NovelToon NovelToon

G:0

G:0 SQUAD

Jalanan kota Dragokarta masih basah karena hujan sepanjang sore. Meski sudah lama reda, sebagian besar warga masih memilih untuk bersemayam di rumah mereka sambil menikmati dinginnya udara. Tak heran jika jalanan-jalanan itu sepi. Suara tetesan air dari atap ke tanah yang becek mendominasi malam itu sambil sesekali diiringi oleh lolongan anjing yang membuat suasana semakin terasa sepi dan mencekam.

Tiba-tiba terdengar suara jerit yang tertahan, seperti suara rintihan. Suara itu meminta tolong berulang kali. Tidak ada yang mendengar karena intensitas suaranya memang cukup lemah untuk menembus dinding rumah warga. Suara itu terus terdengar selama sekitar sepuluh menit.

Hingga akhirnya sesuatu melesat jatuh dari langit bagaikan meteor. Ternyata seseorang dengan kostum hitam serba ketat sedang melakukan apa yang Deadpool katakan: Superhero Landing. Sosok itu melihat ke arah pria yang sejak tadi berteriak, yang kini tersenyum lebar seakan bahagia menyambut sosok itu. Ia berdiri di samping sebuah mobil yang salah satu bannya terperosok ke dalam sebuah parit.

“Seseorang ingin aku mengangkat mobilnya,” kata sosok berkostum hitam itu.

Nun jauh di sana, ada dua orang yang sedang terhubung dengan sosok berkostum hitam melalui alat komunikasi. Mendengar laporan dari sosok berkostum hitam itu, mereka merasa sangat kecewa dan menyandarkan tubuh mereka ke kursi.

“Lagi-lagi bukan kasus kejahatan. Ada apa dengan warga kota ini? Apakah tidak ada satu orang pun yang merasa bersalah karena tidak melakukan kejahatan?” ujar seorang pria sambil menggebrak mejanya.

“Aku benci kedamaian,” timpal wanita di sampingnya.

Setahun lalu, jalanan di kota Dragokarta masih dikuasai oleh geng mafia bernama Black Samurai, yang terkenal dengan kekejamannya. Mereka kerap kali menebar teror bagi para warga kota. Mulai dari penipuan, perampokan, penculikan, pembunuhan, perdagangan manusia, peredaran narkoba dan senjata ilegal serta berbagai kejahatan lainnya seperti menjadi makanan sehari-hari para anggota geng itu.

Aparat yang bertugas menjaga ketertiban dan keamanan kota itu sudah angkat tangan. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa pada mereka. Jika salah satu anggota Black Samurai ditangkap, maka ratusan anggota lainnya akan meneror para polisi dan keluarga mereka.

Tak ada yang bisa melakukan sesuatu pada organisasi itu. Para warga hanya bisa berharap mereka tidak memiliki urusan dengan Black Samurai. Semakin hari, kejahatan yang dilakukan organisasi itu semakin menjadi.

Hingga akhirnya muncul seorang pahlawan yang memiliki kekuatan super. Konon ia bisa mengendalikan gravitasi. Sosok itu adalah si kostum hitam yang tadi kita ceritakan. Meski tidak selalu tepat waktu, ia hampir selalu muncul ketika tindakan kejahatan terjadi di kota Dragokarta. Tidak ada yang tahu nama aslinya. Karena ia selalu muncul dengan cara terbang seolah tak ada gravitasi yang mengikatnya, maka publik sempat menamainya Zero Gravity, yang akhirnya bertransformasi menjadi G:0.

Sejak awal kemunculannya, G:0 telah berhasil memberantas kejahatan di jalan-jalan di kota Dragokarta. Banyak penjahat yang selama ini ditakuti para polisi telah ia ringkus. Puncaknya adalah ketika mereka mengalahkan Kichigai, pemimpin Black Samurai. Pria itu tewas dan organisasinya tercerai berai. Sejak kejadian itu, kasus kriminalitas di jalan-jalan Dragokarta menurun drastis. Pamor G:0 yang luar biasa itu pun mulai meredup.

Yang tidak diketahui banyak orang adalah G:0 bukan individu, melainkan tim. Mereka terdiri dari tiga anak muda yang saling bekerjasama dengan kemampuan masing-masing. yang pertama adalah Jonathan. Ia adalah pemuda jenius yang, meski sering memamerkan kejeniusannya, tidak tahu kalau ia lebih jenius dari yang disangkanya. Hal ini dikarenakan kelakuannya yang sedikit aneh sehingga orang-orang di sekitarnya selalu meremehkannya. 

