Karenina Pov
Namaku Karenina Anastasia, biasa dipanggil Nina. Umurku 25 tahun, saat ini aku bekerja sebagai perawat pribadi. Aku bekerja pada keluarga yang membutuhkan keahlianku sebagai perawat spesialis terapi. Aku membantu pasien yang sedang menjalani terapi melatih otot-otot tulangnya. Seperti pasien pasca kecelakaan, pasien stroke atau yang lainnya.
Aku hidup seorang diri karena orang tuaku meninggal dan adikku tidak ditemukan saat peristiwa tsunami di Aceh beberapa tahun silam. Liburan yang direncanakan orang tuaku ternyata berakhir tragis. Dalam satu waktu aku kehilangan segalanya. Beruntung aku mendapat uang asuransi hingga bisa melanjutkan sekolahku sampai kuliah di akademi perawatan.
Dari kecil aku tinggal berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Hingga akhirnya Bu Lidya memboyongku ke Bandung dan tinggal di panti asuhan bersamanya. Sampai SMA aku tinggal di sana. Setelah lulus, aku keluar dan mencoba hidup mandiri. Membiayai kuliahku sendiri dengan bekal sisa uang asuransi dan kerja part time di beberapa tempat hingga akhirnya studiku selesai.
Orang-orang bilang kepribadianku ceria, mudah bergaul dan keras kepala. Beberapa temanku memuji penampilan fisikku. Rambut hitam panjang sebahu, kulit putih mulus, tinggi 170 cm, bodi bak biola, ukuran dada yang pas, tidak besar dan tidak juga kecil, bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir merah muda.
Namun mereka juga mengatakan penampilan fisikku tidak sejalan dengan kelakuanku yang kadang gesrek dan somplak. Selama hidupku hanya dua pria yang pernah singgah dalam hatiku. Yang pertama Danial, senior sekaligus cinta pertamaku saat SMA. Kami berpacaran selama 3 tahun, namun orang tuanya tidak menyetujui karena latar belakang keluargaku. Demi menjauhkanku darinya, Danial dikirim kuliah ke luar negeri. Hingga kini kami tidak pernah berkomunikasi lagi apalagi bertemu.
Saat ini aku sudah bertunangan dengan Fares. Kami bertemu di yayasan tempatku bekerja. Orang tuanya adalah donatur tetap yayasan itu. Dua tahun yang lalu kami resmi berpacaran. Setahun berikutnya dia mengajakku bertunangan. Aku sedang menunggu persiapan pernikahan kami yang rencananya akan diadakan enam bulan lagi. Mamanya sangat sayang kepadaku, terkadang aku meragukan niatku menikah dengannya apakah karena aku mencintainya atau karena aku menyayangi mamanya.
Hari ini aku mendapat telepon dari yayasan tempat aku bekerja kalau ada keluarga yang membutuhkan jasaku. Anak keduanya mengalami kecelakaan setahun yang lalu dan kini hanya duduk di kursi roda. Dokter ahli tulang mengatakan kalau dia bisa berjalan kembali asal dia mau melakukan terapi dengan rutin. Dan mereka memilihku dikarenakan reputasiku yang baik menurut mereka. Bukan sombong, tapi selama empat tahun aku bekerja, hasilnya selalu memuaskan. Aku berharap kemampuanku berguna untuk menyembuhkan anak kedua dari keluarga tersebut.
Akhirnya aku tiba di kediaman mereka. Rumah mereka terletak di salah satu kawasan elit di kota Bandung. Rumahnya begitu besar dengan mengambil gaya arsitektur Eropa. Pilar-pilar besar tampak kokoh menopang bangunan rumah bercat putih ini. Kali ini aku bekerja untuk keluarga Teddy Hikmat, salah satu konglomerat di negara ini. Kekayaannya tidak bisa dihitung dengan digit kalkulator. Sebenarnya aku sedikit takut, ini kali pertama aku bekerja dengan keluarga konglomerat. Aku mengambil nafas panjang seraya berdoa dalam hati, semoga pekerjaanku kali ini diberi kemudahan dan kelancaran.
☘️☘️☘️
Abimanyu Pov
Namaku Satria Abimanyu Hikmat, usiaku 28 tahun dan aku anak kedua dari keluarga Teddy Hikmat. Kakakku bernama Perwira Arjuna Hikmat dan adikku Sekar Maeswara Hikmat. Jangan heran dengan namaku dan saudaraku, papaku memang penggemar tokoh pewayangan. Aku bersyukur papaku tidak menamaiku Gatot Kaca. Di usiaku yang terbilang masih muda aku sudah menjadi duda.
