BAB 01.
*** Istriku Bocah SMA ***
Satya menyesal saat menolak ucapan Mamanya untuk bertemu dengan calon istri - nya yang di pilih kedua orang tuanya. Padahal saat itu Mamanya bilang Satya bisa membatalkan perjodohan jika memang tidak suka dengan perempuan yang mereka jodohkan dengannya.
Tapi Satya berlagak menjadi anak baik yang selalu menuruti ucapan kedua orang tuanya dan memilih untuk menerima perjodohan dari orang tuanya tanpa mau bertemu dengan perempuan yang akan menjadi istrinya lebih dulu.
Dan bahkan Satya meminta agar pernikahan mereka di percepat dengan alasan supaya kedua orang tuanya tidak terlalu memikirkan Satya lagi. Maksudnya tidak perlu khawatir saat Satya tinggal di Apartemennya karena nanti akan ada istrinya yang akan mengurusi dirinya.
"Satya apa kamu yakin benar mau menikah dengan Risa tanpa mau ketemuan dulu?" tanya Mamanya saat itu.
"Satya yakin. Mama dan Papa pasti sudah memilih perempuan yang terbaik untuk Satya." balas Satya saat itu dengan mantap.
"Kami bangga punya anak seperti kamu Satya... Kamu jangan khawatir, kami akan bilang pada keluarga Risa untuk mempercepat pernikahan kalian." ucap Papa Satya dengan senyuman lebarnya.
Dan Satya melongo tidak percaya saat hari pernikahannya tiba dan melihat calon istrinya. Bukan karena perempuan itu jelek dan buruk rupa, malah sebaliknya, perempuan itu sangat cantik, tapi perempuan yang akan menikah dengannya itu adalah perempuan remaja yang lebih pantas di sebut gadis remaja. Satya yakin bahkan umurnya belum ada dua puluh tahun.
Dan Satya sangat amat terkejut saat tahu bahwa umur gadis yang dia nikahi itu masih belia atau baru saja berumur tujuh belas tahun. Gadis SMA kelas tiga.
"Kenapa kamu mempercepat pernikahan kita? Aku memang suka sama kamu, tapi demi Tuhan... Aku masih SMA kelas tiga!" seru gadis yang telah resmi menjadi istrinya pada pesta pernikahannya itu.
"Aku bahkan tidak tahu kalau kamu itu masih bocah SMA." ucap Satya pelan.
"Aku menyesal karena tidak mau bertemu dengan kamu lebih dulu bocah." lanjut Satya.
Gadis itu mendelik kesal. "Aku bukan bocah!" seru gadis itu dan dengan kurang ajarnya dia berani menginjak kaki Satya dengan sepatu hak tinggi super lancip milik gadis itu.
"Awhhh.." ringis Satya menatap kesal pada gadis bernama Risa Diandra yang telah menjauhi dirinya dan mengulurkan lidahnya seperti bocah.
Ahh dia memang bocah Satya, jangan lupa bahwa dia masih tujuh belas tahun dan kini ia terlihat seperti om om yang menikah dengan anak anak atau lebih tepatnya seperti pedofil yang menyukai anak anak.
***
"Om minta uangnya dong," pinta Risa menyodorkan tangannya pada Satya.
"Mau ke mana, ini kan hari minggu." balas Satya dan kembali mengunyah nasi goreng buatannya. Iya buatnya, bukan buatan istrinya. Bisa meledak dapurnya jika membiarkan gadis labil itu memasak di dapurnya.
"Jalan-jalan lah Om." ucap Risa sembari memutar bola matanya malas.
"Jalan tidak butuh uang kan?"
"Ya masa nanti aku tidak belanja, kan' pasti teman aku belanja semua. Ya kali aku cuma ngikutin mereka tanpa beli satu pun barang." ucap Risa memasang ekspresi sedih.
Ini adalah hari ke tujuh di mana gadis bernama Risa Diandra itu resmi menjadi istrinya dan merepotkan dirinya!
Satya menghela nafas malas, tidak tega melihat ekspresi Risa pun akhirnya memberikan kartu kreditnya.
"Kamu boleh pakai berapun tapi ingat ya mulai saat ini jangan panggil aku dengan sebutan Om... Aku tidak setua itu juga kan?"
"Jadi aku harus panggil Om apa dong, situ kan emang udah tua." cetus Risa.