Ia bertanggung jawab dengan teknologi yang digunakan oleh G:0. Misalnya alat komunikasi yang menghubungkan G:0 dengan markas rahasia mereka. Ia juga yang menyediakan kamera rahasia yang diam-diam disebar ke seluruh jalanan di kota ini sehingga mereka dapat melacak kejahatan yang terjadi. 

Di balik kejeniusannya itu, ia masih sering bersikap kekanak-kanakan dengan melakukan hal-hal konyol. Pikirannya juga diisi oleh banyak hal mesum. Namun, meski sangat berharap memiliki pacar, ia sangat lemah di hadapan para cewek. Satu-satunya cewek di luar keluarganya yang berani didekatinya adalah Clara. Bahkan ia secara terang-terangan mengungkapkan cintanya pada wanita itu. 

Ya, Clara. Anggota G:0 berikutnya yang akan kita bahas. Ia adalah orang yang membawa G:0 ke kota ini. Ia juga yang menjadi pelopor dan pemimpin dari tim ini karena jiwa keadilannya yang tinggi.

Clara juga jenius, namun dengan caranya. Ia kerap kali menemukan jalan keluar dari setiap permasalahan yang mereka hadapi. Wawasannya luas, ketenangannya dalam situasi genting luar biasa serta keteguhannya dalam mempertahankan prinsipnya patut diacungi jempol. 

Selain sebagai pemimpin, Clara bertanggung jawab kostum G:0. Wajar mengingat bakat luar biasanya dalam bidang fashion. Ia juga yang mengurus kebutuhan sehari-hari G:0, mulai dari makan, tempat tinggal hingga pekerjaan sampingan sang pahlawan super.

Clara juga memiliki daya tarik tersembunyi. Di balik sifatnya yang keras, ia adalah wanita yang mudah dicintai para pria. Sayangnya, ia tidak memiliki kemampuan dalam memilih kekasih. Ia selalu berpacaran dengan pria brengsek. 

Lalu, siapakah pahlawan super itu? Namanya Grafit. Clara menemukannya tahun lalu di sebuah hutan misterius saat ia tersesat di tengah kegiatan bertualangnya. Grafit berasal dari suku rahasia bernama Kaum Miel. Ia memiliki kemampuan yang didapatnya secara turun temurun dari sukunya, yaitu kemampuan mengendalikan gravitasi. 

Kemampuan itu dapat membuat benda yang diinginkannya menjadi semakin berat atau semakin ringan dari yang semestinya.

Sebagaimana orang yang sejak lahir tinggal di daerah terasing, Grafit adalah pemuda polos dengan pengetahuan yang terbatas akan dunia ini, termasuk kehidupan modern. Waktu setahun belum cukup bagi Clara untuk membantunya beradaptasi dengan gaya hidup yang baru. Meski mengalami cukup banyak kemajuan, keluguan Grafit masih membuatnya dan orang-orang di sekitarnya, terutama Clara, kerepotan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Clara ketika melihat Jonathan sedang membuat flyer. 

"Membuat iklan," jawab Jonathan santai. "Akui saja, sudah beberapa minggu kita tidak menangani kasus kejahatan. Sementara biaya operasional kita jalan terus. Kita tidak mengeluarkan biaya jutaan rupiah per bulan hanya untuk membantu mobil terperosok ke parit. Kita harus manfaatkan kemampuan Grafit untuk pemasukan. Pokoknya, pertolongan di luar tindak kriminal harus dikenai biaya?"

Clara mengernyitkan dahinya karena tak habis pikir dengan ide itu. "Maksudmu, kita mulai berbisnis? Apakah kau sudah gila? Di mana ada superhero yang pasang tarif?"

"Dan di mana ada superhero yang tugasnya mengangkat pria yang ingin bernyanyi di luar jendela kekasihnya yang tinggal di apartemen lantai lima seperti kemarin?" Jonathan kembali membalas. 

"Pokoknya kalau kau meneruskan ide itu, aku akan berhenti menjadi donatur dan biaya operasional sepenuhnya dari pendapatan kita. Jika ingin berbisnis, jangan tanggung-tanggung."