Tepatnya dua tahun lalu aku menikahi seorang gadis yang aku cintai, Fahira namanya. Namun sayang pernikahan kami hanya bertahan selama enam bulan. Pernikahanku kandas karena perselingkuhan istriku, sialnya yang menjadi selingkuhannya adalah sepupuku sendiri.
Awalnya aku tak mempermasalahkan dengan siapa dia berselingkuh. Mengetahui pengkhianatannya sudah cukup bagiku menjatuhkan talak padanya. Tapi ketika aku tahu kalau Vicko, sepupuku sendiri yang telah menghancurkan pernikahan kami, membuatku gelap mata. Aku mendatanginya yang saat itu berada di apartemennya dan sedang bercinta dengan Fahira. Perkelahian langsung terjadi.
Merasa bukan tandinganku, Vicko kabur bersama Fahira, dan aku terus mengejarnya.
Kami berkejaran menggunakan mobil laksana pembalap F1. Malam itu hujan cukup deras namun tak menyurutkan niatku mengejar kedua pendosa itu. Suara ban mobil berdecit terkena aspal yang basah. Hingga di sebuah tikungan datang sebuah bus dengan kecepatan tinggi. Vicko membanting setir dan membuat mobilnya berputar kemudian menghantam mobilku. Benturan keras tak dapat dihindari, kendaraan kami rusak parah bahkan mobil Vicko terguling beberapa kali lalu pindah ke jalur sebelah. Naas sebuah minibus kembali menabraknya.
Vicko dan Fahira tewas di tempat kejadian, sedangkan aku menderita luka berat. Selain cedera kepala, tulang belakangku juga terluka yang menyebabkan aku tak bisa menggunakan kedua kakiku. Rasanya sudah jatuh tertimpa tangga. Pernikahanku hancur, mantan istriku meninggal dan kini aku lumpuh.
Orang tuaku mencoba berbagai cara untuk menyembuhkanku. Biar bagaimana pun aku adalah salah satu pewaris kerajaan bisnis mereka. Bahkan mereka sampai membawaku berobat ke luar negeri. Setelah serangkaian pengobatan mereka mendapat kabar gembira. Aku masih bisa berjalan tetapi harus menjalani terapi.
Enam bulan terapi namun tidak membuahkan hasil. Orang tuaku membawaku kembali ke tanah air. Mereka membuat ruangan khusus untuk aku terapi, Menurut dokter yang menanganiku, sebelum terapi aku harus memulihkan kondisi mentalku dulu. Kesembuhanku tergantung pada seberapa besar tekadku untuk sembuh. Semenjak pengkhianatan istriku aku tidak punya semangat lagi, ditambah kecelakaan dan kelumpuhan yang kuderita membuatku pesimis menjalani hidup.
Sehari-hari aku memang orang yang jauh dari kata ramah. Berbeda dengan kakakku yang supel, ramah dan selalu tersenyum. Aku cenderung pelit untuk tersenyum. Aku tidak mudah percaya pada orang lain dan membuka diri. Tapi semenjak aku mengenal Fahira sedikit demi sedikit sikapku berubah. Tapi karena Fahira pula aku kembali pada diriku yang dulu. Sekar selalu mengatakan aku orang yang dingin, ketus, cuek dan semua julukan menyebalkan dia sematkan padaku. Tapi menurutku masa bodo!
Papa mengatakan hari ini aku akan mendapat seorang perawat baru yang akan membantuku menjalani terapi. Semenjak pulang dari luar negeri, sudah delapan perawat keluar masuk membantuku. Tapi mereka semua menyerah karena sifatku yang semakin temperamen pasca kecelakaan. Papa mengatakan kalau perawat ini adalah yang terbaik di bidangnya. Oke, let’s see berapa lama dia akan bertahan denganku.
☘️☘️☘️
**Hai readers semua... mamake datang lagi nih bawa cerita baru untuk kalian. Semoga kalian suka dengan cerita mamake yang sekarang.
Peluk cium buat kalian semua🤗😘**
Nina baru saja turun dari taksi online. Dia berdiri di depan rumah mewah nan luas sambil memegang kopernya. Seorang satpam yang berjaga menghampirinya.
“Maaf mau bertemu siapa?”
“Saya Karenina, perawat yang akan bekerja di rumah ini.”
