Bab1. Satu Tahun Pernikahan.
***
"Kris kamu bisa pulang lebih awal kan?" tanya Nita pada suaminya. Lelaki itu masih tampak santai memakai dasi yang tengah membelit lehernya. Setelah selesai ia menoleh pada sang istri dengan tatapan hangatnya.
"Gak tahu," jawab Krisna santai.
"Memangnya kenapa? Biasanya juga gak pernah masalah aku pulang larut juga." Krisna lalu keluar kamar menuju ruang makan, tidak menghiraukan Nita.
Nita masih berdiri di kamarnya. Dengan tatapan bingung, dia harus mengatakan apa untuk mengutarakan keinginannya. Setelah Nita mengumpulkan keberanian untuk berbicara lagi pada suaminya ia melihat di hadapannya tidak ada sang suami.
Akhirnya ia pun keluar kamar untuk mencari
Krisna. Nita menghirupkan napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya dengan kasar. Ia juga ikut mendudukan bokongnya disamping sang suami. Krisna yang tahu jika sang istri tengah gelisah pun bertanya.
"Ada sesuatu?" tanya Krisna ketika ia telah selesai memakan sarapannya. Nita berdehem untuk mengusir rasa gugupnya. Namun, itu pun tidak cukup untuk mengusir rasa itu.
"Cepatlah, nanti aku kesiangan kerja!" Seru Krisna sudah kesal menunggu jawaban sang istri.
Lelaki itu memang kurang peka, mengingat dia sampai saat ini belum bisa mencintai sang istri. Apalagi dia masih belum bisa menjauh dari kekasihnya. Dia mencintai Kasih--wanita yang telah menjalin kasih dengannya sebelum dia menikahi Nita.
Bahkan dia sudah berencana akan menikahi Kasih dalam waktu dekat. Sepertinya dia perlu memberikan kado di saat pernikahan mereka kini tengah menginjak satu tahun. Dia harus memberikan kado untuk nanti malam, dan meminta izin padanya agar Nita mengerti bahwa cinta tidak bisa dipaksakan.
Krisna beranjak berdiri lalu mengecup kening sang istri. Ia juga berpamitan padanya. Ada rasa bahagia ketika Krisna melakukan hal itu pada Nita. Wanita itu yakin jika suaminya sudah mulai jatuh cinta padanya.
"Ah, demi apa dia mencium keningku ini. Bukankah ini tanda sayang?! Apa dia mulai menyayangiku?" Pekik Nita mulai meraba keningnya.
Dengan semangat ia mulai keluar rumah dan membeli aksesoris untuk ia pasang di kamarnya. Semoga lelaki itu bisa merasa terkesan dengan kejutan yang telah ia berikan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Nita masih berkutat dengan riasan-riasan seperti pengantin baru di kamarnya. Itu semua ia lakukan agar bisa menarik perhatian suaminya. Semoga saja suaminya bisa menjamah dirinya. Supaya ikatan pernikahan mereka semakin kuat dengan adanya buah hati.
Nita Andira wanita berusia 30 tahun. Dengan kesedihan yang selama ia tutupi saat bersama suaminya. Semua orang akan mengira jika hubungan rumah tangga mereka harmonis. Mengingat perlakuan Krisna yang tidak pernah berbuat kasar. Namun, bagi Nita perlakuan itu tidaklah membuat dirinya bahagia. Ia bisa merasakan kelembutan dari suaminya. Tetapi hanya sebatas teman.
Bahkan kata-kata itu selalu memenuhi otak kecil Nita. "Aku tidak akan memperlakukanmu tidak baik, meskipun aku tidak mencintaimu. Tetapi, kita bisa berteman dalam pernikahan ini. Kamu bisa melakukan segala sesuatu yang seharusnya dilakukan istri. Namun, maaf aku tidak bisa satu kamar dengan kamu,"
Jika diingat lagi, kata itu sungguh menusuk hatinya. Seolah tidak akan memberinya ruang untuk bisa mendapatkan buah hati dari pernikahan tanpa cinta ini. Ia tatapi kebodohannya mencoba merias kamarnya dengan dekorasi yang jelas akan sia-sia.
"Sesakit ini, aku ingin menjadi bagian dalam hidupmu, Kris," rintih Nita dengan bening kristal yang mulai berjatuhan. Ia mulai membuka lagi aksesoris yang sempat ia pasangkan di kamarnya.
