NovelToon NovelToon

A Fan With A Man

Via telephone

Siapapun mengenal gadis manis tinggi semampai dengan rambut ikal sebahu menjuntai bergelombang milik Meila. Dengan perempuan disebelahnya, dia berlari-lari kecil menuju kantin begitu mata kuliah kedua selesai. Perutnya terasa lapar memukul-mukul rongga lambungnya ingin segera minta diisi.

"Tunggu gue Mei, cepet-cepet banget sih." sambil merengut, Airin berlari-lari kecil berusaha mengikuti langkah sahabatnya dengan kaki sedikit terseret.

Meila yang mendengar ucapan Airin hanya sedikit melirik dan mengukir senyum tipis di bibirnya.

Tinggal beberapa langkah lagi mereka sampai ke tempat tujuan dimana mereka akan memanjakan perut dengan berbagai macam menu lezat.

"Lo kan tau kalau udah jam segini perut gue gak bisa di ajak kompromi. Lo mau perut gue sakit?" Sambil mendudukkan bokongnya di kursi yang kosong sambil meletakkan tas nya di atas meja samping tangan kirinya.

"Ya gak usah lari lari kayak tadi gitu dong, yang ada malah perut gue yang sakit." sungut Airin memarahi Meila. Sedangkan gadis yang di marahi hanya memasang senyum sedikit memperlihatkan gigi rapinya.

"Makanya isi perut dulu biar perut lo gak sakit." sekali lagi Meila hanya memberikan senyuman manisnya dan sedikit menaikkan alisnya pada Airin.

"Emang lo gak sarapan tadi pagi? sampe keliatan nya laper banget, Mei?" Airin memiringkan kepalanya ke arah Meila sambil menaikkan alisnya penuh tanya.

Meila yang mendengar pertanyaan Airin hanya tertawa dan menggelengkan kepala nya geli.

"Sarapan, lah.. lo kan tau kalo tiap pagi bi inah selalu buatin gue sarapan. Sekarang kan udah siang, lo ngerti kan maksudnya siang? Makan siang, Rin... Lunch!" Meila menegaskan kata "lunch" pada Airin seperti menjelaskan pada anak umur lima tahun.

"Tapi gue heran sama lo, badan lo langsing-langsing aja sih, meski ngemil juga. Gak mikirin diet pula. Kalo gue boro-boro, berat badan cepet banget naiknya. Sampe gue stress ngatur pola makan gue."

Meila yang mendengar ocehan Airin hanya bisa menggelengkan kepala dan tertawa dengan tingkah lucu sahabat nya ini. "itu tuh masalah lo! Lepasin aja, rin. gak usah stress. Stress itu salah satu faktor utama pola makan gak teratur. Coba lo cari kegiatan lain, kayak baca Novel, komik, nonton kartun. Jangan lupa juga olahraga, sama tidur jangan kemaleman. Lo sih begadang mulu"

Airin yang mendengar ceramah sahabatnya hanya merengut dan menopang dagunya dengan sebelah tangannya.

"Yaudah buruan lo mau makan apa? biar gue yang pesenin." tanya Meila.

"Sekalian traktir dong..??" goda Airin pada Meila.

"Beresss..." Meila yang sudah terbiasa dengan godaan Airin tidak merasa tersinggung. Dia hanya tertawa sambil mengangkat jempolnya tanda setuju.

Mereka menikmati santapan makan siang bersama dengan nuansa kantin yang mulai ramai oleh pengunjung mahasiswa lain. Tidak jarang mereka juga berbincang sambil bersenda gurau bersama menikmati angin sejuk tanda akan turun hujan.

Semua orang tau Meila hanya tinggal berdua saja dengan bi inah, seorang asisten rumah tangga yang sudah bekerja sejak Meila dilahirkan. Di tambah seorang tukang kebun yang tidak tinggal menetap di rumahnya. Kesibukan orang tuanya memang membuat Meila terpisah jarak dengan mereka. Tapi itu tidak membuat Meila menjadi anak yang susah di atur ataupun terlibat pergaulan bebas.