“Oh ya, pak Juna sudah mengatakannya pada saya, mari mba saya antar.”
Satpam yang bernama Tatan itu berjalan di samping Nina. Sesekali dia melihat pada gadis di sampingnya ini. Dilihat dari penampilan fisiknya, gadis ini lebih cocok sebagai model dari pada perawat. Pak Tatan mengantar sampai ke dalam ruang tamu. Dia mempersilahkan Nina untuk duduk. Kemudian dia ke dalam mencari majikannya. Setelah memberitahukan kedatangan perawat itu, pak Tatan kembali ke posnya.
Nina memandang berkeliling. Matanya jatuh pada sebuah foto keluarga berukuran besar yang terpajang tepat di depannya. Terdapat sepasang suami istri yang diyakini Nina sebagai Teddy Hikmat dengan istrinya Rahma Yulia. Kemudian ada dua pria ganteng serta seorang gadis cantik.
Mereka pasti anak-anaknya pak Teddy. Hmm.. buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya, bapaknya ganteng, ibunya cantik udah pasti keturunannya produk unggulan semua. Tapi yang mana ya yang bakal aku rawat..
Suara langkah kaki membuyarkan lamunan Nina. Dia duduk dengan tegak, karena sedikit tegang. Tak lama muncul seorang pria yang wajahnya sama dengan yang ada di foto. Pria itu berubuh tinggi sekitar 183 cm, tubuh tegap, pastinya dibalik kaos polo yang dikenakannya ada roti sobek yang membuatnya terlihat gagah. Kulitnya putih, rambut hitam, berkaca mata, hidung mancung dan bibirnya seksi. Dia langsung duduk di depan Nina. Memandang sejenak pada gadis di depannya.
“Selamat datang, kenalkan saya Arjuna, kamu bisa panggil Juna.”
Juna mengulurkan tangannya pada Nina, dengan cepat Nina membalas uluran tangannya seraya menyebutkan namanya. Seketika ketegangan Nina memudar karena ternyata Juna adalah sosok yang ramah. Dia tak pelit menunjukkan senyum manisnya. Sungguh Nina seperti sedang berhadapan dengan artis saja saat berani melihat dengan jelas wajah Juna.
“Nanti kamu akan merawat adik saya Abimanyu. Panggil saja Abi. Sekarang dia masih istirahat di kamarnya. Nanti sore kamu bisa bertemu langsung dengannya.”
Arjuna, Abimanyu, namanya kaya tokoh pewayangan semua. Nih gadis yang difoto pasti adiknya, jangan-jangan namanya Srikandi atau Sembadra hihihi..
“Bi Sari!” panggil Juna.
Tak lama datang wanita paruh baya menghampiri Juna. Kalau dilihat sekilas, dia seperti bukan asisten rumah tangga. Pakaian Bi Sari sangat rapih, mengenakan gamis dan juga hijab instan. Umurnya sekitar lima puluh tahunan. Wajahnya memancarkan aura keibuan.
“Bi, ini Karenina yang nantinya akan merawat Abi. Tolong perkenalkan dengan semua pegawai di rumah ini dan juga tunjukkan kamarnya”
“Baik den Juna.”
“Nina, silahkan ikuti Bi Sari. Dia nanti yang akan menjelaskan semua tentang Abi. Setelah itu silahkan istirahat di kamar. Bada ashar nanti saya akan perkenalkan kamu dengan Abi”
“Baik pak.”
Setelah itu Juna meninggalkan Karenina kembali ke ruang kerjanya di lantai atas. Bi Sari langsung mengajak Nina menuju kamarnya untuk menaruh kopernya. Mereka berjalan melewati ruang tengah kemudian berbelok ke kanan. Di sana terdapat dua buah kamar saling berhadapan. Bi Sari membukakan pintu kamar di samping kirinya.
“Ini kamarnya mba Nina, yang di depan kamarnya den Abi.”
Nina masuk ke dalam kamar. Kamarnya cukup luas, bisa dibilang luasnya dua kali lipat dari kamar kostnya, lengkap dengan kamar mandi di dalam. Perabotannya pun sudah lengkap. Sebuah kasur berukuran queen size, lemari, meja rias dan sofa tunggal dilengkapi meja kecil.
“Mari mba, sekarang saya kenalkan dengan semua pegawai di sini.”
Setelah menutup pintu kamar, Bi Sari mengajak Nina ke belakang. Di sana ada beberapa orang yang sudah menunggu. Ada yang masih muda ada juga yang paruh baya.
