Suara tembakan terdengar begitu jelas di telinga Elena gadis cantik yang berusia lima belas tahun. Tubuhnya gemetar, air matanya meluncur deras, ia menutup mulutnya agar tidak dapat mengeluarkan suara tangisnya ketika melihat kedua orang tuanya di bunuh tepat di depan matanya sendiri.
Kaki Elena seakan-akan kaku di tempatnya. Ia menatap seorang laki-laki yang sedang berjalan ke tempat persembunyiannya dengan membawa sebuah pistol siap untuk menembak dirinya. Elena memejamkan kedua bola matanya, ia pasrah jika dirinya harus ketahuan dan nyawanya harus hilang detik itu juga.
Dooor.....
Suara tembakkan kembali terdengar di telinga Elena, Elena yakin tembakkan itu bukan mengarah pada dirinya, perlahan Elena membuka kedua bola matanya, Elena menangkap sosok laki-laki bertubuh tinggi, namun Elena tidak dapat melihat wajahnya karena lampu ruangan itu mati dan hanya cahaya dari luar yang dapat Elena lihat.
Laki-laki itu berjalan ke arah Elena. Elena kembali meringsut, ia sungguh tidak tahu jika laki-laki yang sudah menembak pelaku pembunuhan orangtuanya itu baik atau tidak. Elena merapalkan beberapa doa, supaya laki-laki itu tidak menemukan keberadaannya, namun sayang sekali, dalam sekejap laki-laki itu meraih penghalang yang menutupi tubuh Elena. "Jangan takut, ulurkan tanganmu ikutlah denganku." Suara bariton laki-laki tersebut terdengar di telinga Elena, namun Elena enggan untuk menerima uluran tangan laki-laki itu. Elena semakin ketakutan, mayat kedua orangtuanya begitu jelas terlihat oleh kedua bola matanya.
Nafasnya terasa sesak, jantungnya berdetak begitu cepat, ini adalah sebuah mimpi buruk bagi Elena. "Gadis kecil, ayo kita pergi dari sini."Suara laki-laki itu kembali terdengar di telinga Elena, Elena kembali memejamkan kedua bola matanya, kali ini ia bukan sengaja memejamkan kedua bola matanya, namun ia tidak sadarkan diri, tubuhnya seketika ambruk di lantai.
"Gadis kecil yang malang."Laki-laki itu bergumam, ia menatap Elena, lalu menggendongnya."Aku pasti akan menjagamu dan membalaskan dendam mu." Laki-laki itu berdiri, lalu berjalan melewati beberapa anak buahnya.
"Urus kedua mayat orangtua gadis kecil ini." Perintahnya dingin. "Kemungkinan, dalang di balik pembunuhan keluarga Sentra adalah keluarga Gerald. Mereka tahu bahwa keluarga Sentra memiliki rahasia keluarga Gerald, jadi mereka sengaja melenyapkan keluarga Sentra." Sambungnya tanpa merubah expresi di wajahnya. "Jika aku datang lebih awal, maka mereka pasti akan selamat."
"Anda sudah menyelamatkan putrinya, bos. Mereka pasti sangat berterima kasih kepada, anda."
"Ya, kau benar. Dan aku pasti akan menjaga putrinya dengan baik." Laki-laki itu masuk ke dalan mobilnya."Sekarang kau antarkan aku ke Mansion."
"Baik, bos."
***
Dav Jonathan Wiliam, seorang bos mafia di kota L. Ia memiliki wajah yang tampan namun sangat menakutkan. Memiliki tinggi badan seratus delapan puluh tujuh centi meter. Dav juga seorang pengusaha sukses di kotanya, ia sangat di kenali oleh banyak orang bukan karena ketampanan dan kekayaannya, melainkan kekejamannya di dunia hitam.
Dav yang berusia tiga puluh lima tahun tinggal bersama gadis bernama Elena Melodi Sentra. Elena adalah gadis cantik yang kini berusia dua puluh tahun. Ia tinggal bersama Dav pada saat usianya lima belas tahun ketika dirinya kehilangan kedua orangtuanya yang di bunuh tepat di depan kedua bola matanya sendiri.