Jonathan pun akhirnya menyerah. Ia tidak ingin ancaman Clara itu menjadi kenyataan. Wanita itu adalah putri dari konglomerat besar di kota Dragokarta. Selama ini semua biaya operasional ditanggung olehnya dari uang jajannya yang konon puluhan juta per bulan. Tentu saja Jonathan tak mau kehilangan itu. Selain demi menyalurkan hasratnya untuk menjadi 'penyelamat kota', uang operasional itu sering membantu eksperimen-eksperimennya, terutama untuk membuat perlengkapan yang digunakan G:0.

"Apakah kita pindah ke kota sebelah saja? Kudengar sisa pengikut Black Samurai sedang membangun organisasi baru di kota sebelah dan mulai melakukan kejahatan."

"Pikirkan konsekuensinya. Jika kita ekspansi ke kota itu, maka kota lain akan menuntut kita mengatasi tindakan kriminal di kota mereka juga. Ingat, kita adalah organisasi yang mustahil untuk buka cabang."

Jonathan menatap Clara lekat. Ada yang tak lazim dari sikap Clara malam ini. "Kau sedang bermasalah di tempat kerja, ya?"

"Iya," jawab Clara hampir menangis. "Kepsek sialan itu kembali berulah. Belum lagi si penjilat itu, membuatku malu di depan orang tua. Aku seperti tidak ada harganya. Satu-satunya hal yang kubanggakan selama ini adalah menjadi penyelamat kota, tapi sekarang kita hanya mengurus hal-hal sepele."

Clara menempelkan wajahnya ke atas meja, sementara Jonathan hanya bisa menepuk-nepuk pundaknya. 

[Halo, apakah aku sudah boleh pulang? Aku mau nonton.]

Terdengar suara memelas dari seberang radio. Suaranya menggigil seperti kedinginan. 

"NONTON APA!? PASTI KARTUN LAGI, KAN!? KAU INI SUPERHERO! TIDAK ADA SUPERHERO YANG MENYUKAI KARTUN!"

Clara membentak, membuat Jonathan terkejut dan takut. Ia melirik ke arah wanita itu dengan waswas, khawatir wanita yang disukainya itu sudah berubah menjadi monster. 

[Masa? Tapi Spiderman menyukai Mary Jane padahal dia kartun. Ah, iya. Spiderman kan kartun juga. Batman juga. Superman juga.]

Clara menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembusnya seakan itu cukup untuk menahan emosinya. Jonathan geleng kepala mendengar kepolosan Grafit yang sepertinya saat ini sedang kedinginan di atas tiang pemancar.

SEORANG POLISI YANG MENYEBALKAN TELAH DATANG

DORRR!!! 

Terdengar sebuah suara tembakan dari arah toko perhiasan. Puluhan orang berkerumun melihat sebuah perampokan dan penyanderaan dari seberang toko. Meski khawatir dengan bahaya yang terjadi, rasa penasaran memaksa mereka untuk tidak meninggalkan lokasi terlalu jauh. 

Dari balik jendela kaca terlihat dua orang bertopeng sedang menodongkan pistol mereka, salah satu ke arah dua orang polisi yang kebetulan sedang berpatroli di lingkungan itu dan sedang menodongkan pistol juga, satu lagi ke leher seorang wanita. 

Ada satu alasan kenapa warga tidak perlu terlalu khawatir. Seperti biasa, pahlawan mereka akan datang. Bunyi tembakan adalah sebuah panggilan yang cukup kuat untuk mendatangkan sang pahlawan. 

Benar saja, tak lama kemudian sosok berkostum hitam datang seakan dari langit dan mendarat tepat di depan polisi yang sedang menodongkan pistol. Semua orang tahu jika pahlawan yang mereka panggil G:0 itu kebal terhadap apa saja, termasuk peluru. Ia juga bahkan bisa menggugurkan peluru, pistol bahkan si penjahat sebelum peluru itu mengenai tubuhnya. 

G:0 berjalan mendekati para penjahat itu. Saat ini justru si pemilik senjata yang gugup. Mereka juga tahu seperti apa kemampuan G:0. Bahkan saat ini mereka tidak lagi merasakan jari yang mereka gunakan untuk menarik pelatuk. Sudah pasti, ini adalah perbuatan G:0.

Tiba-tiba langkah G:0 terhenti. Ia melihat seekor anjing sedang kesakitan. Tubuhnya bersimbah darah. Ternyata tembakan tadi telah mengenai makhluk berbulu putih itu. 

Tanpa diduga, G:0 jongkok di depan binatang itu dan mulai menangis. Kemudian ia menjerit, "KURAMA!!!"

