Kembali menginjakkan kaki di Pulau Bali membuat perasaan Alessandra Mahotra bergairah. Tujuh belas tahun yang lalu dia pergi dari Bali dan menetap di Colorado Amerika Serikat bersama neneknya. Dia menyelesaikan studynya di umur 20 tahun dengan Cum laude. Hebat!!.
Bukan kehendaknya meninggalkan nenek, ini terpaksa dilakukan karena Covid-19 yang menghancurkan perekonomian dunia. Cita-citanya juga ikut terhempas ketika namanya mulai diperhitungkan di dunia model. Belum tenar, tapi Alessandra sudah bisa menghasilkan uang dari Catwalk.
"Setelah Covid-19 menghilang dari Bumi ini, kamu harus balik kesini lagi. Sudah waktunya kamu belajar mengurus Hotel kita." kata neneknya tempo hari ketika Alessandra sedang mengepak barangnya.
"Ya nek, aku juga sebenarnya tidak ingin pulang ke Bali. Karirku sedang menanjak disini. Semoga mama tidak menahanku di Bali. Lagipula aku gerah ikut sama mereka."
"Bagaimanapun juga mereka orang tua angkatmu, jangan menjadi anak durhaka. Orang lain belum tentu seberuntung kamu, bersyukurlah."
"Aku akan kembali secepat aku pergi." kata Alessandra menggeret kopernya keluar kamar.
"Jaga diri dan kesehatanmu. Salam untuk semuanya, katakan nenek belum bisa pulang."
"I will always remember Grandma." kata Alessandra memeluk neneknya.
Akhirnya dia kembali menatap birunya Laut dari atas jalan Tol Bali Mandara. Perahu nelayan yang berjejer rapi kelihatan begitu unik dengan aneka macam warna. Sangat memukau. Alessandra membuka kaca jendela mobilnya mengharap angin Laut bisa menyentuh wajahnya yang cantik atau menggerai rambutnya yang hitam panjang.
Sekian lama dia pergi dari Bali sampai dia lupa bahasanya, kini Alessandra hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris bahasa sehari-hari dengan neneknya.
Di sepanjang jalan tertata dengan asri taman mungil yang membuat Alessandra berdecak kagum. Sayang jalanan terasa begitu sepi. Bali hampir mirip kota mati.
"Saya di perintahkan untuk mengantar Nona ke Villa D"gullo." suara sopirnya membuat lamunan Alessandra terputus.
"Kenapa tidak ke Mension saja, aku akan sepi di Villa sendirian."
"Nyonya sekarang berada di Villa, keadaan Tuan tidak begitu baik. Mungkin karena pandemi ini."
"Oke..aku akan kesana." sahut Alessandra.
Mobil melaju memasuki jalan menuju ke Ubud, suasana tambah sepi ketika melalui perkampungan. Kenapa Mama harus kesini. pikir Alessandra menghembuskan nafas panjang.
Dari Bandara Ngurah Rai ke Ubud sekitar satu setengah jam karena jalanan sangat lengang. Udara terasa sangat dingin ketika Alessandra membuka kaca jendela, mobil akhirnya masuk ke pekarangan Villa D'gullo, terlihat Mama Lisa sudah berada di teras depan.
"Silahkan turun Nona, Mama anda telah menunggu." kata Pak Made membukakan pintu mobil.
"Trimakasih Paman."
"Mamaa..." teriak Alessandra menghambur kepelukan Nyonya Lisa, Ibu angkatnya.
"Akhirnya Mama bisa memelukmu lagi. Kamu begitu tinggi dan sangat cantik. Kalau tidak ada pandemi mungkin kamu tidak pulang, teganya kamu menyiksa Mamamu....." ucap Mama Lisa memeluk Alessandra dengan erat. Dia sangat kagum melihat kecantikan Alessandra. Di Ponsel dan kenyataan sangat berbeda, walaupun dia sering Video Call.
"Aku tidak bisa libur jadwalku sangat padat." kilah Alessandra tersenyum tipis.
"Berapa tinggimu sayank...mama kelihatan sangat pendek dihadapanmu."
"Seratus tujuh puluh dua dan berat badanku lima puluh lima."
"Kamu kelihatan kurus. Apa dunia model menyuruhmu berdiet keras?" tanya mama Lisa melihat postur tubuh Alessandra yang semampai.
