Paijo berdiri di salah satu rumah mewah dengan nomor yang di percaya menjadi nomor keberuntungan, yaitu nomor 8 sampai dengan 9. Dengan gerbang yang tinggi dan tertutup. Bahkan, untuk mengintip lewat celah gerbang, ke dalam halaman rumah tersebut pun, tidak bisa. Karena, rumah tersebut memiliki 2 buah gerbang. Yaitu, gerbang utama dan gerbang kedua.
Paijo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu ia mencari sebuah tombol bell untuk ia tekan, agar dapat memanggil orang yang berjaga untuk membukakan gerbang untuk dirinya. Paijo terlihat bingung, sudah berkali-kali ia mencari, tetapi tidak kunjung menemukan tombol bell tersebut. Akhirnya, Paijo memutuskan untuk duduk saja di lantai, tepat di depan gerbang itu.
Angin sejuk berhembus pelan, udara dingin karena hujan yang dari semalam mengguyur kota Jakarta, dan baru saja berhenti beberapa jam yang lalu, membuat Paijo mulai terkantuk karenanya. Paijo baru saja tertidur beberapa jam sebelum ia melakukan tugas nya, yaitu melamar pekerjaan di rumah yang memiliki nomor keberuntungan tersebut.
Beberapa hari yang lalu, Paijo baru saja mendarat di kota Jakarta, setelah ia sudah beberapa bulan bertugas di Jawa tengah, tepatnya di kota Batang. Setelah misi selesai, Paijo kembali di tarik ke Jakarta dan diberikan sebuah misi yang lebih menantang, yaitu menyelidiki sebuah bisnis ilegal yang pemiliknya diduga adalah Bapak Pongki Susilo, yang juga seorang pengusaha mebel dan real estate. Kini, Paijo sudah berada di rumah rumah Bapak Pongki Susilo, yang juga orang yang menjadi target operasi nya itu.
Paijo, lelaki tampan yang memiliki nama asli Topan Alexander. Adalah seorang anggota kesatuan yang bertugas untuk menyelidiki kasus-kasus penting dan berbahaya. Dirinya kerap bertugas menyelidiki mafia dan segala macam kejahatan ilegal yang terselubung di tanah air.
"Topan Alexander.."
"Siap Pak," Sahut Topan yang berdiri tegak dengan postur yang sempurna ala seorang militer.
Bapak Sudrajat, atasan nya, melirik Topan sekilas dan kembali menatap berkas yang berada di atas meja. Lalu, Bapak Sudrajat memakai kaca mata bacanya dan membaca berkas tersebut dengan teliti.
"Sudah siap melakukan tugas baru?"
"Siap Pak!" Sahut Topan lagi.
"Good, sekarang mendekat lah, dan duduk di kursi ini," Ucap Bapak Sudrajat seraya mempersilahkan Topan untuk duduk di hadapannya.
Topan melangkah maju dan menarik kursi yang berada di depan meja Bapak Sudrajat. Lalu, ia duduk dengan sikap yang sempurna dan menatap lurus kedepan nya.
"Kamu baca berkas ini," Pinta Bapak Sudrajat seraya menyodorkan berkas yang memiliki beberapa lembar halaman tersebut.
Tanpa ragu, Topan meraih berkas tersebut dan mulai membacanya dengan tenang. Setelah beberapa menit kemudian, ia pun selesai membacanya dan mengangguk paham dengan apa yang baru saja ia baca di dalam berkas tersebut.
"Saya ingin kamu menangani ini. Pongki Susilo adalah lelaki licik yang sangat sulit dibongkar kejahatan nya. Ia membalut segala bisnis ilegal nya dengan bisnis resminya. Sudah beberapa kali intel kita berusaha membongkar nya. Tetapi, dia sangat licik dan licin. Kini, harapan itu kami serahkan di pundak mu. Saya harap, kamu mampu melakukan tugas ini. Dilihat dari track record mu, saya yakin kamu mampu melakukan tugas ini. Apa kamu mengerti?"
