Hujan gerimis mengiringi langkah 4 orang pria menapaki jalan berbatu menuju hutan lereng gunung, terdengar suara khas malamnya hutan yang terkena hujan. Mereka terus berjalan dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing dan kecemasan apa yang akan mereka dapati nanti. Tibalah mereka pada gerbang batu di tengah hutan, serempak mereka behenti sejenak. Mereka melihat sekeliling, terlihat sebuah gerbang batu yang terukir tulisan kuno dengan hutan yang mengelilinginya.
"Apa kita harus masuk kedalam sana? Disana gelap sekali." tanya Pria yang berdiri di kiri
"Ya kita harus masuk, utusan Mbah AGENG telah memberitahu bahwa beliau sedang menunggu kita, lagi pula tidak mungkin kita yang telah sampai disini tidak masuk hanya karena gelap." jawab Pria yang berdiri didepan
"Tapi apa anda yakin saat masuk nanti kita tidak tersesat lihatlah kedalam gerbang sangat gelap bahkan jalan setapak tidak terlihat." kata Pria berdiri di kanan.
"Benar kita harus tetap masuk, kalian lupa siapa yang memanggil kita, Mbah AGENG sang tetua Leluhur guru para pendiri dan penjanga neraga ini, kita bukanlah tandingan beliau saat beliau meminta kita hadir pasti ada sesuatu yang penting yang ingin beliau sampaikan jadi kita harus masuk dan bertemu beliau bagaimanapun caranya." kata Pria yg berdiri paling belakang.
Dari dalam gerbang tiba- tiba bejalanlah seorang laki-laki tua berpakaian beskap (pakaian laki-laki adat jawa) rapi menghampiri mereka.
"Selamat datang para sultan JAWANAKARTA. Izinkan saya meperkenalkan diri, saya Mpu Ndalem yang akan mengantar sultan sekalian untuk bertemu dengan Mbah AGENG."
" Apa tidak apa-apa kami masuk ke dalam sana?" tanya salah satu Pria sebelah kiri
"Kepercayaan, Budaya, dan Tradisi Leluhur kita tidak mengajarkan untuk takut dan bimbang hanya karena gelap Sultan Wetan, bukannya anda yang paling tahu akibat buruk dari bimbang itu sendiri Sultan"
"Kami hanya manusia biasa Mpu, tidak seperti anda" jawab Pria sebelah kanan.
"Itulah mengapa Sultan Kulon, Kepercayaan adalah yang paling sedikit tertinggal dinegara ini, dalam kepercayaan kita diajarkan untuk selalu percaya bahwa Sang Pencipta Alam semesta selalu bersama dan menjaga kita dalam kebaikan. Apa anda tidak lagi percaya kepada Sang Pencipta Alam Semesta Sultan?"
"Kami masih memegang teguh Kepercayaan, Budaya, dan Tradisi Mpu, tapi kami tetep manusia biasa yang masih takut akan banyak hal, dan bimbang pada masalah karena begitulah adanya manusia."jawab Pria paling belakang.
"Sultan Lor itulah penyakit manusia, selalu merasa paling lemah dan selalu menggunakan kelemahannya untuk menutupi kesalahan mereka. Mereka lupa guna dari Kepercayaan, Budaya, dan Tradisi. Ketiganyalah yang akan membuat seorang manusia memiliki jatidiri, keberanian dan pengetahuan. Dari ketiganya manusia akan dibimbing, dibatasi dan ditunjukan jalan yang benar untuk menjalani hidup. Tapi lihatlah satu persatu manusia telah melupakan ketiganya"
"Hal paling menakutkan dari manusia tanpa Kepercayaan, Buadaya, dan Tradisi adalah tidak adanya batasan untuk manusia, saat manusia tidak memiliki batasan, tidak ada yang akan mereka takutkan saat manusia tidak punya rasa takut, itulah akhir dari dunia" kata Pria terdepan.