"Jadi model harus diet. Bagaimana keadaan Mama, apa Papa ikut disini?"
"Masuklah ke dalam, Papa ingin bertemu denganmu."
Alessandra mengikuti Mamanya menuju kamar utama. Dia tertegun melihat Papanya tergeletak tak berdaya.
"Papaa.....apa yang terjadi?"
"Papamu mengalami stroke, ini efek dari pandemi, Hotel hampir bangkrut. Dia terlalu banyak berpikir sehingga Deabetnya kumat komplikasi dengan darah tinggi." jelas mamanya.
"Papaa...bicaralah, aku sudah datang seperti harapan Papaa. Kita akan mulai menangani masalah perusahan bersama. Aku sayang Papaa....." bisik Alessandra sambil memegang tangan Papanya.
Tidak ada reaksi sama sekali. Papanya begitu lemah dan kurus. Tidak terasa air mata mengalir. Dia menyesal baru pulang ke Bali.
"Sebelum sakit dia selalu menanyakanmu, dia membuat surat wasiat seolah dia mau meninggalkan kita. Mama sangat sedih karena tidak bisa mengajak dia ke Rumah Sakit. Semua rumah sakit penuh dengan orang yang kena penyakit C'orona."
"Tadi aku baca pengumunan di Bandara, bahwa tidak ada penerbangan lagi, Bandara tutup. Aku merasa Covid 19 ini sangat serius. Kita perlu antisipasi dan menjaga kekebalan tubuh, karena pengakit ini belum ada obatnya." kata Alessandra menghapus sir matanya.
"Mama tidak begitu risau tentang keadaan Hotel kita, seluruh Dunia juga mengalami kebangkrutan. Yang Mama pikirkan keadaan Papamu, semakin hari semakin mengkhawatirkan. Dokter yang biasanya mengurus Papamu sudah meninggal, Covid 19 ini sangat menakutkan seperti Malaikat maut yang menghantui setiap penduduk."
"Aku tidak tega melihat penderitaan Papa. kenapa Mama mengajak Papa kesini, bukankah lebih baik tetap di Mension. Semoga Papa sehat, jika terjadi sesuatu kita tidak bisa melakukan apapun."
"Mama menghindar dari rumah takut kena Covid, hampir setiap hari ada saja yang menengok Papa, Mama jadi takut. Kalau disini tidak ada yang menengok karena kejauhan."
"Lebih baik kita kembali ke Mension dan mencari Dokter yang mau merawat Papa. Siapa tahu Papa bisa sembuh."
"Besok kita kembali ke Denpasar." sahut Mama menghapus sisa-sisa air matanya.
"Maaf Maa, aku menerima panggilan telepon dulu." kata Alessandra.'
Nyonya Lisa Mahotra cuma mengangguk. Alessandra keluar dari kamar ketika ponselnya terus berbunyi. Ada beberapa panggilan dan DM dari teman-temannya di Colorado. Semua membahas Covid-19 dan efeknya.
"How long have you been in Bali?" (Sampai kapan kamu berada di Bali?). tanya steven teman baiknya yang satu Agency.
"Aku tidak tahu, Papaku sakit keras. Situasi disini juga merisaukan, aku melihat kota sangat sepi." kata Alessandra berusaha tenang.
"Semoga Papamu cepat sembuh dan pandemi ini cepat berlalu dan kita bisa bekerja seperti biasa lagi."
"Thank you, aku akan merindukan kalian semua...." kata Alesandra menutup pembicaraannya.
Semua teman Alessandra mendoakan yang terbaik untuk kesembuhan Gustaf Mahotra Papanya. Malang tidak bisa ditolak mujur tidak bisa diraih. Setelah seminggu berada di Mension Denpasar akhirnya bencana itu datang juga. Pak Gustaf berpulang dengan tenang.
Tidak ada kesan bahwa yang meninggal adalah raja bisnis yang kaya raya. Semua sepi. Pemakamannya mengikuti protokol kesehatan Covid-19. Karangan bunga dan orang melayatpun tidak diperkenankan datang. Semua diselesaikan oleh petugas yang berwenang.