Nun jauh dari sana, tepatnya di markas, Clara dan Jonathan bingung, seperti para warga yang sedang melihat seorang pahlawan super menangis. 

"Kurama? Apa itu?" tanya Clara. 

"Oh, Kurama si Kyuubi adalah bijuu Naruto. Jadi di episode terbaru Naruto kemarin, Kurama meninggal karena telah membakar semua chakranya untuk memberikan akses kekuatan baru bernama Baryon Mode kepada Naruto saat melawan Isshiki Otsotsuki. Jadi kemarin adalah hari duka bagi para pecinta Naruto."

Tanpa Jonathan duga, Clara memukul kepalanya dengan kertas koran. "Sudah kubilang, jangan pengaruhi dia kartun bodohmu itu. Sekarang Grafit harus mengalami hal sekonyol ini, saat bertugas pula."

"Anime bukan kartun biasa, apalagi kartun bodoh," lawan Jonathan sambil mengelus kepalanya. "Lalu bagaimana dengan yang kau dan KPop-mu lakukan padanya beberapa bulan yang lalu? Ia jadi depresi karena sebuah girlgroup bubar."

"Aku Kdrama Lover, jadi bukan aku yang memberi pengaruh. Dia menyukai GFriend karena tak sengaja menontonnya. Dan sekarang dia bahagia karena ada Viviz."

"Ya sudah, aku minta maaf. Aku akan berusaha membuatnya mengurangi nonton anime. Tapi kau tahu sendiri bagaimana Grafit. Jika dia menyukai sesuatu, dia tak pernah setengah-setengah. Dia pasti akan -"

"Diam dulu! Kenapa ada banyak orang datang?"

Kembali ke lokasi perampokan dan penyanderaan. Sementara G:0 sedang meratapi anjing yang tertembak, tiba-tiba sebuah pasukan berjumlah sekitar sepuluh orang turun dari mobil besar yang baru datang. Pasukan itu segera berpencar dan mengarahkan pistol mereka ke arah kedua perampok. 

Seorang pria berbadan kekar turun dari mobil itu paling terakhir dengan gaya cuek. Dia membawa megafon dan segera meneriaki para penjahat itu. 

"Brengsek, kalian sudah dikepung. Saat ini nyawa kalian ada di tangan kami. Aku hanya akan memberi kalian sepuluh detik. Jika kalian tidak mau mendengar, kalian akan mati. Jika kalian berbuat macam-macam pada sandera, kalian akan mati. Jika kalian mencoba melawan, pasti kalian sudah tahu kelanjutannya."

Baru saja pria itu menyebut angka dua, para perampok sudah menyerah. Mereka melempar pistol yang sejak tadi mereka genggam dan mengangkat tangan. Beberapa anggota langsung menyergap dan membawa mereka ke mobil besar.

G:0 yang masih jongkok hanya melongo melihat apa yang sedang terjadi. Pria itu tertawa terbahak-bahak. 

"Sudah kuduga, kota itu sama sekali tidak membutuhkan pahlawan super seperti G:0. Kami para polisi sudah lebih dari cukup. Sekarang tangkap pria pembuat onar itu," ujar pria tersebut sambil menunjuk ke arah G:0.

Melihat dirinya terancam, G:0 memperbesar gravitasi di sekitarnya sehingga para anggota pasukan yang hendak meringkusnya terjatuh dan seakan menempel ke tanah. Saat itu juga G:0 terbang melayang lalu menghilang. 

*          *         *

Grafit termenung sambil memandang sikat dan pasta gigi di genggaman tangannya. Jonathan yang kebetulan lewat kamar mandi melihat kelakuan Grafit yang aneh itu. 

"Sedang apa?" tanya Jonathan. 

"Aku lupa apakah sudah sikat gigi atau belum. Samar-samar yang kuingat sudah, tapi aku takut yang kuingat itu adalah yang kemarin. Bagaimana ini?"

"Ya sudah, sikat gigi saja. Kalau memang sudah, tidak masalah kau sikat gigi dua kali."

"Ah, benar juga."

Jonathan melanjutkan perjalanannya ke ruang tamu. Ia melihat Clara yang sedang serius menatap laptopnya. 

"Namanya AKP Ferianto. Dia adalah Kapolsek baru. Umurnya masih sangat mudah untuk pangkat dan jabatan tersebut. Hal ini dikarenakan dia sering memecahkan kasus besar sehingga kenaikan pangkatnya sangat cepat. Dan tentu saja ada campur tangan bapaknya yang seorang inspektur jenderal polisi."