“Perkenalkan ini mba Karenina, dia nanti yang akan merawat den Abi. Tolong nanti dibantu mbanya,” ucap bi Sari.
“Perkenalkan nama saya Karenina, kalian bisa memanggiku Nina. Mohon bantuannya.”
“Semua pegawai di rumah ini ada sepuluh orang. Itu pak Tatan dan pak Bagja, mereka bertugas menjaga rumah. Itu pak Kamal, supir den Abi. Ini Dewi dan Ita yang bertugas mencuci dan menyetrika pakaian. Yang di sana Wati, Iyem dan Titik bertugas membersihkan rumah. Sedang untuk memasak menjadi tanggung jawab saya dan Murni. Kalau mba Nina butuh sesuatu atau ada yang ingin ditanyakan bisa langsung ke saya. Saya yang bertanggung jawab atas semua pegawai di rumah ini”
Nina manggut-manggut. Pegawai yang lain mulai berkenalan satu persatu dengan Nina. Dewi, Ita dan Titik seumuran dengan Nina, mereka bertiga langsung akrab dengannya. Bi Sari meminta Dewi untuk membantu Nina membereskan pakaiannya. Sedang dia harus pergi dengan pak Kamal untuk berbelanja bulanan.
Nina mengajak Dewi ke kamarnya. Di sana dengan cekatan Dewi membantu Nina membereskan pakaiannya. Tidak banyak pakaian yang dibawa Nina ke sini, karena targetnya dia hanya akan bekerja tiga bulan. Ya, dia percaya diri kalau dalam waktu tiga bulan bisa membuat Abi berjalan kembali.
“Dew, kalau pak Abi gimana orangnya?” Nina memulai percakapan.
“Den Abi orangnya pendiam. Aku juga ngga terlalu tahu den Abi seperti apa, karena aku baru kerja setahun di sini. Kalau ngga ada perlu dia lebih banyak diam di kamar.”
“Sebelum aku apa udah ada perawat yang bekerja sebelumnya?”
“Hmm.. jangan ditanya Nin. Selama setahun aku kerja di sini udah delapan perawat bolak balik masuk ke rumah ini. Mau perawat perempuan atau laki-laki ngga ada yang kuat sama den Abi. Mudah-mudahan kamu kuat ya Nin.”
“What? Delapan? Berarti ngga ada yang tahan lama dong jadi perawatnya?”
“Iya Nin. Setelah tiga bulan kosong, baru kamu perawat yang datang lagi. Kalau yang udah-udah, paling lama bertahan cuma 2 minggu.”
Nina menelan ludahnya. Sesulit apa Abimanyu ini sampai tidak ada perawat yang kuat mendampinginya. Hati Nina sedikit ciut, tapi dia berusaha tetap optimis. Ngga ada batu yang ngga bolong kalau ditetesi air terus menerus, Nina meyakini pepatah itu. Dia yakin bisa menaklukkan Abimanyu.
Terdengar ketukan di pintu, tak lama bi Sari masuk. Dia baru saja pulang berbelanja. Bi Sari meminta Dewi melanjutkan pekerjaannya. Setelah Dewi keluar, bi Sari mengajak Nina duduk di sisi ranjang.
“Sekarang Bapak dan Ibu Teddy sedang berada di luar negeri mengurus bisnisnya. Yang tinggal di sini hanya anak-anaknya. Yang tadi ketemu itu den Juna, anak tertua pak Teddy. Nanti kamu akan merawat den Abi, adiknya. Masih ada satu lagi adiknya den Juna, namanya non Sekar. Dia masih kuliah, sebentar lagi pasti pulang. Semua orang di sini baik, jadi kamu ngga usah takut.”
“Iya bi, makasih. Hmm.. tapi kata Dewi sebelum saya sudah banyak perawat yang keluar masuk. Emangnya pak Abi seperti apa orangnya sampai perawat ngga ada yang kuat sama dia.”
Bi Sari mengambil nafas panjang sejenak. Anak yang telah diurusnya sejak masih bayi kini jadi sosok yang pemarah dan pemurung.
“Den Abi itu orangnya pendiam, jarang bicara kalau tidak perlu. Tapi dia sebenarnya baik, apalagi kalau sama orang yang dia sayang. Cuma memang dia kelihatan cuek dan dingin dari luar. Tapi semenjak kecelakaan dia jadi semakin pendiam, pemurung dan cepat sekali marah. Mungkin itu yang membuat perawat lain ngga kuat. Tapi entah kenapa bibi yakin kamu bisa meluluhkan hati den Abi.”
