_______
Cerita ini adalah fiktif ...!?
Latar belakang cerita bukan di Indonesia.
21+
Yang tidak berkenan boleh skip 🙏
________
Suara desah kenikmatan bercampur tangis, menggema dalam kamar yang cukup luas. Ranjang dan seluruh isi kamar menjadi saksi bahwa sesuatu sedang terjadi di malam yang sangat panas tapi juga sangat mengenaskan.
Lelaki tampan dengan postur tubuh tinggi sedang mengungkung seorang gadis cantik dan mungil dibawah tubuh atletisnya.
Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya lelaki itu mampu menerobos sesuatu yang sedari tadi menjadi pusat pikirannya.
"Ahhh...arkkh.." desahh lelaki itu, ia menyeringai ke arah sang gadis yang masih digagahinya dengan wajah penuh kepuasan.
Sedangkan gadis itu sendiri, ia menjerit tertahan. Ia sudah meronta, mengumpat bahkan memukul untuk menyadarkan lelaki itu atas tindakan apa yang sudah diperbuatnya. Namun sayang, semua tidak ada artinya. Lelaki itu terus melanjutkan aksinya dan akhirnya pertahanan gadis itupun kalah, ia kalah tenaga dari seseorang dihadapannya.
Lelaki itu mulai menguasai tubuh sang gadis. Ia pun sangat menikmati permainannya. Merasakan sesuatu yang lain dari gadis-gadis yang selama ini pernah ia kencani.
Sementara, gadis itu justru menumpahkan airmatanya yang seakan tiada habisnya.
Lelaki itu terus memacu dan memompa miliknya didalam inti sang gadis. Mulutnya meracau penuh kenikmatan dan matanya diselimuti kabut gairahh.
"Hentikan, Kak!" Lagi-lagi gadis itu memekik. Ia terus mencoba menghentikan aktifitas Sang Lelaki.
"Sebentar, Sayang," jawabnya serak. "Nikmati ini! Kita akan menyelesaikannya dan akan mengulanginya lagi nanti karena ini sa..ngat..enghh," sambungnya seraya memacu semakin kuat.
"Tidak akan!" Ucap gadis itu di sisa-sisa kekuatannya yang hampir habis. Sangat sakit, itulah yang ia rasakan. Terutama karena ia sama sekali tak mengharapkan kejadian ini. Ini juga yang pertama kali baginya. Dalam hidupnya, ia ingin melakukan hal ini dengan orang yang ia cintai dan mencintainya, bukan seperti saat ini.
"Kenapa, Sayang? Bukankah kita sudah sah menjadi suami istri?" Tanya lelaki itu sambil mengadahkan kepala keatas, ia mendongak, puncaknya hampir tiba.
"You're Crazy! Aku bukan istrimu!" Pekik gadis itu, ia ingin meronta lagi tapi tetap tidak bisa bergerak sama sekali. Tubuhnya dikuasai habis-habisan oleh Lelaki yang sebenarnya sudah menjadi kakak iparnya.
*
*
*
"Kau breng-sek!" Gadis itu mengumpat Lelaki yang sudah tertidur bergelung dengan selimut. Sambil bersungut-sungut, ia mengambil semua pakaiannya yang berceceran dilantai.
Gadis itu tidak henti-hentinya menangis bahkan setelah kegiatan panas yang merenggut mahkotanya telah berakhir satu jam yang lalu.
Gadis itu pun berlalu, meninggalkan kamar yang menjadi saksi bisu perbuatan keji Sang Ipar terhadap dirinya.
...🌸🌸🌸🌸🌸🌸...
"Hai.. adikku sayang.." Alexa menghampiri adiknya yang tengah menonton televisi di dalam kamar. Sang adik menatap kakaknya dengan sorot mata yang tak terbaca.
"Kau baru pulang, Kak?" tanya Sang Adik seraya melihat jam di dinding, yang menunjukkan sudah pukul 10 pagi.
"Huum.. aku lelah." Sang Kakak langsung menghempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang empuk yang ia duduki.