Dav yang pada saat itu merasa kasihan dan juga memiliki hutang budi kepada keluarga Sentra, memutuskan untuk merawat Elena sebagai bentuk hutang budinya terhadap kedua orangtua Elena yang dulu pernah menyelamatkan dirinya dari kelompok pembunuh dari dunia hitam.
Dav merawat Elena dengan sangat baik, bahkan Dav memberikan beberapa pengawal untuk mengawal Elena kemanapun Elena pergi.
Sudah lima tahun ia menjaga Elena, gadis itu nampak sudah bisa melupakan kejadian mengerikan yang menimpa kedua orangtuanya lima tahun lalu. Gadis kecil itu tumbuh dengan sangat cantik, bahkan ia menjadi primadona di kampus tempatnya menuntut ilmu. Banyak laki-laki yang mengejarnya, namun Dav sebagai ganti orangtua gadis itu, selalu membuat setiap laki-laki yang ingin mengejar gadis itu mundur secara perlahan. Mereka sangat takut jika berhadapan langsung dengan Dav, Dav memiliki aura yang begitu kuat dan mendominasi siapapun yang ia anggap sebagai musuhnya.
"Uncle, aku mau keluar dulu. Kemungkinan aku tidak makan malam di rumah."Pamit Elena yang kini tengah berdiri tepat di hadapan Dav.
Gadis itu terlihat sangat cantik, ia mengenakan dress mini berwarna hitam, dengan rambut sengaja ia urai. Wajahnya yang sudah cantik sedari lahir, ia padukan dengan polesan make up natural yang semakin menambah kecantikannya.
"Pergi kemana?" Tanya Dav sambil menatap lekat wajah cantik Elena. "Apa kamu ingin pergi kencan? Mengapa kamu berpakaian seperti ini? Angin malam itu tidak baik. Kamu ganti bajumu, pakailah pakaian yang tertutup, agar kamu tidak masuk angin."Sambungnya sambil menelisik seluruh bagian tubuh Elena. Ia tidak suka jika Elena tampil cantik hanya untuk pergi keluar. Ia juga tidak suka jika Elena memakai pakaian mini yang hanya akan membuat laki_laki hidung belang menatapnya lapar.
"Ayolah, uncel. Jangan berlebihan. Ini tidak terbuka sama sekali. Aku hanya menghadiri pesta ulang tahun temanku, uncle. Masa aku harus memakai pakaian yang tertutup."Elena mengercutkan bibirnya tak suka. Selama lima tahun ia hidup di bawah aturan Dav yang ia anggap sebagai unclenya sendiri.
"Elen! Kamu sudah berani membantah perintahku, hmm." Dav berucap dingin. Ia tidak suka jika ucapannya di bantah, bahkan sekalipun itu Elena. "Aku bilang ganti bajumu, atau kamu tidak pergi sama sekali." Ancamnya membuat Elena harus menggertakkan giginya menahan rasa kesal terhadap unclenya itu.
"Ok, aku ganti baju. Puas."Ucap Elena sembari melangkahkan kakinya menaiki anak tangga."Dasar uncle rese. Selalu saja mengaturku. Nyebelin banget sih."Gerutu Elena mempercepat langkah kakinya.
"Hapus juga make up mu, Elen."Teriak Dav lantang membuat Elena semakin kesal. Bahkan soal make up pun, Dav mengaturnya benar-benar keterlaluan. Batin Elena tanpa menghentikan langkah kakinya.
"Menggemaskan, kalau dia sedang kesal."Ucap Dav pelan sambil menatap kepergian Elena. Lima tahun ini, Dav merasa hidupnya sangat berwarna. Kehadiran Elena mampu merubah hidupnya yang jauh dari kata bahagia.
Dav sebenarnya memiliki seorang kekasih bernama Alisha, namun setahun yang lalu kekasihnya itu pergi keluar negeri untuk meraih cita-citanya. Dav tidak dapat melarangnya, karena bagi Dav Alisha bukanlah satu_satunya perempuan yang harus ia pertahankan. Apalagi semenjak kehadiran Elena di kehidupannya, membuat Dav perlahan melupakan Alisha.