“Aamiiin bi.. mudah-mudahan ya bi.. minta doa restunya ya bi. Semoga saya dijauhkan dari kekejamannya, hatinya dilunakkan seperti kue cubit setengah mateng.”
Bi Sari terkekeh mendengar doa Nina. Dia langsung menyukai perawat cantik ini.
“Kalau istrinya pak Juna di mana?”
“Den Juna belum menikah.”
“What? Jomblo bi? Kok bisa makhluk ganteng gitu masih jomblo.”
Nina langsung menutup mulutnya sadar lidah lemesnya baru saja salah bicara. Bi Sari tersenyum.
“Den Juna sekarang umurnya 30 tahun. Iya, dia masih jomblo. Mungkin karena sekarang lagi sibuk ngurus dua perusahaan. Jadinya belum ada waktu untuk menjalin hubungan serius dengan perempuan.”
“Tapi dia normal kan bi?”
“Hahaha.. kamu tuh. Ya iyalah normal, masih doyan perempuan. Cuma memang belum nemu yang pas aja.”
“Ya kali bi hehehe.. terus kalau pak Abi?”
“Den Abi sudah menikah dua tahun yang lalu. Pernikahannya hanya bertahan enam bulan. Istrinya meninggal karena kecelakaan.”
Nina manggut-manggut tanda mengerti.
Karenina Pov
Berarti Abimanyu kecelakaan sama istrinya. Istrinya meninggal, sedangkan dia selamet tapi menderita kelumpuhan sementara. Pantes aja sih kalau dia jadi orang yang pemurung dan temperamen.
Wait, kalau dia udah nikah berarti pak Juna dilangkahin dong. Ya ampun jomblo ganteng gitu kasihan banget dilangkahin adiknya. Gue juga mau bang.. eh inget-inget Nin, ada Fares yang nunggu kamu. Karena penasaran aku bertanya lagi sama bi Sari.
“Kalau pak Abi apa pekerjaannya?”
“Den Abi sama dengan den Juna mengurus perusahaan. Kalau den Juna mengurus perusahaan bapak, sedang den Abi mengurus perusahaan ibunya.”
Ya ampun suami istri udah dari brojol kaya semuanya. Beruntungnya mereka. Tapi lebih beruntung yang jadi pasangan anak-anaknya nanti. Tinggal duduk ongkang-ongkang kaki sudah bisa menikmati semua kekayaan mereka. Mana ganteng-ganteng lagi. Fares mah lewat dibanding mereka berdua. Ya ampun yayangku maaf ya aku bandingin kamu, tapi emang kamu kalah kelas sama mereka hihihi.
“Kalau pak Abi suka makanan apa bi?”
“Den Abi, den Juna, non Sekar ngga pernah pilih-pilih makanan. Tapi memang mereka lebih suka makanan rumahan. Mereka lebih senang sarapan dan makan di rumah. Kadang den Juna bawa bekal makan siang ke kantor, den Abi juga begitu.”
“Harus ekstra sabar menghadapi den Abi. Kalau dia bicara kasar mohon jangan dimasukin ke hati ya. Bibi benar-benar berharap kamu bisa membuat den Abi tersenyum lagi.” tambahnya lagi.
“Dia punya temen ngga bi?”
“Semenjak kecelakaan, den Abi cenderung menutup diri. Dia jarang menerima tamu. Yang paling dekat itu Cakra. Dia sahabat sekaligus asisten den Abi di kantor. Selama den Abi ngga ke kantor, dia yang mengerjakan semua pekerjaan. Dia biasa ke sini akhir pekan untuk ngasih laporan ke den Abi.”
“Pasti masih jomblo ya bi.”
“Kok tahu?”
“Udah bisa ditebak bi. Orang sibuk kaya gitu pasti susah dapet cewe. Mereka lebih sering berinteraksi dengan laptop dan berkas dibanding cewe hehehe..”
Berbicara dengan bi Sari benar-benar menyenangkan. Dia sosok yang ramah dan keibuan. Sama seperti mama Fares. Tak terasa waktu sudah masuk shalat ashar.
Karenina Pov End
Selepas shalat ashar, Juna keluar dari kamarnya lalu menuju kamar Nina. Setelah mengetuk pintu, tak lama Nina keluar. Juna langsung mengajak Nina ke kamar Abi. Juna mengetuk pintu, terdengar suara dari dalam menyuruh masuk. Juna membuka pintu. Terlihat Abi baru selesai shalat ashar di atas kursi rodanya.
