Khanza, di usianya yang ke-15 tahun kedua orang tuanya meninggal, dia tinggal di kampung bersama dengan nenek dan kakeknya. Setelah lulus SMA Khanza mendapat beasiswa di universitas ternama di kota Jakarta.
Khanza sangat senang. Namun, dia juga ragu untuk pergi sendiri ke kota yang baru ia kenal. Karena tekad dan kegigihannya untuk menuntut ilmu dan ingin miliki masa depan yang lebih baik, Khanza memberanikan diri untuk ke kota seorang diri. Berbekal alamat seorang teman yang berkenalan melalui media sosial.
Setelah sampai di bandara, Khanza terlihat bingung dan terus menelpon seseorang.
"Mana, sih! Katanya mau menjemput, tapi kenapa dia belum datang," Khanza berbicara pada dirinya sendiri, melihat ke kiri dan ke kanan sambil terus berusaha menghubungi temannya.
"Khanza!" teriak seseorang yang melambaikan tangan pada Khanza. Orang itu adalah Aqila teman Khanza yang sudah berkenalan dengannya melalui media sosial, Aqila berlari menghampiri Khanza.
"Kamu kok, lama banget sih! Aku pikir aku akan menginap disini," keluh Khanza saat bertemu dengan Aqila.
"Maaf, ya! Kamu tahu sendiri 'kan kota Jakarta macet banget. Kamu Sendirian kesini nya?" tanya Aqila.
"Iya, Kakek dan nenekku tak bisa mengantar," jawab Khanza mulai mengambil barang-barangnya.
"Tempat kontrakanku sangat sederhana, kamu nggak apa-apa 'kan? Apa kamu mau ngontrak sendiri?" tanya Aqila, mereka berdua terus berbincang sambil berjalan meninggalkan bandara.
"Aqila Aku ini bukan orang kaya, aku hanya dari desa ke sini kuliah karena beasiswa. Kamu pikir aku akan pilih-pilih tempat tinggal, sudah bisa berbagi kontrakan denganmu saja aku sudah sangat bersyukur," ucapkan Khanza.
"Kirain kamu itu pilih-pilih tempat."
"Nggak kok, aku sederhana orangnya."
"Kamu cantik banget, sih! Jauh lebih cantik dari yang di foto profil kamu."
"Masa sih?"
"Iya, biasanya profil lebih cantik daripada aslinya, tapi kamu beda aslinya lebih cantik."
"Kamu juga cantik, kok!"
"Iya, cantik. Dilihat dari Monas," canda Aqila. Mereka pun tertawa cekikikan.
Aqila menghentikan taksi dan mereka pun langsung ke kontrakan Aqila.
"Maaf ya, kontrakan ku berantakan. Aku tak ada kesempatan untuk beres-beres, pagi sampai sore kuliah, malam aku kerja."
"Kamu juga kerja?"
"Iya, buat bantu bantu biaya kuliah, kasihan kalau dibebankan semua sama orang tua, lumayan uang untuk jajan."
"Aku mau juga dong, kerja sambil kuliah. Biar bisa menghasilkan uang sendiri, aku tak mau membebani kakek nenek ku.
Aqila satu tingkat diatas Khanza dia juga dari kampung, membuat mereka merasa sangat nyambung dan nyaman satu sama lain.
Di bandara yang sama, sepasang suami istri turun dari sebuah pesawat pribadi, "Mas, aku mohon cobalah membuka hatimu untuk nya. Dia wanita yang baik," ucap sang istri yang bernama Farah. Farah wanita yang sangat dewasa, cantik, dan pekerja keras. Ia memiliki bisnis yang sukses sebagai seorang yang desain.
"Farah, aku sudah bilang! Aku tak ingin menikah lagi, aku tak ingin membahasnya lagi," tegas Abizar, suami dari Farah. Seorang CEO yang sangat kaya raya, dingin dan juga terlihat sangat angkuh. Berusia 30 tahun ia menikah dengan Farah di usia 20 tahun dan sampai sekarang mereka belum dikaruniai seorang anak, Farah lebih tua 3 tahun dari Abizar. Membuat ia semakin khawatir tak bisa memberikan keturunan untuk Abizar.
Farah selalu meminta Abizar untuk menikah lagi, karena ia merasa dirinya sudah gagal menjadi seorang istri. Ia tak bisa melahirkan seorang anak untuk Abizar. Farah sudah berusaha. Namun, tetap saja Tuhan belum memberinya kesempatan untuk menjadi seorang ibu.
"Mas, sampai kapan kamu harus bersikap seperti ini. Kau selalu saja menolak wanita yang aku kenalkan, mereka adalah wanita yang baik," ucap Farah.
"Farah cukup, aku takkan menikah lagi hanya karena kau tak bisa memberiku seorang anak, bagiku kehadiranmu sudah cukup untuk membuatku bahagia," kesal Abizar berjalan lebih dulu, 2 bulan terakhir ini istrinya terus aja memintanya untuk menikah lagi.
Mereka pun pulang, sepanjang perjalanan tak ada pembicaraan diantara mereka, Abizar masih marah dan memilih melihat keluar jendela.
Pagi hari Khanza terbangun, Khanza melihat jam di ponselnya.