Meila sangat memahami batasan, mana yang harus diambil dan mana yang harus di jauhkan. Oleh karenanya, kedua orang tua Meila tidak khawatir meninggalkannya seorang diri ke Luar Negeri dengan memberikan tanggung jawab mengurus diri sendiri tanpa syarat. Mereka percaya bahwa putrinya akan tau apa batasannya.

Mata kuliah ketiga telah selesai. Meila bersiap-siap menata buku dan merapikan kemudian memasukkannya ke dalam tas. Jarak antara kampus dan rumahnya sekitar 30 menit, itupun tanpa macet. Hari ini dia menggunakan taksi dari aplikasi untuk menjemputnya.

Dia memasuki pintu gerbang besar diapit dengan pepohonan rindang hingga membuat pejalan kaki merasa teduh.

"Non, udah pulang?" Bi inah menghampiri majikan kecilnya sambil berlari-lari.

"Iya, bi. Dosen cuma ngasih tugas tadi." jawab Meila sambil mengukir senyum dan sang bibi membalas anggukan tanda mengerti.

"Non Mei mau langsung mandi atau santai-santai dulu? biar bibi langsung siapkan." tanya bi inah meyakinkan.

"Langsung mandi aja, bi. Tadi sedikit gerimis soalnya." jawab Meila.

"Siap non, bibi akan siapkan." Bi inah menganggukan kepala pamit untuk menyiapkan keperluan Nonanya.

Meila menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai 2 rumahnya. Sebagai putri satu-satunya di keluarga Wiguna memang tidak membuatnya pongah. Dia malah berfikir itu adalah tugas berat yang harus di jaga. Oleh sebabnya, Meila tidak pernah meletakkan nama belakang keluarganya pada nama lengkapnya. Karena dia tidak mau dikenal oleh orang banyak karena nama 'Wiguna' yang disandangnya.

Meila telah selesai mandi. tubuhnya terasa segar dan ringan. Dia berjalan menuju kamarnya sambil seskali bersenandung kecil. Dia memilih mengenakan pakaian casual rumahan yang nyaman.

Meila mengecek social media miliknya, salah satunya facebook. Salah satu aplikasi social media pertama yang Meila punya pada zamannya.

Suara pesan notifikasi direct message mengalihkan perhatiannya. Membuatnya mengerutkan alis tapi tak luput dari rasa ingin tahu.

Siapa yang mengirimiku pesan ?

Hatinya bertanya-tanya. Dia membuka pesan masuk yang berada si sudut kanan atas. Ada sebuah nama yang dia kenal tapi tak pernah memperhatikan secara detail profilnya. "Dimas Alexsander", nama yang mengiriminya pesan.

"Hi.. boleh kenalan? Oiya, sebelumnya mungkin kita berteman tapi tak pernah saling menyapa." Ucapnya tak lupa memberikan tanda emoji.

"Hi, salam kenal sebelumnya. Boleh kok.. Oh ya? maaf aku gak pernah memperhatikan." jawab Meila sungkan sambil memberikan tanda emojinya.

"Anyway.. boleh minta nomor telepon kamu? Biar bisa bicara lewat telepon secara langsung?" Meila mengerutkam dahinya.

Hah?! Baru first introduce udah minta nomor hape gue? kenal juga baru, saling kenal sebelumnya juga nggak?

"Maaf aku gak bisa kasih nomor ke orang yang baru dikenal. Karena aku juga gak terbiasa berkomunikasi lewat telepon." Meila memberikan alasan yang menurutnya masuk akal agar tidak menyinggung dan tidak lupa juga meletakkan emoji nyengirnya.

"Ooh. Ok. Maaf sebelumnya. Terimakasih.." jawab Dimas singkat.

Reaksi Meila juga cukup membuat kaget. Ada rasa sedikit kesal tapi sedikit penasaran dengan jawaban si pria. Diketuknya foto profil, namun tidak muncul. Lalu Meila mencari nama melalui pencarian tapi tidak muncul juga.