Tingkah Elena yang menurutnya sangat menggemaskan membuat Dav merasakan kehangatan dan juga kebahagiaan yang sudah dua puluh tahun tidak ia rasakan.
Saat usia Dav menginjak lima belas tahun, orangtuanya meninggal karena kecelakaan, saat itu Dav baru saja pulang dari sekolahnya. Ia mendapat kabar bahwa kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan lalu lintas, ketika kedua orangtuanya hendak pergi melakukan perjalanan bisnis ke kota S.
Hancur, itulah yang di rasakan Dav saat itu. Di usianya yang baru saja menginjak lima belas tahun, ia harus kehilangan kedua orangtuanya. Beruntunglah Dav memiliki seorang paman dan juga bibi yang sangat menyayanginya, mereka merawat Dav dan membesarkan Dav seperti anak kandung mereka sendiri. Perusahaan orangtua Dav pun di kelola oleh pamannya hingga Dav berusia dua puluh lima tahun, barulah sang paman menyerahkan perusahaan orangtua Dav kepadanya.
Namun belum genap setahun Dav mengelola perusahaan sang papa, paman dan juga bibinya di kabarkan meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Dav tidak dapat menerimanya begitu saja, ia memutuskan untuk mencari detektif hebat dan meminta mereka melakukan penyelidikan tentang kematian paman dan juga bibinya.
Dugaan Dav ternyata benar, kematian paman dan juga bibinya bukanlah kecelakaan biasa, tetapi kecelakaan mereka sudah di rencanakan oleh beberapa pihak yang memang ingin melenyapkan nyawa keluarga William.
Setelah mengetahui siapa dalang di balik pembunuhan paman dan bibinya, Dav pun sangat yakin jika kematian kedua orangtuanya bukanlah kecelakaan biasa. Dav sangat yakin jika kedua orangtuanya pun di bunuh oleh orang_orang yang ingin melenyapkan keluarga William.
Pada saat usia dua puluh tujuh tahun, Dav memutuskan untuk bergabung dengan organisasi Hitam, ia masuk dalam anggota Strongest Demon, geng mafia nomor tiga di negaranya.
Pada saat usia tiga puluh tahun, Dav yang memiliki ilmu bela diri dan juga kecerdasan serta kecerdikkan dalam menghadapi musuh-musuhnya di tunjuk sebagai pemimpin baru. Ia di nobatkan sebagai pemimpin terkuat dan terkejam di dunia hitam. Bahkan geng Strongest Demon menjadi geng mafia nomor satu di negaranya dan di takuti hampir di seluruh dunia. Semakin Dav kuat, maka semakin banyak musuh yang ingin melenyapkannya.
Bersambung.
Dav kembali melakukan aktifitasnya. Ia kembali memeriksa email yang dikirimkan langsung oleh beberapa klien pentingnya. Sementara Elena sudah berganti baju dan siap berangkat menuju pesta temannya.
Elena menghampiri Dav untuk berpamitan."Uncle. Aku berangkat ya."Ucapnya sambil menyodorkan tangannya ke hadapan Dav.
Dav menghentikan akitfitasnya. Ia menatap tangan mungil Elena yang mengambang di udara, Dav bersedikap tanpa mau membalas uluran tangan mungil itu, ia menatap tajam wajah cantik Elena yang masih memakai make up."Kenapa kamu tidak menghapus make up di wajahmu?"Tanya Dav tak suka jika Elena tampil cantik."Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menghapus make up mu, itu."Sambungnya menatap tajam Elena yang tengah menatapnya kesal.
"Astaga, uncle. Aku tidak ada waktu untuk menghapus make up ku."Jawab Elena kesal."Ini sudah terlambat, aku pergi dulu."Dengan cepat Elena meraih paksa tangan Dav yang masih setia berada di dada bidangnya. "Uncle jangan terlalu mengaturku. Aku sudah besar."Elena kembali berkata sebelum ia benar_benar pergi meninggalkan Dav yang sudah siap dengan kata_kata mutiaranya.