Khanza sangat kaget, saat dia sudah sangat terlambat, dengan cepat Khanza mengambil peralatan mandinya dan bergegas masuk ke kamar mandi sambil terus mengoceh melihat Aqila yang sudah siap.
"Kamu kenapa nggak bangunin aku, Sih!" kesal Khanza yang sudah selesai mandi.
"Maaf, aku belum terbiasa. Aku lupa jika kau juga harus ke kampus," kekek Aqilah yang melihat Khanza memakai pakaian dan make up nya dengan terburu-buru.
Mereka ke kampus menggunakan bus,
"Ini kenapa semua pada berlarian? Apa kita benar-benar terlambat," ucap Khanza mengingat saat di kampung mereka semua akan berlari memasuki gerbang sekolah saat akan terlambat, karena jika ada yang terlambat masuk, tak akan diizinkan memasuki gerbang, tanpa melewati hukuman.
"Iya. Kenapa mereka semua berlarian," ucap Aqila.
Aqila menghentikan salah satu temannya yang berlari melewati mereka, "Kenapa kalian semua berlarian?"
"Pak Abizar sudah datang, anak-anak sekarang semua sudah berkumpul di aula kampus."
"Kenapa aku bisa lupa, hari ini akan ada kunjung ke kampus kita," Aqila memukul keningnya kemudian menarik Khanza.
Khanza yang masih tak tahu apa yang terjadi hanya ikut saja saat Aqila menariknya.
Tak berhati-hati, Khanza menjatuhkan bukunya.
"Bentar ... bentar, bukuku jatuh, kamu duluan aja," ucapkan Khanza yang sudah bisa melihat dimana ruangan para mahasiswa itu masuk.
"Emangnya kenapa, sih! Mereka harus berlari, siapa Abizar." Khanza mengambil bukunya kemudian berjalan menuju ke ruangan di mana semua mahasiswa sudah duduk menunggu kedatangan Sosok bernama Abizar.
Begitu Khanza akan masuk, Abizar lewat di depannya, Khanza menutup matanya mencium aroma parfum yang begitu memabukkan, aroma parfum yang dipakai Abizar seolah meresap hingga ke sukmanya. Khanza membuka mata dan melihat wajah Abizar tepat di depannya, wajah yang begitu tampan dan mampu menggetarkan hatinya, waktu seolah berhenti dan hanya berputar di sekitaran Abizar yang berjalan masuk ke dalam ruangan.
Khanza melongo dan terus menatap Abizar dari depan pintu.
Abizar yang merasa diperhatikan oleh Khanza menatap balik Khanza dan tersenyum pada gadis yang berdiri mematung di depan pintu seorang diri dengan ekspresi keterpesonaan yang tak bisa disembunyikan.
Tubuh Khanza melemah saat Abizar tersenyum padanya, buku yang dipegangnya kembali terjatuh dan pas mengenai ujung jari kakinya.
"Aww, sakit," pekik Khanza mengusap kakinya yang terkena buku.
Aqila yang tak tahan melihat Khanza mempermalukan dirinya sendiri langsung menarik temannya untuk ikut bergabung dengan yang lainnya.
"Sepanjang pertemuan, Khanza terus saja memperhatikan Abizar. Ia tak memperhatikan apa yang diucapkan Abizar, tapi dia memperhatikan apa yang dilakukan pria tampan yang ada di depan, mulai dari cara dia minum, duduk, tersenyum, berbicara, berjalan, semua tak luput dari perhatian Khanza.
Khanza larut dalam dunianya sendiri sambil terus menatap Abizar.
Tanpa disadarinya Abizar juga memperhatikan Khanza dan tersenyum melihat kelakuannya.
Acara pun selesai, Abizar meninggalkan ruangan tersebut. Khanza seakan tak rela saat melihat Abizar pergi dengan mobilnya.
"Itu tadi siapa?" tanya Khanza tanpa melepas pandangannya dari mobil Abizar yang terus menjauh meninggalkan gerbang kampus.
"Itu salah satu pengusaha tersukses di kota ini," jawab Aqila.
"Apa dia akan sering datang ke sini?" tanya Khanza dengan penuh harapan.
"Nggak, Pak Abizar hanya datang setahun sekali,"
"Apa ... setahun sekali?" pekik Khanza.
"Emangnya kenapa?"
Khanza mengambil tangan Aqila dan meletakkannya di dadanya. "Kamu bisa merasakan detak jantung, Sepertinya aku sudah jatuh cinta padanya."
Aqila juga mengambil tangan Khanza dan melakukan hal yang sama, ia meletakkan tangan Khanza ke dadanya,
" Jantungku juga berdetak lebih kencang saat menatapnya, tapi aku tak berani untuk jatuh cinta padanya," ucap Aqila mengikuti cara bicara Khanza yang terdengar seperti seorang yang sedang membacakan puisi.
"Aku serius, nggak bercanda. Aku nggak pernah ngerasain hal seperti ini, jantungku berdetak sangat kencang sampai dadaku terasa sakit saat melihat pria tadi. Aku yakin, aku sedang jatuh cinta."
"Sebaiknya kamu ke kelasmu sekarang, ini adalah hari pertama mu jangan sampai terlambat. Jangan membuat kesan buruk pada dosen," ucap Aqila segera mendorong Khanza yang masih terus menatap ke arah jalan, walau ia sudah tak melihat mobil Abizar di sana.