Topan menatap Bapak Sudrajat dengan wajah yang dingin tanpa ekspresi. Lalu, ia mengangguk dengan pasti.
"Bagus. Jalan satu-satunya kamu harus menyelinap masuk kedalam rumah Pongki Susilo. Seperti kamu harus bekerja dan mencuri kepercayaan Pongki Susilo. Hingga kamu bisa menemukan dimana pabrik dan bisnis ilegal tersebut dia jalankan. Karena selama ini, pabrik tersebut lah yang belum kita ketahui letak nya."
Topan bergeming, ia terus mendengarkan segala instruksi yang diberikan oleh atasannya tersebut.
"Sepertinya gaya mu harus di make over menjadi lebih tidak terduga. Setelah itu, kamu bisa langsung menjalankan tugas mu,"
"Baik Pak!" Sahut Topan seraya mengangguk, mengerti.
"Bagus, sekarang, kamu tanda tangani berkas tersebut. Itu menjadi milik mu," Ucap Bapak Sudrajat.
Tanpa ragu, Topan mengeluarkan ballpoint yang berada di saku jas nya dan menandatangani berkas tugasnya. Lalu, ia beranjak dari duduknya dan bergegas untuk memulai tugas barunya tersebut.
"Selamat bertugas," Ucap Bapak Sudrajat seraya menjabat tangan Topan.
Topan tersenyum tipis dan beranjak meninggalkan ruangan Bapak Sudrajat. Setelah itu, Topan tahu apa yang harus ia kerjakan. Ia sudah terbiasa melakukan tugas-tugas seperti itu dan ia sudah prepare dengan segala ide yang ia miliki.
Topan berniat melamar pekerjaan dirumah targetnya. Yang terpenting saat ini, Topan dapat diterima terlebih dahulu di dalam rumah tersebut, agar dirinya leluasa mengamati gerak gerik targetnya, yaitu Bapak Pongki Susilo.
Topan pergi ke barbershop dan mengubah gaya rambutnya menjadi lebih buruk, setelah gaya rambut yang ia inginkan telah ia dapatkan, ia pun kembali ke rumah nya dan mengumpulkan baju-baju lawasnya yang belel yang sengaja ia simpan sebagai salah satu penunjang dalam dunia pekerjaan yang ia jalani.
Topan berdiri di depan cermin dan memperhatikan dirinya yang terlihat konyol. Lalu, ia tersenyum geli dan menggelengkan kepalanya.
"Aduh... sungguh menjijikkan," Ucap nya seraya melepaskan kembali kaos ketat miliknya dan melemparkan nya kedalam tas ransel lusuh miliknya. Lalu, ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memandangi langit-langit kamarnya.
Hingga detik ini ia masih hidup adalah sebuah keajaiban. Tugas-tugas nya tidak ada yang tidak berbahaya. Semuanya sangat berbahaya. Beberapa waktu yang lalu, di Batang, penyamaran nya nyaris saja terbongkar sebelum misi selesai. Nyawanya hampir saja melayang. Kalau bukan karena kecerdasan yang ia miliki, tentu saja ia sudah pulang dalam keadaan tidak bernyawa. Atau bahkan, jasadnya tidak akan pernah ditemui dan sudah gugur tanpa keluarganya tahu.
Topan meraih sebuah poto yang berada di dalam pigura yang berdiri di meja nakas nya. Ia menatap senyum seorang wanita paruh baya yang cantik dengan senyuman khas yang mirip dengan dirinya. Ya, wanita itu adalah Ibu kandung Topan, yang bernama Erna Sulastri, wanita Jawa yang memiliki darah biru nan elegan. Tepat disamping Ibunya, berdiri seorang lelaki dengan baju dinas militer yang begitu gagah. Dia adalah Bapak kandung Topan, yang bernama Amoroso Pakusodewo. Lelaki yang sangat Topan kagumi dan karenanya lah, Topan termotivasi untuk memilih menjadi sebagian dari keluarga besar penegak kebenaran, yang resmi di negara ini.