"Sial. Kenapa dia tidak mendengar ucapanku?"Dav mengusap wajahnya kasar, moodnya seketika hancur karena Elena tidak mematuhi perintahnya."Tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkannya pergi tanpa pengawasanku."Dav beranjak dari tempat duduknya, ia terlebih dahulu mematikan layar komputernya, lalu bergegas melangkahkan kakinya menuju halaman depan rumahnya.
"Elen, tunggu."Suara Dav masuk ke gendang telinga Elena.
Bukannya berhenti, tetapi Elena justru langsung masuk ke dalam mobil dan menyuruh sang sopir untuk segera berangkat."Berangkat, pak."
"Ah, tapi non..."
"Saya sudah terlambat, pak. Cepetan berangkat."Perintah Elena dengan sorot matanya yang tajam membuat si pak sopir langsung melajukan kendaraannya.
"Ah dasar gadis nakal. Kamu semakin hari semakin berani mengabaikan ku."Dengus Dav sambil menatap kepergian mobil yang membawa serta Elena."Tunggu hukumanku Elen."Imbuhnya kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam kediamannya.
***
Dav duduk di kursi dekat jendela kamarnya, pikirannya saat ini sangatlah kacau. Gadis kecil yang ia rawat selama lima tahun, akhir_akhir ini selalu mengganggu pikirannya. Rasa takut kehilangan gadis kecil itu tiba_tiba muncul dalam benaknya. Dav tidak ingin kehilangan Elena, Dav tidak ingin jika Elena jatuh cinta kepada laki_laki lain. Dav hanya ingin Elena tinggal bersama dirinya untuk selama_lamanya.
"Ternyata sudah lima tahun aku merawatmu, Elen. Kamu tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, dan kamu mampu membuatku gila, Elen."Dav menyalakan sebatang rokok yang ada di tangannya, lalu menghisapnya secara perlahan."Sudah jam setengah sepuluh! Kenapa dia belum pulang juga?"Dav menghembuskan nafasnya kasar, ia beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju nakas dimana ia menyimpan ponselnya.
Dav meraih benda pipih itu, lalu segera menghubungi Elena. Namun nomor Elena sedang tidak aktif sehingga membuat Dav murka dan langsung menghubungi pengawal yang selalu menjaga keselamatan Elena.
"Katakan. Di mana Elena?" Tanyanya dingin membuat si pengawal meneguk salivanya kasar.
"Nona Elena masih berada di pesta ulang tahun temannya, bos."
"Suruh dia pulang sekarang, kalau dia tidak mau, bilang saja aku akan datang dan mengacaukan pesta temannya itu. Mengerti."Perintah Dav masih dengan nada dinginnya.
Tanpa menunggu jawaban dari si pengawal, Dav langsung memutuskan sambungannya. Ia kembali menaruh ponselnya di atas nakas."Benar_benar gadis pembangkang."Gumamnya sambil berjalan menuju pintu kamar mandi.
***
Setelah mendapat perintah dari sang bos, si pengawal itupun segera menghampiri Elena yang terlihat masih asyik mengobrol dengan teman_temannya.
"Nona, sudah waktunya pulang."Ucapnya sopan namun mengisyaratkan Elena untuk segera pulang.
"Sebentar lagi, pak. Baru jam setengah sepuluh."Elena menyahut kesal, ia sudah yakin ini pasti perintah dari unclenya. "Huh, padahal aku sudah senang karena tidak melihat si pengawal ini, dasar uncle nyebelin. Kenapa sih selalu saja menyuruh si pengawal ini untuk mengawasiku?"Batin Elena sambil menatap kesal si pengawal yang tidak punya salah.
"Nona, jika nona tidak pulang, maka tuan Dav..."
"Ok, aku akan pulang. Puas."Elena menyela ucapan si pengawal dengan cepat, ia sudah dapat menebak apa yang akan di ucapkan oleh si pengawal tersebut. "Sin, aku pulang dulu ya, sekali lagi selamat ulang tahun." Ucapnya kepada temannya Sindy yang saat ini sedang berulang tahun.
"Huh, padahal belum jam sepuluh, tapi sudah mau pulang aja."Jawab Sindy sedikit kecewa, namun ia juga tidak bisa berbuat apa_apa."Ekhmm.. Padahal Deon sudah di perjalanan, loh."Bisiknya membuat Elena bersemu merah.