Hari terus berganti, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Khanza terus menunggu kehadiran Abizar di kampusnya. Namun, sepertinya penantiannya sia-sia. Hingga ia lulus dari universitas tersebut Abizar tak sekalipun datang.
Walau tak pernah melihatnya Abizar lagi, entah mengapa Khanza terus menantikannya.
5 tahun kemudian.
Setelah lulus kuliah Khanza memutuskan untuk kembali ke kampung. Namun, Khanza merasa tak cocok hidup di kampung, ia pun kembali ke kota dan mulai mencari pekerjaan.
Khanza kembali tinggal bersama Aqila.
"Kau mau kemana" tanya Aqila yang melihat Khanza terlihat begitu rapi di pagi-pagi buta.
"Aku sudah mengirim lamaran kerja, dan hari ini panggilanku untuk wawancara kerja. Aku akan ke kantor dulu." Jawab Khanza.
"Kamu mengajukan lamar pekerjaan di perusahaan mana?" tanya Aqila.
"Aku melamar pekerjaan di PT Angkasa Jaya," jawab Khanza yang sudah sejak lama mengirim pengajuan permohonan lamaran kerjanya.
"Benarkah? Aku juga bekerja di sana," ucap Aqila yang senang tahu kalau Khanza akan bekerja di kantor yang sama.
"Benar kah? Aku baru melamar pekerjaan disana, Semoga saja aku bisa di terima,"
"Iya, aku juga Bekerja di PT Angkasa Jaya." ucap Aqila.
" Jadi gini, tadinya aku hanya memilih secara acak perusahaan yang akan aku kirimkan surat lamaran pekerjaan, tanpa pernah menyangka kita akan kembali bekerja di kantor yang sama" ucapkan Khanza merasa sangat senang.
"Ya, sudahlah aku sekarang mau ke sana. Doain ya, biar aku juga bisa diterima," ucap Khanza dan bergegas menuju ke PT Angkasa Jaya.
Begitu sampaikan Khanza melihat gedung yang begitu tinggi, Ia pun menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan dan memantapkan hatinya untuk melangkah masuk.
Khanza bisa melihat ada beberapa orang yang juga mengantri dan sepertinya mereka juga datang untuk melakukan wawancara.
Khanza menunggu dengan gelisah gilirannya.
"Khanza," nama Khanza dipanggil,
Khanza bergegas masuk ke ruang wawancara dan betapa terkejutnya ia saat di dalam ruangan tersebut ia melihat Abizar duduk di salah satu kursi dan sepertinya ialah pemimpin dari perusahaan Itu.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Assalamualaikum,,,
Terima kasih sudah membaca 🙏
Semoga perjalanan cinta antara Abizar, Khanza dan Farah bisa menemani waktu luang kalian 🤗
Mohon dukungannya ya, Kak. Di bab pertama ini Beri LIKE dan Komennya ya Kak🙏🙏🙏🙏
salam kenal 🤗
Author m anha.
Love you all 💕💕💕
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Seperti mendapat sebuah harta karun yang terpendam di dasar lautan, Khanza yang selama ini menantikan sosok Abizar, kini melihat pria itu duduk di depannya.
Khanza melupakan apa yang terjadi di sekitarnya, melupakan tujuannya masuk ruangan itu. Ia lupa jika ia akan melakukan wawancara kerja, Khanza fokus menatap Abizar dengan memasang wajah keterpesonaan nya.
"Bukankah ini gadis 5 tahun yang lalu," batin Abizar yang masih mengingat dengan jelas wajah Khanza.
"Maaf, bolehkah kita mulai wawancaranya?" tanya salah satu karyawan yang ada di ruangan itu. Khanza tak bisa menjawabnya, ia hanya bisa mengangguk dan matanya tetap fokus menatap Abizar.
Abizar yang merasa ditatap menjadi salah tingkah dan memilih untuk keluar ruangan.
Karena kecerdasan dan ide-ide yang dikeluarkan Khanza, pihak perusahaan langsung menerima Khanza bekerja.
Khanza langsung mencari tahu dan ternyata Abizar pria yang sama yang selama ini telah menggetarkan hatinya adalah pemimpin perusahaan tersebut, ia mencari informasi tentang Abizar dan tak banyak informasi tentangnya yang bisa ia dapatkan.
"Kenapa susah sekali, sih! mencari informasi tentang nya, dia 'kan pengusaha sukses, bos Perusahaan ini. Kenapa tak ada satupun data tentang dirinya."
Mulai hari itu Khanza bertekad akan mencoba untuk mendekati Cinta pertamanya itu.
Khanza setiap pagi memberikan bunga di meja Abizar, terkadang ia juga memberikan coklat dan tak pernah lupa memberikan secangkir kopi.
Awalnya Abizar tak menghiraukan apa yang ada di mejanya. Namun, Abizar tanpa sengaja melihat tulisan Khanza disana.
Pada cangkir kopinya pun tertulis nama Khanza.
"Khanza, apa karyawan baru itu," gumam Abizar kemudian mengangkat bahu dan meminum kopinya.
Tanpa Abizar sadari, saat mengetahui jika semua itu dari Khanza, ia merasa senang dan sangat bersemangat sangat datang ke kantor.