"Betul Sultan Kidul, maka disinilah anda sekalian pemimpin dari 4 kota di JAWANAKARTA untuk menyelamatkan JAWANAKARTA kita dari kehancuran, maka bersediakah ada semua untuk bertemu dengan Mbah AGENG?"
Keempat Pria tersebut saling tatap dalam diam lalu satu persatu dari mereka serepak mengangukkan kepala.
"Maka silahkan masuk dan selamat datang di Lereng Gunung Puser, titik pusat JAWANAKARTA dan TANAH SUCI LELUHUR dimana asal dari segalanya dimulai."
LOR (Utara)
"Sekilas info telah terjadi losong dihampir seluruh kawasan Pegunungan Serayu. Longsor mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan puluhan rumah penduduk rata dengan tanah. Belum diketahui jumlah korban jiwa untuk saat ini karena masih dalam penanganan. Masyarakat Kota LOR yang berada dikawasan perbukitan rawan lonsong dihimbau untuk...."
"Apakah ini sudah dimulai Sultan?"
"Seperti yang kamu liat Tris, seluruh Kota Lor berada dikawasan perbukitan Pegunungan Serayu dan hampir 30% wilayah kita telah tertimpa bencana longsor."
"Tapi bagaimana bisa Kota kita menjadi yang pertama dari seluruh kota di Negara kita Sultan?"
"Coba lihatlah sekelilingmu Tris, apakah kau masih menjumpai Altar kepercayaan ramai dikunjungi manusia untuk berdoa, dan masih adakah Sanggar kebudayaan yang masih digunakan manusia, ataukah kau masih menjumpai perayaan tradisi di kota ini?"
"Saya rasa tidak Sultan."
"Dikota ini Altar tidak lebih penting dari Mall, Club lebih menyenangkan dari Sanggar, dan jangankan melakukan tradisi, kebanyakan dari mereka bahkan lupa tentang Leluhur mereka sendiri."
"Itulah alasan mengapa Kota Lor adalah yang pertama Sultan?"
"Pertama atau terakhir sama saja Tris karena ada akhirnya semua akan menanggung akibatnya. Akibat dari ulah manusia itu sendiri. Kita perlu membenahi sesuatu yang rusak agar tidak bertambah rusak Tris. Apa kamu tidak ingin melihat negara kita kembali seperti dulu zaman Leluhur kita, sangat indah, tentram dan damai."
"Sangat ingin Sultan, tp.. "
"Jalan inilah takdirnya Tris, percaya atau tidak siklus 1000 tahun sekali ini adalah jalan terbaik untuk negara ini. Pilihan terbaik untuk memperbaiki yang rusak, membetulkan yang salah, dan memulai membentuk manusia yang baru."
"Tapi dapatkah kita bertahan menghadapi ini Sultan?"
"Teguh dan percaya pada Sang Pencipta Alam Semesta Tris, selama kita berada dijalan kebaikan Sang Pencipta Alam Semesta tidak akan meningalkan kita. Dan lagi Kepercayaan, Budaya, dan Tradisi, adalah jatidiri dari negara kita, selama ketiganya masih bisa dipegang teguh oleh manusia, maka kita masih bisa yakin kita semua akan baik-baik saja. Kamu tahu Tris, Kepercayaan, Budaya dan Tradisi adalah pondasi kokoh untuk sebuah negara."
"Sultan apa kemodernan tidak seharusnya masuk ke negara kita. Karena jujur saja, saya pribadi merasa sangat menikmati kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan oleh kemodernan saat ini Sultan. Apakah itu sebuah kesalahan Sultan? "
"Bukan tidak dapat diterima dan bukan pula sebuah kesalah Tris, karena kita tahu kemodernan sangat membantu manusia. Segala kenyaman dan kemudahan tidak mungkin manusia tolak. Tapi kemodernan itu terlalu luas dan bebas. Sesuatu kebebasan bukanlah hal yang bisa dipercayakan kepada manusia, karena saat manusia mendapatkan suatu kebebasan maka tidak ada lagi batasan, saat manusia tidak punya batasan maka mereka tidak akan memiliki rasa takut pada apapun. Saat manusia mencapai hal tersebut mereka akan kehilangan rasa kemanusiaan saat itulah mereka tidak lagi bisa disebut manusia."