What?!! langsung di blocked ? gue di blocked ? Seorang Carmeila Queenza Wiguna di blocked seorang pria melalui akun facebook ? Ya Tuhan... apalagi ini ?Ini aneh... sungguh aneh!

Pikirannya langsung di gayuti rasa ingintahu yang berlebih. Meila sadar, tidak ada yang bisa di lakukan olehnya kecuali si Pria yang bernama 'Dimas Alexsander' lah yang membatalkan blocked akunnya sendiri.

Cheerleaders

"Bi, aku berangkat dulu yaa.. Jangan lupa kunci pintu. Oiya, hari ini jadwal Pak Maman berkebun jangan lupa siapin peralatan nya yang ada di gudang belakang ya."

sambil menuruni anak tangga Meila menjelaskan beberapa tugas yang harus di kerjakan.

"Baik, Non.. sambil menganggukkan kepala tanda mengerti.

"Non Meila gak sarapan dulu? Bibi siapin ya sebentar. Nanti perut Non sakit gimana?" tanya bi inah cemas.

"Gak usah bi, aku lagi buru-buru ada tugas penting. Aku sarapan di kantin aja." jawab Meila dengan senyum meyakinkan.

"Baik Non."

Setelahnya Meila langsung keluar dan mengemudikan mobil matic nya sambil memutar music favoritenya.

Semalam, setelah makan malam dan mengerjakan tugas Meila melakukan rutinitas favorite nya selain membaca. Dia menonton film Turki favorite yang diperankan oleh Actor favoritenya, "Alp Navruz" .

Meila memang berbeda, jika gadis-gadis di luar sana lebih memilih mengidolakan K-Pop atau Boyband korea tetapi Meila lebih memilih mengidolakan Actor/Actris Turki. Dengan menonton film Turki, Meila bisa menghabiskan waktu berjam-jam di depan TV atau Laptopnya dan menangis karena ikut terbawa perasaan dengan alur cerita.

Maka dari sebabnya, Meila harus memutar otak untuk menyamarkan matanya yang sedikit bengkak dan merah. Jalanan ibukota pagi ini masih sedikit sepi, dikarenakan memang masih jam 6.30 pagi hanya sedikit Anak-anak lalu lalang yang berangkat ke Sekolahnya masing-masing dengan di antar oleh orangtuanya atau sekedar di antar oleh supirnya.

Pikirannya memang masih sedikit terganggu dengan insiden blocked akun facebooknya semalam. Meila tak habis fikir, apakah 'Dia' si pria itu memang selalu melakukan hal dengan meminta-minta nomor telepon para gadis ke semua teman perempuannya?

Meila menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kenapa gue mikirin banget sih? Stop girl, come on!" Meila menyemangati diri sendiri penuh tekad.

"Lagian ngapain juga gue harus mikirin yang gak penting kayak gitu? wasting time, Mei... ck!"

Hari ini memang ada mata kuliah pagi, selain tugas penting yang harus diselesaikan Meila juga salah satu anggota Senator kampus dengan posisi yang cukup lumayan sibuk menurut porsinya.

Gerbang kampus belum begitu ramai dengan lalu lalang mahasiswa. Hanya ada beberapa yang datang karena mungkin jadwal mata kuliah yang sedikit siang.

Meila keluar dari mobilnya begitu selesai memarkirkan mobil. Ditengoknya kanan dan kiri tapi tidak menemukan mobil sahabatnya, Airin. Meila hanya menggeleng-geleng kepala heran sambil menepuk jidat.

"Gimana sih tuh anak? Dia yang nyuruh pagi, tapi dia yang telat. Kebiasaan. Tuman!" Meila tertawa sendiri sambil menyelempangkan tas nya ke punggung kanan.

Koridor demi koridor Dia lewati dengan santai. Sampai sebuah suara orang berlari datang dari kejauhan dan mendekat.