Begitu sampai di kantor tujuan utamanya adalah melihat dan memeriksa apa yang di berikan Khanza pagi ini.
Hari ini sebelum pulang Abizar menulis di secarik kertas 'Terima kasih atas semuanya, Khanza'.
Saat pagi Khanza kembali masuk ke ruangan Bosnya itu secara diam-diam dan saat akan meletakkan kopi dan bunga, tanpa sengaja ia melihat tulisan di secarik kertas. Betapa senangnya Khanza, ternyata usahanya tidak sia-sia. Bos kekasih hatinya itu menyadari kehadirannya.
Khanza berjingkrak- jingkrak, beruntung di ruangan itu hanya ada dirinya.
Dari sanalah mereka selalu berkomunikasi melalui pesan singkat dari secarik kertas, Abizar yang merasa sudah mulai tertarik berkomunikasi dengan Khanza menulis nomor ponselnya pada secarik kertas tersebut.
Tak membuang waktu, saat Khanza mendapat nomor ponsel pribadi bosnya, dia langsung mengirim pesan memberitahukan nomor ponselnya.
Mereka melanjutkan dari menulis di secarik kertas, kini mereka berkomunikasi melalui chat pribadi.
Saling berbalas pesan, bahkan Abizar terkadang menelepon Khanza saat Farah sedang tak ada di kamar mereka.
Hubungan mereka semakin hari semakin dekat, hingga Abizar memberanikan diri untuk mengajak Khanza makan malam bersama.
Benih-benih cinta tumbuh diantara keduanya.
Abizar menyadari jika tindakannya ini tidak benar, ia menyembunyikan hubungannya dengan Khanza dari Farah begitupun sebaliknya.
Malam hari saat di kamar,
Farah memeluk Abizar dari belakang, saat Abizar berdiri di balkon kamar mereka.
"Apakah Mas belum memikirkan permintaanku?" tanya Farah.
"Permintaan apa yang kau maksud?" Tanya Abizar mengelus tangan Farah yang melingkar di perutnya.
"Permintaanku agar kau menikah lagi, Mas."
"Apa kau yakin, kau tak masalah jika aku menikah lagi," Tanya Abizar memandang lurus kedepan.
Farah melepas pelukannya, ini untuk yang pertama kalinya Abizar menanggapi permintaannya.
Farah memutar badan tegap Abizar agar menghadap padanya, Farah merasa senang dengan tanggapan suaminya.
"Mas, aku sudah memikirkan ini jauh hari. Aku mohon menikahlah lagi, aku tak mau jadi istri yang egois, hanya karena kekuranganku sehingga kau juga tak bisa menjadi seorang ayah."
"Baiklah, aku akan memilih seorang untuk menjadi ibu dari anakku, apa kau tak masalah?"
"Tentu saja tidak," jawab Farah cepat. "Apa Mas, sudah memiliki wanitanya?" tanya Farah begitu senang.
"Aku akan menikah dengan salah satu karyawan ku, tapi kau tak masalah dan mau berbagi dengannya. Apa kamu yakin? Bukankah setiap wanita tak ingin berbagi suami dengan wanita lain!"
"Aku tahu itu sakit dan mungkin akan menyakitiku, tapi itu juga akan membuatku bahagia karena terbebas dari rasa bersalah. Aku tak bisa menjadi istri yang sempurna untukmu, Mas."
Abizar menggenggam tangan Farah, " Aku akan coba bicara dengannya, tapi aku tak yakin apakah dia mau menikah denganku saat mengetahui jika kita sudah menikah dan menjadikannya istri kedua."
"Kita bisa menjelaskan padanya, jika Mas akan bertindak adil, katakan padanya jika Mas tak akan membeda-bedakan kami."
"Sekali lagi aku tanya? Apakah kau benar-benar siap jika Mas menikah lagi dengan perempuan lain?" tanya Abizar menatap dalam mata istrinya.
"Aku siap, Mas. Aku ikhlas, aku sangat bersyukur jika Mas mau menikah lagi," jawab Farah yakin.
"Aku janji, walau aku sudah menikah aku akan tetap mencintaimu. Aku akan berusaha bersikap adil untuk kalian berdua."
"Aku percaya pada cinta kita, walau Mas menikah dengan gadis yang lebih muda, lebih cantik, Mas takkan pernah melupakanku," ucap Farah mengalungkan tangannya dileher Abizar.
Abizar menarik pinggang Sarah agar lebih dekat dengannya.
"Kaulah cinta pertamaku dan akan selalu ada di hatiku," ucap Abizar kemudian mulai bermain di bibir istrinya.
Setelah melakukan aktivitas malam dengan Farah, Abizar melihat Farah yang tengah tertidur pulas, perlahan Ia turun dari tempat tidur dan menelpon Khanza di balkon kamarnya.
Abizar membuat janji, ia akan menjemput Khanza besok pagi, berhubung besok adalah hari Minggu. Abizar ingin mengajak Khanza jalan-jalan dan berniat mengutarakan niatnya.
Farah mendengar pembicaraan mereka, dia terbangun saat merasakan Abizar turun dari ranjang. Ada perasaan sakit di hatinya saat mendengar suaminya secara diam-diam berbicara dengan wanita lain.