"Seandainya aku lebih awal pulang, Papa pasti belum meninggal, aku menyesal telat pulang." rintih Alessandra dengan airmata terurai. Dia benci dengan situasi ini.
Mamanya hanya diam dengan pikiran yang berkecamuk. Suaminya meninggal karena Stroke, tapi harus dimakamkan memakai protokol kesehatan Covid-19. Air matanya terasa sudah kering.
Dia tahu hari ini akan tiba, tapi dia tetap tidak rela. Keinginan untuk memberikan kemewahan di hari terakhir suaminya tidak tercapai. Suaminya dimakamkan tanpa boleh dihadiri.
Semakin hari Bali terasa semakin sepi. Diberlakukan jam malam. Hotel, Toko, Mall semua tutup.
"Mama mengharap mulai sekarang kamu menetap di Bali. Bantu Mama meneruskan usaha Papa, kita mulai dari bawah. Banyak yang harus dikerjakan, terutama pemangkasan anggaran dan pengurangan pegawai." kata Mamanya ketika mereka duduk santai di ruang keluarga.
Alessandra memandang mamanya yang kelihatan sudah semakin tua.
"Aku berjanji akan melakukan semuanya. Efek pandemi ini membuat aku semakin menyadari arti hidup yang sebenarnya. Semua kesombongan dan rasa arogan lenyap digerus oleh Virus yang kita tidak tahu wujudnya. Contohnya Papa, orang kaya raya, sedikit sombong dan Arogan. Tidak ada yang kurang pada dirinya, tapi kematiannya begitu menyedihkan, tidak ada satupun yang mengantarnya." kata Alessandra memandang jauh ke depan.
"Mama sependapat denganmu. Manusia kalah melawan virus itu." guman Nyonya Lisa Mahotra hampir tidak terdengar.
Rumah besar ini begitu sepi, hanya ada dua pembantu yang masih bertahan yang lain pulang kampung dengan alasan takut tertular virus. Alessandra tidak bisa menuntut makanan sesuai ketentuan ahli gizi. Dia makan apa adanya.
Kematian Gustaf Mahotra pangkal dari kemelut yang akan membuat perubahan hidup Alessandra selanjutnya.
****
Jangan lupa like, comment, favorit dan gift supaya penulis rajin up.... TRIMAKASIH.
ALESSANDRA
Harta membuat kemelut mulai timbul dari dalam keluarga dan kesengsaraan yang panjang menjamah setiap insan yang mencoba tegar. Alessandra mengaum marah ketika seorang pemuda mengaku pewaris tunggal harta dari Tuan Mahotra. Dia memperkenalkan dirinya sebagai putra satu-satunya dari Gustaf Mahotra.
"Aku adalah putra Gustaf Mahotra. Kalau ada yang meragukan diriku, aku sudah membawa hasil tes DNA." kata pemuda itu tegas.
Reyshaka Surya Mahotra seorang pemuda ganteng dengan postur tubuh tinggi tegap dan seorang wanita setengah baya yang tidak lain istri siri Tuan Gustaf Mahotra, datang dan menuntut harta yang di miliki oleh keluarga Mahotra.
Lisa Mahotra istri sah dari Gustaf Mahotra meradang. Ternyata selama ini laki-laki yang dia cintai, menjadi panutan keluarga besarnya menusuknya dari belakang. Darahnya mendidih melihat perempuan di depannya yang hampir sebaya dengannya tersenyum sinis memandangnya.
Perilaku yang sempurna dari Tuan Gustaf Mahotra membutakan mata hati dan pikirannya selama ini. Ternyata dia bukan istri satu-satunya, ada perempuan lain yang sangat pongah memamerkan putranya yang sangat mirip suaminya. Pemuda itu sangat maskulin, sinar matanya tajam.
"Aku tidak peduli siapa kamu dan apa hubunganmu dengan suamiku. Yang tertera dalam surat wasiat kamu hanya dapat 25% warisan dari kekayaan Mahotra." jelas mama Lisa dengan dada berdegup kencang. Dia begitu marah dengan suaminya.
"Hemm...siapa yang merampok hartaku yang 75% lagi, kamukah." telunjuk Rey mengarah kepada Alessandra yang berdiri.
"Pakailah bahasa Inggris kalau mau berbicara denganku, aku juga tidak mau melayani tanya jawab yang menguras waktuku." kata Alessandra mengedikkan bahunya.