Clara menjelaskan tentang polisi cuek yang mengganggu operasi mereka tempo hari. Jonathan menyimak sambil mengunyah keripik yang baru ia bawa dari dapur.

"Sepertinya dia polisi yang hebat," puji Jonathan. 

"Hebat? Tidak ada polisi yang hebat. Dia bisa bertindak sok jago seperti sekarang karena tidak ada lagi geng menyeramkan seperti Black Samurai di kota ini. Kalau tidak ada kita, dia hanya polisi pengecut yang membiarkan jalanan kota ini dikuasai oleh para penjahat. Tapi beraninya dia menghina G:0."

Jonathan tidak berani berkomentar lagi. Ia hanya mengangguk-angguk tanda menyetujui semua perkataan Clara. Jika ia sedikit salah bicara, Clara pasti akan mengamuk dan menjabarkan argumen-argumen yang tidak dibutuhkan. 

"Kau tidak ke sekolah?" Jonathan berusaha mengakhiri pembicaraan mereka. 

"Ah, aku benci ke sekolah. Aku benci pekerjaanku itu," ujar Clara seraya memasrahkan tubuhnya ke sandaran kursi. 

"Bilang saja kau hanya membenci kepala sekolahmu dan seorang penjilatnya."

Sejak dirinya difitnah Axxa Tabitha, desainer mentor sekaligus bosnya dulu, ia kesulitan mendapatkan pekerjaan di bidang fashion. Dengan sangat terpaksa, ia harus menerima pekerjaan sebagai guru TK milik mamanya sesuai dengan janjinya pada sang mama jika ia gagal di dunia fashion.

"Kenapa tidak kau bilang saja kalau kau anak pemilik sekolah? Mereka pasti bertekuk lutut di hadapanmu."

"Aku tidak mau dianggap bekerja di sana karena nepotisme. Pada kenyataannya aku mengikuti tes dengan adil dan lolos."

"Yang benar saja? Lulusan fashion Design diterima menjadi guru TK?"

"Kuberitahu kau sebuah rahasia, beberapa sekolah swasta lebih suka menerima guru yang fasih berbahasa asing, sarjana apapun itu, daripada guru yang benar-benar sarjana dari jurusan pendidikan. Dan mereka lebih suka dengan guru muda yang punya semangat tinggi namun bergaji rendah dan bisa diatur daripada guru berpengalaman," ungkap Clara dengan nada rendah hampir berbisik. "Ya sudah, aku berangkat dulu ke nerakaku sekarang. Aku sedang malas meladeni sindiran mereka karena keterlambatanku."

Beberapa waktu kemudian, Clara sudah sampai di depan gerbang sekolah. Ia bingung melihat teman-temannya sedang sibuk memasang berbagai hiasan dan spanduk selamat datang. 

"Ada apa?"

Ternyata sekolah akan kedatangan tamu khusus dari instansi pemerintah. Mereka belum tahu dari instansi yang mana, hanya saja kepala sekolah memberi perintah untuk bersiap-siap.

Ketika waktu sudah menunjukkan pukul delapan, sang tamu misterius belum datang. Pembelajaran pun dimulai seperti biasa. Kepala sekolah yang biasa dipanggil pak Dodo itu masuk ke kelas Clara pukul sepuluh. Ia menyapa para siswa dengan ramah. 

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan tamu istimewa. Dia adalah pahlawan kita dan anak-anak pasti sudah pernah melihatnya di televisi."

Jantung Clara mendadak berdetak kencang. Di pikirannya terlintas nama G:0. Bukan tidak mungkin Jonathan melakukan tindakan konyol di belakangnya. Jika benar, ia sangat tidak menyukainya. 

"Halo, anak-anak."

Sontak seisi kelas bersorak dan bertepuk tangan ketika melihat seorang pria masuk ke kelas dan menyapa mereka. Bukan G:0. Dia adalah pria yang baru ia selidiki pagi ini. 

"Perkenalkan, nama paman adalah Ferianto. Mungkin kalau di televisi paman sering dipanggil Kapten. Bukan Kapten Feri, bukan Kapten Anto, tapi Kapten Rian. Kebetulan wajah paman seperti Kapten Ri. Ayo, siapa di sini yang pernah lihat paman?"

Hampir semua anak menunjukkan tangan mereka sambil berteriak, "Aku."

