NovelToon NovelToon

Mommy Dara

PART 01

Sebelum memulai membaca, perkenankan otor labil ini Meminta Maaf yang sebesar-besarnya. 🙏🙏🙏

Maaf telah kembali menggantungkan perasaan kalian dengan Kamulah Takdirku yang tak bisa di lanjutkan. 😔

Bagi kalian yang udah mampir baca ke sana, mohon lupakan segala alur cerita itu. 🙏 Aku lebih galau saat aku harus memutuskan menghapus semua tulisan yang udah lebih dari 50k aku tulis.

Aku menulis I love you Nanny itu benar-benar dari hati. Aku ga peduli pro dan kontra dari tulisan kisah rumit yang aku tulis, banyak yang ga setuju dengan akhir kisahnya. Kenapa Amanda ga sama Salman yang ayah kandung anaknya, tapi justru sama Gio. Itu nyeleweng dari logika.

Tapi, aku bersyukur di kolom komentar kalian selalu mensuport aku. Tapi, aku juga ga bisa menutup telinga dari komentar di dunia nyata. Itu yang membuat aku, Jujur! Down. Alur BBC dulu itu ada diotakku saat pertengahan part I love you Nanny masih berjalan. Aku mau Salman dapat pengganti yang serupa dengan Amanda, makanya aku pilih Adinda —adik kandung Amanda. Tapi, aku berpikir ulang, pro dan kontra itu akan terus berlanjut jika pake alur BBC. Akhirnya, aku rubah pikiranku lagi, dapat lah ide baru Kamulah Takdirku, yang pada akhirnya akan menyatukan Amanda dan Salman di judul itu. Tapi, judul itu pun tak bisa aku lanjut, kenapa??? Karena hati kecilku telah terisi Tuan suami juga, mengingat perjuangan cintanya, rasanya tidak adil jika aku harus melupakan perjuangan itu dan menghilangkan sosoknya. Lebay banget akoh, 😔 Tapi beneran... I Love you Nanny itu udah masuk ke hatiku, bersama para tokoh-tokoh yang aku ciptakan. 🙏

Akhirnya, dari kedua judul hiatus itu aku mendapatkan ide baru lagi. Aku akan membuat kisah rumit nan penuh pro kontra itu berakhir, tapi aku ingin perjuangan cinta itu tetap terukir. I Love You Nanny —Cerita penuh perjuangan dan pengorbanan untuk sebuah kata Cinta. Cinta rumit yang hanya milik Amanda dan Gio.

Dan ini adalah ide alur ketiga dari sekuel itu. Menciptakan cerita baru untuk Kak Salman dengan Cinta rumit yang pernah terjadi. Dan masa depan dengan cerita cinta yang baru akan segera di jalani. Dan insyaallah judul ini akan ku tulis sampe END. Bismillahirrohmannirrohim 😇💗

MOMMY DARA

❣️❣️❣️❣️❣️❣️❣️

Di Mansion Kaana

"Aunty bangun...!" seru Gisela sambil mengguncang bahu gadis yang masih betah bersembunyi di balik selimut tebal.

"Hmmm... Ini masih pagi," jawab Adinda semakin menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Gisela membuka paksa selimut yang menutup wajah Adinda dan semakin kencang mengguncang tubuh itu. Dengan malas Adinda membuka matanya perlahan.

"Ada apa? Aku masih mengantuk." keluhnya sambil menutup mulutnya yang menguap lebar.

"Aku rindu Mommy, aku rindu adik bayi" Gisela menampilkan wajah sendunya.

Adinda menghembuskan nafas kasar, dan meraih benda pintar di atas nakas tanpa berniat untuk bangkit dari tidur nyamannya.

"Kalo kau merindukan mereka, kau ambil saja ponselku, dan hubungi mereka. Tidak perlu membangunkan ku." ujar Adinda meletakkan ponselnya di pangkuan Gisela.

Gisela mengembalikan ponsel itu kasar. "Aku sudah menghubungi Daddy, tapi tidak di angkat," kesalnya.

"Mereka sedang berbulan madu, sepagi ini mereka juga pasti masih tidur. Jadi, kau juga tidur lagi, yuk" ajak Adinda menarik pelan tubuh Gisela untuk ikut berbaring bersamanya.

"Aku tidak bisa tidur, Aunty" Gisela kembali bangkit dan duduk bersila.