"Aren't you that adopted child." (Bukankah kamu anak pungut itu).
"Kenapa? apa kamu merasa gerah atau iri melihat keberuntunganku? walaupun aku anak pungut Tuan Mahotra tapi aku diakui Dunia. Tidak sepertimu yang mengaku anak Tuan Mahotra disaat beliau sudah meninggal, dari kemarin kamu kemana?"
"Kamu boleh merasa hebat dan beruntung saat ini, harta yang kamu rampok akan lenyap dan kamu akan mencium kakiku ketika aku melemparmu ke jalanan."
"Aku tunggu hari itu siapa yang terlempar." sahut Alessandra ketus.
Ketegangan terus terjadi antara mama Lisa dan nyonya Mauren, ibunya Reyshaka. Kedua perempuan itu saling menunjukan taringnya, dan saling mengaku berkuasa atas harta Mahotra.
"Aku berhak tinggal di rumah ini." kata mama Mauren berkacak pinggang.
"Jangan mengkhayal terlalu tinggi, pergi kamu ke asalmu. Saham yg dihibahkan ke anak haram ini cuma 25% ...." ketus mama Lisa sambil menyeringai.
"Hati-hati berbicara perempuan mandul, bukankah lebih memalukan kalau anak yang kamu asuh adalah anak dari tempat sampah?"
"Diam kalian semua, aku diberi tugas oleh mendiang Tuan Mahotra untuk membagi seadil-adilnya semua harta sesuai ketentuan dari surat wasiat." tiba-tiba Pak Ridwan pengacara keluarga sudah muncul dari pintu samping.
"Tolong jelaskan semuanya Pak Ridwan, apa saja yang dia berhak. Sepertinya anda lebih tahu tingkah laku suami saya, daripada saya sendiri." sindir mama Lisa.
"Maaf nyonya Lisa, saya hanya seorang pengacara, mana berani saya ikut campur urusan pribadi Tuan Mahotra." sanggah Pak Ridwan menghindar dari tatapan mata nyonya Lisa. Dia tahu perasaan nyonya Lisa saat ini pasti hancur. Apa boleh buat, semua harus transparan setelah 25 tahun Tuan Mahotra menyembunyikan anaknya.
"Aku tidak menyadari selama ini." kata nyonya Lisa lirih. Alessandra memeluk mamanya berusaha memberi kekuatan.
"Saya akan mulai pembagian ini, silahkan kalian duduk."
"Please sir...." sahutku duduk disamping mama.
"Poin pertama dan ketiga sudah disebutkan, harap kalian logowo apapun yang dihibahkan oleh Tuan Mahotra hendaknya kalian bersyukur, tolong pemberian beliau dikembangkan supaya lebih maju. Jangan pemberian beliau di jual dan dipakai poya-poya." kata Pak Ridwan.
"Siap Pak Ridwan semoga berkah." sahut nyonya Mauren.
"Hotel D' Laguna atas nama keluarga, artinya ini Hotel Family. Disini hanya ada pembagian profit. Kemudian ada Villa D'gullo dan Villa Mahotra, masing-masing dapat satu Villa dan seterusnya...."
Kami berempat hanya bisa mengangguk dan berkata "Siap" banyak pembagian yang membuat kami harus menggerutu karena harus bekerja berdampingan.
Yang membuat mama Lisa lebih murka adalah kehadirannya di rumah ini. Mereka berdua akan menempati lantai dua.
"Selama ini nyonya Mauren tinggal di sebuah Ruko pemberian Tuan Mahotra. Mulai hari ini mereka berdua boleh tinggal disini di lantai dua seperti yang tertera di surat wasiat ini."
"Saya menolaknya ini rumah saya, enak saja mengacau kehidupan kami." pekik nyonya Lisa marah.
"Kalau nyonya tidak mau, pembagian 25% untuk nyonya akan dicabut dan menjadi milik nyonya Mauren." byurr....serasa nyonya Lisa disiram air comberan. Kemarahan nyonya Lisa sudah dititik nadir. Dia meraung dan hampir mencakar wajah nyonya Mauren.
"Tenang maa...kendalikan emosinya, biarkan mereka senang dulu supaya kita gampang melemparnya dari lantai dua." Alessandra menarik mamanya supaya menjauh dari nyonya Mauren.