Ia berjalan keluar dengan langkah gontai, semangat hidup bahkan tidak pernah ia miliki ketika ia tahu bahwa suaminya belum juga mencintainya.
"Bodoh! Harusnya aku tidak perlu merias kamar itu. Bahkan kami tidak satu kamar!" Jerit Nita dengan airmata yang tidak hentinya menetes.
Ting ... Ponsel Nita berdering, ia merasa heran mengingat suaminya meminta dia untuk bersiap-siap. Airmata yang sempat jatuh ia hapus dengan kasar.
Nita langsung berjalan kembali ke kamarnya. Ia juga merias dan memakai pakaian barunya. Beberapa menit berlalu Krisna datang menunggunya di depan kamar Nita. Lelaki itu sempat mengetuk dan dibalas dengan teriakan.
"Sebentar!"
Akhirnya Krisna mengalah, sembari memainkan ponselnya. Ketika Nita keluar Krisna sama sekali tidak menatapnya takjub mengingat ia sekarang berpenampilan berbeda.
'Sadar Nita, kamu tidak dicintai,' batin Nita.
Krisna yang sudah berjalan kedepan tidak mendapati Nita mengikutinya pun sedikit heran. Mengapa dia tidak mengekorinya. Krisna pun berbalik akan mengajak Nita. Namun, belum juga kakinya melangkah masuk Nita sudah berada diambang pintu.
"Kamu ngapain dulu?" tanya Krisna. Tanpa menunggu jawaban ia langsung masuk kedalam mobilnya. Ketika Nita sudah mendudukan bokongnya di kursi Krisna kembali bertanya.
"Kenapa pertanyaanku tidak dijawab?"
'Bagaimana aku mau menjawab kamunya saja main pergi sebelum aku menjawab,' batin Nita menggerutu.
"Hey, aku bertanya padamu. Mengapa malah mengumpatiku di dalam hatimu?" Sontak saja membuat Nita langsung membalikan badannya kearah Krisna.
"A-apa maksudmu?!" Nita berusaha mengusir kegugupannya dengan mengalihkan pembicaraan.
"Benarkan? Kamu sedang mengumpatiku?" Tanya Krisna lagi. Namun, netranya masih focus kearah depan. Nita menggelengkan kepalanya. Lalu berucap.
"Ahh, kamu sok tahu. Kayak bisa baca hati orang saja." Nita terkekeh meskipun hatinya kian was-was.
"Aku bisa membaca mimik wajahmu," tandas Krisna.
'Dia juga pasti bisa tahu, jika aku pun mencintainya,' batin Nita lagi.
Kini mereka telah sampai di Restoran, Nita keluar tanpa Krisna membukakan pintunya seperti pasangan lain. Namun, Nita kembali mengelus dada. Ia ingat jika dirinya dan sang suami menikah karena terpaksa bukan karena cinta.
Tidak ada perbincangan romantis yang terlontar dari mulut lelaki itu. Ia hanya menyuruh Nita untuk menikmati semua yang telah disiapkan oleh Krisna. Tidak ingin membuat suasana memburuk Nita hanya mengangguk tanpa berniat mengungkapkan keinginannya.
Setelah makanan itu telah tandas. Krisna memberikan setangkai bunga mawar putih kepada Nita. Namun, lagi-lagi ia tidak memberikannya sambil berjongkok dan berbicara kata-kata cinta. Bahkan Krisna masih duduk di kursi berhadapan dengan Nita.
"Semoga suka," ucap Krisna setelah memberikan setangkai mawar putih itu.
"Aku ... Suka, selagi suamiku yang memberikannya," jawab Nita. Ia menghirup aroma bunga itu dengan penuh penghayatan. Sampai matanya terpejam hanya itu yang bisa di lakukan untukmu menikmatinya. Mengingat ia belum pernah diperlakukan istimewa.
"Sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," ungkap Krisna. Wajahnya sudah dipasang dengan serius. Nita membuka kelopak matanya, lalu menatap kearah Krisna.
"Iya, apa," jawab Nita. Lalu ia menyimpan bunga itu.
"Apakah kamu akan menerimanya? Jika aku menginginkan sesuatu darimu?" Tanya Krisna menatap intens kearah Nita. Sang istri sampai dibuat salah tingkah karena di tatap dengan serius.
"Jika aku bisa tentu saja aku akan melakukannya untuk suamiku," jawab Nita dengan sudut bibir yang ia tarik membentuk senyuman.
"Sebenarnya ..."
***
Bersambung ...