Sementara itu, Clara masih melongo seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

KAPTEN RIAN

Kelas Clara masih disinggahi oleh Kapten Rian. Para siswa sangat menikmati cerita-cerita heroik pria itu. Berbanding terbalik dengan Clara yang berkali-kali mengajukan keluhannya pada pak Dodo, namun sama sekali tak digubris perjaka tua itu. 

"Pak, ini sudah hampir satu jam pelajaran. Aku harus mengajar atau materiku akan tertinggal," protes Clara sedikit berbisik. 

"Ya sudah, pindahkan saja pelajaran hari ini ke hari lain atau ke minggu depan. Saat ini dia sudah seperti selebritis."

"Tidak bisa begitu. Saya harus -"

Keluhan Clara terhenti ketika ia mendengar nama G:0 disebut oleh polisi itu. Ia melihat ke arah Kapten Rian dengan tatapan tajam. 

"Jadi, sebenarnya kita tidak butuh pahlawan super seperti G:0. Paman-paman di kepolisian hebat semua. Mereka bisa menangkap penjahat dan menolong orang-orang. Bahkan tidak seperti G:0 yang hanya beraksi di malam hari, paman polisi selalu ada untuk menolong kita semua."

Clara tidak terima. Pria itu boleh saja mengikrarkan dirinya sebagai pahlawan baru untuk Dragokarta demi meningkatkan kepercayaan masyarakat pada  kepolisian kota ini yang mulai pudar setelah G:0 berhasil menghancurkan Black Samurai tanpa bantuan mereka. Tapi ia tidak boleh meninggikan diri dengan cara merendahkan G:0. Terlepas dari semua yang telah dilakukan G:0 pada kota ini, G:0 adalah alter ego Clara yang menjadi pecundang di kehidupan nyata. 

"Jika polisi lebih hebat dari G:0, kenapa G:0 yang mengalahkan Black Samurai, bukan polisi?" tanya Clara yang membuat seisi kelas terkejut, terutama pak Dodo yang sedang berdiri di sampingnya. 

"Sebenarnya Black Samurai sudah hampir dikalahkan oleh kepolisian. Tapi kami menggunakan cara yang sesuai aturan hukum sehingga tidak secepat dan semenonjol yang dilakukan G:0. Kami tidak menggunakan cara-cara kampung yang mengandalkan kekerasan secara frontal."

"Maksudnya, cara yang sangat sopan? Pantas saja banyak kasus di kota ini yang tak bisa diselesaikan polisi. Misalnya motorku yang hilang tiga tahun lalu, sampai sekarang tidak ada kejelasan. Atau temanku yang ponselnya dijambret. Saat melapor ke polisi, bukannya segera melacak, malah menyuruh korban untuk menjemput kotak ponsel sambil meminta korban untuk mengikhlaskannya karena kecil kemungkinan untuk ditemukan."

Suasana semakin tegang. Para siswa hanya bisa melongo dan bergantian memandang gurunya dan kapten Ferianto karena pembicaraan kedua orang itu mulai sulit untuk mereka pahami. Sedangkan jidat pak Dodo sudah dipenuhi keringat. 

"Jadi, maksud Bu guru, kami harus seperti G:0?"

"Ya, karena dia adalah pahlawan yang sesungguhnya. Di luar kemampuan supernya, banyak hal yang bisa dicontoh darinya. Dia memiliki jiwa ksatria, berani, cerdas, jujur dan tak pernah ragu dalam menegakkan keadilan meski harus membahayakan dirinya. Bukan hanya polisi, kita semua harus mencontoh karakternya itu."

Clara bertepuk tangan seakan hendak memberikan penghormatan untuk G:0. Murid-muridnya yang masih tidak paham akhirnya ikut bertepuk tangan mengikuti gurunya. Clara pun mengajak mereka untuk bersorak, "Hidup G:0!"

Sementara itu, di rumah Clara, Grafit yang tanpa ia sadari sedang mendapatkan penghormatan itu sedang berlutut memohon pada Jonathan. 

"Tolonglah, malam ini aku libur patroli."

"Tidak bisa! Aku bisa kena marah Clara kalau kau tak patroli."

"Kumohon. Aku harus menonton Vlive perdana Viviz."

Jonathan menghela napas lalu mengangguk. "Baiklah, tapi kau harus bilang sendiri pada Clara dan cari alasan yang lebih masuk akal seperti pura-pura sakit perut. Aku hanya membantumu meyakinkannya."

"Terima kasih," kata Grafit dengan wajah bahagia. Kemudian ia berdiri dan  kembali merapatkan tubuhnya ke tubuh Jonathan. 

