Gadis manis itu berlari dengan tergesa-gesa. Rambut yang semula tertata rapi kini berhamburan kesana-kemari. Sembari berlari, ia terus saja merutuki diri, ia menyesal karena menuruti sang mama membuat vidio tik-tok sampai tengah malam yang akhirnya kini membuatnya berkejaran dengan waktu. Tempat tujuan sudah di depan mata, lima menit sebelum waktu yang di janjikan, ia yakin belum terlambat.
Braakk!!
"Aduh ... kalau jalan pakai mata dong, sakit tau!" oceh Mutia sembari membersihkan kotoran pada roknya.
"Jalan itu pakai kaki, mata buat melihat. Dan saya sudah melihat, justru anda yang jalannya meleng," ucap lelaki tanpa memedulikan ocehan Mutia.
"Yee ... udah salah malah nyalahin oo--rang," ucapnya melemah saat menatap lelaki di hadapannya itu. "Astaga ... kenapa pagi-pagi Lee Min Ho ngejogrok dimari, bukannya lagi shooting iklan indomie," ocehnya dengan mata berbinar. Lelaki yang di hadapannya itu hanya bisa menggelengkan kepala.
"Anda sudah selesai? Saya mau masuk dulu," ucapnya sembari berlalu meninggalkan Mutia yang masih terbengong dengan lamunannya.
Saat lelaki itu telah jauh, Mutia baru sadar dengan tujuan awalnya. Ia pun makin merutuki diri, kenapa bisa melakukan tindakan memalukan seperti tadi? Aah ... mata memang kurang ajar, kenapa tidak bisa santai saat melihat yang bening dikit.
Mutia yang baru saja sampai di depan meja resepsionis begitu kaget saat namanya dipanggil pertama kali. Dia belum bernapas dengan benar, matanya juga belum kembali pada posisi normal setelah melihat pemandangan indah tadi. Namun, bagaimanapun ia harus siap, dia tak mau perjuangannya untuk sampai di tempat ini menjadi sia-sia.
Mutai mengambil napas sejenak. Ia bersiap masuk ke dalam ruang HRD, dengan tersenyum ia menyapa para pelamar lain di tempat itu, meskipun akhirnya ia mendapat senyuman sinis dari beberapa orang.
'Iish ... pada kenapa juga itu cewek-cewek liatin sampe segitunya? Sudah tahu aku cantik, gak perlu juga liatin sampai kayak orang **** begitu.' gerutu mutia dalam hatinya.
Dua kali ketuk, Mutia langsung mendapat sahutan dari dalam, ia pun tanpa ragu melangkah masuk. Mutia begitu terkejut saat melihat lelaki yang ia tabrak ada di hadapannya saat ini. Senyumnya merekah dan matanya pun kembali berbinar menyaksikan makluk indah ciptaan Tuhan ini.
"Kamu kerja di sini?" ucap Mutia antusias sembari mengambil tempat duduk di hadapannya.
"Bicara yang sopan, saya atasan kamu di sini," ucap lelaki itu yang langsung membuat Mutia mengerucutkan bibirnya.
"Maaf, Pak," ucapnya pelan.
"Ya, sudah. Sini CV kamu!" Mutia pun menyerahkan map yang sedari tadi ia pegang. Lelaki itu terlihat membaca lembar demi lembar isi map tersebut.
"Jadi, kamu baru saja lulus SMA?"
"Iya, Pak."
"Kenapa tidak kuliah saja?"
"Mau nyari duit saja, Pak. Lagian kalau saya kuliah kasihan mama saya nyari duit sendirian. Yang ada nanti saya malah di suruh vidoin dia terus biar Vlognya makin rame," jawab Mutia begitu santai namun justru menciptakan senyum di bibir lelaki itu.
"Emang mama kamu punya Vlog?"
"Punya, viewernya aja banyak. Dari yang berondong muda sampai berondong yang sudah bangkotan juga ada. Saya yang anaknya saja kalah, bapak mau jadi viewernya juga?" tanya Mutia tanpa sungkan.
"Gak usah. Sudah. Kembali ke obrolan awal, kenapa jadi ngomongin mama kamu, emang yang kerja mama kamu?"
"Lah kan bapak yang tanya, ya saya jawab dong. Salahnya dimana coba?"
"Kan saya bosnya, jadi terserah saya," jawab lelaki itu yang membuat Mutia memutar matanya malas. Ternyata benar, semua lelaki tampan di dunia ini sama, Belagu.
"Jadi, apa keahlian kamu?"
"Saya bisa apa saja, Pak. Nyapu, ngepel, ngitung duit, bongkar-bongkar barang, apa aja deh. Cuma satu yang gak saya bisa, memenangkan hati lelaki, maklum, Pak. Jomlo akut," ucap Mutia sembari memamerkan deretan gigi depannya.
"Gak tanya!" lagi-lagi Mutia di bikin senewen oleh lelaki di hadapannya ini, untung cakep, kalau gak sudah aku pepetin tembok dari tadi, eeeh ....
"Jadi, bila di terima kapan kamu bisa mulai kerja?"