.
Bab2. Izinkan Aku Menikah Lagi?
***
"Sebenarnya ... Aku ingin kamu mengizinkan aku menikah lagi," ucap Krisna dengan tidak berperasaan mengungkapkan keinginannya.
Bagai tersambar petir berulang kali, Nita hanya bisa mengerjap tidak percaya dengan keinginan suaminya. Di saat dia berusaha mencuri hati suaminya. Namun, ia malah meminta menikah lagi.
Lalu bagaimana dengan dirinya yang mencintai Krisna. Nita sepertinya harus mengubur rasa itu, ia sama sekali tidak dicintai Krisna.
"Aku mohon mengertilah, bukankah aku sudah bilang bahwa aku tidak akan pernah bisa mencintai kamu. Aku pun ingin menikahi Kasih pacarku," terang Krisna lagi dengan tegasnya. Membuat hati Nita semakin terluka.
"Aku permisi dulu kekamar mandi," pamit Nita. Ia ingin menangis terlebih dulu sebelum dia akan mengizinkan suaminya menikah lagi. Di saat dia menjadi istri satu-satunya saja ia tidak pernah mendapat perhatian istimewa dari suaminya. Apalagi sekarang jika dia mempunyai madu.
Nita pasti akan semakin menjauh dengan Krisna. Bukannya menjawab Krisna mencekal pergelangan tangan Nita. Lalu berkata.
"Menangis di sini saja. Percuma kamu ke kamar mandi. Karena aku tahu kamu hanya akan menangis," ucap Krisna. Nita melepaskan tangan Krisna dan berucap.
"Siapa bilang aku akan menangis, aku ingin buang air kecil, bisakah kamu membiarkan aku pergi. Aku sudah tidak tahan," ujar Nita memelas pada Krisna. Akhirnya Krisna mengizinkan.
Nita langsung berlari kekamar mandi dengan tergopoh-gopoh. Ia langsung menumpahkan kesedihan yang teramat mendalam. Hatinya bagai dihujam belati yang kian tajam. Perih, sakit, yang tidak berkesudahan. Ia menangis sejadi-jadinya di dalam sana.
"Harusnya kamu mencoba mencintaiku, Kris. Bukannya ingin menikah lagi. Bahkan aku tidak tahu kamu masih berhubungan dengan kekasihmu itu," rintih Nita di dalam sana.
Beberapa menit di dalam sana. Nita akhirnya keluar. Dengan wajah sembabnya karena ia lupa membawa makeup untuk merias wajahnya. Krisna menatap Nita dengan intens.
"Kamu menangis?" Tanya Krisna dengan tatapan dingin seolah ia tidak suka apa yang telah Nita lakukan. Seharusnya Krisna mengerti bahwa seorang istri akan tersakiti dengan keinginan suaminya yang akan memberikannya madu.
Teramat dalam ia mencintai Krisna dan sudah mantap dengan keputusannya. Ia akan merestui pernikahan kedua suaminya. Ia yakin itu akan membuat Krisna bahagia meskipun bukan bersama dirinya.
"Aku mengizinkannya Kris," ujar Nita berusaha memberikan senyuman manis dihadapan Krisna. Lelaki itu menatap lekat netra Nita. Dan akhirnya ia melengkungkan senyuman dengan menawan.
"Terima kasih untuk pengertiannya," tandas Krisna dengan wajah begitu berseri.
'Andai wajah berseri itu ketika menatapku aku pasti akan bahagia. Aku akan bertahan, karena aku sayang kamu,' batin Nita.
Malam ini mungkin akan menjadi makan malam terakhir bagi Nita bersama dengan Krisna. Karena Nita yakin jika Krisna telah menikah lagi dia akan lebih sulit membagi waktu dengan dirinya. Ia kembali tersadar dia bukan wanita pujaan Krisna.
"Apa ada tempat yang ingin kamu datangi? Ini sebagai hadiah karena kamu telah memberikanku izin," ucap Krisna tanpa memandang Nita. Namun, ia berpikir bahwa itu semua tidak perlu. Mengingat mencintai tetapi tidak terbalaskan sudah cukup membuatnya tidak memiliki keinginan.
"Pulang saja, sepertinya," jawab Nita membawa kembali bunga mawar yang sempat Krisna beri.
"Ke toko bunga mau?" Ajak Krisna berusaha membawa Nita berjalan-jalan. Ia juga tahu jika malam ini akan menjadi malam terakhir mereka bisa bepergian. Selebihnya mungkin Krisna akan lebih sibuk dengan Kasih kekasihnya.
