. Ayah akan membelikan kamu baju yang baru, lalu membelikan mainan baru, mau 'kan?” bujuk Damrah pada putra semata wayangnya itu.
Akhirnya Ari menurut dengan wajah masih galak.
Hari-hari terus berjalan. Kehidupan mereka cukup baik, Hasan dan Viza selalu mengalah pada Ari, selalu mengikuti kemauan Ari. Bukan hanya Hasan dan Viza, Damrah juga kembali mengadopsi dua orang anak laki-laki bernama M. Buntoro dan Rasyid Masri.
Ari dan empat saudaranya yang diadopsi itu pun bertumbuh semakin besar.
Untuk memperluas usahanya, Damrah memilih menetap di desa dengan membeli tanah di sana. Ia memperkenalkan usahanya kepada penduduk desa, tentang kopi berkualitas, bagaimana cara menyeduhnya agar nikmat.
Ari bersama 4 saudaranya juga tinggal di desa.
____
“Tolong!” Terdengar suara teriakan anak gadis.
Ari melompat ke dalam sungai, menolong gadis itu, membawanya menepi. “Kalau tidak bisa berenang jangan ketengah, mandi saja di tepi!” Hardiknya kesal, lalu acuh tak acuh pergi meninggalkan gadis kecil remaja kecil itu.
“Tunggu, tunggu!” Anak perempuan itu mencoba terus mengejar, hendak berterimakasih, namun diabaikan oleh Ari.
Keesokan harinya, ia berjumpa lagi dengan Ari, saat ia hampir terjatuh di pematang sawah, ia menangkapnya. “Kalau jalan itu hati-hati, lihat jalan, jangan keliaran matamu lihat sana sini!” sinisnya. Ari masih bersikap galak.
“Terimakasih,” ucap gadis itu tersenyum dengan pipi memerah. Ari mengabaikan, tak peduli.
Gadis kecil yang berwajah ayu itu bernama Nelma Puspita. Ia jatuh hati di pandangan pertama kepada Ari. Ia mencaritahu siapa pemuda yang telah menolongnya beberapa kali itu.
“Oh, dia adalah putra juragan kopi yang baru pindah itu, Nel,” sahut Hardi, ia teman dekat Nelma, tetangga rumahnya.
“Oh.”
“Kenapa?” tanyanya penasaran.
“Tak kenapa-kenapa. Aku hanya penasaran saja, Har. Tak mengapa, hehehe," jawabnya cengengesan.
______
Dua tahun lamanya Damrah tinggal di desa, dua tahun juga Nelma mencari perhatian Ari.
“Kau mau kemana Nel?” Hardi, pemuda yang terkenal baik dan tampan itu menyapa temannya yang dekat sejak kecil karena mereka tetangga rumah.
Nelma tersenyum. “Mau jalan-jalan saja.”
“Jalan-jalan ke kedai kopi?” Tatap Hardi penuh selidik. “Tuan Damrah dan anak-anaknya telah kembali ke kota. Kau tak akan bisa menemui mereka lagi. Apalagi pria itu. Berhentilah mendekat padanya, pria sombong seperti itu kenapa kau ingin sekali berteman dengannya?” Hardi sungguh tak suka Nelma bersikap seperti itu pada Ari. Dia tidak menyukai sikap Ari, jauh berbeda sekali dengan ayahnya, Pak Damrah.
“Pindah?” tanya Nelma, mengabaikan perkataan Hardi yang lainnya. Tak menanggapi protes temannya itu.
Nelma sangat sedih, ia berharap suatu saat nanti akan bertemu Ari kembali.
***
Bertahun-tahun telah berlalu, Nelma mendengar kabar jika Tuan Damrah telah meninggal dunia. Usaha kopinya dijalankan oleh putranya Ari Damrah.
Hari itu, Nelma membaca koran, di sana tertulis Ari Damrah pengusaha muda yang sukses. Ia sangat bangga membacanya. Pemuda keren yang baik hati baginya. Ia mengambil koran dan menyembunyikannya.
“Hai, apa yang kau sembunyikan itu?” tanya Hardi. Ia menatap tangan Nelma yang disembunyikan.
“Tak ada.” Dia mencoba berbohong pada Hardi.
“Bohong! Sini lihat!” Memaksa menangkap tangan Nelma. “Hah? Cuma koran! Koran kok disembunyikan begitu?”
Hardi membuka dan membaca koran, ia melihat nama Ari Damrah beserta gambar wajahnya berwarna hitam putih dalam cetakan koran. “Jadi ini alasan kau menyembunyikan koran? Kau masih memikirkan pria ini? Sadarlah Nel, ingat dirimu, kau dan dia bagaikan langit dan bumi. Dia tinggi, kau rendah. Gadis miskin dari desa.” Hardi menatap serius Nelma.
“Iya, aku tau. Tak perlu juga kau jelaskan.” Nelma menarik koran itu, lalu mendorong Hardi kesal. Ia pergi berjalan cepat meninggalkan Hardi.
Hardi hanya bisa menatap punggung Nelma sendu.