"Apakah aku benar-benar siap untuk dimadu, berbagi cinta suamiku dengan wanita lain," batin Farah kemudian kembali mencoba untuk tidur.
Pagi hari.
Setelah sarapan Abizar langsung pamit pada istri, mertua dan ibunya.
"Abizar mau kemana? Kenapa kamu nggak pergi juga dengan nya?" tanya Santi, Ibu dari Farah.
"Mas Abi punya janji dengan rekan bisnisnya," bohong Farah.
"Biasanya kamu ikut, jika kamu tak ada pekerjaan, kenapa kamu nggak ikut Abizar sekarang?"
"Mah, buat apa Aku ikut, mereka hanya membahas bisnis. Aku lagi capek Sedang banyak pekerjaan," jawab Farah memijat punggung nya.
"Farah benar, buat apa dia harus mengikuti kemanapun suaminya itu pergi," ucap wanda, Ibu Abizar.
Abizar tinggal serumah dengan ibu dan mertuanya. Ayahnya sudah meninggal begitu juga dengan ayah Farah.
Abizar mengajak Khanza ke pantai, mereka menghabiskan waktu bersama.
"Apa kau punya kekasih?" tanya Abizar.
"Punya," jawab Khanza sambil tersenyum menatap Abizar yang terkejut mendengar jawabannya.
"Apa kekasihmu tidak marah kau jalan denganku," kata Abizar ragu.
"Tentu saja tidak, karena aku sedang berjalan dengannya," ucapkan Khanza menopang dagu dengan kedua tangannya di atas meja, menatap penuh kekaguman pada pria yang sedang duduk di depannya.
Abizar yang mengerti maksud perkataan Khanza langsung menarik tangan kedua tangan Khanza dan menggenggamnya dengan sangat erat mengecup punggung tangan nya, membuat Khanza melayang. Ini pertama kalinya Abizar menggenggam tangan nya, apalagi Abizar mengecup nya.
"Apa kau mau menikah denganku," ucap Abizar langsung pada inti tujuannya mengajak Khanza ke pantai itu.
Khansa sangat terkejut mendengar ungkapan Abizar, Khanza membekap mulutnya, matanya berkaca-kaca.
"Apa ini, Abizar melamarku," batin Khanza menjerit merasa senang, ia seakan melambung ke angkasa. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Khanza dengan suara yang sudah mulai bergetar.
"Will you marry me?" ucap Abizar mengulang perkataannya dengan sedikit lebih keras.
Khanza tak bisa menjawabnya, ia hanya mengangguk, Khanza sangat bahagia hingga membuat ia menangis. Pria yang sudah lama dicintainya, dikaguminya, hari ini melamar dirinya.
"Aku akan mengatur agar kau bertemu dengan orang tuaku, aku juga akan memintamu pada orang tuamu."
"Ayah dan ibuku sudah meninggal, kamu bisa bertemu dengan kakek dan nenekku di kampung, apa tak masalah?"
"Tentu saja, akan menemui mereka."
Di rumah Abizar.
Abizar mengatakan kepada Farah jika Wanita yang akan dinikahinya sudah setuju, namanya Khanza dan ia bekerja di kantor.
Farah tak tahu apa yang dia rasakan. Ada rasa senang saat mengetahui suaminya setuju untuk menikah lagi dan itu berarti ia akan mempunyai kesempatan menjadi seorang ayah. Farah juga merasakan perasaan sedih, dengan begitu ia akan berbagi cinta dan tubuh suaminya dengan wanita lain.
Saat makan malam Abizar mengatakan kepada ibu dan mertuanya, keinginan untuk menikah lagi. Ibu warda sangat senang mendengar kabar itu. Namun, tidak dengan ibu Santi. Ia marah dan tak menerima jika anaknya dimadu.
Farah mencoba menjelaskan jika semua itu ada permintaan dari nya.
"Farah kau minta suamimu menikah lagi hanya karena kau tak bisa memberinya keturunan hingga saat ini. Itu bukan alasan yang tepat, banyak pasangan di luar sana yang baru memiliki keturunan bahkan lebih lama dari usia pernikahan kalian. Usia pernikahan kalian baru 15 tahun, di luaran sana ada yang bahkan lebih dari 30 tahun barulah mereka dikaruniai anak. Mereka saling menerima dan setia, mereka tetap bahagia," kesal Santi.
"Mah, usia Farah tidak mudah lagi, saat usia produktif pun Farah nggak bisa memberi keturunan kepada Mas Abi, apalagi di usia sekarang," jawab Farah.
Abizar hanya terdiam, ia tak tahu harus berkata apa.
Setelah melakukan perdebatan yang panjang dengan ibunya, akhirnya Ibu Santi setuju dengan satu syarat. Madu anaknya juga harus tinggal di rumah itu.
Persyaratan itu juga disetujui oleh ibu Wanda.
"Lalu siapa gadis itu?" tanya ibu Santi setelah lebih tenang.
"Dia karyawan di kantorku. Permasalahannya dia belum tahu jika aku sudah menikah," ucap Abizar.
"Mas, saat melamarnya Mas tak mengatakan jika kita sudah menikah??"
"Aku tak sempat mengatakannya, aku akan menemuinya lagi atau kita berdua yang akan menemuinya" usul Abizar.