"Jadi tidak mau nih." ucap Satya yang hendak kembali memasukan kartu kredit-nya ke dalam dompet.
"Duhhh iya iya Om belum tua--- eh eh maksudnya... Jadi aku harus panggil apa?"
"Kakak."
"Kakak! Oh oke kakak Satya... Sekarang tolong berikan kartu itu." ucap Risa riang karena Satya menyerahkan kartu kreditnya.
"pin-nya tangal lahirku."
"oke."
"Aku boleh belanja apa saja kan?" tanya Risa.
"Boleh."
"Berapa saja boleh?"
"Iya."
"Asik!! Makasih ya Om--eh Kakak Satya baik banget deh. Muachhhh."
Satya memegang pipinya yang baru saja di cium Risa sebelum gadis itu berlari menuju kamarnya. Ada gelayar aneh dalam hatinya saat menerima ciuman singkat yang bahkan hanya di pipi dari bocah SMA itu.
Satya menggelengkan kepalanya, tidak mungkin kan dia suka sama bocah SMA macam Risa. Demi apa pun umur mereka berpaut jauh dan andai saja di hari pernikahan mereka Satya bisa membatalkan pernikahan itu agar tidak terjadi, tapi dia tidak bisa melakukannya karena sudah terlanjur berjanji pada kedua orang tuanya.
"Om-eh kakak, aku pergi dulu ya, mungkin pulangnya sore atau malah malem. Jadi jangan kangen ya." ucap Risa dengan senyuman lebarnya.
Satya mendengus, siapa juga yang bakalan kangen sama bocah SMA pecicilan macam Risa.
Dan setelah Risa pergi, Satya bingung mau ngapain lagi. Biasanya setiap hari minggu dia kumpul bersama keluarganya di rumah kedua orang tuanya, tapi saat ini ia tidak mungkin ke sana tanpa membawa Risa kan?
Bisa panjang ceritanya jika ia pulang tanpa Risa!
Sial kenapa gadis itu merepotkan sekali sih. Gerutunya kesal.
Satya pun memilih keluar dari apartemennya untuk makan siang di sebuah restoran yang biasa dia datangi. Restoran itu berada di dalam mall, tepat sekali di depan Apartemennya. Jadi tidak perlu menggunakan mobil karena itu akan memakan waktu cukup lama, mengingat setiap hari minggu jalanan di kota tempat tinggalnya ini sangat banyak kendaraan.
Satya menghela nafas lega setelah sampai di restoran dan memesan makanan yang biasa ia pesan jika datang ke sini.
"Woy bro!! tumben kamu ke sini?" ucap seseorang yang langsung duduk di hadapannya.
Dia Reno Wijaya, pemilik restoran itu dan juga adalah teman baik Satya.
Satya mendengkus."Seperti aku tidak pernah ke sini saja."
"Bukan begitu, maksudku, Ini kan hari minggu. Jadwalnya kamu menyusu dengan Ibu kamu." ucap Reno meledek Satya, dia tidak tahu jika Satya sekarang telah menikah. Karena Reno orangnya Ember, jadi Satya tidak mengundangnya di hari pernikahannya saat itu.
Satya mendelik kesal pada Reno.
"Wesss bro santai." ucap Reno seraya terkekeh saat melihat Satya yang sudah melotot padanya.
"Bang Renoooo!"
Reno menghentikan tawanya saat mendengar suara cempreng menggelegar memanggil namanya. Tidak lama setelah itu dua gadis berjalan kearah mereka dengan tangan penuh belanjaan.
"Risa, Mella... Jangan berteriak karena ini bukan hutan oke."
"Ye Abang Reno mah jahat begitu saja marah." ucap gadis bernama Mella cemberut.
"Kalian mau ngapain ke sini?" tanya Reno mengalihkan pembicaraan. Matanya tidak lepas menatap Risa yang sedang makan eskrim tanpa peduli keadaan sekitar.
"Mau makan lah, ya kali mau mandi." ucap Mella sebal.
"Mau makan itu ya pulang ke rumah bukan ke sini!" seru Reno.
"Dih galak amat, amat aja baik banget sama aku."
"Risa duduk, mau pesan apa? jangan khawatir sama harganya... Semuanya gratis kok, ya kan bang?"
Reno mendengkus tapi tak urung ia mengangguk juga.