"Yasudah. Di ponselku banyak sekali video Gerald, kau tonton saja videonya, itu bisa mengobati rindumu padanya," Gisela berpikir sejenak, lalu meraih benda pipih di atas bantal. 04.00 waktu yang di tunjukan layar benda pipih itu, dan foto Gerald yang sedang berbaring dengan sang Aunty yang tersenyum kearah kamera menyapa saat ia menekan tombol on, ponsel Adinda yang tidak di password memudahkan Gisela membuka galeri dan mencari video-video adik bayinya.

Semakin lama ia menonton video sang adik dengan berbagai macam gambar, mulai saat sedang bermain jari sambil tersenyum bahkan kadang tertawa, hingga video Gerald saat menangis kencang, karena ulah gemas Adinda yang selalu menganggu bayi mungil itu. Satu jam sudah ia memutar-mutar video itu, tapi rasa rindu itu bukannya menghilang justru semakin bertambah. Ia melirik sekilas Adinda yang sudah kembali tidur dengan membelakanginya.

Cara pertama membangunkan gadis itu gagal, ia memikirkan cara lain untuk membangunkan gadis itu tanpa harus bersusah payah. Dia mengangkat satu sudut bibirnya, ide cemerlang muncul di otak cerdasnya.

"Daddy kau sudah pulang...!" Dia sengaja mengeraskan suaranya, dan bergegas bangkit dari ranjang.

Mata Adinda yang terpejam seketika membola, rasa ngantuk itu lenyap mendengar teriakan Gisela. "Kak Gio sudah pulang!" gumamnya. Dengan gerakan cepat, dia segera membuka selimut dan bangun.

"Selamat pagi, kak" serunya sambil membalikkan badan, dan mengitari pandangan.

"Mana kak Gio, tidak ada siapa-siapa selain kita," heran nya.

"Hahahahaha" Gisela yang duduk di sofa tidak bisa menahan tawanya, melihat wajah Adinda yang kebingungan serta takut bersamaan.

Ia tahu Aunty nya sangat takut pada Gio dan hanya pada kakak ipar nya itu Adinda akan patuh, karena jika tidak dia akan di pulang kan ke kota S. Dan Adinda tidak mau itu terjadi, dia sudah mulai kuliah dan dia sangat senang akhirnya impiannya untuk menimba ilmu bisa terwujud, tanpa tuntunan pernikahan dari sang ibu, sebab Gio sudah berjanji akan mengawasi dan bertanggung jawab sepenuhnya selama gadis itu tinggal di Mansion nya.

Melihat tawa puas Gisela, Adinda menjadi geram, dia berkacak pinggang dan menatap tajam gadis kecil itu.

Tanpa merasa takut sedikitpun, Gisela justru menjulurkan lidah dan ikut berkacak pinggang, lalu mengangkat ponsel Adinda ke udara dan berlari menuju pintu.

"Tangkap aku, jika kau mau ponselmu kembali," serunya sambil meraih handle pintu dan membukanya.

"Awas kau yah, nona kecil menyebalkan...!" setelah memakai sandalnya, Adinda segera menyusul Gisela keluar dari kamar dan mengejar gadis kecil itu.

Di lantai bawah, Salman yang baru saja selesai menyeduh kopi panasnya berjalan keluar dari dapur dengan membawa secangkir kopi itu lalu duduk di meja makan. Baru dia membuka lipatan layar laptopnya, ia mendengar suara gemuruh langkah kaki, dan melihat Gisela yang berlarian di anak tangga, membuat Salman cemas. Tanpa menutup layar lipatnya ia segera beranjak untuk menghampiri Gisela.

"Gisela, berhati-hati saat kau menuruni tangga, jangan berlarian seperti itu, bahaya!" Seru Salman semakin lebar mengayun langkahnya.

"Uncle...!" Gisela melewatkan dua anak tangga terakhir dan langsung melompat. Salman yang sudah berada di depan tangga, dengan sigap menangkap tubuh ponakan cantiknya itu.

PART 02

Gisela...!" seru Adinda menuruni tangga sambil berpegangan pada tangan tangga.

"Ambil lah, jika kau bisa!" seru Gisela dalam gendongan Salman sambil mengangkat tinggi ponsel Adinda.

"Princess" panggil Salman begitu lirih namun penuh penekanan dengan tatapan seolah memerintah mengembalikan ponsel itu.

Gisela yang mengerti arti tatapan Salman, langsung menarik ponsel itu dan memaksa turun lalu menyembunyikan ponsel Adinda di balik tubuhnya, dan berlari menjauh dari tangga.

"Gi-Gisela" Salman mencoba meraih lengan Gisela, namun gadis kecil itu begitu gesit dan cepat sekali berlari.