"Nggak Mas, sebaiknya Mas aja yang menemui dan menjelaskannya."
Keesokan malamnya Abizar kembali mengajak Khanza untuk makan malam di sebuah restoran mewah, Ia sengaja memesan restoran itu untuk menyenangkan hati Khanza.
Baru saja mereka masuk ke dalam restoran, mereka tak sengaja melihat adegan perkelahian di mana Seorang Istri menemukan suaminya makan malam dengan wanita lain, dan suaminya mengatakan jika ia telah menikahi selingkuhannya itu.
Abizar yang merasa dirinya juga melakukan hal yang sama, langsung membawa Khanza keruangan yang telah mereka pesan.
"Wanita tadi nggak punya akal sehat apa, mau aja menikah dengan suami orang. Kayak nggak ada pria lain saja didunia ini," gumam Khanza.
"Maksud kamu?" tanya Abizar.
"Iya, Kakak lihatkan pertengkaran yang tadi, Kalau aku jadi wanita itu aku takkan mau jadi istri kedua," ucap Khanza membuat Abizar mengurungkan niatnya untuk mengakui jika sebenarnya dia juga sudah menikah.
Mereka makan malam, Rencana Abizar untuk mengakui pernikahannya dengan Farah gagal sudah.
"Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan," batin Abizar.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏
Jangan lupa like, vote, dan komennya ya kakak 🙏
salam dariku Author m anha ❤️
love you all 💕🤗🤗❤️
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Sepulang dari restoran Abizar menceritakan apa yang mereka alami dan apa yang dikatakan oleh Khanza.
"Bagaimana kalau kita merahasiakan hubungan kita, Mas!" ucap Farah ragu.
"Apa maksud kamu, aku takkan pernah menyembunyikan hubungan kita termasuk pada Khanza."
"Mas, ini hanya untuk sementara. Kita akan memberitahunya secara perlahan, aku yakin ia akan menerima pernikahan kita suatu saat nanti," bujuk Farah.
"Farah, apa kamu sadar apa yang kau katakan, dengan begitu kau akan memberikan suamimu seutuhnya padanya, aku hanya takut kau tak akan mendapatkan keadilan di pernikahan ini,"
"Mas, ini hanya sementara. Kita akan memberitahunya, tapi tidak untuk waktu dekat ini.Kita akan memberitahunya di waktu yang tepat, mungkin saat kalian sudah memilih anak," ucap Farah mencoba meyakinkan Abizar agar tak memberitahu Khanza pernikahan mereka, Farah takut jika Ia akan menolak untuk menikah suaminya.
Ini adalah kesempatan yang sangat langkah, sudah banyak wanita yang coba mendekati suaminya, sudah tak terhitung wanita yang coba Farah jodoh. Namun, suaminya itu tetap menolak menikah lagi. Kehadiran Khanza dalam kehidupan mereka seperti sebuah anugrah bagi mereka.
Saat makan malam, Farah menceritakan semua pada Ibu dan mertua. Tentang apa rencananya,
Semua mendengarkan apa rencana Farah, Abizar sebenarnya tak setuju untuk merahasiakan hubungannya dengan Farah. Namun, Ia juga sudah terlanjur menyayangi Khanza dan tak ingin kehilangan gadis itu.
Setalah perdebatan yang alot, akhirnya semua setuju dan akan merahasiakan pernikahan Farah dan Abizar.
Hari pernikahan pun tiba. Acara sederhana digelar, semua sangat bahagia. Kakek dan nenek Khanza juga datang. para tamu undangan hanya dari keluarga dekat kedua mempelai saja. Saat pernikahan Abizar memperkenalkan Farah kepada Khanza sebagai adik sepupunya.
Walau terasa sakit melihat suaminya menikah lagi, Farah tetap tersenyum dan ikut larut dalam kebahagiaan itu.
Farah duduk di samping suaminya saat mengucapkan ijab Kabul. Menjadikan Khanza istrinya secara resmi.
Farah mengahapus air matanya dengan cepat sambil memalingkan wajahnya saat Abizar mencium kening Khanza.
Acara pernikahan pun selesai,
Abizar membawa pulang Khanza ke rumahnya. Farah sudah mengatur semuanya, ia memindahkan semua barang-barangnya ke kamar tamu dan menyiapkan kamar pengantin untuk Khanza dan suaminya.
"Farah, kamu yakin akan memberikan kamarmu pada wanita itu?" tanya Santi tak terima.
"Mah, apa bedanya kamar ini dengan kamar utama, aku masih bisa tidur nyenyak. Kamar lebih dari cukup untukku."
"Tapi, ini adalah rumahmu, kamar utama adalah milikmu dia hanya istri kedua dari suamimu," kesal Santi.
"Mah, Farah mohon! Tolong jaga rahasia ini. Farah akan coba memberi pengertian kepada Khanza agar mau menerima pernikahan ku dengan mas Abizar."
"Terserah kamu saja," ucap Santi kesal meninggalkan Farah di kamar.
Malam ini adalah malam pertama untuk Khanza dan Abizar. Khanza telah menjadi di istri sepenuhnya dari seorang Abizar, pria yang sangat dicintainya sejak lama, pria pertama yang menggetarkan hatinya, mengajarkan apa arti cinta dalam hidupnya. Kini Khanza menghabiskan malam panjang bersama pria impiannya. Meluapkan semua perasaan cinta yang ada di dalam hati mereka, saling menyatu kan cinta dan raga mereka. Malam penuh kebahagian terjadi di kamar utama di rumah itu.