"Ye, makasih Abangku yang ganteng. Tuhh kan Risa kita bisa makan apa aja di sini." ucap Mella senang.
Risa mendongak karena eskrim yang dia makan juga sudah habis.
"Loh Om-eh kakak Satya ada di sini juga." ucap Risa kaget saat mendapati Satya ada di hadapannya.
Satya mendengkus, padahal ia sudah berusaha menutupi mukanya dengan buku menu. Tapi kenapa gadis itu masih mengenalinya, dan jangan sampai gadis itu memberitahu Reno dan adiknya jika ia adalah suami bocah SMA itu. Mau di taruh di mana mukanya jika sampai itu semua terjadi.
.
.
Mohon maaf jika kalian masih menemukan banyak typo....
**Sebelumnya saya cuma mau bilang, kalau mau minta feedback. Tolong dong kakak benar benar like cerita ini dari awal sampai akhir, jangan cuma like di awal dan komentar di akhir cerita tapi minta feedback!
Kalian tahu kan arti feedback itu apa? Saya tahu loh kalau misalnya kamu minta feedback tapi cuma like di awal dan akhir doang.
Bukanya ngemis like, tapi itulah arti feedback sesungguhnya :v**
BAB 02.
*** Istriku Bocah SMA ***
Risa berjalan santai melewati koridor sekolah barunya tanpa peduli dengan nyinyiran beberapa siswi dan siswa yang berpapasan dengannya menuju ruang kepala sekolah. Karena ini bukan pertama kalinya Risa menjadi siswi baru, sudah entah keberapa kali ia harus terpaksa pindah sekolah karena --nanti kalian juga akan tau---. Namun kali ini ia pindah sekolah karena sengaja supaya dekat dengan tempat tinggalnya yang baru, Apartemen Satya.
"Jadi kamu yang namanya Risa Diandra?" tanya kepala sekolah saat Risa sudah duduk manis di kursi yang berhadapan dengan kepala sekolah itu.
Risa tersenyum manis dan mengangguk mantap. Walau dalam hati dia sudah mencibir seperti 'udah tau pake nanya!.
"Ini jadwal pelajaran kamu dan kunci loker kamu. Seragam kamu udah beli semua kan?" Tanya Pak kepala sekolah menaruh lembaran kertas dan sebuah kunci di meja.
Lagi. Risa kembali memasang senyuman manisnya sembari mengangguk. Lalu berkata, "sudah Pak..."
"Bu Ita akan mengantar kamu ke kelas kamu... Bu Ita tolong antar siswi baru ini ke kelas 12 IPA 2." ucap pak kepala sekolah.
"Baik Pak."
Kemudian Risa pun mengikuti Bu Ita menuju kelasnya.
"Permisi, maaf menggangu sebentar.... Ada murid baru di kelas ini Bu Vivi." ucap Bu Ita setelah mengetuk pintu kelas dan di persilahkan masuk oleh Bu Vivi.
"Oh tidak apa-apa." ucap Bu Vivi.
"Kalau begitu Saya kembali ya Bu Vivi." pamit Bu Ita.
"Silahkan perkenalkan diri kamu." ucap Bu Vivi pada Risa.
Risa yang berdiri di depan kelas menatap siswa siswi yang akan menjadi teman barunya itu lalu berkata.
"Namaku Risa Diandra, pindahan dari SMA Garuda." ucap Risa.
"Ada yang mau bertanya?" tanya Bu Vivi membuat kelas jadi ribut bagian cowoknya.
"Risa kamu cantik banget sih."
"Nama kamu mirip pemeran film Danur, semoga kamu nggak indigo kayak Risa itu ya, kan horor."
"Itu rambut kamu kenapa warnanya ada pink pinknya, lucu banget sih"
"Risa udah punya pacar belum."
"Risa dalemannya pink ya, itu kelihatan."
Dan masih banyak lagi seruan ambigu lainnya dari para cowok dan Risa hanya membalasnya dengan senyuman manis membuat para cowok kembali berseru heboh. Berbeda dengan para cewek yang mencibir dirinya ini itu, tapi Risa tidak peduli.
"Sudah sudah, Risa silahkan duduk di samping Rama." ucap Bu vivi.