“Bi, kenalkan ini Nina. Dia yang akan menjadi perawat kamu mulai sekarang.”
“Halo, perkenalkan saya Nina, saya...”
“Aku udah bilang ngga butuh perawat kak!”
GLEK
☘️☘️☘️
**Waduh belum apa² udah disemprot duluan sama Abi. Kira² Nina sanggup ngga ya jadi perawat Abi?
Boleh dong mamake minta dukungannya. Novel ini lagi ikut kompetisi di NT, jadi minta dukungan sebanyak²nya ya🙏**
“Halo, perkenalkan saya Nina, saya...”
“Aku udah bilang ngga butuh perawat kak!”
GLEK
Belum selesai Nina memperkenalkan diri, Abi langsung memotong. Dia memandang sinis pada Nina. Membuat gadis di hadapannya ini menelan salivanya. Busyet galak bener, udah kaya anjing herder, batin Nina.
Juna mendekati Abi, berusaha membujuknya. Nina memperhatikan Abi. Dia lebih tampan dari di foto. Wajahnya sedikit mirip Juna tapi tanpa kacamata. Kulit putih, rambut hitam, hidung mancung, hanya badannya lebih kurus dari Juna. Matanya tidak memancarkan gairah hidup, namun memberikan aura horror pada siapa saja yang melihat tatapannya. Dingin, datar dan tajam, setajam silet. Tapi satu yang paling menarik perhatian Nina adalah bibirnya. Warnanya sedikit kemerahan, ditambah bagian bawah bibirnya tampak seksi dan sensual. Ingin rasanya Nina **********, Eh… Istighfar Nina, fokus.. fokus, batinnya.
“Ayolah Bi, kamu jangan seperti ini terus. Kamu harus bangkit lagi, kakak kangen kamu yang dulu. Kita coba lagi ya, In Sya Allah Nina bisa membantu kamu. Dia perawat professional dan kemampuannya sudah tidak diragukan lagi,” bujuk Juna.
Abimanyu Pov
Kuperhatikan penampilan gadis ini dari atas sampai bawah. Penampilan luarnya tidak menunjukkan kalau dia seorang perawat. Dia lebih cocok menjadi model. Wajahnya cantik. Kulit putih bersih, rambut hitam sebahu, mata besar, bulu mata lentik, hidung mancung. Bibir bawahnya sedikit bergelombang menambah kesan seksi padanya.
Aku sangsi kalau gadis ini mampu membantuku. Apa kelebihannya hingga kak Juna memilihnya untuk merawatku. Apa dia memalsukan riwayat hidupnya demi bekerja di sini. Aku terus menatapnya. Awalnya dia hanya menunduk, tapi kemudian dia mengangkat kepalanya lalu tersenyum manis ke arahku. Menunjukkan deretan gigi putihnya. Cantik.. benar-benar cantik.
“Apa yang bisa kamu lakukan untuk membantuku?”
“Banyak pak. Tapi pertama-tama saya akan menjadi teman bapak dulu. Kalau kita sudah berteman, maka kita akan lebih mudah menjalani sesi terapi ini. Bagaimana pak, mau berteman denganku?”
Dia mengulurkan tangannya padaku. Hmmm.. gadis ini percaya diri juga. Tapi aku tidak langsung menyambut uluran tangannya. Masih memperhatikannya. Kemudian dia kembali berkata yang membuatku maupun kak Juna tercengang.
Abimanyu Pov End
“Bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Saya bisa membuat bapak berjalan lagi dalam waktu tiga bulan. Kalau saya berhasil, bapak harus memberikan saya bonus. Kalau saya gagal, saya akan mengundurkan diri dan membayar kembali gaji yang saya terima sepuluh kali lipat bagaimana?”
Abi dan Juna tercengang mendengar ucapan Nina. Melihat Abi yang tampak ragu padanya, mau tak mau Nina menggunakan cara ini. Apapun hasilnya Nina tak terlalu memusingkannya, yang penting saat ini pria menyebalkan itu mau menerimanya.
“PD banget kamu!”
“Karena saya yakin dengan kemampuan saya. Apa bapak terima tawaran saya? Atau bapak takut kalah taruhan dengan saya?”
Juna senyum-senyum melihat kelakuan Nina. Dia tak salah memilih Nina menjadi perawat Abi. Gadis itu tak mudah terintimidasi oleh kata-kata Abi. Bahkan dia sangat percaya diri. Sepertinya akan menarik melihat pertaruhan keduanya.