"Anda benar Sultan karena manusia yang memiliki akal tanpa ada nurani dan kemanusiaan mereka akan lebih berbahaya dari binatang buas. Membunuh dan melukai bukan lagi sebuah kejahatan, mencuri bukan sebuah kesalahan, bertindak egois hanya memikirkan diri sendiri akan menjadi sebuah pembenaran."
"Maka dari itu Tris, kita perlu menghentikan sebelum semua terlambat, kita tidak ingin menyesal nantinya, jadi selama kita dapat memperbaiki mari kita ikut memperbaiki semua."
"Tapi apa tidak masalah Sultan, kita tahu saat ini pihak Kerajaan tidak sepaham dengan kita, mereka tidak percaya dan tetap menganggap siklus 1000 tahun hanya sebuah dongeng pengantar tidur. Mereka sangat menjunjung kemodernan ini Sultan."
"Merekalah awal mula dari segala hal yang akan menimpa kita, kekuasaan yang didapat dari keburukan akan selalu berujung dengan ketidakpuasan, saat ketidakpuasan mendominasi kepemimpinan maka nafsu dan keegosianlah yang sebenarnya memimpin didepan."
"Saat nafsu yang memimpin naluri tidak lagi berjalan bengitupun dengan keegoisan akan menang melawan kemanusiaan Sultan."
"Itulah Tris, maka mulailah bersiap karena ini baru awal sampai pelindung kita datang kita harus berusaha sendiri untuk menghadapi takdir ini."
"Satu hal lagi Sultan, bagaimana cara kita menghadapi pihak Kerajaan. Mereka tidak akan menolerir siapapun yang menentang Kerajaan. Apalagi Keluarga Kerajaan saat ini terkenal otoriter dan kejam kepada siapapun yang menentang mereka."
"Saya juga tidak tahu, tapi yang saya tahu jawaban dari ini semua nantinya ada pada Sang Pancang Penyangga. Karena memang tugas merekalah untuk membenahi Negara kita dan membenahi keseimbangan Negaranya."
"Dapatkah kita menemuka Sang Pancang Penyangga Sultan? Kota Lor adalah kota terbesar di JAWANAKARTA, terdapat 11 Dusun dan puluhan Desa. Akan membutuhkan cukup waktu untuk menemukannya apa kita masih memlilik banyak waktu Sultan?"
"Kita harus bisa menemukannya Tris, mereka harapan kita untuk menghentikan musibah ini semua. Dan waktu saya berharap kita memiliki banyak waktu, tapi semakin lama kita menemuka Sang Pancang Penyangga semakin banyak pula daerah kita yang akan tertimpa musibah. Maka dari itu kita harus bergegas, pertemuan dengan seluruh kepala Dusun kota kita semoga bisa membuka jalan kita menukan San Pancang Penyangga."
"Saya telah mengirim utusan ke setiap Dusun untuk mengundang mereka kepemdopo hari ini sultan. Dengan undangan Perayaan Hari Tani Nasional agar pihak Kerajaan tidak curiga. Semoga ini dapat membantu kita untuk segera bertemu Sang Pancang Penyangga Sultan."
"Semoga Tris, mari kita mepersiapkan segalanya kita tidak ingin mereka kecewa dengan acara jamuan kita nantikan?"
"Baik Sultan, saya akan menyiapkan dan memastikan bahwa acara jamuan kali ini akan berjalan lancar. Permisi Sultan."
Diluar ruangan hujan semakin deras seolah mengerti kegundahan hati sang Sultan. Dalam diam sang Sultan berdoa kepada Sang Pencipta Alam Semesta bahwa semuanya akan berjalan dengan baik dan apapun hasilnya nanti semua dalam kebaikan.