"Good Morning, adik kecil.." sapa pria manis, dengan brewok tipis sambil merangkulkan tangan nya ke bahu Meila. Meila yang telah hafal siapa yang menghampirinya sudah bisa menebak, karena memang hanya ada satu pria yang seperti itu. Ya, dia 'Rendy Pratama' kakak senior tampan cukup populer sekaligus ketua Senator kampus.

"Günaydın Rendy abı.." jawabnya singkat sambil memasang senyumnya yang manis.

"Tuhkan bahasa itu lagi. Jawabnya yang bener dong." ucap Rendy sedikit menarik ujung bibirnya tanda tidak suka.

"Siapa duluan yang mulai sih, kak? hm..?" tanya Meila sambil menggoda.

Rendy menarik nafas tanda mengalah.

"Okay, aku yang mulai." ucapnya menyerah sambil memasang muka manisnya dan melengkungkan lesung pipinya yang menggoda. Namun lesung pipi itu tidak mempan dengan Meila, dan Rendy tau itu. Hati Meila tidak mudah untuk di sentuh pria. Dapat berbicara akrab seperti ini saja sudah keajaiban luar biasa bagi nya. Karena tidak semua pria bisa mendapatkan kesempatan se akrab sepertinya.

"Kamu kok manis banget sih hari ini dengan mata panda yang sedikit sembab dan merah kayak gitu?" kekeh Rendy sambil menahan tawanya yang akan meledak dan itu membuat Meila sedikit terganggu. Dengan tiba-tiba Meila menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya ke arah Rendy sambil memasang ekspresi kaget.

"Hah? emang keliatan banget kak? padahal aku udah tutupin sedikit tadi pake foundation." jawabnya dengan gugup sambil menyentuhkan tangannya ke arah kantung matanya memasang muka cemas.

"Hahaha. Hei, santai sih, lagian cuma aku yang hafal banget muka kamu. Yang lain emang bisa?" sambil menangkup pipi Meila, Rendy memberikan jawaban sedikit menenangkan untuk menghilangkan kecemasan gadis didepannya.

"Gak usah gombal deh kak, masih pagi. Eh tapi, emang beneran? Yang lain gak bakal ngeh kan sama mata aku?" tanyanya polos.

Rendy hanya mengusak-usak gemas kepala Meila ketika melihat tingkah polosnya. Memang, di kampus selain Meila tidak ada gadis yang sepolos dan semanis dia. Selain karena mereka cukup akrab, perlakuan Rendy pada Meila akan membuat iri siapapun yang melihatnya, terutama para gadis-gadis mahasiswi. Orang tua mereka saling mengenal, Meila dan Rendy sudah saling mengenal sejak mereka di bangku SMA. Sedangkan kedua orangtua Rendy dan kedua orangtua Meila telah mengenal dan merintis karir bersama sampai sama-sama sukses.

Rendy mengerutkan alisnya ketika langkah Meila berubah. Setelah koridor terakhir harusnya mereka berbelok ke kanan tetapi Meila malah berbelok kekiri dan itu berarti tempat dimana terdapat banyak makanan lezat ringan sampai makanan berat ada disana.

"Kamu mau kemana? kelas kan ada dikoridor sini." tanya Rendy bingung.

"Ke kantin kak. Aku belum sarapan tadi, buru-buru takut kesiangan eh pas sampe malah masih kepagian juga." jawab Meila sambil memberengutkan bibirnya dan itu tak luput dari perhatian Rendy.

Oh God.. Ini cewek manis banget! merengut kayak gitu aja manis. Bikin gue gemes.. Tahan Rendy...

Rendy berjalan menghampiri "Kenapa nggak bilang sih, kan bisa aku temenin." jawabnya lembut penuh perhatian..

"Ya kakak gak nanya tadi." jawabnya cepat.

Rendy menarik nafas dalam dan menggandeng tangan Meila menuju kantin. "Yuk, kakak temenin. kasian anak kecil sarapan sendiri. Gak baik! Nanti kalo diculik kan repot!" kekeh Rendy menggoda si gadis.