"Terima kasih Bu..." balas Risa lalu berjalan santai menuju bangku yang tadi Bu Vivi tunjuk. Bangku paling belakang dan di bagian paling pojok.
"Hai Aku Rizky Ramadani."
Risa mengerutkan dahinya bingung saat cowok sebelahnya mengenalkan namanya dengan nama 'Rizky Ramadani'.
"Biasa di panggil Rama sama anak anak, emang aneh bukan nama depan malah nama tengah." jelas Rama saat menyadari kebingungan Risa.
"Aku Risa Diandra."
"Salam kenal Risa Diandra." ucap Rama dengan senyuman lebarnya.
"Salam kenal balik." balas Risa.
Risa tersenyum, sepertinya Rama akan menjadi temannya setelah ini.
*** Istriku Bocah SMA ***
"Kamu kenapa deh Sat, dari tadi tidak konsen begitu?" tanya Alya. Sekretaris Satya yang juga sahabat Satya.
Satya memijat pelipisnya yang terasa pusing memikirkan kelakuan bocah yang hampir sebulan ini menjadi istrinya. Entah apa yang di pikirkan gadis itu setelah Satya membuat surat perjanjian pernikahan agar tidak ada yang tahu jika mereka itu adalah pasangan suami istri kecuali memang mereka yang sudah tahu. Dan dengan itu Satya membebaskan gadis itu dalam artian boleh melakukan dan bertindak apa pun yang penting tidak merugikan kedua nya dan juga beberapa kesepakatan lainnya.
Hingga keesokan harinya gadis itu kembali sekolah dengan rambutnya yang sudah berwarna pink. Tidak semua, hanya di ke dua sisi kanan dan kiri sebanyak dua jari saja. Apa yang akan ia jawab saat orang tua mereka tanya nanti. 😕
Belum lagi pakain Risa yang super tidak layak pakai, bagaimana Satya bisa mengatakan jika pakaian Risa tadi layak. Baju putih kekecilan di tambah rok ketat pendek di atas lutut yang sukses mebuat Satya menyemburkan kopinya tadi pagi saat melihatnya. Walaupun baju Risa di lapisi dengan rompi merah putih, tapi Satya masih bisa melihat dengan jelas bentuk tubuh Risa.
"Pak Satya!! Hello Anda baik baik saja kan Pak!" seru Alya kesal karena diabaikan oleh Satya a.k.a atasnya, padahal dia sudah bicara panjang kali lebar sejak tadi tapi Satya malah asik sama duanianya sendiri. Melamun!
Satya pun tersadar dan menatap Alya. "Apaan sih Al, pake teriak teriak segala. Aku tidak tuli ya." dengkus Satya kesal.
Alya mendengkus. "Pertama, jangan panggil Aku Al, karena Aku bukan 'Anak Langit'. Kebdua, Kamu sejak tadi ngelamun terus padahal mulutku nyampe berbusa jelasin semuanya."
Satya tergelak. "Mana? Tidak ada busanya juga?"
"Ahh bodo amat! Kesel aku punya bos kayak kamu... Lama lama aku berhenti juga jadi sekretaris kamu!" seru Alya.
"Yah jangan gitu dong Al, aku kan cuma bercanda. Jangan terlalu serius nanti cepet tua loh." ucap Satya santai.
Alya memutar bola matanya malas, ya kali bercanda tapi mukanya datar gitu!
"Sebenarnya ada apa sih?" tanya Alya.
"Apanya?" tanya Satya balik sambil kembali berkutat pada layar komputernya.
"Kamu lagi ada masalahkan, sejak beberapa hari ini kamu sepertinya kurang konsen kalau meeting. Suka ngelamun." ucap Alya.
Satya mendongak menatap Alya. "Alya, apa kamu punya adek perempuan yang masih SMA?" tanya Satya tanpa menjawab pertanyaan Alya.
"Ya elah orang nanya malah di balas sama pertanyaan..."
Namun Alya tetap membalas pertanyaan Satya itu.
"Aku punya adek yang masih SMA tapi cowok bukan cewek. Kenapa emang?" lanjut Alya bertanya.
"Tidak ada sih cuma tanya saja." balas Satya santai membuat Alya mendelik kesal lalu dengan marah dia meletakkan-ralat- membanting berkas berkas yang harus Satya periksa dan tanda tangani di meja Satya.