"Kau gila, Kak. Bisa-bisanya kau pergi setelah pesta pernikahanmu berakhir." Sang Adik menatapi Kakaknya yang sudah memejamkan mata. "Kau bahkan baru pulang sekarang!" sambungnya.
"Diamlah, Val!" Alexa membalikkan tubuhnya, memunggungi posisi Vallery, sang adik.
Vallery memejamkan matanya sejenak, ia benar-benar kesal pada Kakaknya. Alexa tidak pulang di malam pengantinnya dan Vallery yang terkena imbasnya. Vallery menjadi perempuan pengganti yang harus memenuhi naf*su Edward yang sudah resmi menjadi Kakak iparnya.
Haruskah Vallery menceritakan yang telah terjadi pada sang Kakak?
"Kau tidak boleh tidur disini, Kak! Kau harus ingat jika kau sudah menikah sekarang. Tidurlah dikamar yang ditempati suamimu!" Kata Vallery seraya menukar-nukar saluran televisi dengan remote control.
Terdengar helaan nafas kasar, Alexa mendengus. Sedetik kemudian ia membuka matanya dan duduk tegak disamping Sang Adik.
"Kau kuliah saja yang rajin. Jangan mencampuri urusan orang dewasa." Kata Alexa.
Vallery berdecak, gadis itu terus saja menukar-nukar saluran televisi. "Aku sudah dewasa, Kak. Umurku sudah dua puluh satu tahun dan sebentar lagi kuliahku akan selesai." sahutnya tanpa berniat menoleh.
Alexa mengangguk-angguk. "Ya, kau ternyata bukan adik kecilku lagi. Kau juga pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Yah, Vallery cukup tahu yang terjadi dengan keluarganya. Semenjak sang Ibu kandung meninggal, ia dan Alexa harus tinggal berdampingan dengan ibu tiri. Ibu tiri yang tidak punya anak tapi juga tak ingin menganggap mereka berdua sebagai anak.
Ibu tiri mereka ternyata hobi berjudi di Casino, hingga memiliki banyak hutang. Mau tidak mau, sang Ayah pun membayarkan hutang istrinya, hingga harta mereka perlahan-lahan mulai habis dan hanya menyisakan Rumah yang saat ini mereka tempati.
Disaat keadaan terpuruk, Ayah merekapun meninggal akibat serangan jantung. Menyisakan Vallery, Alexa dan sang Ibu tiri di Rumah orangtua mereka.
Kakak beradik itu tidak cukup tega untuk mengusir sang Ibu tiri karena mengingat permintaan terakhir Ayah mereka, mereka harus tetap tinggal bersama-sama kecuali jika Ibu tirinya menginginkan hidup yang baru.
Namun sayangnya, kebaikan dan kemurahan hati mereka tiada artinya, Ibu tiri yang sudah kecanduan berjudi, tidak pernah merasa jera.
Ternyata mobil, rumah dan seluruh isinya juga telah dijual oleh Sang Ibu tiri, membuat mereka berdua mau tak mau harus mempertahankannya dengan cara apapun.
Vallery masih berkuliah. Sedangkan Alexa, ia baru merintis menjadi seorang model. Gaji dan tabungannya belum cukup banyak untuk menebus Rumah orangtuanya.
Alexa akhirnya sepakat untuk menikah dengan Edward, seorang pengusaha yang ternyata membeli Rumah mereka.
Pernikahan itu diusulkan oleh Patricia sang Ibu tiri. Awalnya Alexa menolak, tapi ia tidak bisa kehilangan Rumah peninggalan orangtuanya.
Alexa melihat Edward yang tampan dan mapan, akhirnya ia menyetujui pernikahan itu.
Tentu saja tidak ada cinta diantara mereka. Alexa tidak tahu kenapa Edward menyetujui pernikahan itu. Tapi intinya, rumah yang sekarang mereka tempati sudah kembali dan mereka tetap bisa tinggal di dalamnya.
"Aku sudah menikah dengannya, itu berarti Rumah ini sudah kembali menjadi milik kita." Alexa tersenyum hambar, sedangkan Vallery menyembunyikan wajah dengan telapak tangannya sendiri.
"Kau kenapa, Val?" Alexa mengguncang pelan pundak Adiknya, ia mendengar isak tangis Vallery.