"Kenapa? Apa lagi yang kau inginkan?"

Grafit tersenyum malu-malu dan berbisik, "Apa itu Vlive?"

*          *         *

Bel berbunyi, tanda waktunya pembelajaran untuk hari ini telah berakhir. Clara mengantarkan muridnya satu per satu pada orang tua mereka masing-masing. Ketika ia baru mengantarkan muridnya yang terakhir, seorang rekan kerjanya datang. Edi, wakil kepala sekolah yang Clara beri gelar penjilat, menyuruhnya untuk ke ruang kepala sekolah. 

"Kapten Rian ingin berbicara denganmu. Bersiaplah, kau akan dihabisinya karena telah menghina kepolisian," katanya dengan nada mengejek.

Clara sama sekali tidak gentar meski telah ditakut-takuti. Dengan sikap cuek ia melangkah ke ruang pak Dodo. 

"Ah, Miss Clara. Mohon maaf sudah mengganggu waktunya. Kapten Ferianto mau berbicara sebentar." Pak Dodo mendekatkan bibirnya ke telinga Clara dan berbisik, "Tolong jaga sikap Miss. Saat ini dia termasuk orang yang sangat dihormati di kota ini. Jika Miss menyinggung perasaannya, akan berbahaya bagi sekolah kita."

Clara sama sekali tidak peduli. Seperti sikapnya selama ini, jika ia anggap apa yang dilakukannya benar, ia takkan gentar untuk mempertahankannya. Kemudian mereka duduk berhadapan. Orang yang dipanggil Kapten itu memandang Clara, sementara Clara hanya melihat ke sekeliling ruangan.

"Apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?"

Pertanyaan itu membuat Clara bingung dan menatap pria itu. "Tidak, saya yakin hari ini adalah pertama kali kita bertemu."

"Lalu kenapa tadi Bu guru menyerang saya seperti sangat membenci saya?"

Clara menghela napas dan menegakkan duduknya. Meski ia benar membenci pria itu dan terang-terangan menyerangnya tadi, ia tidak ingin mengakuinya. Pikirnya, pasti akan cukup melelahkan untuk memberikan alasan atas kebenciannya itu.

"Saya tidak menyerang Bapak secara personal, tapi secara instansi. Saya hanya tidak terima jika Bapak menjelek-jelekkan G:0 demi meningkatkan pamor kepolisian yang sudah rusak. G:0 pernah menyelamatkan saya. Sedangkan yang saya dapat dari polisi hanyalah surat tilang."

Pria berambut ala Shah Rukh Khan itu hanya tersenyum. Ia memperbaiki duduknya dan bersikap seolah hendak berbicara. Clara sudah memasang benteng setangguh mungkin agar bisa bertahan dari serangan apapun yang akan diberikan pria itu. Tapi yang ia terima tidak seperti yang ia bayangkan. 

"Apakah nanti malam Bu guru ada acara? Saya hendak mengajak Bu guru makan malam."

*          *         *

"Apa!? Dia mengajakmu kencan!?"

Jonathan berteriak ketika Clara menceritakan kejadian tadi siang. Clara tidak memberikan ekspresi khusus ketika melihat reaksi Jonathan yang sedikit berlebihan. Cukup berlebihan karena sekarang ia mondar-mandir di hadapan Clara sambil berusaha percaya dengan apa yang baru didengarnya. 

"Biasa saja. Hanya makan malam. Itu juga sebentar. Buktinya, jam 8 aku sudah di sini. Cukup menyenangkan karena dia mengajakku ke restoran mewah. Tapi aku tidak terlalu menikmatinya."

"Apakah kau sudah gila? Dia secara terang-terangan berusaha menghancurkan citra G:0. Kau mau lihat lagi komentar-komentar jahatnya tentang G:0 yang ditayangkan di televisi? Jangan sekalipun berpikir untuk mengkhianati G:0!"

"Bodoh, aku bukan ingin berkhianat. Justru aku mendekatinya untuk mendapatkan informasi tentang apa yang sedang mereka kerjakan. Akui saja, jadwal tugas kita yang hanya terbatas di malam hari membuat kita ketinggalan banyak kasus yang terjadi di luar jadwal."

"Lalu, informasi apa yang kau dapat darinya?"

Clara mengatur napasnya lalu berkata dengan wajah serius, "Ternyata nama panggilannya bukan Feri atau Anto, tapi Rian. Kau tidak menduganya, bukan?"