Malam penuh kebahagiaan untuk Khanza, Namun menjadi malam kelam untuk Farah. Malam ini Farah baru menyadari jika ia tak sekuat itu membiarkan kan suaminya bahagia dengan wanita lain, "Hanya sampai kami memiliki anak, aku harus bersabar," lirih Farah menggenggam erat sprei, mencoba menahan rasa sakit di dadanya. Air matanya tak henti-hentinya menetes, walau sudah berusaha membuang pikirannya tentang apa yang tengah terjadi di kamar utama. Namun, bayangan suaminya tengah bersama madunya tetap menyayat hatinya.
Hari terus berlalu, Khanza yang periang dan sengat mudah bergaul, dengan cepat dekat dengan Farah, begitu juga dengan ibu mertuanya, tapi tidak dengan ibu Santi yang terus bersikap jutek padanya.
Semakin Farah mengenalkan Khanza, rasa sakit di hatinya semakin memudar, sekarang ia sudah merasa tenang berbagi cinta suaminya dengan Khanza, suaminya tak salah memilih madu untuk nya, wanita yang sangat baik.
Walau lebih sering menghabiskan waktu dengan Khanza, Abizar tak pernah lupa akan kewajibannya memberikan nafkah lahir dan batin kepada Farah.
Farah pun tak masalah jika Abizar lebih banyak menghabiskan malam dengan Khanza, seiring berjalannya waktu, kini Farah sudah menganggap Khanza seperti adiknya sendiri.
Mereka sering jalan bersama, menghabiskan waktu. Tak ada sedikitpun rasa curiga Khanza pada Farah, walau terkadang Abizar sering berduaan dengan Farah. Khanza hanya berpikir jika mereka sedang mengobrol tentang pekerjaan, mengingat Farah juga bekerja, berbeda dengannya yang memilih menghabiskan waktu di rumah, menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.
Tanpa terasa 2 bulan sudah kini pernikahan Khanza dan Abizar. 2 bulan sudah kebohongan di rumah itu terus terjaga, Khanza sama sekali tak curiga jika Farah adalah madunya.
Pagi ini Khanza sangat bahagia saat melihat dua garis merah pada alat tespek yang dipegangnya, ia baru saja melakukan tes pada urine nya. Sudah dua minggu ini Khanza tak mengalami menstruasi.
"Aku hamil," ucap sembari memegang perutnya. "Kak Abi pasti senang mendengar kabar ini, aku akan memberi kejutan untuknya," gumam Khanza berbinar senang, dengan cepat ia mengambil ponsel dan menelpon suaminya, yang baru saja berangkat ke kantor.
"Iya, ada apa?" tanya Abizar.
"Kakak, sudah sampai di kantor" tanyanya.
"Belum, masih di jalan. Aku sedang mengantar Farah ke kantor nya."
"Aku ingin mengajak kakak untuk makan malam! Apa bisa?"
"Tentu saja, aku akan menjemputmu malam nanti, hari ini Aku akan pulang lambat, ada rapat penting di kantor."
"Iya Kak, nggak apa-apa. Aku akan menunggu," ucap Khanza matikan panggilannya .
Khanza yang begitu bahagia dengan kehamilannya bermaksud ingin memberi kejutan kepada suaminya. Khanza mengambil sebuah kotak dan menghiasnya, meletakkan hasil tespek itu ke dalam sana.
"Ada apa, Mas?" tanya Farah.
"Khanza mengajakku untuk makan malam, apa kamu ikut?"
"Nggak, Mas? Kalian pergi saja," ucap Farah santai.
Mereka sudah sampai di parkiran, Abizar menahan tangan Farah saat akan turun dari mobil.
"Ada apa, Mas?" tanya Farah berbalik dan menutup kembali Pintu mobil yang sudah di bukanya.
Tanpa kata Abizar menarik tengkuk Farah dan mengecup bibir istrinya itu, semakin lama ciuman itu semakin dalam dan semakin dalam.
Farah yang juga merindukan belaian Suaminya ikut terbawa dan mereka menyalurkan hasrat terpendam mereka.
Semenjak Abizar menikah lagi, mereka sudah jarang tidur bersama. Keluar kota karena ada urusan bisnis menjadi alasan ampuh untuk mereka menghabiskan waktu bersama walau 2 atau 3 hari itu sudah cukup untuk Farah. Tak jarang Abizar juga mendatangi kamar Farah disaat Khanza sudah tertidur. Abizar hanya ingin adil kepada keduanya.
Farah pun turun setelah memastikan penampilannya sudah rapi, ia melambaikan tangan saat Abizar mulai menjalankan mobilnya dan menjauh meninggalkannya.
Baru setengah jalan Abizar kembali lagi ke kantor Farah, Farah melupakan ponsel nya.
Saat masuk Abizar mendengar suara tangisan Farah. Farah menangis pilu di dalam ruangannya. Terdengar jelas jika Farah sedang merasakan sakit di hatinya.
Abizar tak menyangka jika di balik senyum istrinya selama ini, ternyata ia menahan rasa sakit. Abizar paham dengan apa yang dirasakan oleh Farah.