"Aarrgh" saat Salman akan mengambil langkah untuk mengejar Gisela, suara teriakan Adinda mengalihkan langkahnya, dan langsung menaiki dua tangga sekaligus untuk menopang tubuh Adinda yang hampir terhuyung ke depan.

TAP

Dengan sempurna kedua tangan kekar Salman menahan tubuh mungil Adinda. Dan secara reflek gadis itu mengalungkan kedua tangannya ke belakang leher Salman, untuk memastikan ia tidak akan terjatuh. Dalam sepersekian detik kedua pasang bola mata dua insan yang saling mendekap di tangga itu saling beradu, nafas memburu Adinda dan dada Salman yang bergetar menjadi musik pengiring, adegan penyelamatan itu.

Shalimar yang mendengar suara ramai di luar kamarnya, segera mencari sumber keributan itu. Dan wajah tua nya yang semakin cantik terlihat begitu berseri melihat Salman dan Adinda yang tak urung melepas tatapan keduanya.

Gisela yang sudah menjauh dari tangga, menghentikan langkahnya, dan membalikkan badan. Ia segera menyalakan ponsel Adinda dan mengambil gambar Aunty dan Uncle nya yang tengah saling menatap dan memeluk di tangga. Ia bahkan berkali-kali memotret dengan lengkungan senyum yang selalu menghias wajahnya.

"Eheum" suara dehuman Tuan Kaana yang cukup keras di tengah tangga, mengurai tatapan kedua insan yang tengah saling menyelam.

Adinda menegakkan tubuhnya kembali dan menunduk dalam sambil merapikan rambut serta pakaiannya, hanya sekedar untuk melawan kegugupan yang tiba-tiba melanda.

"Kau tidak apa-apa?" tanpa berani menatap pria yang telah menolongnya, ia hanya menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban.

"Terima kasih, sudah menolongku kak" ucapnya tulus masih dengan menunduk. Salman menarik kedua sudut bibirnya, melihat rambut hitam yang terurai dan menutup sedikit wajah Adinda.

Tuan Kaana menatap bergantian aktifitas kedua manusia di depannya. "Man. Ikut Daddy ke ruang belajar, Daddy ingin bicara denganmu!" titah Tuan Kaana lalu merotasikan tubuhnya, ia yang tadinya ingin menuruni tangga mengurungkan niat dan mulai menaiki anak tangga tanpa menunggu jawaban Salman.

Mendengar suara langkah yang menjauh, Adinda ikut mengambil langkah sambil terus berpegangan pada tangan tangga. Salman masih betah berdiri di tempatnya sambil terus menatap punggung Adinda.

Setelah semua anak tangga terlewati, masih dengan berpegangan pada tangan tangga. Adinda menengok ke belakang. Kedua pasang mata itu kembali saling bertatapan dengan kini, dua anak tangga yang menjadi pemisah.

"Eheum" kali ini deheman pelan Gisela memutuskan pandangan itu.

"Ini aku kembalikan ponselmu," ucap Gisela sambil menyodorkan benda pipih itu ke perut Adinda, dan dengan masih menyimpan kekesalan Adinda meraih benda pintarnya.

"Aku sudah mengembalikan ponselmu, sekarang kau bantu aku bersiap ke sekolah," titah Gisela sambil melewati Adinda begitu saja, dan menaiki tangga lalu berhenti di tangga yang di pijak Salman, dan mengulurkan kedua tangan meminta gendong. Dengan gemas Salman mengangkat tubuh Gisela dan membawanya menaiki anak-anak tangga. Setelah Salman dan Gisela berada di tengah tangga, baru lah Adinda mengambil langkah menyusul keduanya.

Salman menurunkan Gisela persis di depan pintu kamar gadis kecil itu. Setelah mendapat ucapan terima kasih dan mencium kening Gisela, Salman segera menuju ruang belajar dimana Daddy nya sudah menunggu.

Adinda yang baru sampai di tangga teratas, menatap dengan senyum kehangatan yang tercipta antara Salman dan Gisela. Kedua netra nya terus mengikuti pergerakan punggung Salman yang semakin menjauh.

Tok tok tok

Salman mengetuk pintu di hadapannya terlebih dahulu sebelum menurunkan handle dan membuka pelan pintu itu. Saat dia sudah masuk dan hendak menutup pintu, ia mematung sejenak untuk melihat langkah Adinda, setelah netra nya tak lagi dapat menjangkau pergerakan gadis itu barulah ia menutup pintu itu rapat.