Vallery menggeleng namun enggan memperlihatkan wajahnya.
"Kenapa kau yang menangis? Jangan bersedih. Aku tidak apa-apa harus menikah dengan Ed untuk menebus rumah ini, lagipula dia lelaki yang tampan." Alexa terkekeh nyaring. "Yeah, dia tampan walaupun tidak ada cinta diantara kami," lanjutnya yang lebih terdengar seperti gumaman.
...To be Continue ......
_______
Vallery menyampirkan tas dibahunya, kemudian dia beranjak untuk meninggalkan Rumah besar itu. Rumah dalam keadaan sepi, Alexa sepertinya sudah berangkat untuk pemotretan. Sedangkan Edward, entahlah.. mungkin dia juga tengah bekerja mengurus bisnisnya di bidang property.
Yah, Edward adalah seorang pengusaha property dan dia lah yang dulu membeli Rumah orangtua Vall dan Alexa. Mungkin dia memiliki aset yang sangat banyak dan mewah.
Entah kenapa dia memilih untuk tinggal disini. Ah ya, dia harus tinggal bersama Alexa. Mereka sudah menikah, bukan? Kenapa sekarang Vall malah merasa tak senang dengan kenyataan itu, ada apa dengannya?
Vallery berpikir, kenapa pula Ed mau menikah dengan Alexa padahal mereka baru mengenal? Tidak mungkin Ed setuju dengan pernikahan itu karena juga menginginkan rumah keluarga mereka, dia pasti memiliki banyak aset yang lain, yang melebihi rumah keluarga mereka. Kenapa dia mau menikah dengan Alexa hanya karena rumah ini?
Ed juga tampan, dia bisa dapat gadis atau wanita yang lebih dari Alexa. Walaupun Alexa juga cantik, tapi seharusnya Ed bisa memilih. kenapa dia menyetujui dengan gampang soal pernikahan? Entahlah, mungkin hanya lelaki itu yang mengetahui alasannya yang sebenarnya, sehingga ia mau terikat dalam pernikahan tanpa cinta dengan Alexa.
Saat kepala Vall dipenuhi dengan banyak pertanyaan tentang pernikahan Alexa dan Ed yang terkesan tak masuk akal, saat itu pula ia terkejut melihat keberadaan Ed yang menghadangnya di depan pintu masuk.
Vall merasa takut jika harus bertemu seperti ini dengan Ed, ia kembali mengingat malam kelamnya dimalam pertama yang harusnya dilakukan Ed bersama Alexa, Kakaknya.
"Kau Vallery, adik Alexa ..." tebak Ed. Ed ingin menyapa Vallery.
Vallery mengangguk samar.
"Kau mau kuliah?" tanya Ed lagi, ia melihat Vall yang berdiri menunduk didepan pintu. Vall merasa takut bertemu Ed, tapi Ed bersikap seolah tak pernah terjadi apapun diantara mereka berdua. Bahkan Ed terkesan baru melihatnya hari ini.
Vallery mengangguk lagi. "Yah," jawabnya singkat.
"Apa kau tahu kemana Alexa?"
"Mungkin ada pemotretan. Seharusnya kau yang lebih tahu."
"Aku?"
"Ya, kau suaminya, Kak." jawab Vallery cepat dan ia gegas meninggalkan rumah itu.
Edward terdiam, ia menatap kepergian Vallery sampai tak terlihat lagi. Lalu, ia seakan menyadari akan sesuatu saat itu juga. Vallery memanggilnya dengan sebutan 'Kak'. Kenapa itu terdengar tak asing?
Edward bergeming didepan pintu, ia tidak bergerak. Sekelebat ingatan tentang malam pengantinnya tiba-tiba hadir. Saat itu ia dalam keadaan mabuk berat. Ia bahkan pergi ke Club begitu acara resepsi selesai.
Ed mengangkat bahunya seraya memasuki kediamannya yang juga rumah Alexa dan Vallery.