"Ya, terserah bapak, kan bapak bosnya." Skakmat! Mutia tersenyum puas dalam hatinya, sedangkan lelaki di hadapannya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ya, sudah kamu pulang saja dulu, nanti kalau di terima kamu bakal di hubungi oleh pihak HRD, lama-lama kamu di sini malah bikin kepala saya pusing."
"Lah, kok bapak sama kayak mama saya? Pusing kalau ngobrol lama sama saya," celoteh Mutia sekali lagi.
"Sudah, kamu pulang dulu. Satu lagi, lain kali sisiran dulu kalau mau pergi." ucap lelaki itu yang membuat Mutia seketika memegang rambutnya.
Sial!
Mutia lupa menyisir rambutnya terlebih dahulu tadi, benar-benar memaluka. Sembari nyengir, Mutia berbalik dan meninggalkan ruangan itu.
Setelah serangkaian kejadian yang terjadi hari ini, rumah adalah tujuan Mutia sekarang. Hari ini tenaganya terkuras habis, belum lagi karena kesiangan ia belum memakan apapun sejak pagi.
"Assalamualaikum, aku pulang," ucap Mutia saat memasuki rumah. Tanpa banyak kata, ia pun langsung mengambil tempat duduk di sebelah mamanya.
"Waalaikumsalam, gimana interview kamu hari ini? Diterima kan? Kapan mulai bekerja?" tanya mama begitu antusias. Mutia yang diberondong pertanyaan oleh sang mama hanya bisa menghembuskan napas.
"Belum ada jawaban, Ma. Besok kalau diterima dihubungin lagi sama pihak HRD," jelas Mutia tak semangat.
"Ya, sudah kalau begitu, pasti kamu diterima, selain pintar, kamu kan juga cantik, cocok lah buat jaga toko sebesar itu."
"Mutia gak yakin, Ma. Hari ini banyak banget kesalahan Mutia. Satu, Mutia hampir saja terlambat gara-gara video tik-tok mama semalam. Kedua, karena takut telat, tanpa sengaja aku menabrak orang yang ternyata adalah bos di sana. Aah ... benar-benar hari yang buruk," jelas Mutia yang langsung mendapat pelukan sang mama.
"Ya, maaf. Eh tapi video tik-tok kita banyak yang like loh, mau lihat?"
"Gak mau, gak bersemangat."
"Ya, jangan sedih gitu, dong. Eeh bosnya gimana? Ganteng gak?"
"Ganteng, tapi galak."
"Pacarin aja, siapa tahu nanti galaknya ilang," ucap mama sembari nyengir. Mutia hanya bisa menatap mamanya dengan gelengan kepala.
Mutia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur. Perutnya sudah mulai demo meminta haknya.
"Mama ... kok cuma ada nasi? Lauknya mana?" teriak Mutia dari dalam dapur.
"Aduh ... mama lupa masak, Nak. Tadi keasyikan bikin vlog sampai gak tau tukang sayur lewat, mama beliin ikan di warung Mang Adi aja, ya," balas mama dari ruang tamu.
Mutia yang mendengar ucapan sang mama mendadak lemas dan memilih duduk di meja makan.
***
"Mamaaa ....!" teriak Mutia tiba-tiba dari dalam kamarnya.
"Ada apa, sih, Mut? Pagi-pagi sudah teriak-teriak, ada apa?" ucap mama dengan berlarian masuk ke dalam kamar putrinya itu.
"Wuaaah ... hantuuuu!" teriak Mutia saat melihat muka sang mama yang berwarna putih semua.
"Mana ... mana hantunya?"
"Mama ... kenapa pagi-pagi pakai masker, sih? Bikin kaget saja," oceh Mutia yang justru mendapat tonyoran sang mama.
"Kamu itu yang ngapain pagi-pagi teriak-teriak? Mama kan memang belum cuci muka. Lagian kenapa, sih, teriak-teriak?"
"Aku diterima kerja, Ma. Besok aku bisa mulai kerja," teriak Mutia histeris. Mama pun tak kalah histeris, hingga masker yang ia pakai pun rontok kemana-mana.
"Tuh, kan, Mama bilang apa, kamu pasti diterima. Kamu kan pinter, cantik lagi."
"Elah ... mama, gayaan sok muji-muji segala. Besok gaji pertama buat mama deh."
"Dasar bocah! Dipuji malah bilang mama gayaan. Maksud mama, terang aja kamu cantik, lah bibitnya aja sekece ini," ucap mama bangga sembari memainkan poninya.
"Iya, bibit dari papa yang bikin Mutia cantik. Mama mah, cantiknya ngikut doang," ucap Mutia sembari terbahak. Mama yang kesal pun melempar anaknya itu dengan bantal.
"Dasar anak durhaka!" ucap mama sembari berlalu.
Mutia masih tetap saja tertawa melihat kelakuan sang mama. Biarpun seperti itu, Mutia begitu menyayangi mamanya, wanita itulah satu-satunya orang tuanya sekarang. Sepeninggal papa empat tahun lalu membuat mama harus banting tulang menghidupinya. Untunglah sang mama jago memasak, meskipun tidak terlalu ramai, paling tidak usaha catering mamanya itu bisa mencukupi kehidupan mereka sampai sekarang.