"Tahu ah! Tuh berkas yang harus kamu periksa sama tanda tangani... Dan jangan lupa nanti ada janji makan siang sama Bu Melda." ucap Alya lalu keluar dari ruangan Satya, tidak lupa pintu yang di tutup dari luar dengan tidak santai.
"Tahu itu bukannya makanan berwarna putih dan lembut itu ya." Ucap Satya pelan sebelum Alya benar benar keluar ruangannya.
"Marah dia." ucap Satya bingung.
"Memang aku salah apa coba?" tanya Satya entah pada siapa.
*** Istriku Bocah SMA ***
Satya mendengkus melihat penampilan rekan kerjanya, Bu Melda. Sudah tua tapi penampilannya kayak bocah, jika saja kerja sama dengan Bu Melda bisa di batalkan. Mungkin Satya tidak akan bertemu dengan Bu Melda yang selalu tersenyum lebar, selebar dia membuka kakinya. 😴
"Maaf harus membuat Anda menunggu lama Bu Melda." ucap Satya setelah duduk di kursi tempat mereka janjian.
"Tidak apa apa Satya... Dan jangan panggil Aku Ibu, aku bukan Ibumu... Panggil saja Aku Melda, usia kita tidak jauh beda kan." ucap Bu Melda yang umurnya sudah tiga puluh lima itu dengan senyum menggoda.
Satya pun balas tersenyum walaupun dalam hati dia mengumpat kasar. Beda sepuluh tahun! tidak jauh bagimana coba?!
Alya yang ikut karena paksaan Satya pun menutup mulutnya menahan tawa yang akan meledak melihat itu semua. Lalu Alya pun berheham... "Hmm sebaiknya Saya cari tempat duduk lain saja."
"Al---
"Iya tidak apa-apa."
"Saya duduk di pojokan sana jika Anda sudah selesai bisa panggil Saya."
Alya langsung memutar balik badannya menuju tempat yang dia tunjuk.
Alya duduk di kursi dekat kaca pembatas masih dengan senyum tertahannya. Lalu memesan makanan.
"Hah."
Setelah makanan datang dan memakan habis apa yang Alya pesan dengan sesekali melihat Satya yang nampak gelisah bersama Bu Melda.
"Dasar bocah, tidak tahu tempat kalau mau mesum." dengus Alya saat melihat keluar lestoran dan tidak sengaja melihat dua orang manusia berseragam SMA sedang berciuman.
"Eh itu kok kaya Rama ya."
"Rama siapa?" tanya Satya yang sudah berdiri di depan Alya ikut melihat ke mana arah pandangan Alya di luar restoran.
"Risa." ucap Satya saat melihat seorang gadis dengan seragam yang Risa kenakan tadi pagi.
Tidak mempedulikan Alya, Satya langsung keluar dari restoran tersebut.
"Ke mana bocah itu." ucap Satya clingak clinguk mencari Risa.
Satya tidak mungkin salah liat, walau hanya dari belakang tapi Satya yakin jika itu Risa karena ada warna pink di rambutnya.
"Nyari apa sih?" Tanya Alya yang ikutan clingukan. Tengok kanan tengok kiri, padahal tidak tau apa yang di cari😢.
"Nyari Bu Melda ya?"
Satya mendelik kearah Alya, enak saja dia di bilang nyari Bu Melda. Yang ada malah Satya selalu berusaha menghindar kalau ada Bu Melda.
*** Istriku Bocah SMA ***
jangan lupa favoritekan, like atau komentar... bagi poin juga kalau boleh :)
BAB 03.
*** Istriku Bocah SMA ***
"Kamu ke mana saja seharian ini?"
"Jalan jalan."
"Sama siapa?"
"Kepo deh ah."
"Bukannya kepo, aku hanya ingin tahu kamu pergi ke mana saja."
"Itu sama aja Kak."
Satya mendengkus sebal, tidak suka di katain 'kepo' sama Risa. Dia kan hanya ingin tahu saja, jelas itu bedakan dengan kepo?
Hah! Tapi mau bagaimana lagi, Risa kan masih bocah. Mau debat sampe bibir kesel pun tetap Risa yang akan menang. Atau lebih tepatnya Satya yang mengalah pada Risa yang selalu ingin benar...
Yah 'perempuan selalu benar kan?'