"Duduklah aku mengambil air putih." bisik Alessandra.
"Maaf nyonya Lisa saya disini hanya menyampaikan apa yang tertulis di surat wasiat ini. Semua isi surat wasiat sudah saya bacakan. Semoga nyonya memaklumi yang saya ucapkan."
"Trimakasih Pak Ridwan, maaf emosi saya kurang kontrol. Semua begitu mendadak."
"Tidak apa-apa nyonya Lisa saya mengerti perasaan anda. Semoga nyonya selalu dalam lindungan Tuhan." kata Pak Ridwan.
Setelah berbasa basi Pak Ridwan mohon pamit. Tinggal mereka berempat. Suasana hening. Alessandra memapah mamanya ke kamar.
"Maa..aku mohon jangan terlalu dipikirkan apa yang mereka rampas dari Mahotra, pikirkan kesehatan mama supaya mama bisa kembali bekerja seperti sedia kala. Aku akan belajar dan menghubungi semua para kepala divisi. Mulai besok aku akan pergi ke Hotel dan ke Perusahan Mahotra."
"Kamu tidak perlu ke Hotel atau ke Kantor, cukup dari sini mengendalikan semua Perusahan Mahotra. Letaknya berada di samping. Nanti mama yang membantumu. Tidak mungkin bekerja keluar rumah disaat pandemi begini."
"Apakah Papa bekerja dari rumah selama ini?" tanyaku. Sejatinya aku ingin tahu kapan Papa berselingkuh. Kenapa begitu rapi sampai mama tidak tahu, atau mama terlalu percaya kepada papa.
"Semenjak ada pemberitahuan bahwa ada virus dari Wuhan. Pemerintah mulai gencar menyiarkan virus itu. Papa lalu berinisiatif membawa pekerjaan ke rumah. Dia mulai berpikir untuk membuat kantor dan mama yang membantunya." jelas mama Lisa dengan nafas masih memburu. Aku rasa mama masih marah.
"Mereka akan tinggal di atas berarti kita setiap hari akan bertemu. Begini caranya Tuan Mahotra menyiksa mama, dia seakan mengiris dagingku setiap hari dan menaburkan lukanya dengan garam." keluh mama mengurut dadanya.
Seandainya aku berada di posisi mama, aku juga akan terguncang dan marah. bathin Alessandra. Untuk melampiaskan kemarahannya kepada Tuan Mahotra jelas tidak mungkin, karena beliau sudah meninggal. Jalan satu-satunya adalah marah kepada pemuda itu atau kepada ibunya.
Aku akan membela mama, kupastikan pemuda itu akan hengkang dari mension ini. Enak saja tinggal di rumah orang.
****
Reyshaka Surya Mahotra, pemuda ganteng dengan tinggi seratus delapan puluh dua dan berat 70 kilo gram saat ini menghiasi otak Alessandra. Dia begitu benci dengan perampok harta itu. Kemarahan yang semakin menumpuk membuat Alessandra menyiram lantai dengan air sabun.
"Apa maksudmu menyiram air sabun ke kakiku." bentak Reyshaka melotot.
"Apa kamu tidak lihat aku dari tadi ngepel, kamu seenaknya bolak balik. Apa kamu buta ah!!" bentak Alessandra marah.
"Hahaha...kamu ngepel apa bikin rumah banjir, dasar orang hutan tidak tahu bekerja, rugi minta warisan ngepel saja tidak bisa bagaimana kalau mengurus perusahan?" ejek Reyshaka kemudian lari ke lantai dua sebelum tubuhnya basah disiram air oleh Alessandra.
Mendengar ribut-ribut mama Lisa keluar kamar.
"Astaga Alee...kamu membuat rumah kebanjiran. Lebih baik kamu duduk kita panggil Cleaning Servise Hotel." ucap mama Lisa menepuk jidatnya.
"Maaf mama aku melakukan seperti petunjuk di google."
"Mandilah, kita akan memasak seadanya, tidak ada yang bisa dimasak kecuali makanan frozen."
"Tidak apa-apa, aku akan keluar sebentar untuk membeli sembako."
"Tidak usah beli sembako makanan kita sudah full, kita cuma berdua, setahun tidak habis."