Meila yang hafal sifat Rendy hanya membelalakkan matanya dan si pria hanya menjawab dengan kekehan tawa kecil.

"Kak Rendy mata kuliah jam berapa emang? kok santai santai aja sih, pake nemenin aku disini. Emang gak telat?" sambil mengaduk hot cokelatnya Meila bertanya. Rendy hanya tersenyum. "Jam 8. masih ada setengah jam lagi kok. Tenang aja." jawabnya menenangkan.

Rendy mengangkat tatapan matanya ke arah Meila. Sebelum akhirnya bertanya, dia sedikit berdehem.

"Kamu... gak ada niatan masuk anggota cheers, Mei?"

Meila mengalihkan pandangannya pada Rendy. "Enggak ah kak, biar MaBa aja yang ikut. hehehe" jawabnya sambil memasang ekspresi nyengirnya.

Seakan tidak puas dengan jawaban Meila, Rendy tidak tahan untuk tidak menggodanya. "Enggak mau coba dulu?" tanyanya lagi sambil memajukan wajahnya.

"Bener tuh, Mei.. coba aja dulu."

Tiba-tiba suara seseorang yang dicarinya sejak tadi muncul sambil memasang muka tanpa rasa bersalah.

"Kemana aja lo jam segini baru dateng? Begadang lagi kan? Lo yang ingetin malah lo sendiri yang telat." Meila bersungut-sungut sedangkan yang dimarahi hanya bisa nyengir. Rendy hanya menahan tawa geli melihat Meila memarahi Airin didepannya.

"Jangan ikutan ketawa, kak! ck.." ujarnya sinis.

"Hehehe.. Sorry, Mei.." jawab Airin sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf 'V' .

"Iya, iya. Gue kan baik orangnya! Nih duduk. Udah sarapan belom lo?" Meila menepuk kursi sebelahnya menawarkan sahabatnya untuk duduk.

Airin tersenyum, "Tenang. gue udah sarapan kok. Di mobil." Meila menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Okay.."

"Jadi gimana soal tawaran aku?" tanya Rendy lagi untuk meyakinkan.

"Enggak deh, kak. Aku udah bosen jadi anggota cheers. Udah kenyang dari SMA. Kamu tau sendiri kan?" jawaban Meila sekaligus pertanyaan yang di barengi dengan senyuman.

Rendy tersenyum paham apa maksud perkataannya.

"Okay. Aku gak mau maksa kamu. Tapi kalau kamu berubah fikiran atau ada ide mengenai Cheerleaders, kamu bisa mengutarakan pikiran kamu. Jangan sungkan-sungkan." ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Cheerleaders? Udah gak kebayang lagi gimana ribetnya macam-macam gerakan itu. Cukup tugas senat aja yang bikin pikiran gue terpecah untuk saat ini.. Huuuftt!

Tugas

Pagi ini kelas begitu ramai dengan suara kebisingan mahasiswa dan mahasiswi. Ada yang hanya mengobrol biasa, curhat ke sesama sahabat, sekedar bercanda, atau menjahili teman terdekat untuk sedikit menghilangkan rasa jenuh karena tak tahu apa yang harus dikerjakan.

Begitupun dengan Meila yang sedikit terlihat mengobrol ke beberapa teman temannya, namun tak jarang pula banyak teman pria menghampiri untuk sedikit mencuri waktu sekedar lebih dekat dengannya. Atau yang biasa kita sebut "MODUS".

Sebulan telah berlalu sejak insiden blocked account facebook milik Meila terjadi. Meila yang sedang disibukkan dengan Ma-Ding kampus dapat sedikit mengalihkan pikirannya dengan hal-hal lain yang mengganggu sebulan terakhir ini. Meski tak jarang dia mencuri-curi sedikit waktu untuk sekedar mengintip apakah dia masih di blocked atau tidak.

(*haha! sungguh ironi memang!)

Memang benar kejadian itu cukup mempengaruhi konsentrasinya sebagai siswi yang notaben nya sulit untuk dipengaruhi seorang pria.