Sebenarnya Satya sangat ingin bertanya tentang hari di mana ia melihat Risa bersama cowok seumuran dengannya itu beneran Risa atau dia salah lihat. Tapi takut di katain kepo sama Risa, jadi Satya urungkan niat baiknya itu.
"Kak Satya sukanya sama tante tante ya? Pantesan tidak suka sama Risa." ucap Risa tiba tiba.
Satya yang baru saja menyandarkan punggungnya di sofa pun langsung bangkit lagi karena kaget dengan ucapan Risa.
"Apa maksud kamu?"
Risa mengendikkan bahunya acuh sembari mengganti channel tv. "Ya aku sering liat kakak jalan berdua sama tante tante gitu."
"Heh kapan kamu liat?"
Risa menatap Satya sedih. "Jadi bener, kak Satya sukanya sama tante tante."
"Apaan sih! tentu saja tidak, aku masih suka yang bening." seru Satya kesal.
"Ahh masa... Sama Risa yang bening begini saja tidak mau malah milih tante Melda ..." ucap Risa membuat Satya menatap tajam Risa.
"Kamu kenal sama Bu Melda?" tanya Satya bingung.
Risa mendengkus. "Bukan itu topiknya kak."
"Ck!"
"Apa harus nunggu aku jadi tante tante kayak tante Melda dulu baru kak Satya suka sama Risa..." ucap Risa.
"Ahh tapi kalau aku sudah jadi tante tante, berarti kak Satya sudah jadi kakek kakek dong ya?" lanjut Risa sambil membayangkannya dirinya seumuran dengan Tante Melda dan Satya yang sudah seperti kakek tua.
"Terserah kamu saja deh." ucap Satya lalu meninggalkan Risa sendiri.
"Isshhh nyebelin banget sih punya suami om om!" seru Risa kesal sambil menggigit remot tv.
*** Istriku Bocah SMA ***
"Saya tidak mau tahu, pokoknya yang ngehajar anak Saya harus di hukum seberat sebatnya atau kalau Anda tidak mau menghukumnya, Saya akan membawa jalur hukum untuk menyelesaikan itu semua." ucap seorang pria paruh baya dengan marah pada Pak kepala Sekolah.
Satya yang baru saja tiba ruang kepala sekolah dan duduk di kursi sebelah pria paruh baya itu bergidik ngeri melihat kemarahan beliau.
"Liat ini anak saya sampai jalan saja pake tongkat begini." ucap pria itu menunjuk anaknya yang duduk di sofa ruangan itu.
"Maafkan adik Saya pak." ucap Satya.
"Anda pikir maaf bisa membuat anak Saya sembuh." ucap Pria itu.
Satya menelan ludah memperhatikan cowok seusia Risa yang mukanya penuh dengan lebam biru. Apa mungkin Risa yang melakukan itu semua?
Bagaimana mungkin Risa bisa melakukannya, setau Satya.. Risa itu anaknya baik dan penurut dan bukan gadis yang ganas atau Satya belum tahu itu.
"Pa, sudahlah... Lebih baik kita pulang... Tadi kan Pak Bendi (kepala sekolah) sudah bilang kalau dia bakalan di skors satu minggu." ucap cowok yang sejak tadi cuma dia memperhatikan Ayahnya yang marah marah sama pak kepala sekolah. Ahmad Efendi.
"Apa?! Yang bener saja... tidak bisa begitu dong. Masa cuma di skors doang." ucap Ayahnya Ahmad tidak terima dengan hukuman yang membuat anaknya babak belur sampai jalan saja pakai tongkat masa cuma di skors satu minggu! itu sangat tidak adil, untuk anaknya.
"Pokoknya anak itu harus di keluar in dari sekolah." ucap Ayahnya Ahmad.
"Pa, tidak bisa begitu dong... Ini semua juga salah aku kok." ucap Ahmad.
Satya memijat keningnya pusing mendengarkan perdebatan antara anak dan ayah itu. Kalau sampai Risa di keluarkan dari sekolah ini, Satya tidak akan mau mengurus pemindahan Risa kesekolah baru. Itu ribet banget!
"Pak, bagaimana kalau adik Saya di skors saja satu bulan... Jangan di keluarkan." ucap Satya mencoba nego dengan Ayahnya Ahmad.
Belum sampai Ayahnya Ahmad bersuara, pintu ruangan sudah terbuka dari luar bersamaan seruan tidak terima Risa dengan ucapan Satya.