Setelah itu Clara tertawa karena berhasil menggoda Jonathan yang sudah memasang wajah cemberut. 

"Seriuslah."

"Baiklah. Buktinya, tadi dia berkata pihak kepolisian sedang mengejar seorang pembunuh bayaran bertato naga yang telah membunuh beberapa orang penting di kota ini. Coba pikirkan: pembunuh bayaran. Artinya, pasti ada dalang di baliknya dan aku yakin ini akan menjadi sebuah tangkapan yang besar. Bayangkan jika kita berhasil menangkap mereka lebih dulu? Pasti popularitas G:0 bisa kembali mengungguli kepolisian."

"Tetap, mengajaknya berkencan untuk mendapatkan informasi terlalu beresiko. Bagaimana jika karena sering pergi berkencan dengannya, kau jadi benar-benar menyukainya."

Clara mengernyitkan dahinya. Ia mulai menyadari sesuatu. "Sepertinya kau melarangku kencan karena cemburu, kan?"

Jonathan gelagapan ketika mendengar tebakan itu. Ia sedang memikirkan jawaban yang bagus ketika terdengar sebuah suara dari alat komunikasi mereka. 

"Suara apa itu?" tanya Clara. 

"Suara Grafit yang sedang menyanyikan lagu idolanya sambil menangis," jawab Jonathan. "Kau memang kejam karena melarangnya libur."

"Tentu saja. Dia mengaku sakit perut tapi memakan semua pizza yang kubawa." Clara menajamkan matanya ke monitor pengawas. "Lagipula mulai sekarang kita harus lebih giat karena polisi sialan itu."

Tiba-tiba salah satu monitor memperlihatkan sesosok misterius yang gerak-geriknya mencurigakan. Kecurigaan itu semakin besar ketika pria itu mengeluarkan senjata laras panjang dari tasnya lalu mengarahkan muncung senjata itu ke salah satu jendela apartemen di seberangnya. 

"G:0, segera ke kamera dua puluh tiga, jalan Bougenville blok CC. Ada pria bersenjata."

Sesaat setelah menerima pesan itu, Grafit yang kini berperan sebagai G:0 segera meluncur ke lokasi yang dimaksud. Benar saja, ada seorang pria sedang memegang senjata api. 

"Halo. Sedang apa?"

Pria itu terkejut dan langsung mengarahkan senjatanya ke G:0. Pahlawan super itu tidak menunjukkan ketakutan sama sekali. Ia justru mendekat. Pria itu bingung dan mulai panik. Ia hendak menarik pelatuk senjatanya, namun tiba-tiba benda itu terasa berat bahkan ia tak sanggup lagi memegangnya. 

"Sepertinya kau orang baru di sini. Jika tidak, kau takkan terkejut kalau aku bisa membuat apapun menjadi sangat berat atau sangat ringan."

Tanpa diduganya, pria itu melayang secara perlahan ke udara seperti balon yang berisi helium. 

"Tolong, tolong aku. Aku hanya mengikuti perintah."

[G:0, periksa tubuhnya, apakah memiliki tato naga.]

Clara memberi perintah dari kejauhan. Dengan sekali tarik, G:0 berhasil menanggalkan pakaian pria itu.

"Tidak ada. Hanya tato ular yang besar dan berwajah seram," kata G:0. "O ya, apa itu naga?"

Di markas, Clara dan Jonathan sudah bersorak kegirangan. Mereka melihat sendiri melalui kamera pengawas tato naga itu. Kemudian mereka menyuruh G:0 mengikat pria itu dan seperti biasa, mengirimnya ke kantor polisi. 

Namun kegembiraan mereka mendadak buyar ketika mendengar frekuensi radio polisi. Suara AKP Ferianto seperti sedang memberikan laporan. Ia mengatakan telah berhasil menangkap penjahat bertato naga. 

"Lalu siapa yang kita tangkap ini? Apakah hanya pengalihan?" tanya Jonathan dengan wajah lesu. 

"Bukan, bukan pengalihan. Dia juga pembunuh bayaran. Jika ia juga memiliki tato yang sama, artinya pembunuhnya bukan satu orang saja. Dan lebih dari itu, kemungkinan besar mereka berasal dari sebuah organisasi kejahatan."

Clara dan Jonathan saling menatap. Perlahan senyum mereka kembali mekar dan merekapun kembali bersorak.

"Akhirnya, kita punya musuh baru! Kita punya tujuan hidup yang baru!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!