“Ok deal.. saya pegang kata-kata kamu. Pastikan kamu menyiapkan uang ganti rugi 3 bulan mendatang.”
“Baik. Oh ya ada satu lagi pak.”
“Apa?”
“Bapak dilarang jatuh cinta sama saya karena saya sudah bertunangan.”
Nina menunjukkan cincin di jari manisnya pada Abi. Juna langsung terbahak. Sedang Abi langsung melotot pada Nina.
“Apa? Jatuh cinta sama kamu? Ngga akan pernah! Siapa juga mau sama perempuan kepedean kaya kamu,” sungut Abi kesal.
“Bagus itu pak. Jadi saya merasa tenang bekerja dengan bapak. Saya punya cara dan trik sendiri untuk terapi bapak, jadi harap ikuti apapun yang saya lakukan tanpa banyak bertanya. Ok pak Abi.”
“Ok, but no phisycal contact.”
“Hahaha.. ya ngga mungkin dong pak. Kalau itu pasti ada, karena saya kan bantu bapak terapi. Yang pegangin bapak nanti pas belajar jalan siapa? Pak Juna? Ngga mungkin kan, saya ngga mau gaji saya dibagi dua sama pak Juna. Bapak tenang aja, saya ngga akan baper karena saya udah biasa kerja seperti ini. Bapak yang harus menjaga hati biar ngga baper pas saya pegang-pegang.”
Lagi-lagi Juna terbahak mendengar perkataan Nina. Gadis ini benar-benar bisa membuat Abi mati kutu. Juna melirik pada adiknya yang tampak kesal.
“Udah Bi, kamu ngga akan pernah bisa menang debat sama perempuan. Terima aja, atau kamu emang takut baper dipegang-pegang sama dia,” Juna mengompori.
“Ok siapa takut! Deal!! Saya pegang ucapan kamu, tiga bulan, ingat!”
Nina tersenyum senang, pancingannya berhasil membuat Abi mau melakukan terapi. Selesai bernegosiasi dengan Abi, Juna mengajak Nina ke ruangan kerjanya membahas kontrak kerjanya. Mereka naik ke lantai atas. Juna mempersilahkan Nina duduk, dia pun duduk di kursinya.
“Terima kasih ya Nin, berkat kamu Abi mau melakukan terapi lagi.”
“Sama-sama pak.”
“Waktu kerja kamu enam hari dalam seminggu, kamu bisa libur di hari Minggu. Untuk waktu terapi saya serahkan sama kamu. Gaji kamu 5 juta per bulan, dibayar setiap tanggal 28. Kamu mau tunai atau masuk rekening?”
“Masuk rekening aja pak.”
“Ok, nanti kasih saya nomor rekening kamu. Kalau dalam waktu 3 bulan kamu berhasil membuat Abi bisa berjalan kembali, saya akan memberikan bonus yang besar untuk kamu.”
“Tapi pak, kalau dalam waktu 3 bulan saya gagal berarti saya harus bayar 150 juta dong, Oh My God, uang dari mana ya,” Nina tampak berpikir keras.
“Hahahaha.. kamu ngga usah pikirin itu dulu. Saya yakin kamu pasti bisa. Oh ya, saya sedang memesan suplemen yang bisa membantu kinerja otot-otot tulang. Karena suplemen ini dikirim dari luar negeri, jadi butuh waktu beberapa hari untuk sampai ke sini. Suplemen itu bisa membantu Abi memulihkan otot-otot tulang dan sendinya, jadi saya yakin kamu pasti berhasil.”
“Ya, semoga aja ya pak.”
Pintu terbuka lebar, tampak seorang gadis cantik memasuki ruangan.
“Kak Junaaa!” panggilnya.
Gadis itu melihat pada Nina, kemudian menatap pada Juna. Matanya memicing penuh curiga pada kakak sulungnya ini.
“Pacar baru kakak?”
Spontan Nina melihat pada gadis itu sambil melambai-lambaikan kedua tangannya tanda bukan.
“Ini perawat baru kak Abi. Nina, kenalkan ini adik bungsu saya, namanya Sekar.”
Mereka bersalaman sambil menyebutkan nama masing-masing.
“Saya pikir adik bungsu pak Juna namanya Srikandi atau Sembadra hehehe..”
“Hahahaha.. bisa aja kamu Nin.”
“What Srikandi? Situ pikir gue istrinya Arjuna apa?”