Topan memiliki dua orang adik yang masih kuliah dan bersekolah. Yang pertama adalah Pinky Ayala, calon dokter yang juga adik pertama Topan. Sedangkan yang kedua adalah Guntur Langit Ramadhan, yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Topan sangat menyayangi keluarganya dan akan melakukan apa saja demi keluarganya.
"Mari kita lihat, dan mari kita buktikan bila aku bisa membongkar siapa Pongki Susilo," Gumam nya, seraya meletakkan kembali poto keluarga miliknya ke atas meja nakas, tepat disamping ranjang nya.
Paijo terbangun dan menatap seorang lelaki tegap yang menyepak kakinya dengan kasar. Lelaki plontos dengan kumis yang tebal tersebut melotot kearah dirinya.
"Siapa kamu?" Tanya nya seakan-akan akan memangsa Paijo dengan gaya nya yang khas, yaitu gaya seorang ajudan mafia.
"A-anu mas, saya mau melamar pekerjaan," Ucap Paijo dengan logat Jawa yang kental.
"Pekerjaan? Tidak ada pekerjaan untuk mu disini! Sana kamu! Mobil boss akan segera keluar!" Ucap lelaki bringas sembari menyepak kaki Paijo sekali lagi.
Dengan gontai, Paijo berdiri dan menatap lelaki itu dengan mata yang terlihat bersedih.
Lelaki culun dengan gaya yang sok keren itu pun terlihat sangat menyedihkan. Paijo pun beranjak menepi di sisi gerbang yang memiliki tinggi 2 meter tersebut.
Tak lama kemudian, terlihat sebuah mobil dengan kaca yang begitu gelap, keluar dari dalam dan berhenti tepat di depan gerbang tersebut. Terlihat kaca mobil tersebut terbuka pelan, dan terlihat juga sosok seorang lelaki yang terlihat berkharisma. Lelaki itu memperhatikan Paijo dengan sorot mata yang tajam. Lalu, ia menjentikkan jarinya dan lelaki plontos itu pun mendekati lelaki itu.
Ya, lelaki itu adalah Pongki Susilo, yang di duga adalah seorang gembong nark*ba yang sangat licin dan berbahaya. Dia adalah target operasi Paijo yang kini sedang melancarkan aksinya untuk dapat masuk kedalam rumah lelaki itu.
"Siapa dia?" Tanya Pongki kepada lelaki plontos yang bernama Andrean.
"Saya tidak tahu pak, saat saya membuka gerbang, dia tertidur disana," Ucap lelaki itu seraya menunjuk ubin yang berada di depan gerbang tersebut.
Pongki kembali menatap Paijo, dari atas hingga kebawah. Lalu, ia menahan tawanya dan menggelengkan kepalanya.
"Periksa dia." Perintah Pongki.
Lelaki plontos itu pun mendekati Paijo dengan gaya yang sangat menakutkan, hingga membuat Paijo grogi. Tas Paijo di rampas dan di buka. Dengan leluasa, lelaki itu mengeluarkan isi tas milik Paijo dan menghamburkan nya di atas tanah. Setelah tidak mendapatkan apa pun di dalam tas, lelaki itu pun memeriksa seluruh tubuh Paijo, dan masih tidak ia temukan apa pun disana. Paijo hanya bisa menurut dan terlihat sangat bodoh. Ia hanya menunduk dan terlihat ketakutan.
Setelah mengetahui tidak ada satupun yang mencurigakan, Pongki pun turun dari mobilnya dan berdiri tepat di depan Paijo.
"Apa mau mu nak?" Tanya Pongki yang ternyata memiliki hati yang begitu lembut. Pantas saja, selama ini tidaka ada satupun orang yang mencurigai dirinya sebagai seorang gembong nark*ba dan juga pimpinan mafia.
Paijo tersentak dan memberanikan diri menatap Pongki.