Ed menghempaskan tubuhnya di sofa ruang kerja. Ia memijat pelipisnya. Sudah empat hari berlalu sejak pernikahannya dengan Alexa, namun ia sangat jarang bertemu dengan istrinya. Ia belum pernah berbicara lagi dengan Alexa sejak malam pengantin mereka. Apa malam itu dia terlalu kasar dan membuat Alexa merajuk?
Ada apa sebenarnya?
Ed ingin membujuk Alexa agar wanita itu juga mulai membuka hati untuknya, namun sayang Alexa seperti menutup akses untuk Ed mendekati dirinya. Alexa juga kerap tidur dikamar Vallery.
"Aku pikir setelah malam itu, kita akan sama-sama membuka hati, Lex." Gumam Ed seraya memandang langit-langit ruangan. Tapi mendadak ia terngiang-ngiang oleh suara Vallery, sehingga kini pikirannya malah memikirkan tentang gadis itu.
"Kenapa aku malah memikirkan gadis yang sudah jadi adik iparku?" Batin Ed merasa heran.
...🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒...
Vallery tiba dikampusnya, ia dikagetkan oleh kedatangan Sophia yang tiba-tiba sudah ada disampingnya.
"Kau melamun, Vall?" Tanya Sophia.
Vall menggeleng lemah.
"Kau kenapa? Ada apa denganmu?"
"Nothing ..."
"Oh, ayolah! Aku mengenalmu. Aku tahu mood mu sedang tidak baik." Ucap Sophia.
Vallery mendekat ke sisi Sophia, ia berbisik ditelinga gadis itu. "Sophi, apa kau sudah pernah melakukan--itu bersama Justin?"
Sophia mengernyit, pertanyaan apa yang ditanyakan oleh Vallery ini?
"Itu? Itu apa, Vall?"
Vallery menyatukan kedua telunjuknya satu sama lain sebagai isyarat untuk Sophia.
"What?" Shopia tidak paham dan dia tidak puas dengan penjelasan Vallery yang absurd.
"Sudah lupakanlah, kita tunggu Mrs. Brenda datang." Kata Vallery merujuk pada seorang dosennya.
Sophia berdecak, kemudian dikepalanya terlintas sesuatu yang mungkin saja sesuai dengan maksud Vallery walaupun sebenarnya dia tidak yakin. Anggap saja ia sedang menggoda Vallery jika ternyata yang ia maksudkan adalah salah.
"Vall, apa maksudmu pernah make-love?" Ujar Sophia seraya mengulang kelakuan Vallery tadi, ia menyatukan juga kedua telunjuk satu sama lain persis seperti yang tadi Vallery lakukan.
Vallery menoleh ke samping untuk melihat wajah Sophia, siapa sangka ternyata gadis itu sudah menyeringai penuh maksud.
"Kau pernah?" Sergah Vallery dan Sophia menatapnya curiga.
"Kenapa? Kau mau melakukannya? Atau kau sudah melakukannya?" Goda Sophia.
"Jawab saja, Sophi!" Vallery menyorot tajam ke mata Sophia. "Pernah atau tidak?" Sambungnya.
Sophia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bersama Justin?" Tanya Vallery lagi.
"Tentu saja, He is my boyfriend! Aku pasti melakukannya dengan kekasihku." Jawab Sophia.
Vallery terdiam seketika. Benar, setiap orang pasti akan melakukannya dengan pasangan masing-masing atau paling tidak, melakukan dengan seseorang yang sama-sama punya ketertarikan satu dan lainnya. Sama seperti Sophia dan Justin, serta seperti Alexa dan Jonathan dulu. Lalu bagaimana dengannya? Ia bahkan tidak mengenal Ed secara keseluruhan. Ia juga baru bertemu Ed saat pernikahan kakaknya berlangsung. Secara tidak langsung, ia baru bertemu Ed pertama kali dan kejadian itu pun terjadi tanpa ia duga.
"Kau sudah punya kekasih, hmm?" Sophia menaik-naikkan alisnya.
"Nothing..." Jawab Vallery dan Sophia memutar bola matanya malas.
"Okay. Sekarang kita belajar!" Kata Sophia.