Sindy tau jika Elena menyukai sepupunya yang bernama Deon, begitu pula dengan Deon. Namun karena Dav si uncle yang selalu menjauhkan mereka berdua, alhasil sampai saat ini Deon masih belum mengungkapkan perasaannya kepada Elena.
"Sssst... Jangan sampai ucapan kamu terdengar ke telinga si pengawal rese itu, Sin."Ucap Elena sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir Sindy.
"Akukan bisikkin kamu, El. Mana mungkin dia mendengar bisikkanku, kecuali dia punya pendengaran yang tajam."
"Sudahlah, aku harus segera pulang sebelum uncle Dav datang dan membuat kekacauan di pestamu."Elena menyudahi pembicaraannya, ia segera berbalik dan berniat untuk melangkahkan kakinya.
"Elen..."Suara lembut nan merdu itu terdengar di telinga Elena. Jantung Elena langsung berdegup dengan sangat cepat, suara itu adalah suara yang ia rindukan selama beberapa Minggu ini."Elen, apa kamu tidak menyambut kepulangan ku?"Tanyanya lembut, membuat Elena tidak dapat menggerakkan kedua kakinya."Elen aku sangat merindukanmu."Batin laki_laki itu, yang tak lain adalah Deon.
Elena menatap si pengawal, tatapannya memohon untuk memberinya waktu walau hanya sebentar saja, si pengawal yang merasa sedikit kasihan pun mengangguk pelan."Lima menit, nona. Saya tunggu di luar."Ucap si pengawal tanpa expresi di wajahnya.
Elena tersenyum, walaupun hanya lima menit, tapi itu sudah cukup bagi Elena jika di bandingkan dengan tidak sama sekali. Elena langsung berbalik, ia menatap sosok laki_laki tampan yang memperlihatkan senyuman di wajahnya. Senyuman yang selalu Elena rindukan selama ini, jika bukan karena Dav, mungkin Elena sudah menjalin hubungan dengan Deon, cinta pertamanya.
"Elen, aku sangat merindukanmu."Deon berjalan menghampiri Elena, ia tidak memperdulikan dengan para mata yang menyaksikan drama bak pasangan kekasih yang sudah lama terpisahkan.
"Aku juga merindukanmu, Deon."Batin Elena sambil menatap Deon yang sudah berada di hadapannya."Ekhmm. Bagaimana kabarmu?"
"Aku tidak baik_baik saja, Elen. Kamu tahu selama beberapa Minggu ini aku selalu memikirkanmu."Jawab Deon jujur. Ia memang sangat merindukan Elena, walaupun Elena bukan kekasihnya tetapi Deon selalu menganggap Elena sebagai kekasih hatinya.
Wajah Elena kembali bersemu merah, ucapan Deon ini sungguh membuat dirinya salah tingkah."Jangan becanda, aku tidak sepenting itu untuk kamu pikirkan."Ucap Elena berusaha menutupi kegugupannya.
"Aku serius, Elen."Deon menggenggam kedua tangan Elena, sungguh ia ingin memeluk gadis yang selama ini ia rindukan. Sindy dan juga yang lainnya hanya diam dan menonton drama yang di perankan oleh Deon dan juga Elena. Mereka tidak ingin mengganggu dua sejoli itu."Aku tidak pernah becanda dengan perasaanku sendiri, Elen." Kali ini Deon akan mengungkapkan isi hatinya. Ia sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia juga tidak perduli dengan ancaman Dav yang akan membuat perusahaannya bangkrut jika dirinya bersih kukuh untuk mendekati Elena.
"Elen...."
"Nona, sudah saatnya pulang. Nona tahu bukan jika tuan Dav sudah marah, apapun akan terjadi."Pengawal sialan itu tiba_tiba datang dan merusak rencana Deon untuk mengungkapkan perasaannya terhadap Elena. Sindy dan yang lainnya pun harus mendengus kesal karena tidak dapat melihat drama yang akan di pertontonkan oleh Deon selanjutnya.