"Anu pak e, saya pengangguran. Saya sudah putus asa mencari kerja di Jakarta. Sedangkan saya mempunyai tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga. Saya habis di tipu sama teman, katanya di Jakarta saya akan hidup enak, jadi kuli bangunan. Ternyata saya di tinggal di stasiun kereta pak, uang saya pun yang lima puluh ribu di ambil. Sekarang saya putus asa, saya harus kemana. Mau pulang pun malu. Jadi saya jalan saja, dan saya lihat rumah bapak besar sekali. Barangkali Bapak butuh kuli pak," Terang Paijo.
Pongki pun melirik Andrean dan memberikan kode hanya dengan mengangkat dagunya.
Saat itu juga Andrean memeriksa dompet milik Paijo, terlihat disana hanya dompet yang kosong dengan sebuah kartu tanda pengenal yang bertuliskan nama Paijo. Lalu, Andrean memberikan kartu tanda pengenal itu kepada Pongki.
Pongki memperhatikan kartu tanda pengenal itu dan membaca data diri Paijo, serta membandingkan foto yang berada disana dengan wajah Paijo.
"Kok berbeda?" Tanya Pongki.
"Anu pak, dulu saya seperti itu, sekarang saya sudah lebih gaul pak," Ucap Paijo.
Pongki nyaris saja tertawa mendengar jawaban Paijo. ia melihat gaya Paijo yang terkesan sangat memaksa.
Paijo menggunakan kaos ketat yang memiliki lengan hingga ke siku dengan potongan kerah berbentuk V, serta celana panjang dengan potongan yang membesar dari dengkul hingga ke mata kaki. Sandal gunung yang terlihat berdebu hingga potongan rambut yang memiliki poni yang di miringkan ke kiri.
Paijo tersenyum memamerkan giginya yang rapi, saat di perhatikan oleh Pongki.
"Keahlian mu apa?" Tanya Pongki seraya memberikan kartu tanda pengenal milik Paijo kepada lelaki lugu itu.
"Banyak pak, benerin genteng, menyupir, membersihkan kebun dan lain sebagainya pak. Maklum, saya tinggal di desa, segala sesuatu harus bisa pak," Ucap Paijo dengan gaya bicaranya yang mengundang tawa siapa saja yang mendengar nya.
"Menyupir? Mobil?" Tanya Pongki lagi.
Paijo mengangguk dengan cepat.
"Belajar dari mana?"
"Saya dulu pernah bawa mobil untuk mengantarkan batu bata ke toko bangunan ke kota pak. Hanya saja, saya harus berhenti, karena gajinya tidak cukup untuk biaya sekolah adik-adik saya," Terang Paijo.
"Kamu punya adik berapa orang?"
"Ada lima pak," Ucap Paijo, seraya tertunduk sedih.
Pongki menghela nafas panjang. Lalu, ia mengangguk paham atas segala kesulitan Paijo.
"Kebetulan saya membutuhkan seorang sopir. Tetapi ingat, bila kamu macam-macam di rumah saya, kamu akan saya jadikan pakan buaya peliharaan saya."
Paijo tersentak dan menatap Pongki dengan wajah yang ketakutan.
"Bagaimana, apa kamu sanggup?" Tanya Pongki dengan wajah yang terlihat dingin.
"Terima kasih pak, terima kasih!" Seru Paijo seraya meraih tangan Pongki.
Dengan cepat, Pongki menarik tangan nya dan menyembunyikan nya dibalik saku celananya.
"Jangan sentuh tangan saya, kamu dekil dan kotor. Sana, kamu ikuti Andrean. Dia akan menunjukan kamar untuk mu. Satu lagi, saya membiarkan kamu masuk, bukan berarti kamu sudah sah diterima. Kamu harus menunggu saya pulang dan nanti malam, saya akan mengetes kelayakan kamu dalam mengendarai mobil,"
"Baik pak, terima kasih pak," Ucap Paijo dengan wajah yang semringah.