"Sudah kubilang, pulang saja!" Seru Nita masih kukuh dengan keinginannya.
Akhirnya Krisna mengiyakan keinginan istrinya itu. Ia memilih membawanya pulang, mengingat Nita sama sekali tidak berniat ingin berjalan-jalan dengannya.
Kendaraan roda empat itu kini sudah terparkir di pelataran rumah yang mereka tempati selama satu tahun ini. Rumah yang menyesakkan bagi Nita meskipun kesan mewah begitu kentara.
Krisna memegangi tangan Nita ketika wanita itu akan sampai diambai pintu.
"Besok akan ada asisten rumah tangga." Nita pun menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Krisna dengan heran. Tidak biasanya ia langsung memberikannya asisten.
Seperti yang sudah-sudah mereka akan bersislih paham karena Krisna ingin Nita dibantu asisten rumah tangga. Tetapi Nita ingin dia mengerjakannya seorang diri.
"Aku sudah bilang, aku masih mampu membersihkan rumah mewah kamu," tolak Nita tidak mau menerima ucapan Krisna.
"Aku tidak setuju! Kali ini kamu harus menuruti keinginanku untuk memperkerjakan asisten rumah tangga. Karena aku menikahimu untuk jadi istri, bukan jadi pembantu," ucapan Krisna membuat Nita tersentuh.
'Keinginanmu mulia, ingin membahagiakan istri. Tetapi tidak dengan batinnya,' batin Nita.
"Apakah untuk kali ini aku tidak bisa menolak Kris?" Tanya Nita masih santai menanggapi. Padahal ia sudah merasa lelah akan hatinya. Mengapa ia bisa sebodoh ini tetap mempertahankan rumah tangga ini.
Krisna menarik tangan Nita untuk masuk kedalam. Ia dudukan Nita di kursi. Krisna merasa simpati melihat istrinya terlihat pegal mengingat dia memakai hagheels.
Krisna membawakan sebaskom air hangat dan membawa kaki Nita untuk dimasukkan kedalamnya.
"Sepertinya kamu belum terbiasa, seharusnya kamu memakai sepatu saja dari pada memakai hagheels seperti ini." Krisna tampak memprotes penampilan Nita karena membuat dirinya tersiksa.
'Ini tidak seberapa dibanding kamu yang tetap tidak bisa menerima aku, Kris,' batin Nita.
"Ah, sudah kamu kok lebay sih Kris. Aku sudah biasa padahal memakainya. Kamu saja yang berlebihan," kekeh Nita dengan menutupi mulutnya. Hatinya berkata apa tetapi yang terlontar berbanding terbalik dengan kenyataannya.
'Sampai kapan aku bisa bertahan disampingmu, Kris,' batin Nita.
"Bukankah aku memang selalu perhatian padamu, hmmm," ucap Krisna ia mulai berdiri dari jongkoknya dan menatap kearah Nita.
"Ah, sudah Kris aku masuk, ya. Semoga mimpi indah," pamit Nita. Namun, tangan Nita dipegang Krisna. Nita hanya bisa menatap nanar tangan yang sedang memegangi tangannya. Andai ia juga bisa mengapai hatinya.
"Terima kasih,"
"Iya." Nita menjawab dan ia mulai melepaskan tangan Krisna dari tangannya.
"Semoga kamu akan bahagia jika bisa menikahinya." Nita mulai melangkahkan kakinya untuk pergi kekamar. Ia lebih memilih pergi daripada harus mendengar jawaban Krisna.
"Aku juga bahagia menikahi kamu, Tata!" Teriak Krisna. Wanita itu tetap menatap kedepan tanpa berniat untuk menengok Krisna.
Ketika Nita sampai di depan pintu kamarnya, ia langsung mengunci pintu dan merosot jatuh kelantai. Rasanya sudah dari tidak dia tidak bisa menopang tubuhnya. Ia tidak bisa menggambarkan lagi bagaimana hatinya saat ini. Kacau, pilu, menyedihkan.
Apalagi ucapan Krisna yang mengatakan bahwa dia bahagia menikah dengan dirinya. Tetapi, mengapa dia malah menikah lagi, bukannya berusaha mencintai Nita.
"Aku bisa memiliki ragamu, Kris. Tetapi, aku tidak memiliki hatimu. Rasanya begitu sulit bagiku untuk menggapai dirimu," lirih Nita dengan memeluk lututnya.