Abizar kembali ke kantornya dan hanya menitipkan ponsel Farah kepada karyawan yang ada di sana.
Saat di kantor Abizar terus memikirkan apa yang selama ini terjadi di rumah tangganya, ia merasa sudah tak adil dan berbuat jahat kepada kedua istrinya. Merasa membohongi Khanza dan mengabaikan status Farah dalam hubungan mereka.
Di kediaman Abizar.
Khanza sudah berdandan secantik mungkin dan menunggu Abizar menjemputnya.
"Ya ampun, Khanza kenapa kamu sangat cantik," puji Khanza pada dirinya sendiri. "Semoga kak, Abi senang dengan kehamilanku," ucapnya mengusap lembut perut rata nya.
"Kenapa kak Abi lama ya?" gumam Khanza, ia terus melihat ke arah jarum jam yang ada di pergelangan tangannya, sedari tadi Ia terus mondar-mandir di teras rumah menunggu Abizar.
"Kak Farah! Kak Abi masih lama ya pulangnya?" tanya Khanza pada Farah yang baru datang.
"Kakak juga nggak tahu, Dek! coba kamu telepon dia, takutnya dia lupa."
Khanza mendengar apa yang dikatakan Farah, ia mencoba menghubungi Abizar. Baru nada sambung pertama, mereka bisa melihat jika mobil Abizar sudah datang.
Abizar menghampiri mereka berdua yang berdiri di teras.
"Kak Farah, Kami pergi dulu ya," pamit Khanza.
"Mas, pergi dulu ya," pamit Abizar pada Farah. Farah hanya mengangguk sambil tersenyum, menjawab mereka berdua, Abizar bisa melihat arti lain dari senyum Farah.
Malam ini Khanza mengajak Abizar ke Restoran di mana tempat dulu Abizar melamar dirinya.
Mereka makan malam romantis. "Kak, aku ingin memberikan sesuatu untukmu," ucap Khanza mencari kotak yang ada di tasnya, Khanza mencoba mencari kotak yang tadi telah Ia siapkan. " Dimana ya kotaknya," batin Khanza.
"Khanza ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," ucap Abizar ragu.
"Apa, kak?" tanya Khanza yang masih terus sibuk mencari kotak hadiahnya.
Abizar menarik nafas dalam, mengumpulkan keberaniannya.
"Sebelum menikahi mu, aku sudah menikah dengan Farah," ucap Abizar menatap pada Khanza dengan tatapan bersalah.
Khanza yang senang saat menemukan kotaknya, terdiam. Kotak yang sudah dipegangnya dan akan diberikan pada Abizar terjatuh kembali ke dalam tasnya.
Hatinya terasa sakit mendengar pengakuan dari Abizar. Menatap dalam diam dangan bola mata yang berkaca-kaca, air matanya menetes begitu saja. Rasa sayatan demi sayatan terasa di dadanya saat menatap mata Abizar mencoba mencari kebohongan disana. Namun, nihil. Khanza tak menemukan kebohongan sedikitpun di mata itu.
"Apa maksud kakak?" tanya Khanza dengan suara bergetar, matanya terasa panas, dadanya terasa sesak. Khanza terus menatap mata Abizar dalam, mencoba mencari tahu apa maksud dari perkataan suaminya.
"Maaf. Selama ini aku tak jujur padamu, Farah bukankah adik sepupuku, tapi dia adalah istri pertamaku,"
Isakan yang sejak tadi di ditahannya kini, mengeras keluar dari mulutnya, rembesan air mata membasahi pipinya. Bayangan keluarga bahagia bersama dengan calon bayinya kini pupus sudah.
Dengan tangan gemetar Khanza membekap mulutnya, ia sadar dimana ia sekarang berada.
Khanza ingin marah. Namun, ia tak tahu harus berkata apa, Khanza hanya bisa diam dan menatap kecewa pada suami-nya, tubuhnya terasa lemas orang yang selama ini dianggapnya orang yang sangat mencintainya ternyata mencintai wanita lain.
"Kakak bohong 'kan? Ini sama sekali nggak lucu, Kak!" ucap Khanza terbata-bata dengan susah ia menahan gejolak di dadanya.
Abizar menggenggam erat tangan Khanza, "Kau boleh meminta apapun, tapi tolong jangan minta aku untuk meninggalkan Farah. Aku mencintaimu dan juga mencintainya. Aku mencintai kalian berdua," lirih Abizar mencoba meyakinkannya dengan penuh kelembutan.
Khanza menarik tangan dari genggaman Abizar, tersenyum kecut meratapi nasibnya.
Kehidupan rumah tangga bahagia yang selama ini dijalani ternyata ada kebohongan besar di balik semua itu.
Khanza tak bisa berkata apa-apa, ia kemudian berdiri dan pergi dari tempat itu. Abizar berusaha menghentikannya, Namun, tak diindahkan oleh Khanza.
Khanza terus berlari, menghentikan taksi dan pergi dari sana, meninggalkan Abizar yang terus memanggilnya.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏
Mohon dukungannya ya, Kak.🙏
Dengan memberikan Like, Vote dan komennya.
Salam dariku Author m anha ❤️😘
Love you all 💕💕💕
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!