Pongki pun kembali masuk kedalam mobilnya dan berlalu begitu saja dari hadapan andrean dan Paijo.
Dengan wajah culun dan terlihat takut, Paijo melirik Andrean yang sedang menatap dirinya. Lalu, ia melihat Andrean memberikan kode kepada dirinya untuk mengikuti Andrean masuk kedalam istana yang terkenal sangat sulit untuk di singgahi. Entah mengapa, mungkin nasib baik bagi Paijo, segala sesuatu yang ia lakukan terkesan selalu diberikan kemudahan. Itulah mengapa, dirinya selalu menjadi andalan di kesatuannya.
Paijo mengikuti langkah kaki lelaki bengis dan plontos itu, yang berjalan tepat di depannya. Terlihat di saku celana lelaki itu sebuah pistol yang siap kapan saja untuk diletuskan kearah targetnya. Walaupun tidak terlihat jelas, namun Paijo sudah paham, bila disana adalah sebuah pistol. Karena benda tersebut bukanlah benda yang asing bagi dirinya. Paijo dapat mengenali tipe apa saja walaupun melihat senjata api dengan sekilas. Karena, dirinya adalah lulusan terbaik saat ia menjalani pendidikan profesi yang sedang ia jalani saat ini.
Langkah kaki Andrean terhenti di sebuah bangunan yang mirip seperti rumah kos, saat Paijo menempuh pendidikan saat ia masih bersekolah. Bangunan itu terpisah jauh dari rumah utamanya yang berada di depan bangunan itu dan hanya di pisahkan sebuah kebun dan pagar kawat. Lalu, Andrean membuka sebuah kamar kosong dan memerintahkan Paijo untuk masuk dan membersihkan diri.
Paijo melihat kesekeliling nya, lalu ia menaruh tas lusuhnya di atas ranjang. Matanya melirik kesana kemari, mencoba mencari tahu apakah ada kamera tersembunyi di dalam ruangan itu.
Walaupun terlihat normal-normal saja di ruangan itu, namun Paijo tidak mau gegabah. Ia berniat akan mencari tahu nanti malam, dengan kamera ponselnya dan mematikan lampu diruangan tersebut. Dengan begitu, Paijo dapat mengetahui bila ada kamera tersembunyi di dalam ruangan itu.
Paijo pun merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Lalu, ia berusaha senormal mungkin, agar tidak ada satupun yang mencurigai dirinya bila ada seseorang yang sedang mengawasi dirinya saat ini.
Paijo sengaja berakting seakan ia baru saja merasakan empuknya sebuah kasur dan memasang wajah yang terlihat sangat bahagia.
Benar saja, di lain ruangan, terlihat Andrean memperhatikan sebuah monitor yang di dalamnya terlihat Paijo yang sedang terlihat melompat-lompat diatas ranjang empuk tersebut. Tidak lupa, ia merekam segala kegiatan Paijo dan mengirimkan nya kepada Pongki yang siap kapan saja untuk memerintah dirinya. Termasuk, untuk melenyapkan Paijo, bila ada yang mencurigakan terhadap lelaki itu.
Tepat pukul 7 malam, terdengar ketukan dari luar kamar yang ditempati oleh Paijo. Lelaki berusia 32 tahun itu pun beranjak dari ranjang dan bergegas membukakan pintu untuk orang yang sedang mengetuk kamarnya. Setelah ia membuka pintu tersebut, terlihat Andrean dengan ekspresi khas nya menatap Paijo yang tertunduk gugup.
"Ikuti saya," Ucap Andrean dengan suara berat nya. Paijo pun mengangguk, dengan sengaja, ia mematikan lampu kamarnya dan menutup pintu kamar tersebut. Sebenarnya ada maksud tertentu bagi Paijo yang mematikan lampu kamarnya. Kelak, saat ia kembali ke kamarnya, ia dapat mengecek kamera tersembunyi dengan ponselnya, tanpa mengundang kecurigaan, apa bila benar ada seseorang yang mengawasi dirinya.