***
Bersambung ...
Bab3. Aku Dan Dia.
***
Sepanjang hari Nita hanya bisa menangis di taman belakang rumah. Setelah permintaan izin ia berikan, Krisna hari ini menggelar resepsi pernikahan keduanya. Krisna bahkan meminta Nita untuk datang. Namun, hatinya tidak kuat jika harus bertemu madunya dan menjadi saksi pernikahan suaminya.
"Apa dia tidak memikirkan perasaanku, aku harus menjadi saksi pernikahan kedua suamiku," rintih Nita dengan mengusap airmatanya secara kasar.
Dadanya selalu sesak setelah menikah dengan Krisna. Dunianya tidak seindah dulu, ia mengira Krisna akan tetap menjadikan Nita satu-satunya istri meskipun mereka tidak saling mencintai. Nita pun selalu berpikir positif jika suaminya akan berusaha mencintainya. Namun, semua pikiran itu salah. Yang ada Krisna memilih jalan pintas untuk menikahi wanita lain.
Bahkan dengan polosnya Krisna mengirimi Nita potret prosesi pernikahan mereka.
["Nita aku sudah memberitahukan pada Kasih, jika dia menjadi yang kedua. Dan dia pun tidak keberatan.] Pesan yang dikirimi Krisna.
Hancur sehancurnya, bisakah dia tidak memberitahu apa-apa tentang masalah pernikahan mereka. Itu sungguh melukai hati Nita.
"Nona," panggil Mbak Ana dengan tergopoh-gopoh. Ia juga memberikan pesan untuk Nita dari sekretaris Krisna.
["Mbak, tolong beritahu Tata, sekretaris saya akan datang menjemput.]
Nita hanya meneteskan airmata kala membaca pesan singkat itu. Mbak Ana yang tidak tahu apa-apa ikut bersedih di saat majikannya tengah murung pagi ini. Di saat dia kemarin masuk ke rumah ini tidak ia temukan kebahagiaan di raut wajah majikannya.
Pepatah orangtua mengatakan kuncinya rumah harmonis terdapat pada istri, dan juga ibu yang bahagia. Namun, keluarga ini nampaknya hambar dan tidak ada cinta di dalamnya.
"Nona," panggil Mbak Ana lagi dengan mencoba mendekati majikannya. Meskipun itu lancang, tapi ia ingin bisa menghibur majikannya.
"Suamiku sedang menggelar pernikahan keduanya, Mbak. Bagaimana dia bisa memintaku untuk tetap hadir kesana," lirih Nita sudah tidak bisa menutupi segalanya.
"Ya Tuhan, pantas saja Nona bersedih," gumam Mbak Ana.
"Ya sudah, Mbak. Aku siap-siap dulu," pamit Nita sudah berdiri.
"Tapi Nona, jika tidak sanggup jangan datang. Itu hanya akan membuat semakin patah hati anda," saran Mbak Ana.
"Aku sudah kebal dengan kesakitan, Mbak," sahut Nita.
***
Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat resepsi pernikahan. Nita memandangi pohon yang berjajar ketika kendaraan roda empat itu melewatinya. Senyuman di bibirnya bahkan tidak terlihat. Bibir manis itu hanya terkatup rapat dengan gincu yang merah menyala.
Pintu mobil dibukakan oleh sekretaris Ari ia membungkukkan badannya seraya mengekori Nita dibelakangnya.
Karena selalu mengulur waktu Nita datang terlambat. Dimana di sana pesta telah selesai mengingat ia datang larut malam. Nita bahkan mendatangi hotel yang terdapat pasangan pengantin di malam pertamanya.
Nita memencet bel berulang kali untuk memaksa pengantin baru itu membukanya.
"Tata," ucap Krisna. Ia bahkan kini tengah bertelanjang dada.
"Keluarlah dulu, Ri," titah Krisna. Lelaki itu menurut dan pamit undur diri.
"Kasih, tamu yang kamu tunggu baru datang!" Teriak Krisna.
Wanita muda itu keluar dengan memakai pakaian kimononya. Kasih mengulurkan tangannya. Nita pun membalas uluran tangannya.
'Elegan, cantik apa yang kurang dari Nyonya ini, hingga mas Krisna lebih memilih menikahiku,' batin Kasih.
"Apa aku mengganggu malam pertama kalian?" tanya Nita dengan suara yang bergetar. Airmatanya jatuh juga ketika melihat pasangan itu.