"Aku berencana menyumbang sembako untuk Masyarakat yang kena musibah. Nanti aku akan bungkus untuk seribu orang, dan kita akan salurkan bertahap."
"Bagus, mama salut denganmu."
Pembantu yang sisa dua orang memilih pulang kerumahnya. Tidak ada jalan lain mereka harus bekerja sendiri. Alessandra tentu sangat susah bekerja rumahan, dia seorang cucu jutawan dan seorang model. Di Colorado ada staf cleaning service dan kepala pelayan. Semua pelayan yang mengurus.
Selesai mandi Alessandra menuju dapur. Dia kaget mendapati nyonya Mauren dan Reyshaka sudah di dapur dan asyik memasak. Darahnya langsung mendidih melihat kehadiran mereka.
"Beraninya kalian masak disini tanpa izin, dasar tidak tahu sopan santun." bentak Alessandra berapi-api.
"Terus aku masak dimana? di genteng. Rumah ini milik kita juga dan dapur juga milik kita, jadi jangan sewot kalau kami melakukan aktivitas disini. Kalau tidak puas baca lagi surat wasiat supaya kamu faham dan mengerti batasan." celetuk Reyshaka dingin.
"Ciihh...tidak tahu malu." teriak Alessandra keluar dari dapur. Dia masuk ke kamarnya dan berganti pakaian. Kemudian dia menyambar jaketnya serta keluar menuju garase.
Alessandra menuju mobil Truck Hino yang terdapat di garase. Dengan mengendarai mobil itu dia ingin belanja sembako.
Mendengar suara mobil Reyshaka lalu keluar melihat. Dia heran melihat anak pungut itu naik Truck. Mau kemana dia? pikir Reyshaka ingin tahu.
Reyshaka Surya Mahotra sangat benci melihat anak pungut Papanya yang sok ngatur. Wajah boleh cantik tapi tingkah lakunya memuakkan. Kerja saja tidak becus dan memalukan. Kenapa Papanya memungut perempuan ini yang jauh dari kesan sexy. Bodynya tinggi tapi setipis triplek, jadi kelihatan sangat jangkung seperti jerapah.
Belum lagi cara berpakaiannya yang sangat minim, setiap hari memakai celana pendek dan tank top. Terus duduknya sembarangan, kadang kaki naik ke meja. Apa dia pikir dirinya seorang bule?
Amit-amit dech, jangan sampai otaknya tergiur oleh pemandangan murahan yang di pertontonkan secara gratis oleh si jerapah. Berbeda sekali dengan Betzy sang pacar yang bahenol dan sopan.
Betzy adalah seorang penari yang sering bolak balik ke luar negeri. Hidupnya jauh dari kesan mewah, dua tahun dia menjalin hubungan dengan Betzy.
Dia ingin keadaan ekonomi cepat normal dan jauh dari Covid-19, rencananya dia akan mempersunting Betzy. Orang tua Betzy sangat setuju, apalagi setelah dia bercerita bahwa dia pewaris Perusahan Real Estate Mahotra.
"Aku adalah anak tunggal dari Pak Gustaf Mahotra yang kaya raya itu." katanya suatu hari ketika mereka sedang jalan-jalan di alun-alun.
"Hahaha...kamu mengkhayal beb. Biarpun kamu bukan anaknya Pak Gustaf aku masih senang denganmu." sahut Betzy tersenyum. Mereka berjalan bergandengan tangan.
"Kamu harus percaya omonganku, kita akan menikah secepatnya. Kamu akan menjadi nyonya Reyshaka Mahotra, istri seorang jutawan yang tajir melintir. Terus kita akan berbulan madu keliling dunia."
"Seandainya itu benar aku akan sangat bahagia, dan bisa berhenti sebagai penari. Aku juga meminta mobil sport sebagai tungganganku, seperti istri-istri orang kaya lainnya."
"Apapun yang kamu minta aku akan berikan." kata Reyshaka waktu itu.
Sekarang khayalannya sudah menjadi kenyataan, tidak sabar untuk memberitahu Betzy bahwa dirinya sudah menjadi jutawan.
Lamunannya buyar ketika dia mendengar suara mobil di bawah. Rupanya gadis itu sudsh dstang. Mobilnya penuh berisi barang. Di belakang mobil ada dua motor mengikutinya.