"Maafkan aku, Deon. Aku harus segera pulang."Elena langsung melepaskan kedua tangannya dari genggaman Deon, membuat Deon harus mengepalkan kedua tangannya erat. Deon sudah bertekad untuk mengungkapkan isi hatinya, namun semuanya gagal karena si pengawal sialan itu.
"Elen, beri aku waktu lima menit."Deon menatap Elena berharap agar Elena mau memberinya waktu, namun si pengawal sialan itu sudah terlebih dahulu membuka mulutnya sebelum Elena menjawab ucapan Deon.
"Maaf tuan Deon. Sepertinya nona Elena harus segera pulang. Saya harap anda tidak menahannya barang sedetikpun." Ucap si pengawal dingin tanpa expresi.
"Lain kali kita bicara lagi, Deon."Elena langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Deon.
"Elena, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkanmu."Deon membatin sambil menatap kepergian Elena yang kini sudah menghilang di balik pintu.
Elena menghentikan langkah kakinya, kemudian ia berbalik dan menatap si pengawal yang menurutnya sangat menyebalkan."Aku harap kejadian malam ini tidak sampai ke telinga uncle."Ucapnya dingin. Sungguh Elena sangat tidak suka dengan kehadiran si pengawal itu.
"Ini yang terakhir kali nona berhubungan dengan laki_laki itu, maka saya akan merahasiakan kejadian malam supaya tidak sampai ke telinga tuan Dav."
"Kau.... Sangat menyebalkan sama seperti tuanmu."Geram Elena."Kau tidak berhak ikut campur urusanku. Urusin urusanmu sendiri."
"Urusan saya adalah mengawasi nona, selain melindungi nona, saya juga harus menjauhkan nona dari berbagai macam pria buaya di luaran sana, itu perintah tuan Dav, nona."
Elena tidak lagi membalas ucapan si pengawal itu, Ia langsung masuk ke dalam mobilnya dan meminta sang sopir untuk segera melajukan kendaraannya.
Bersambung.
Waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam, Elena baru saja tiba, ia langsung masuk dengan cara mengendap_endap layaknya seorang maling. "Ah sepertinya uncle Dav sudah tidur. Syukurlah."Ucapnya pelan ketika ia tidak melihat keberadaan Dav di ruang keluarga. Elena kembali berjalan dengan normal, hatinya merasa lega karena Dav menurutnya sudah tidur.
"Apa kamu sudah puas, bermain dengan teman_temanmu itu."Suara dingin Dav tiba_tiba terdengar di gendang telinga Elena. Seketika langkah kaki Elena terhenti, jantungnya serasa meloncat karena terkejut. "Elen, beraninya kamu mengabaikan ucapanku."Dav berjalan menghampiri Elena, aura yang begitu mendominasi membuat Elena harus menahan nafasnya sesaat sebelum ia berucap.
"Uncle belum tidur?"Tanya Elena berusaha menutupi rasa gugupnya karena mendapat tatapan tajam dari Dav.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Elen. Aku paling tidak suka dengan orang yang tidak mendengarkan ucapanku."Dav bersedikap, tatapan matanya semakin tajam membuat Elena mundur satu langkah."Kau takut denganku hmmm."Dav berjalan satu langkah, membuat Elena kembali mundur ke belakang.
"Aku tidak takut, uncle. Hanya saja, aku sangat lelah dan butuh istirahat. Biarkan aku istirahat ya, Uncle."
"Ingin menghindari ku hmm." Dav mencengkram kuat lengan Elena, sungguh ia tidak dapat menahan emosinya ketika ia mendengar kabar bahwa Deon sudah kembali dan mendekati Elena."Elen, ingat ucapanku. Kamu tidak di perbolehkan untuk berhubungan dengan siapapun. Apa kamu mengerti."
"Uncle, aku sudah besar, aku berhak memiliki kehidupanku sendiri. Jadi aku mohon jangan campuri urusan pribadiku."
"Aku berhak mencampuri urusanmu, Elen. Dan kamu tidak di perbolehkan memiliki hubungan dengan siapapun termasuk Deon. Mengerti."Tegas Dav tanpa melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Elena."Jika kamu berani membantah ucapanku, akan aku pastikan Deon lenyap dari muka bumi ini. Mengerti."Dav melepaskan cengkraman tangannya, kemudian ia pergi meninggalkan Elena yang tengah menatapnya penuh amarah.