"Apa yang ingin Daddy bicarakan denganku?" tanya Salman setelah mengambil duduk di kursi berhadapan dengan sang Daddy dan meja kerja sebagai penghalang keduanya.

Tuan Kaana membuang nafas pelan, lalu mengambil map dari dalam laci meja kerjanya, dan meletakan map itu ke depan Salman.

Dengan terus melirik pria yang sudah sedikit tua di hadapannya, Salman membuka map itu dan membaca CV yang tertera di lembaran pertama map tersebut. "Dad, Apa maksudnya ini?" tanyanya dengan menutup map itu segera.

"Kau ingin menjodohkan ku,?" lanjut tanyanya dengan menahan sedikit kecewa.

"Dengarkan Daddy sebentar!"

Tuan Kaana mengambil nafas dalam untuk melanjutkan ucapannya, ia sangat tahu Salman tidak akan setuju dengan apa yang akan di utarakan. Namun, ia terpaksa harus mengambil keputusan ini. Salman sudah sangat dewasa untuk membangun kehidupan baru dalam berumah tangga.

"Daddy dapat dengan jelas melihatnya, kau menyukai Adinda?" Salman membuang wajahnya, dan menghindari tatapan Daddynya.

"Salman Kaana! Daddy menyayangi mu sama seperti menyayangi Sergio, kau tahu itu! Daddy ingin kau memulai kehidupanmu yang baru, tanpa harus terbayang dengan masa lalu. Ini tidak akan berakhir jika kau bersamanya. Atau kau sengaja mendekatinya karena dia adalah bagian dari masa lalu mu?"

"Dad," sanggah Salman dan kembali menatap Daddynya.

"Daddy tidak tahu apa yang terjadi di kota S kemaren, Jack yang tiba-tiba kembali dengan status yang baru. Lalu bu Harti yang mengatakan kau adalah calon suami Adinda." tuan Kaana mengambil jeda untuk melanjutkan kata-kata nya.

"Tidak ada yang mengetahui kau lah ayah biologis Gerald. Yang dunia tahu Sergio lah Daddy nya. Dan aku ingin terus seperti itu,"

Salman menatap lekat kedua manik mata di hadapannya, terlihat keseriusan dan permohonan dari sorot mata itu.

"Walau dunia tidak mengetahuinya, haruskah putra ku sendiri pun tidak mengetahui itu pula? Aku sudah memberikan ibu dari putraku. Apa aku juga tidak punya kesempatan untuk mengakui putraku?" Salman masih berusaha tenang, meski kekecewaannya semakin bertambah.

"Itu hanya akan menyulitkan masa depanmu nantinya. Maaf... Daddy ingin semuanya berakhir. Sergio telah menemukan kebahagiannya. Kau juga harus meraih kebahagian mu. Tuan An mengirimkan lamaran untuk putri sulungnya, karena putrinya menyukai mu,"

"Dia menyukaiku sebelum kehadiran Gerald. Apa dia akan tetap menerima ku, saat mengetahuinya?"

"Itulah sebabnya, Daddy tidak ingin dunia mengetahuinya," tegas tuan Kaana.

"Maaf Tuan Kaana... Aku mungkin bisa merelakan Amanda, tapi tidak dengan putraku! Aku adalah seorang anak yang tidak pernah di akui ayah kandungku sendiri, dan aku tidak mau putraku, bernasib sama sepertiku." Salman langsung beranjak setelah mengucapkannya.

"Daddy minta maaf," Tuan Kaana ikut beranjak lalu memutar meja dan berdiri di samping Salman.

"Salman—"

"Tidak ada hubungan apapun antara aku dan Adinda, ucapan itu hanya kesalahpahaman." terang Salman dengan pandangan lurus ke depan.

"Satu lagi. Gerald adalah bagian dari hidupku, jadi kehadirannya tidak akan pernah menyulitkan masa depanku. Dengan atau tanpa adanya status pernikahan melekat di diriku nantinya. Aku yang telah melakukan kesalahan, dan aku tidak ingin mengulangi kesalahanku. Aku ingin dia tahu bahwa aku menyayanginya, aku tidak ingin menyembunyikan jati dirinya. Jika kau keberatan, aku bisa mengambilnya. Dan aku akan selalu ada di sampingnya." Salman langsung mengayun langkah setelah mengucapkan itu dan meninggalkan Tuan Kaana yang masih berdiri dengan perasaan sesak karena airmata yang tertahan.