"What? Maksudnya?" Vall menatap Sophia heran, ia pikir perkataan Sophia menjurus soal belajar "hal itu" karena mereka sedang membahasnya sekarang. Tapi Sophia menggendikkan dagunya ke arah depan kelas dan ternyata Mrs. Brenda sudah berdiri disana.
Seolah mendengar isi pikiran Vallery, Sophia kembali buka suara. "Kita belajar mata kuliah dulu, setelah itu barulah belajar hal tadi." Ucap Sophia lagi seraya terkikik pelan.
Suara Mrs. Brenda pun memenuhi ruangan yang mendadak hening sejak kedatangannya.
"Hallo Class, kita kedatangan teman baru." Ucapnya semringah.
Semua yang ada disana lantas menoleh ke depan, memfokuskan diri pada seseorang yang entah sejak kapan sudah berdiri disana.
Seorang lelaki dengan perawakan tinggi dan bermata kehijauan.
"Hai, aku Josh." Ucapnya memperkenalkan diri singkat. Lelaki dengan hoddie hitam itupun duduk disalah satu kursi kosong tepat dibelakang Vallery.
"Vall, yang seperti itu.. bisa kau jadikan teman untuk belajar." Bisik Sophia tepat ditelinga Vallery. Perkataannya merujuk pada lelaki yang baru saja memasuki kelas mereka. Dan Vallery paham yang dimaksud belajar oleh Sophia adalah belajar hal yang tadi sempat ia dan Sophia bahas.
Vallery menggelengkan kepalanya pelan. Sophia masih saja menggodanya-pikirnya.
...To be Continue ......
________
Vallery mengerutkan dahi saat semua orang yang berada di cafetaria kampus terdengar sedang membahas Mahasiswa baru yang satu kelas dengannya.
"Namanya Josh. Dia benar-benar tampan." Kata seseorang yang berada di meja sebelah Vallery.
"Pesonanya luar biasa. Apa dia masih single?" Ucap seorang yang lain.
"Mungkin saja."
"Tidak mungkin. Lelaki seperti itu pasti seorang pemain wanita."
Kemudian terdengar tawa nyaring dari gadis-gadis itu.
Vallery menghela nafasnya, wajar saja jika teman-teman perempuan yang seusianya membicarakan ketertarikan pada lawan jenis. Tapi hal itu tidak berlaku pada Vallery, dia tidak tertarik menjalin hubungan. Apalagi setelah keadaannya tak lagi sama seperti dulu.
Walau seseorang yang tidak perawan sangat biasa dikalangan mereka, bahkan menjadi trend tersendiri. Tapi itu tidak berlaku bagi Vallery, terlebih lagi ia kehilangan itu bukan karena keinginannya.
Vallery mencoba tidak mempermasalahkan hal itu lagi, walau sebenarnya ia amat terpukul dan merasa kehilangan kepercayaan dirinya.
Akhirnya, Vallery mengabaikan ucapan para gadis disekitarnya--yang hari ini sepertinya sedang mengelu-elukan lelaki bernama Josh itu.
Vallery memesan makanan karena ia sudah sangat lapar. Ia duduk sendiri di cafetaria, karena Sophia, satu-satunya teman yang akrab dengannya sedang bertemu dengan Justin--pacar Sophia yang kuliah di Universitas yang sama tapi di jurusan yang berbeda.
"Apa aku boleh duduk disini?" Suara seseorang berhasil membuat Vallery menatap. Ia menghentikan aktifitas makannya.
"Sure, duduk saja. Ini tempat umum." Jawab Vallery cuek.
Lelaki itu mengangguk sekilas, kemudian dia duduk dan membuka laptopnya. Vallery melanjutkan makan tanpa merasa terganggu, ia menganggap tidak ada siapapun duduk dihadapannya.
Entah ada angin apa, baru saja seluruh gadis yang ada di cafetaria ini membicarakannya, sekarang orang itu malah duduk santai dihadapan Vallery.
Vallery merasa penasaran seperti apa sosok yang disanjung-sanjung para gadis tadi, walau ia sempat melihat ketika di kelas, tapi Josh duduk dibelakangnya sehingga ia tak begitu memperhatikan.