LOR (Utara)
Dalam gelapnya langit sore. Hujan turun dengan deras disertai petir yang menyambar-nyambar suaranya bagai geraman marah dari langit, membuat suram suasana disekitarnya. Warna langit yang gelap tidak terlihat seperti sore hari. Angin terus berhembus dan suara guntur yang tidak ada habisnya semakin membuat sore itu terasa sangat suram dan dingin.
Didalam sebuah rumah sederhana dilereng Gunung Mprau berkumpullah 6 kepala Dusun dari Kota Lor. Terlihat para kepala Dusun terduduk dalam diam larut dalam fikiran masing-masihg ditengah pedarnya lampu sentir (lampu minyak). Seakan enggan untuk memulai topik yang akan mereka bicarakan.
"Apakah sudah ada yang menemukan sebuah petunjuk?"
Seluruh yang hadir menggelengkan kepala serepak dengan ekprisi yang menggambarkan ketidak puassan. Kecewa terlihat jelas dimata seluruh kepala Dusun
"Sepertinya memang belum ada tanda dan petunjuk apapun."
"Sebenarnya tanda seperti apa yang akan muncul yang sedang kita cari kepala Dusun Tanggul?"
"Saya juga tidak tahu kepala Dusun Midang, karena terakhir kali hal ini terjadi pada 1000 tahun yang lalu. Dan itu artinya kita belumlah lahir di dunia ini."
"Lalu bagaimana kita menemukannya kepala Dusun Tanggul, kita sama sekali tidak memiliki informasi apapun, anda tahu Kota Lor memiliki 11 Dusun dan puluhan Desa. Bagaimana kita tahu dimana Sang Pancang itu terlahir, jangan lupakan bahwa Kota Lor memiliki wilayah terbesar di JAWANAKARTA."
"Kepala dusun Mergo benar, tidakkah anda memiliki sedikit petunjuk atau informasi kepala Dusun Tanggul. Karena setahu kami menurut para sesepuh, 1000 tahun yang lalu Sang Pancang Penyangga Lor lahir Di Dusun Tanggul tepatnya di Desa ini bukan?"
"Tidak banyak hal yang diwariskan dalam 1000 tahun kepala Dusun Brukut dan anda sekalian tahu bahwa saya adalah generasi ke 11 sejak Sang Pancang Lor terakhir muncul sama seperti anda sekalian dan lagi segala hal yang berkaitan dengan Sang Pancang Penyangga tidak pernah ditulis dalam sejarah Negara JAWANAKARTA. Semua hanya berupa dongeng pengantar tidur."
"Coba diingat lagi Kepala Dusun Tanggul, mungkin anda pernah mendengar kisah dongeng yang diceritakan saat kecil sebelum tidur. Atau masih adakah sesepuh Dusun Tanggul yang masih hidup hingga saat ini. Mungkin beliau lebih banyak mendengar kisah dongeng daripada generasi kita sekarang ini, yang tidak begitu perduli dengan hal itu. Maaf kalau saya terkesan ngeyel dan memaksa kita sedang berada dijalan buntu. Sedikit Informasi mungkin dapat merubah keadaan."
"Tidak apa-apa kepala Dusun Mertos, kita semua tahu ini sudah hampir 3 bulan semenjak Sultan Lor memanggil 11 Kepala Dusun Kota Lor dan kita masih belum menemukan satu petunjuk pun. Kita tidak ingin melihat semakin banyak kemalang yang akan menimpa Dusun-Dusun di Kota Lor. Tentang sesepuh Dusun yang anda maksud sebenarnya kami masih memilikinya, sesepuh dari generasi ke 9 sejak Sang Pacang muncul."
" Puji Sang Pencipta Alam Semesta, sedikit harapan dapat terlihat, semoga pertanda yang baik."
"Bisa jadi juga tidak memenuhi harapan kita sama sekali."