PART 03

"Ini sudah waktu sarapan, tapi kenapa meja makannya masih sepi pak Har?"

Shalimar melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan menatap heran meja makan yang masih kosong, biasanya sudah ada Tuan Kaana atau Salman yang selalu siap lebih awal dan menunggu di meja makan.

"Tuan Salman sudah meninggalkan Mansion sejak pagi, tuan juga meninggalkan kopi buatannya dan laptopnya di sini. Sedangkan Tuan besar baru saja berangkat." terang pak Har yang selalu setia berdiri di belakang kursi menunggu semua anggota keluarga Kaana berkumpul untuk sarapan.

"Apa ada masalah di perusahaan, bukankah tadi mereka berbicara di ruang belajar?" tanya Shalimar setelah mendaratkan pantatnya di kursi yang telah di tarik pak Har.

"Sepertinya masalah pribadi, nyonya." Shalimar menolehkan wajahnya untuk menatap penuh selidik ketua pelayan yang telah bekerja puluhan tahun di Mansion itu.

"Apa kau mengetahui sesuatu pak Har?"

Pak Har masih diam tak menjawab pandangannya bahkan ia turunkan untuk menghindari tatapan nyonya besarnya.

"Katakan pak Har, kau lupa siapa aku!" tegas Shalimar semakin menatap tajam.

Setelah menarik nafas, pak Har membuka suaranya. "Ada lamaran yang datang untuk Tuan Salman dari salah satu rekan bisnis Tuan besar. Seperti yang Anda tahu, Jeri dan Jack sahabat Tuan Salman telah menikah—"

"Kak Kaana ingin menjodohkan Salman?" Shalimar bertanya menyela ucapan pak Har.

Pak Har hanya menjawab dengan anggukan kepala pasti.

"Apa Salman pergi karena tidak setuju dengan perjodohan itu?" gumam Shalimar tapi masih dapat di dengar pak Har.

"Apa kau tahu siapa gadis yang akan di jodohkan dengan Salman?" tanya Shalimar dengan suara lantangnya.

"Maaf nyonya, soalnya itu saya tidak tahu,"

Suara sapaan Gisela mengurai rasa penasaran Shalimar akan perjodohan putranya.

"Selamat pagi juga, cucu Grand ma yang cantik," Shalimar membalas sapaan Gisela yang sudah menguap, gadis kecil itu langsung duduk berhadapan dengannya dengan meja persegi panjang menjadi penghalang, ia mengalihkan pandangannya pada gadis cantik yang duduk di sebelah Gisela, dan sedang membantu cucu tersayangnya itu menyiapkan roti selai coklat dengan begitu telaten dan mulut yang terus berkomat-kamit .

"Adinda kau tidak kuliah?" tanya Shalimar yang menyadari Adinda hanya memakai kaos dan bahu yang kosong tanpa sebuah tas melingkar di sana.

Adinda menghentikan aktifitas nya dan menjawab sopan pertanyaan Shalimar. "Jadwal kuliahnya masih nanti siang, nyonya"

"Hei, kenapa masih memanggil nyonya. Panggil Mommy seperti Amanda memanggilku. Coba sekarang, Mommy!" Shalimar menekankan ucapannya.

"Mommy" Dengan ragu Adinda mengulang kata itu.

"Nah seperti itu, Mommy" Adinda tersenyum dan mengangguk pelan.

"Karena kau sudah memanggil Grand ma Mommy, artinya kau sudah siap menikah dengan Uncle" Seloroh Gisela.

Shalimar yang akan memasukkan irisan roti ke mulutnya terhenti, begitu juga Adinda yang sedang memotong roti selai di piringnya bahkan menjatuhkan garpu serta pisau hingga menimbulkan bunyi nyaring yang memecah suasana.

"Menikah?" Shalimar menatap bergantian Gisela yang tetap asik dengan sarapannya dan Adinda yang menjadi gugup dan salah tingkah.

"Iya, Aunty mengajak Uncle menikah. Itu sebabnya Grand ma Harti mengizinkan Aunty tinggal di sini."

"Tidak! itu salah paham, nyonya. Eh Mommy." Sanggah Adinda segera.

"Saya ingin menyelesaikan kuliah dan bekerja untuk membahagiakan ibu lebih dulu. Menikah masih jauh dari angan saya."

"Bukankah kau bilang, kau malu bertemu Uncle karena kau—"

"Kau sudah selesai sarapan 'kan. Ayo aku antar kau ke depan" Adinda segera menyela ucapan Gisela lalu berdiri dan menarik pelan tangan gadis kecil itu. Setelah berpamitan kepada Shalimar ia mulai mengayun langkah menjauh dari meja makan.