Meila mendapatkan tugas dari Rendy untuk mengumpulkan seluruh data para siswa dan siswi guna menyeleksi beberapa kriteria anggota untuk masuk ke dalam anggota Senat. Tidak sedikit mahasiswa maupun mahasiswi yang mendaftar, entah itu MaBa ataupun satu angkatan dengannya.

Seorang temannya, Sisilia Callista mendekati Meila dan berkata. "Mei, gue boleh daftar juga?"

Meila hanya senyum dan menjawab dengan antusias. "Boleh dong, Sil.. gak ada yang ngelarang. Siapapun boleh daftar asalkan memenuhi kriteria, dengan syarat lo gak terikat sama instansi apapun atau instansi manapun didalam atau diluar kegiatan kampus tanpa melibatkan diri lo didalamnya."

Meila tidak terlalu dekat dengan Sisil. Selain memang agak sedikit angkuh dan suka memilih teman, Sisil selalu menganggap Meila sebagai saingan nya. Namun hal itu tak mau mempengaruhi Meila, bagi Meila semua nya adalah teman, baik buruk seseorang bukan kita yang menentukan selama kita bisa membawa diri tanpa mempengaruhi kepribadian diri sendiri.

"Mei, lo yakin buka peluang buat si centil itu masuk anggota senat? Lo tau kan sifat dan sikapnya ke lo gimana?" bisik Airin pelan takut didengar yang bersangkutan. Airin dan Sisil duduk berseberangan meski di halangi meja berukuran satu setengah meter.

"Ssstt.. gak boleh gitu, Rin! Gak ada salahnya dia masuk anggota kita, masalah baik dan buruknya sifat ataupun sikapnya ke gue, biar itu urusan belakangan. Gue gak mau di bilang pilih kasih." ucapnya tegas.

Airin menatap Meila lekat-lekat. "Gue bingung sih sama lo. udah disakitin sama cewek yang jelas-jelas cuma manis didepan lo aja masih lo baikin, apalagi kalo tuh orang emang beneran tulus ke lo, Mei? udah lo belain mati-matian kali!" Meila yang mendengar ocehan sahabatnya tiba-tiba tergelak, suara tawanya meledak sampai membuat seluruh siswa dan siswi menoleh ke arahnya. Hal itu membuat Meila canggung dengan tingkahnya namun bukan Meila namanya kalau tidak bisa mencairkan suasana.

Meila mengangkat ke dua tangannya. "Sorry guys. si Airin barusan ngelawak di depan telinga gue. hehehe" semua yang ada di sana ikut tertawa tak sedikit pula pria yang menatap terpesona ke arahnya. Hal itu tak luput dari pandangan Sisil, membuat Sisil menaikkan sudut bibirnya tidak suka.

"Hahaha.. lo bener kok. Tapi kalaupun emang ada yang tulus tanpa embel-embel syarat sedikitpun, itu patut di acungi sepuluh jempol." candanya lagi namun membuat Airin menolehkan kepalanya penuh tanya.

"Hahh? sepuluh? jempol siapa aja Mei, gak pake jempol kaki kan?". Lagi, Meila tak henti-hentinya tertawa dengan tingkah Airin.

"Ya enggaklah, masa pake jempol kaki? gak sopan dong.. Nih ya dengerin, 2 jempol tangan gue, 2 jempol tangan lo, 2 jempol tangan kak Rendy, 2 jempol tangan bi inah.........." Meila sengaja menghentikan kata-katanya untuk memancing sahabatnya dan itu berhasil.

"Terus 2 jempol lagi punya siapa? baru delapan itu lo gak salah ngitung kan?" hal itu malah membuat Meila semakin ingin menggodanya.

"Dua jempol lagi punya pak Komar satpam gerbang depan yang biasa godain lo! hahahaha" hal itu membuat Airin membelalakkan kedua matanya sedangkan Meila hanya geleng-geleng kepala geli.