"Sebenarnya apa yang uncle inginkan dariku? Mengapa uncle mengekangku sampai seperti ini? Aku juga butuh kebebasan, uncle. Aku juga ingin seperti teman_temanku pergi tanpa pengawal, bebas berhubungan dengan siapapun tanpa ada yang melarangnya."Ucap Elena membuat langkah kaki Dav terhenti.
"Elen, kamu tidak akan pernah hidup bebas seperti teman_temanmu itu. Kamu adalah Elena putri satu_satunya Sentra yang harus ku jaga sepenuh hati. Apa kamu mengerti."Jawab Dav tanpa menatap Elena. Dav kembali melangkahkan kakinya, ucapan Elena mampu membuatnya marah, bahkan sangat marah. Bagaimana tidak, Elena menginginkan kebebasan, yang tidak mungkin Dav berikan.
***
Dav sudah duduk di kursi kebesarannya, di sampingnya berdiri Sam asisten sekaligus orang kepercayaannya di dunia hitam. Dav sedang memeriksa berkas_berkas yang di berikan oleh Sam, kemudian Dav langsung membubuhkan tanda tangannya di berkas_berkas tersebut lalu memberikannya kepada Sam.
"Bagaimana perkembangan proyek kita yang ada di kota M? Apa sudah ada kemajuan?"Tanya Dav dengan tangan bersedikap menatap lurus ke depan.
"Sudah, bos. Semuanya berjalan lancar, orang_orang yang menggelapkan dana sudah di berhentikan dan di kirim ke penjara bawah tanah."
"Kerja bagus. Kau memang sangat bisa di andalkan, Sam. Bonus bulan ini akan ku tambahkan menjadi dua kali lipat."Ucap Dav tanpa menatap sang asisten.
"Terima kasih, bos."Sam sangat bahagia ketika mendengar bonusnya di tambah menjadi dua kali lipat, ia bersorak riang dalam hati."Yes, bonus tambahan. Yes, yes." Teriaknya dalam hati. "Ada lagi, bos?"
"Tidak ada, kau keluarlah."Perintah Dav datar.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, bos."
"Hmm." Dav hanya berdehem pelan, Sam pun langsung bergegas melangkahkan kakinya keluar dari ruangan bosnya tersebut.
Dav kembali melakukan pekerjaannya, namun ketika dirinya hendak membuka email dari kliennya, tiba_tiba saja ponselnya bergetar menandakan adanya panggilan masuk dari seseorang.
Dav menatap layar ponselnya, lalu ia pun segera menggeser tombol yang berwarna hijau."Aku sedang bekerja, Sha. Jika tidak ada hal penting kamu jangan menghubungiku."Ucapnya datar.
"Sayang, aku sangat merindukanmu, aku sekarang sudah berada di bandara."Jawab si penelpon yang tak lain adalah Alisha kekasih Dav yang sudah setahun berada di luar negeri. "Kami jemput aku, ya."Pinta Alisha manja.
"Aku sedang sibuk, Alisha. Aku suruh Sam untuk menjemputmu. Ok."Ucap Dav sedikit lembut.
"Hmm baiklah, terserah kamu."
"Yasudah aku tutup dulu telponnya."Dav langsung menggeser tombol berwarna merah, lalu ia segera menghubungi Sam dan memerintahkan Sam untuk menjemput kekasihnya di bandara. Setelah selesai, Dav kembali menaruh benda pipih itu di atas meja kerjanya.
Dav memejamkan kedua bola matanya, kekasihnya kembali harusnya ia merasa bahagia, namun entah mengapa ia tidak merasa bahagia sama sekali. Dav justru tidak menginginkan kehadiran Alisha yang sudah menjadi kekasihnya selama lima tahun.