Dengan tergopoh-gopoh, Paijo mengikuti langkah kaki Andrean yang membawanya ke arah halaman rumah Pongki yang megah. Disana, terlihat Pongki yang sedang menunggu Paijo dengan sebatang rokok yang tengah ia nikmati. Setelah melihat kehadiran Paijo, Pongki pun menjatuhkan puntung rokoknya dan menginjaknya dengan tumit sandalnya.
"Siapa namamu tadi?" Tanya Pongki, saat Paijo menghentikan langkahnya di hadapan Pongki.
"Pa-Paijo pak," Sahut Paijo dengan gugup.
Terlihat Pongki mengangguk paham dan memperhatikan penampilan Paijo.
"Usiamu berapa?"
"Tiga puluh dua tahun pak,"
"Sudah menikah?"
Paijo menggeleng sembari tersenyum malu-malu.
"Ok, kamu masuk kedalam mobil saya dan kendarai mobil saya." Pinta Pongki seraya membuka pintu mobilnya dan masuk bersama dengan Andrean dan satu orang bodyguard lain nya.
Dengan ragu, Paijo membuka pintu mobil tersebut dan memasukinya. Tepat disamping Paijo, terdapat satu bodyguard, sedangkan di bangku belakang, Pongki dan Andrean menatap dirinya dan menunggu Paijo untuk mulai menjalankan mobil tersebut.
Paijo sempat berakting seakan ia kagum dengan fitur mobil mewah tersebut, dan terlihat bingung saat memulai untuk mengendarai mobil itu. Setiap gerak geriknya, selalu diperhatikan oleh 3 orang lain nya yang berada di mobil jenis sedan tersebut.
"Mewah sekali pak," Ucap Paijo dengan wajah yang semringah.
"Cepat jalankan!" Perintah Pongki.
Paijo mengangguk dan terlihat sedikit bingung. Lalu, ia menyalakan mesin mobil itu dan mulai menjalankan nya.
Awalnya, Paijo hanya di suruh berputar di halaman rumah milik Pongki yang sangat luas. Hingga akhirnya ia diminta untuk membawa mereka semua untuk berkeliling komplek perumahan mewah tersebut.
Ada rasa gugup dan was-was di hati Paijo, ia harus siap dengan kemungkinan dirinya akan dihabisi oleh Pongki dan juga para pengawalnya, bila sesuatu yang mencurigakan terbaca oleh mereka. Hingga tibalah mereka di sebuah taman di komplek tersebut. Saat itu juga, Pongki meminta Paijo menghentikan laju mobil tersebut dan menepi di sisi taman fasilitas umum di komplek perumahan itu.
Baru saja Paijo menghentikan laju mobilnya, dengan cepat, kejadian yang tak terduga terjadi pada Paijo. Ia di todong pistol tepat di kepalanya dari belakang.
"Katakan, siapa yang menyuruh mu!" Ucap Andrean dengan suara yang terdengar sangat dingin dan menakutkan.
Paijo mulai menyadari bila dirinya dalam bahaya. Namun ia pura-pura tidak mengetahui apa yang menempel di kepala bagian belakangnya.
Dengan polos, Paijo menoleh dan menatap senjata yang di pegang oleh Andrean. Saat itu juga dia langsung berakting terkejut dan mulai ketakutan.
"Wadalah pak, kok ada senjata...!" Seru Paijo yang tampak gemetar.
"Jangan menoleh! Katakan siapa yang menyuruh kamu! Tidak mungkin ada orang asing yang datang begitu saja!" Bentak Andrean.
Refleks, Paijo mengangkat kedua tangannya dan mulai menangis ketakutan.
"Ya gusti...! Ampun om, pak, pakde!" Ucap Paijo dengan logat Jawa nya yang sangat kental.
"Jangan berakting! Katakan atau saya letuskan senjata ini dan membuat batok tengkorak mu pecah!" Ancam Andrean. Sedangkan Pongki terlihat santai dan terus menatap Paijo.