"Tidak bisa begitu dong kak... Kelamaan itu satu bulan, tidak sekalian saja di keluar in." ucap Risa kesal.
"Risa tolong yang sopan dikit bisa." ucap Satya.
"Ohh maaf." ucap Risa sebal lalu duduk di sofa sebelah Ahmad.
"Jadi kamu ngadu sama bokap kamu." ucap Risa pada Ahmad.
Ahmad menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Uh anu-- itu tidak ngadu kok... Papaku saja yang ngeyel dateng ke sekolah." ucap Ahmad.
"Makanya jangan jadi anak bokap... Masa gitu aja K.O." ucap Risa santai.
Ayahnya Ahmad menatap Risa dan Ahmad bergantian dengan wajah memerah. "Ahmad, jangan bilang cewek yang di samping kamu itu adalah orang yang membuat kamu babak belur begini?"
Ahmad menatap Ayahnya seraya meringis. "Kan aku sudah bilang sama Papa buat tidak usah ke sekolah nanti malu."
"Astaga! Kenapa kamu bisa berantem sama cewek dan kalah lagi... Memalukan sekali kamu Ahmad." ucap Ayahnya Ahmad lalu menyeret Ahmad keluar ruangan.
"Loh loh pak ini kasusnya bagaimana?" tanya pak kepala sekolah.
"Sudah selesai." ucap Ayahnya Ahmad dari luar ruangan.
"Jadi adik Saya tidak jadi di skors pak?" tanya Satya.
"Maaf, tapi adik Anda tetap Saya skors satu minggu di mulai hari ini." ucap pak kepala sekolah.
"Terima kasih kalau gitu Saya permisi pak." ucap Satya lalu mengajak Risa pulang.
Risa cemberut, tapi tetap mengikuti Satya kayak anak ayam mengikuti Ibunya. Dan mengabaikan nyinyiran siswi siswi yang tidak sengaja berpasasan dengan mereka yang mengatakan betapa tampannya kakaknya Risa. Risa yakin saat dia masuk sekolah nanti pasti akan banyak siswi yang mendekatinya agar bisa kenalan dengan kak Satya!
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa anak tadi sampe jalan saja harus pake tongkat?" tanya Satya saat mereka sudah ada di dalam mobil.
"Ck! Cuma masalah sepele. Amad saja tuh yang keterlaluan. Dasar anak Daddy!" ucap Risa kesal mengingat kejadian beberapa hari lalu saat Ahmad mengerjai dirinya karena dirinya anak baru.
"Masalah sepele kamu bilang?" ucap Satya tidak percaya.
"Suahlah kak, tidak perlu ikut campur. Sudah kelar juga kan?" ucap Risa malas.
"Semua itu kamu yang lakuin?" Tanya Satya.
Risa mendengkus. "Tidaklah, masa iya aku yang cewek kalem begini bisa bonyokin Amad." ucap Risa berbohong.
Satya menghela napas lega. "Syukurlah, aku kira kamu yang buat anak tadi bonyok."
*** Istriku Bocah SMA ***
Satya melongo melihat penampilan Risa yang berubah malam ini. Berubah dalam artian lebih parah dari sebelumnya.
"Risa kamu tidak punya uang buat beli baju apa? Pakaian anak kecil gitu di pakai?" tanya Satya setelah menyusul Risa masuk ke dalam Apartemen.
Tadi siang Satya mengantar Risa sampai lobby, namun ternyata gadis itu tidak naik ke atas dan entah malah pergi ke mana dan pulang pada malam hari dengan pakaian yang sangat sangat terbuka.
"Kenapa?" tanya Risa dengan senyum menggoda membuat Satya bergidik ngeri karena malah teringat dengan Bu Melda.
"Kamu malah keliatan kayak tante tante girang pake pakaian kurang bahan kayak gitu." ucap Satya dengan mata yang memandang kearah lain, takut khilaf kalau natap Risa terus.
Risa mendengkus. "Kan kak Satya sukanya sama tante tante, jadi Risa berusaha jadi seperti yang kak Satya suka."
***
Mohon maaf bila masih menemukan adanya typo.
jangan lupa favoritekan cerita ini dan like, komentar di tunggu... bagi poin juga boleh, 10 poin pun tak masalah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!