"Alisha. Setelah satu tahun kamu baru kembali."Dav mengusap wajahnya kasar, lalu melepaskan jasnya yang sedari tadi nempel di tubuhnya." Elena, mengapa wajah gadis kecil itu selalu menghantuiku? Apa aku sudah jatuh cinta dengan gadis kecil itu? Argh sial. Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun untuk memilikinya, Elena hanya milikku, apapun caranya, aku akan membuatnya tetap tinggal bersamaku. Persetan dengan Alisha. Aku sudah tidak lagi mencintainya."
Setelah bergelut dengan pikirannya, Dav pun kembali melakukan pekerjaannya yang tertunda, meskipun bayangan Elena selalu memenuhi isi kepalanya, namun Dav tetap berusaha untuk fokus dengan pekerjaan yang ada di hadapannya.
Sementara itu di sisi lain, terlihat Elena sedang menampilkan wajah kesalnya. Hari ini ia pergi ke kampus dengan dua bodyguard yang setia mendampinginya. Jika hari biasanya, bodyguard itu akan selalu mengawasinya dari jarak yang cukup jauh, namun berbeda dengan hari ini, kedua bodyguard itu selalu mengikutinya kemanapun Elena pergi tak terkecuali ke kamar mandi.
Elena menjadi bahan perbincangan seluruh penghuni kampus, namun Elena tidak memperdulikannya, ia tetap berjalan dengan santai. Padahal dalam hati ia terus memaki dan sangat ingin menceburkan kedua bodyguard utusan unclenya itu."Dasar pengawal sialan, uncle rese, nyebelin. Apa mereka pikir aku ini tuan putri sampai harus di kawal segala huh. Benar_benar sangat menyebalkan. Lihatlah semua orang pasti sedang mengejekku."Gerutu Elena terus melangkahkan kakinya menuju ruang kelasnya.
"Aku sudah sampai. Kalian pergilah."Ucap Elena ketika dirinya sudah tiba di depan pintu kelasnya.
"Kami tidak akan pergi kemana_mana, nona. Karena kami di tugaskan untuk menjaga dan melindungi, nona."Jawab salah satu bodyguard datar.
"Hey! kalian pikir aku ini tuan putri sampai_sampai kalian harus menjagaku seharian hah? Jangan keterlaluan aku tidak ingin membuat murid lain merasa tidak nyaman atas kehadiran kalian berdua yang memiliki tampang sangar."
"Maafkan kami, nona. Ini adalah perintah dari tuan, Dav."
"Tapi aku sangat terganggu, dan lihatlah, aku jadi bahan pembicaraan mereka gara_gara kehadiran kalian berdua." Geram Elena sambil menatap tajam dua bodyguard tersebut.
"Jika nona merasa terganggu, biar kami yang membuat mereka terdiam dan berhenti membicarakan, nona."
"Astaga, bukan itu maksudku.... Argh sudahlah aku malas berdebat dengan kalian."Elena masuk ke dalam kelasnya, di sana Sindy sudah duduk manis di kursinya.
"Kenapa wajahmu di tekuk seperti itu, Elen?"Tanya Sindy sambil menatap Elena yang terlihat menekuk wajahnya kesal.
"Ini semua gara_gara uncle ku, Sin. Kamu lihat di depan kelas kita."Elena menunjuk jarinya ke tempat dimana kedua bodyguard itu berdiri. "Mereka pengawal suruhan uncle Dav, kamu tahu, mereka sengaja berdiri di situ hanya untuk mengawasiku. Benar_benar menyebalkan."
"Ffft... Uncle mu sangat perhatian ya sama kamu."Ucap Sindy sambil menahan tawanya."Mungkin uncle mu takut jika Deon datang ke kampus dan mengungkapkan...."
"Sssst... Telinga mereka tajam, Sin. Jangan bahas Deon."Bisik Elena.
"Ok, ok. Kita tidak bahas Deon karena dosennya sudah datang."Ucap Sindy setengah berbisik."Nanti pulang kampus, kita jalan_jalan, yuk."Ajaknya yang mendapat cubitan gemas dari Elena."Aauw... Sakit, Elena..."
"Sudah tahu aku pasti tidak di izinkan, malah mengajakku . Dasar nyebelin."Dengus Elena membuat Sindy tersenyum tanpa rasa bersalahnya.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!