Alessandra turun dari mobil dan memberi perintah kepada empat orang laki-laki dewasa untuk menurunkan beras, minyak goreng, susu, mie instan dan sarden.
"Silahkan dibagi supaya mencapai seribu bungkus, sebelum bekerja kalian makan dulu." kata Alessandra menyerahkan nasi bungkus kepada mereka.
Halaman depan penuh dengan sembako yang akan disalurkan. Reyshaka yang dari tadi memantau dari lantai dua perlahan turun. Dia kepo kemana bantuan akan dibawa.
"Seenaknya saja kamu mengeluarkan anggaran untuk membeli barang-barang ini. Kamu tidak boleh seenaknya memakai uang perusahan. Kamu harus ingat bahwa aku juga pemilik perusahan Mahotra, dan harus ada persetujuanku seandainya kamu membeli sesuatu." kata Reyshaka bertolak pinggang. Keempat orang yang aku sewa untuk membantuku mendadak berhenti bekerja.
"Jangan julid dech, aku tidak mungkin memakai uang perusahan. Aku memakai uang pribadi untuk membeli semua ini. Bila kamu tidak percaya aku tidak peduli."
"Aku tidak percaya, darimana kamu dapat uang untuk membeli sembako satu truck, kecuali kamu menjadi simpanan boss."
"Apa pedulimu? lebih baik kamu cuci kaki dan mengkhayal jadi orang kaya. Siapa tahu khayalanmu terwujud. Maklumlah dari kecil kaď sengsara."
"Jangan sombong, otakmu harus diisi alarm supaya kamu selalu ingat bahwa asalmu dari tempat sampah."
"Kamu juga harus ingat bahwa dirimu tidak lebih dari anak haram yang numpang makan dirumahku."
"Jaga mulutmu anak pungut!!" bentak Reyshaka marah.
"Kamu membangunkan macan tidur. Aku tidak takut padamu." sahut Slessandra emosi.
"Alee..stop. Kamu jangan terpancing emosi anjing menggonggong kapilah tetap berlalu. Jangan hiraukan kata orang, kamu anak Tuan Mahotra, jadi lakukan yang kamu ingini." mama Lisa sudah berada disampingku sambil menyindir Reyshaka.
"Jangan salah nyonya, saya punya saham 25% di perusahan Mahotra."
"Apa peduliku dengan saham yang kamu agung-agungkan itu. Aku sangsi apakah kamu bisa bekerja."
"Aku adalah CEO di perusahan Mahotra, jadi aku semua tahu." seperti disambar petir rasanya mendengar penjelasan Reyshaka ini. Jadi selama ini suamiku telah mempekerjakan anaknya di perusahan Mahotra. Ya Tuhan...hatiku seolah tertusuk sembilu. rintih nyonya Lisa di pelukan Alessandra.
"Setiap omongan saya akan menusuk jantung nyonya, maka hati-hatilah dengan kehadiran saya disini. Saya tidak mengemis, kalianlah sebagai pengemis karena semua perusahan milik saya."
"Pergilah pecundang, dasar perampok!!" bentak Alessandra mengusir Reyshaka.
"Ini rumahku, kamu yang seharusnya pergi." ketus Reyshaka menatap Alessandra dengan bengis. Dia benci dengan anak pungut ini.
"Tidak tahu malu!!" bentak Alessandra mengajak mamanya ke kamar.
"Don't worry mama I will always protect you." kata Alessandra membantu mamanya berbaring. Dia menghibur mamanya supaya tabah.
"Tidak ada gunanya kita memikirkan siapa manusia itu dan untuk apa dia kesini. Lebih baik kita berpikir tentang kesehatan dan membangun kekebalan tubuh. Mama tentu tidak ingin seperti Papa yang meninggal tanpa pesan dan kesan. Jangan mikirin harta saat ini maa..." kata Alessandra.
"Mama sakit hati kepada Papamu, teganya dia menyakiti mama." keluh nyonya Lisa sambil menangis.
"Semua sudah terjadi dan Papa sudah meninggal. Lupakan semuanya yang terjadi dan anggap semua kejadian ini adalah cobaan dari Tuhan." kata Alessandra ikut sedih. Dia berjanji akan membalas sakit hatinya kepada Reyshaka.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!