Sekarang Josh berada didepannya, Vallery pun melirik-lirik sekilas ke arah Josh yang masih sibuk sendiri dengan laptopnya.
"Hmm, kau berada dikelas yang sama denganku, bukan?" Tiba-tiba Josh bertanya pada Vallery, matanya menangkap basah mata Vallery yang tengah memperhatikannya.
Vallery terbatuk-batuk karenanya, Vall begitu terkejut. Ia tidak pernah menyangka tindakan yang dilakukan oleh Josh, karena sedari tadi Josh terus fokus mengetik-ngetik di laptopnya.
Josh memberikan Vallery tisu dan Vallery menerimanya dengan berterima kasih.
"Kau belum menjawab, kita sekelas. Right?"
"Yes.."
Josh mengangguk-angguk. "Namamu?"
"Ya?"
"Namamu siapa?"
"Aku? aku Vallery."
"Aku Josh." Lelaki itu tersenyum pada Vallery dan Vallery membalas senyuman itu dengan datar.
...🍒🍒🍒🍒🍒🍒...
"Kak, sampai kapan kau akan tidur disini bersamaku?" Vallery bertanya pada Alexa yang tengah bersandar di Headboard tempat tidur.
"Kenapa?"
Vallery berdecak lidah. "Sudah berapa lama kau menikah?" tanyanya.
"Kau bisa menghitung hari, kan? Jangan bilang kau lupa jika pernikahanku baru empat hari." Jawab Alexa malas.
Vallery mendengus. "Maksudku, kau sadar tidak jika kau dan Kak Edward adalah pengantin baru. Pergilah ke kamar kalian."
"Kau keberatan aku tidur disini?" Sarkas Alexa.
"CK! Bukan begitu maksudku, Kak. Maksudku, apa kau tidak mau mendekatkan diri dengan suamimu?"
Alexa memutar bola matanya malas. "Untuk apa melakukan hal itu?" Tanyanya.
"Kak, bukankah sebelum kalian menikah, kakak sempat mengatakan jika dia tampan dan kaya? Kakak juga bilang jika tidak ada salahnya mencoba untuk bersamanya!"
"Lalu? Masalahnya dimana, Vall?" Tanya Alexa seraya mengambil gadget diatas nakas. Tidak ada intonasi marah dari ucapannya hanya nada malas-lah yang terdengar.
"Kenapa Kakak memilih pergi disaat malam pengantin kalian?" Akhirnya Vallery menanyakan hal yang selama beberapa hari ini ia pikirkan. Jika saja malam itu Alexa tidak pergi, otomatis Edward tidak akan melakukan hal itu pada Vallery.
"Aku pergi karena dia yang lebih dulu pergi meninggalkan aku dimalam pertama kami, Vall." Jawab Alexa dengan nada terendah. Entah kenapa Vallery menangkap ada kekecewaan dari ucapan Alexa itu.
"Harusnya kalian saling bicara, Kak. Tanyakan padanya kenapa dia pergi. Kau juga tiba dirumah saat hari sudah hampir siang." Vallery membuang pandangannya ke arah lain.
"Untuk apa aku pulang jika orang yang baru saja menjadi suamiku pun tidak pulang kerumah."
"Kau yakin dia tidak pulang?"
"Ya, aku menelepon nomornya dan dia berada di Club malam. Sudah jelas dia sedang meratapi nasibnya disana dan tidak akan pulang." Alexa menangis tiba-tiba.
"Kak, kau menangis? Maafkan aku, Kak."
"Untuk apa kau meminta maaf?" Alexa menatap Vallery, sementara Vallery bingung harus menjawab apa lagi. Akhirnya Vallery memeluk sang Kakak untuk menenangkannya.
Padahal awalnya Vall ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Ed malam itu pada Alexa. Tapi melihat sikap kakaknya yang menangis, membuatnya ragu. Apa Kakaknya telah memiliki perasaan lebih pada Ed sekarang?
"Kak, apa aku boleh menanyakan sesuatu lagi?" Vallery mengurai pelukannya dari tubuh Alexa.
"Hmm, tanyakan."
Vallery menatap Alexa yang mengusap airmatanya dengan tisu, ia menarik nafas dalam-dalam sebelum memutuskan bertanya.