 

🦋🦋🦋

 

Di tempat lain tampak seorang pria sedang menatap layar laptopnya sambil sesekali membalas pesan masuk atau sekedar mengecek notifikasi di telepon genggamnya. Dia terlihat sedang mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus selesai malam ini juga.

"Belom selesai juga, Dim? perasaan cuma sedikit kenapa ditangan lo jadi panjang banget?" Dimas yang mendengar Bryant mendekat dan berkata hanya sedikit menyunggingkan bibirnya.

Dimas menghentikan sejenak perhatiannya sambil sesekali menjawab. "Itu kan perasaan lo, bukan gue! Dan gue itu bukan lo yang selalu nganggep remeh kerjaan." Bryant setengah melotot karena jawaban sahabatnya yang sedikit pedas.

Posisi Dimas di kampusnya memang cukup penting sebagai anggota instansi di kalangan mahasiswa. Tak jarang semua tugas dilimpahkan kepadanya karena pekerjaanya yang teliti dan selalu mendatangkan hasil yang tidak mengecewakan para dekan maupun dosen.

Tetapi entah kenapa dia tidak mau di jadikan sebagai ketua Senat ataupun ketua instansi dengan alasan tak mau memikul tanggung jawab berat.

Tiba-tiba saja Dimas teringat akan tindakannya pada seorang gadis sebulan yang lalu. Dimas akui tindakannya memang sedikit egois apalagi itu dilakukan pada gadis yang belum pernah dia temui sebelumnya, hanya sedikit berlalu lalang di akun facebook miliknya.

Dan satu pertanyaan terlintas di benaknya hingga membuat Bryant sedikit mengernyitkan alis penuh tanya. Akhirnya Bryant lah yang tidak sabar mengeluarkan suaranya untuk bertanya.

"Ada yang pengen lo tanyain ke gue? atau ada yang pengen lo omongin gitu?". Dimas menolehkan kepalanya segera.

Dimas memang biasa membagikan masalah hidupnya pada Bryant, entah itu masalah pribadi baik atau buruk, bahkan bisa dibilang Bryant sudah hafal luar dalam sifat sahabatnya ini. Begitupun dengan Bryant, dia tidak sungkan-sungkan untuk menceritakan apapun pada Dimas kalau memang ada suatu hal yang mengganggu pikirannya.

"Yant, salah gak sih gue nge-blocked akun media sosial seseorang padahal cuma hal sepele?"

Bryant yang mendengar ucapan Dimas langsung mengernyitkan alisnya dan sedikit memajukan tubuh ke arahnya. "Emang siapa yang lo blocked? jangan bilang kalo itu cewek?!" tanyanya lagi.

Dimas sedikit menarik nafas sebelum menjawab. "Ya. sebulan lalu. awalnya gue cuma iseng pengen minta nomor telepon doang, kali aja dikasih. Eh ternyata enggak. Yaaa... alasannya sih karena dia gak terbiasa komunikasi sama orang yang belum dikenal. Alasannya sih cukup masuk akal, tapi bodohnya gue malah gue blocked akun-nya tanpa gue tanya-tanya lagi." Senyumnya ironi tanda sedikit menyesal.

"Lo udah coba komunikasi lagi ke tuh cewek?" tanya Bryant penasaran.

Dimas menarik nafas dalam dan menjawab. "Belom. Kan lo tau sebulanan ini gue sibuk ngerjain kerjaan kampus. Ditambah lagi setumpuk tugas senat yang nguras otak."

Bryant yang semula cuek mulai sedikit tertarik dengan pembicaraan mereka. Ditolehkannya kepala ke arah Dimas sambil menaikkan sebelah alisnya dan ditatapnya sebelum bertanya. "Kalo gue boleh tau, siapa nama cewek yang berhasil ngusik pikiran lo itu, hah?"

Dimas sedikit tersentak, jantungnya berdetak, lidahnya kelu sedikit sulit untuk mengeluarkan kata, namun tak urung dia menjawab.

"Carmeila Queenza." jawabnya dengan senyum penuh ironi sedikit rasa kagum.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!