"Apa maksud anda Kepala Dusun Tanggul? "
"Sesepuh Dusun kami ini telah berusia 197 tahun. Anda sekalian tahu bahwa semakin tua manusia, semakin banyak ingatan yang terlupakan saya sedikit tidak yakin apakah beliau masih dapat mengingatnya. Bahkah saat ini beliau sudah tidak bisa mengingat anak, cucu dan cicitnya sendiri yang hampir dijumpainya setiap hari. Bagaimana dengan ingatan yang jauh lebih lama lagi. "
"Tidak ada salahnya mencoba kepala Dusun Tanggul. Sedikit harapan dapat merubah pandangan kita untuk terus maju berjalan. Selebihnya kita pasrahkan kepada Sang Pencipta Alam Semesta."
"Betul sekali mari kita mencobanya Kepala Dusun Tanggul. Ini adalah satu-satunya harapan yang kita miliki saat ini. Kita juga tidak bisa berlama-lama membuang waktu. Waktu terus berjalan lihatlah sudah seberapa besar kemalangan yang menimpa Dusun-Dusun di Kota Lor."
"Hanya tinggal kita berenam saja yang dapat menghadiri rapat ini sebagian Kepala Dusun lainnya telah berjibaku mengatasi kemalangan Di Dusun mereka. Kita tidak ingin ini terus menerus menghadapi kemalangan ini bukan?"
"Tentu saja Kepala Dusun Anong. Baiklah kita akan menemui sesepuh Dusun kami, tapi saya mengingatkan anda sekalian bahwa sesepuh kami telah berusia 197 tahun. Saya harap anda sekalian tidak memaksa beliau apabila beliau tidak mengingat apapun. Kita memang sedang dijalan buntu, tapi kita juga tidak boleh lupa untuk selalu menghargai dan menghormati orang yang lebih tua bukan. Karena itu merupakan salah satu kewajiban yang diwariskan leluhur dan kita wajib menjalankannya."
"Tentu kami juga mengerti Kepala Dusun Tanggul, kami masih memegang teguh tata Krama warisan Leluhur. Kami tidak akan pernah melupakannya."
"Baiklah, mari kita semua pergi kekediaman beliau. Sesepuh kami bernama Suretos kami memanggilnya Mbah Etos, beliau hidup bersama cucu dan cicitnya, istri beliau Mbah Jarni dan seluruh anak-anak beliaubtelah meninggal. Kediaman beliau berada ditepian Kali Doni. Biasanya saat sore hari beliau sering duduk-duduk diteras depan rumah memandang pemandangan Indah lereng Gunung Mprau. Tapi beberapa hari ini beliau sudah jarang keluar rumah. Menurut cucunya, beliau sedang kurang enak badan. Semoga kita tidak mengganggu beliau karena masalah ini."
"Semoga Kepala Dusun Tanggul, dan semoga ini salah satu jalan yang diberikan Sang Pencipta Alam Semesta untuk membantu kita. Saya harap ini bisa membuka harapan kita untuk menyelamatkan Negara JAWANAKARTA."
"Semoga. AMIN."
"Mari kita segera pergi sebelum langit semakin gelap, kita tidak ingin terlalu lama menganggu beliau bukan dan kita juga tidak enak apa bila terlalu malam berada dikediaman beliau. Karena malam hari seharusnya untuk berisitirahat bukan?
"Betul sekali kepala Dusun Tanggul, sebaiknya kita bergegas sebelum hujan semakin deras lagi."
"Baiklah mari berangkat para kepala Dusun Tanggul."
Dalam derasnya hujan dan langit yang semakin gelap, berangkatlah ke 6 Kepala Dusun tersebut. Hawa dingin yang semakin menusuk badan tidak menyurutkan mereka untuk mengambil secercah harapan baru demi menyelamatkan seluruh umat manusia dan Negara mereka. Tekad, Keteguhan dan Kepercayaan tidak pernah mengingkari usaha yang dilakukan manusia karena Sang Pencipta Alam Semesta tidak pernah meninggalkan mereka yang teguh dan percaya padaNya. Segalanya akan berjalan dengan baik bila kita bisa percaya sepenuhnya kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Karena apa yang ada di dunia ini sejatinya milik Sang Pencipta Alam Semesta.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!