"A-apa kau me-menyukai Kak Edward?" Tanya Vallery gugup.
"Jujur saja, aku menyukainya. Aku tidak tahu apa alasan dia mau menikahiku. Tapi kami sudah resmi menikah, bukan? Apa aku salah jika berharap lebih padanya?"
Deg!
Jawaban Alexa berhasil membungkam mulut Vallery, ia tidak kuasa jika harus jujur pada Alexa. ia takut menyakiti hati Alexa yang ternyata sudah menyukai Edward.
"Se-sejak kapan? Ka-kapan kau menyukainya, Kak?" Akhirnya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Vallery.
"Sejak pertemuan pertama kami. Aku langsung menyukainya. Waktu itu Patricia mempertemukan kami dan mulai mengajukan permintaan sebagai syarat untuk menebus Rumah ini."
Entah kenapa, Vallery merasa sakit hati mendengar hal ini. Entah sakit karena Kakaknya justru menyukai lelaki yang telah merenggut kehormatannya atau sakit hati karena ia mulai merasa ada yang aneh pada hatinya setiap melihat Edward?
Apa setelah malam kelam itu Vallery memiliki perasaan pada Edward? Vallery tahu saat itu Edward berada dalam pengaruh Alkohol. Ia mencium aroma Alkohol saat Ed menciumnya. Ed juga mengucapkan kalimat yang mengira jika dirinya adalah Alexa. Ed pasti mengira dia sedang melakukan malam pertama bersama Alexa. Itulah yang menyebabkan Ed merasa biasa saja saat bertemu dengannya, karena sesungguhnya Ed tidak sadar atas apa yang telah dia lakukan.
Lalu, bagaimana dengan Vallery sekarang?
Alexa menyukai Ed, Ed juga mengira telah melakukan malam pertama bersama Alexa. Padahal kenyataannya Vallery lah yang menjadi korban disini.
Vallery ingin jujur pada Alexa tapi ia menghargai rumah tangga sang Kakak. Dan saat mengetahui Alexa menyukai Ed, ia juga jadi merasa bersalah. Padahal apa dia bersalah? Dia tidak menggoda Ed malam itu. Dia juga sudah meronta-ronta minta dilepaskan oleh Ed tapi Ed tidak menggubrisnya.
Apa sekarang dia harus diam? Ya, sepertinya dia memang harus diam. Edward juga tak mengingatnya. Edward mabuk berat dan saat lelaki itu bangun dipagi hari, Vallery juga sudah tak berada disampingnya.
Vallery yakin Ed tidak akan mengingat apapun, jadi dia memutuskan untuk tutup mulut dan menganggap ini semua sudah selesai.
Rumah tangga Ed dan Alexa akan baik-baik saja. Mereka hanya perlu mendekatkan diri mulai dari sekarang. Yah, Vallery memilih bungkam jika memang itu yang terbaik. Dia tidak salah, Ed pun tidak salah. Alexa juga tak mengetahui apa-apa. Diam adalah yang terbaik.
Soal kondisi dan perasaannya sekarang adalah nomor terakhir. Karena walau bagaimanapun, Alexa sudah berkorban untuk mempertahankan Rumah peninggalan orangtua mereka. Vallery juga masih boleh tinggal disini bersamanya, jadi sekarang giliran Vallery yang berkorban untuk sang Kakak.
Paling tidak, dengan tetap diam semoga rumah tangga Kakaknya akan baik-baik saja. Vallery mendoakan yang terbaik untuk Kakaknya, ia mengabaikan rasa sakit hatinya.
"Kak, kembali lah ke kamar kalian." Vallery berdiri dan mengulurkan tangan, mulai sekarang ia akan membantu sang Kakak untuk mendekatkan diri pada suaminya.
"Vall.."
"Come on.." kata Vallery lagi.
Antara berat hati dan kemauan, akhirnya Alexa bangkit dan mengikuti sang Adik.
Benar kata Vallery, Rumah tangganya baru dimulai dan dia harus berusaha mendekatkan diri dengan Edward.
...To be Continue ......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!