Krisna mengusap airmata Nita dengan telapak tangannya. Ia juga mengedipkan mata kearah Kasih, agar ia masuk kedalam lagi.
"Aku bahagia melihat kamu bahagia dengan istrimu," lirih Nita dengan menundukkan kepalanya.
Bukannya kedalam Kasih malah memberikan air minum untuk Nita. Ia juga ikut duduk disamping Krisna dengan bergelayut manja di lengan Krisna. Ia juga sengaja menyibak kain kimononya dan memperlihatkan kain lingeri terlihat oleh Nita.
"Terima kasih untuk ucapannya Mbak, semoga kedepannya Mbak bisa bersikap baik, dan ramah pada madunya. Tenang saja aku tidak sejahat madu yang ada di TV-TV," kelakar Kasih ikut menimpali perbincangan mereka.
"Tenang saja Mbak Nita, Mas Ilham nanti akan berusaha agar kamu dan dia tidak berpisah. Tetapi dia akan tetap menjagamu. Agar pernikahan tanpa cinta kalian tidak cepat berakhir," terang Kasih. Membuat Krisna menariknya kedalam kamar agar dia tidak berbicara lagi yang akan membuat Nita merasa dicampakkan.
"Tolong jangan dengarkan dia Tata. Kamu tahu dia masih muda dan labil, umurnya baru 25 tahun. Mohon dimaklumi," ucap Krisna merasa tidak enak hati.
"Masih muda juga ya, pantas saja kamu tergila-gila padanya. Berbeda denganku yang sudah kepala tiga." Nita terkekeh dengan mengusap airmatanya yang lagi-lagi terjatuh.
"Yasudah aku pulang, ini kado untuk kalian. Semoga suka." Nita pun memberikan kado itu dan berpamitan pada Krisna.
Krisna mengantarkan Nita sampai di depan pintu. Ia juga memanggil Ari sekretaris-nya yang merangkak menjadi supir pribadi. Dia akan siaga datang ketika Krisna membutuhkannya seperti halnya saat ini.
"Tolong jaga istri pertamaku ini!" Tegas Krisna membuat Nita merasa dihargai dan berarti. Ia menjaganya begitu ketat, tetapi lelaki itu menduakannya.
Belum juga Nita dan Ari pulang, Kasih sudah keluar dengan bergelayut manja lagi dilengan Krisna.
"Mas aku ngantuk, mau digendong ya kalau mau ke kamar," pinta Kasih yang masih bisa di dengar oleh Nita.
Nita pun mengerjap dan tersadar ketika ia terus memperhatikan lengan Krisna yang diapit itu tanpa mendapat penolakan.
"Ah, aku pulang. Maaf ya terlalu malam. Hingga membuat malam pertama kalian terganggu. Aku pamit, semoga secepatnya diberi momongan." Nita pun melangkahkan kaki jenjang untuk pergi dihadapan pasangan pengantin baru itu.
Matanya Kembali berembun ketika ia ingat bagaimana manjanya madunya itu pada suaminya. Sedangkan dia hanya menatap matanya saja ia segan apalagi sampai bergelayut seperti itu.
***
Seperti biasa disepanjang perjalanan bibir Nita hanya terkatup tanpa memprotes, tanpa mengumpati apapun tentang istri kedua suaminya itu. Krisna bahkan sempat-sempatnya bertanya pada Ari. Dan ingin tahu tanggapan Nita terhadap Kasih.
["Apa Tata, berkata sesuatu tentang istriku, Ri?"] pesan singkat yang dikirim pada sekretaris nya itu.
"Yeelah, sedang kuda-kudaan aja masih memikirkan Nona Nita. Kenapa juga dia harus menikah lagi," gumam Ari. Tak ayal dia juga membalasnya. Bisa potong gaji jika dia tidak memberitahukan apa yang bos-nya tanyakan.
["Di saat masuk mobil sampai sekarang dia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun, Tuan,"] balas Ari.
["Coba kamu tanyakan, atau coba pancing dia. Bagaimana tanggapannya,"] Krisna masih penasaran tentang tanggapan istri pertamanya.
"Nona," panggil Ari, ia masih focus menyetir. Dan Nita masih memandangi jalanan yang ia lewati.
"Iya," jawabnya singkat.
"Menurut Nona bagaimana tanggapan Nona, tentang istri kedua, Tuan?" tanya Ari pada Nita.
***
-Bersambung-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!