"Yang nyuruh saya sendiri toh pak....pak...! Wong saya butuh pekerjaan, mosok saya mau ditembak pak? Saya butuh makan pak, nikah saja belum... Ampun pak!" Ucap Paijo sambil menangis meraung-raung.
"Jangan main-main kamu!" Teriak Andrean sambil menekan moncong senjata itu di kepala Paijo.
"Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannaar.... Gustiiii... help help me...!" Paijo menangis dan terlihat memegangi miliknya yang berada di balik celananya.
"Hei! Apa itu yang kau pegang!" Tanya bodyguard yang duduk disamping Paijo.
"Manuk ku om, mau pipis ini om!" Ucap paijo seraya memencet hidung nya untuk mengeluarkan ingusnya yang mulai meleleh, lalu ia mengelap tangan nya di kemeja hitam milik bodyguard yang duduk disampingnya.
"Hei! Apa-apaan kau!" Ucap bodyguard tersebut, seraya menepis tangan Paijo yang baru saja mengelap tangan nya yang berlumuran ingus di kemeja bodyguard tersebut.
"Maaf om, saya takut, galau dan grogi," Ucap Paijo seraya kembali mengusap ingusnya dan hendak kembali mengelap tangan nya di kemeja bodyguard di tersebut.
Sontak saja bodyguard di itu menghindar dan beranjak turun dari mobil tersebut.
"Hoekkk!" Bodyguard tersebut pun hampir saja muntah melihat ingus Paijo yang menempel di kemeja miliknya.
Saat itu juga Pongki tertawa geli dan mengangkat tangan nya.
"Sudah cukup," Ucapnya kepada Andrean.
Andrean pun menurunkan senjata itu dan kembali menyelipkan nya di balik saku celana nya.
"Hahahhaha... Paijo, kita hanya bercanda," Ucap Pongki.
Paijo menoleh ke belakang dan menatap Pongki dengan wajah yang pucat. Sebenarnya, Paijo memang benar-benar ketakutan saat itu. Tidak menutup kemungkinan dirinya akan kehilangan nyawa detik itu juga.
"Bercanda orang kaya kayak film squid game ya pak?" Tanya Paijo dengan wajah yang polos dan nyaris terlihat akan pingsan karena shock.
Mendengar pertanyaan polos itu, Pongki kembali tertawa geli dan menepuk pundak Paijo.
"Allahu Akbar!" Ucap nya, dan terperanjat saat Pongki menepuk pundaknya.
"Kamu di terima kerja Paijo. Tetapi, buka menjadi supir saya. Kamu akan menjadi supir anak saya yang bernama Bella. Dia masih kuliah dan kamu wajib menunggu dia sampai waktu nya dia pulang," Ucap Pongki.
"A-anak bapak?" Tanya Paijo dengan wajah yang semringah.
"Iya anak saya, tetapi ingat! Jangan naksir dengan anak saya! Kalau tidak mau pistol itu melubangi kepala mu," Ucap Pongki.
"Enggak kok pak, tapi kalau cantik saya bingung juga," Ucap nya dengan polos.
Pongki tertawa dan menggelengkan kepalanya. Lalu, ia membuka kaca mobilnya dan meminta bodyguard yang sedang membersihkan kemejanya untuk kembali masuk kedalam mobilnya.
"Ayo jalankan mobilnya, kita kembali kerumah," Perintah Pongki kepada Paijo, saat bodyguard nya sudah kembali masuk kedalam mobilnya.
"Baik pak," Ucap Paijo seraya melirik bodyguard yang duduk disebelahnya dengan wajah yang tampak menjijikkan bagi bodyguard tersebut.
"Apa kau lihat-lihat!" Bentak bodyguard tersebut.
"Heheheh, maaf ya om," Ucap Paijo seraya mengangguk dan melajukan mobil tersebut.
"Alhamdulillah, masih diberi umur yang panjang," Batin Paijo yang tampak masih gugup dalam mengendarai mobil tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!