“Kan kakaknya bu Sekar namanya Arjuna dan Abimanyu hehehe..”
“Ih jangan panggil ibu, berasa tua banget gue,” protes Sekar.
“Terus panggil apa? Nona? Mba? Tuan Putri atau apa?”
Juna tak berhenti tersenyum melihat kelakuan Nina. Dia senang bisa mendapatkan perawat yang otaknya sedikit gesrek. Setidaknya suasana rumah akan lebih semarak dengan kehadirannya.
“Panggil aja Se, ngga usah pake embel-embel.”
“Siap.. tapi kamu mau tahu ngga arti kata sekar dalam bahasa Sunda?”
“Bukannya Sekar artinya bunga ya?”
“Iya kalau dalam bahasa Indonesia. Tapi kalau dalam bahasa Sunda, artinya abu rokok.”
“What????!!”
“Hahahaha… yang bener Nin? Kamu jangan bikin adikku stress gitu, coba lihat mukanya.”
“Bener pak, no tipu-tipu. Coba aja lihat di kamus bahasa Sunda”
“Oh My God, si papa waktu ngasih nama aku ngga searching dulu di mbah google apa. Kak, bilangin ke papa aku mau ganti nama aja”
“Ngga usah diganti. Tinggal ganti nama panggilannya aja, beres kok,” saran Nina.
“Nama lengkap kamu apa?” tambahnya.
“Sekar Maeswara Hikmat.”
“Oh, kalau gitu ganti nama panggilannya jadi Ma’e, gimana?”
Nina sengaja memenggal kata ma dan e, jadi terkesan panggilan untuk emak-emak.
“Ngga mau.. ngga mau, malah tambah ngga enak didenger.”
“Hahaha… udah udah.. kamu sekarang punya temen gesrek baru dek..” ledek Juna.
Sekar ikutan tertawa. Dia langsung merasa klop dengan Nina. Celotehannya persis seperti dirinya juga teman-teman gesreknya.
“Bener kak, kayanya asik ya punya kakak ipar kaya dia,” Sekar menaik turunkan alisnya menggoda Juna.
“Dia udah punya tunangan dek.”
“Baru tunangan kan? Belum ada kata SAH dari penghulu mah sikat aja.”
“Emang aku karpet main disikat-sikat,” timpal Nina.
Juna kembali tertawa. Mereka kembali melanjutkan percakapan. Suara tawa mereka terdengar sampai ke bawah. Abi nampak keheranan, apa yang mereka bicarakan sampai tertawa seperti itu. Namun dia tak ambil pusing. Abi melanjutkan pekerjaannya memeriksa file-file yang dikirimkan Cakra via e-mail. Dalam waktu dekat Abi merencanakan kembali ke kantornya.
“Kak Nina umurnya berapa tahun?” Sekar penasaran.
“Tahun ini 25 tahun.”
“Wah kita beda lima tahun ya. Sama kak Juna juga beda 5 tahun, tapi kalau sama kak Abi beda 3 tahun. Harus sabar-sabar ya kak, ngadepin kak Abi. Banyak-banyak istighfar dan asupan gizi yang cukup takut pingsan atau kena serangan jantung denger omongannya.”
“Siap Se.. Kalau tidak ada yang dibicarakan lagi saya permisi pak.”
“Tunggu Nin,” tahan Juna.
Juna mengambil kertas di mejanya, kemudian dia berjalan menuju Nina dan memberikan kertas tersebut.
“Itu berisi catatan soal apa yang Abi suka dan ngga. Mudah-mudahn itu bisa membantu. Dan satu lagi, jangan panggil saya bapak.”
“Terus saya harus panggil apa dong?”
“Terserah, boleh mas, kakak, aa, akang asal jangan abang ya. Nanti aku disamain sama abang tukang bakso.”
“Ah pak Juna bisa aja, eh.. kak Juna hehehe..”
“Nah itu lebih enak didenger.”
Nina permisi keluar ruangan, meninggalkan Juna dan Sekar yang masih mengobrol. Sambil membaca kertas di tangannya Nina berjalan menuruni tangga. Sesaat matanya beradu dengan Abi yang sedang berada di ruang tengah. Abi memasang muka datar, dengan tatapan tajam. Nina tak menghiraukannya. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya.
☘️☘️☘️
**Kira² siapa yang bakal menang taruhan? Siapa yang dukung Abi menang🙋
Siapa yang dukung Nina menang🙋
Ayo kencengin dukungannya buat mamake😉**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!