Bertahun-tahun tak bertemu. Kini, kabar bahagia didapatkan Nelma, ada kabar, jika pengusaha muda Ari Damrah, anak Tuan Damrah akan berkunjung ke desa, memberi bantuan perbaikan jalan dan juga membangun pabrik kopi.
Ia sangat bahagia, Nelma pun membeli baju baru yang bagus, membeli pita dan lipstik di pasar.
“Hai, Nel. Kau membeli apa? Tumben kau ke pasar. Biasanya Ibumu," sapa Hardi pagi itu.
“Lagi pengen aja, kamu kenapa sih selalu ikut campur urusanku, suka-suka aku dong!” Berjalan cepat, tak suka jika Hardi terlalu mencampuri kehidupannya, apalagi jika ini mengenai Ari, pasti Hardi selalu berusaha mencuci otaknya untuk tak menyukai Ari.
“Eh, tunggu! Kenapa buru-buru gitu, sini aku bantuin bawain belanjaanmu.” Hardi menarik barang bawaan Nelma.
“Gak usah!” Tarik menarik pun terjadi, sampai baju baru yang dibeli Nelma pun terjatuh di tanah.
“Ah! Ini semua gara-gara kamu! Baju baruku jadi kotor, 'kan!” Menggerutu. Kesal sekali pada Hardi.
“Maaf, maaf, Nel .... ” lirih Hardi merasa bersalah.
“Tau, ah! Gak usah gangguin aku.” Nelma pergi, Hardi termenung sedih. Menyesal pun sudah terlambat.
___
Hari yang di tunggu Nelma pun datang.
Ari Damrah bersama 4 saudaranya yang di adopsi Damrah sampai di desa, masyarakat menyambut antusias, apalagi Kepala Desa.
Mereka dijamu dengan makanan khas desa, lalu setelah makan, mereka memperbincangkan tentang pembangunan pabrik kopi dan jalan untuk desa.
Malam hari,
Ari berjalan santai di bawah rembulan, tak ada tujuan arah tertentu, ia hanya melangkahkan kakinya ke sembarangan arah. Nelma yang diam-diam selalu memperhatikan Ari mengikuti pemuda itu saat keluar dari tempat penginapannya.
Nelma terkejut melihat arah Ari ke hutan. Ia mengikutinya terus.
“Tuan,”
“Tuan.”
“Tuan Muda!”
“Tuan Muda Ari Damrah.” Nelma memanggil-manggilnya sejak tadi.
‘Ya Tuhan, apakah ini benar Tuan Muda Ari atau setan yang aku ikuti? Kenapa dia tidak menoleh juga?’ Nelma mulai bermonolog dengan dirinya, rasa takut pun mulai menyerang, namun ia lebih khawatir jika seandainya itu memang benar pria yang selama ini ia sukai.
Entah berapa lama Ari berjalan, hingga ia kehilangan arah, sepi dan gelap barulah ia tersadar.
Ia menoleh ke belakang. “Aaaaahhh!!” teriaknya, lalu ia pukul kuat wanita yang sejak tadi mengikutinya dari belakang.
Nelma jatuh tersungkur. “Aduh,” ringisnya, ia menyentuh pipinya yang lebam.
“Kau manusia? Aku pikir hantu!” Ari melotot marah sambil ngos-ngosan karena terkejut.
“Maaf, saya mengagetkan Tuan. Tadi saya melihat Tuan berjalan sendirian ke arah sini, aku mencoba memanggil sejak tadi. Tapi, Tuan hanya diam saja. Di depan sana hanya ada hutan," jelas Nelma.
Ari segera mendekat, menyentuh pipi Nelma. “Maaf, maaf, aku sungguh tidak sengaja," kata Ari.
“Iya, aku mengerti, Tuan," jawab Nelma.
“Mari kita pergi dari sini, luka di pipimu harus diobati dulu. Ayo!” ajak Ari.
“Mari, Tuan.” Nelma mengikuti langkah Ari, walau pipinya terasa sakit, tapi hatinya bahagia.
Apakah ini yang di sebut jodoh?
Nelma dan Ari sampai di tempat penginapan. Hasan melihat Nelma tajam, “Rasyid ambilkan obat, aku tidak sengaja memukul gadis ini tadi.” Ia menyuruh adiknya.
“Kau mau minum apa Gadis?” tanya Ari menatap Nelma tersenyum.
“Terserah Tuan saja,” jawab Nelma malu-malu.
“Viza, bawakan minuman hangat kemari,” pinta Ari.
“Ok, Kak.”
_______
Rasyid memberikan kotak obat pada Ari. Pemuda itu mengoleskan obat salep untuk lebam di pipi Nelma.
Deg! Deg! Dada Nelma bergemuruh hebat, pipi dan telinganya terasa panas, suhu tubuhnya meningkat.
“Kau kenapa, kenapa wajahmu terlihat pucat?” Ari menatap wajah Nelma lekat. Intens.
“A-aku—” Terbata, gugup.
“!!!” Ari dan saudaranya terkesiap!
Nelma jatuh pingsan, saking terkejutnya. Ia sangat deg-degan melihat wajah pemuda yang ia cintai sangat dekat dengan wajahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!