"Kau itu benar-benar tidak bisa menyimpan rahasia, menyebalkan." Adinda melipat tangan di dada dan menghentakkan kakinya keras saat melewati pintu utama lalu keluar.

Kejadian memalukan itu selalu terngiang di ingatannya. Ucapannya yang terlontar karena emosi dan sedih bersamaan membuat otaknya tak bisa berpikir jernih, dia begitu menyesali akan keteledorannya berucap. Untunglah Salman bisa mengerti dan memahaminya, pria dewasa itu tidak baper akan ucapan asalnya. Tapi, tidak dengan sang ibu yang masih menganggap ia dan kak Salman memiliki hubungan. Padahal dia bahkan baru bertemu dan mengetahui Salman ternyata adalah kakak iparnya. Dan kesempatan itu coba ia gunakan untuk meminta restu sang ibu untuk tinggal di kota J. Dan begitu terkejut serta bahagia nya ia bu Harti langsung menyetujui kepindahannya begitu saja. Meski ia kini harus menahan rindu pada sang ibu yang lebih memilih tinggal sendirian di kota S dan enggan meninggalkan rumah kenangan bersama almarhum sang ayah itu.

Gisela yang baru akan membela diri, kembali mengatupkan mulutnya yang menganga karena telapak tangan Adinda yang menutup rapat mulutnya hingga ia bahkan kesulitan bernafas.

"Jangan bicara apapun. Aku tidak mau mencurahkan isi hatiku lagi padamu. Kau tidak bisa di percaya. Anak kecil tukang mengadu, menyebalkan."

Buugh! Suara pintu mobil yang di tutup keras oleh Gisela, menutup rutukan yang keluar dari mulut Adinda, dan membuat gadis itu beringsut. Akan sangat berbahaya jika nona kecil itu mengadu pada Daddy nya.

"Nona cantik, bekalnya jangan lupa di makan ya!" Adinda berusaha menampilkan senyum termanisnya sambil mengetuk pelan kaca mobil di depannya.

Lengkungan senyumnya semakin terangkat saat kaca mobil itu perlahan turun dan tatapan lembut Gisela menyapanya.

"Aku pasti akan mengadukan mu pada Daddy. Kau tidak mengurusku dengan baik, aku bahkan memakai pakaian serta sepatu sendiri, dan kau justru sibuk dengan ponselmu." tegas Gisela dan segera menutup kaca mobilnya rapat.

"Kau kan sudah besar, bukan bayi yang harus aku bantu memakai pakaian. Gisela... Jangan menjadi tukang mengadu! Hei Gisela...!" Adinda berusaha mengetuk kaca mobil itu sambil menyeret langkah mengikuti mobil yang mulai melaju, dan tak bisa lagi di raihnya.

"Adinda, kau kenapa ngos-ngos an begitu?" Shalimar yang baru menyembul dari balik pintu utama segera mengambil langkah cepat menghampiri Adinda.

Adinda sedikit terkejut dengan raut cemas yang begitu nampak di wajah Shalimar dan sedang merangkul bahunya dan memapahnya jalan.

"Kau tidak apa-apa?" Shalimar menatap lekat wajah Adinda yang sedang menatapnya.

"Aku tidak apa-apa, Mommy. Tadi hanya sedang bercanda dengan Gisela," terang Adinda yang tak enak hati dan tak menyangka Shalimar akan begitu mengkhawatirkannya.

"Syukurlah, Mommy kira kau terluka" lega Shalimar, mengelus lembut punggung Adinda. Adinda sedikit menengok pergerakan tangan itu di punggungnya, hatinya merasa hangat di perlakukan penuh kasih seperti itu, di saat ia sedang merindukan sang ibu. Ia mendapatkan perlakuan lembut yang membuatnya begitu nyaman.

"Oh iya, kau kan tadi bilang kuliah siang. Jika Mommy memintamu menemani Mommy mengantar sarapan untuk Salman ke kantor, apa kau keberatan?" Shalimar bertanya dengan begitu hati-hati namun penuh harap.

"Baik mom. Aku juga tidak tahu apa yang akan aku lakukan di Mansion"

Wajah berbinar dengan senyum mengembang terpancar di wajah Shalimar mendengar Adinda menerima ajakannya.

'Mommy tahu kau tidak suka di jodohkan, tapi jika seperti ini, kau tidak akan menyadarinya'

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!