***
Mutia bersiap-siap untuk berangkat kerja, karena ini hari pertama ia ingin berpenampilan sebaik mungkin.
"Mutia, sini rambutnya mama kepang, ya? Pasti cantik deh, mama dulu waktu muda paling cantik kalau dikepang dua," ujar mama dengan bersiap merapikan rambut Mutia.
"Ogah, Ma. Dikepang itu sudah kuno. Gak jamannya lagi. Nanti yang ada malah diketawain sama orang-orang," jawab Mutia sembari menghindar dari mamanya.
"Siapa yang berani ngetawain kamu? Sini, biar mama hajar," ujar mama bersunggut-sunggut.
Mutia hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang mama. Ia tak mau ambil pusing dan memilih keluar kamar.
"Mutia ... kok malah keluar, sini mama kepangin!" teriak mama dari dalam kamar.
"Ogah, Mutia mau sarapan aja. Noh ... mama kepang Bu Elly, ntar bikin vidio tik-tok lagi deh," ujar Mutia sembari mencomot tempe goreng dimeja.
"Ide bagus itu, nanti pulang kerja kamu yang vidioin, ya?" ucap mama dengan berbinar di depan putrinya itu.
"Ogah. Mutia udah kerja, Ma. Jangan ganggu waktu Mutia dong, kan ada Mang Asep, Mang Jaka, Pak Ridwan, nah itu mereka kan bisa disuruh vidoin, Mutia ogah."
"Issh ... dasar anak durhaka!"
Hari ini, lagi-lagi Mutia harus berlarian agar tidak terlambat di hari pertamanya. Gara-gara sang mama yang ngotot akan mengepang rambutnya, Mutia harus berlarian untuk menghindari wanita terkasihnya itu.
Bruuk!!
"Aaww ... kalau jalan pakai mata dong," omel Mutia sembari membersihkan bajunya dari kotoran.
"Selamat pagi, Mbak Mutia," sapa lelaki yang baru saja Mutia tabrak.
Merasa namanya dipanggil Mutia pun mendongak menatap ke arah sumber suara. Seketika itu dia menutup mulutnya.
Kenapa harus dia lagi? Rutuk Mutia dalam hatinya.
"Pa--pagi juga, Pak. Maaf, Pak. Saya tidak lihay, saya yang salah," ucapnya sembari tertunduk.
"Tidak masalah. Saya kira, saya bakal dapat reaksi yang sama seperti kemarin, ternyata tidak," balasnya lagi dengan senyum di bibir.
Aiiish ... itu senyum manis banget, gak kalah sama ikhlan syrup marjan. Lagi-lagi batin Mutia berontak.
"Ouw ... itu, saya yang salah, Pak. Saya minta maaf. Kemarin saya buru-buru, jadi tidak lihat bapak."
"Sudah, jangan minta maaf terus. Mungkin kita memang berjodoh, mangkanya ketemu terus," ucapnya sembari mengedipkan mata dan berlalu meninggalkan Mutia.
Mutia melongo mendapat perlakuan seperti itu. Tak disangka sifatnya berbeda 180 derajat dari kemarin. Kemarin dia begitu dingin dan angkuh, tapi sekarang di justru menunjukan sifat berbeda.
Dia kepribadian ganda mungkin, ya? Atau jangan-jangan dia ngincer perawan? Mutia bergidik ngeri dengan pemikirannya sendiri.
***
"Selamat pagi, Teman-teman. Seperti biasa sebelum kita melakukan aktifitas, kita akan melakukan briefing pagi. Di sini kita bisa sharing segala kendala yang teman-teman hadapi untuk dipecahkan bersama. Tak lupa pagi ini ada beberapa karyawan baru juga, kalian bisa kenalan nanti saja. Dan jangan lupa, untuk membantu mereka memahami bagian kerjaan mereka masing-masing, jangan bersikap sok senior. Di sini kita semua sama, hanya seorang pegawai yang mencari rejeki, jadi jangan sampai ada perbedaan antara senior dan junior, mengerti, ya, teman-teman?"
"Mengerti, Pak."
Pagi itu, Pak Rudi--SPV-- Memimpin briefing pagi. Setelah memberi para karyawan pengarahan, kini giliran para karyawan baru mendapatkan tugas pertamanya, termasuk Mutia.
Mutia mendapatkan tugas dibagian gudang, sebagai penghitung stok keluar masuk barang.
"Elaaah ... udah dandan cantik, eeh malah disimpen di gudang," lagi-lagi Mutia menggurutu.
Di gudang, Mutia ditemani dengan dua orang seniornya, ada Rani dan Bagas yang akan mengajarinya di hari pertama ini.
"Eh, tumben si bos pagi-pagi udah nangkring dimari," ucap Bagas mengawali pembicaraan.
"Ho'oh, gak biasanya. Ada anak baru yang ditaksir mungkin," jawab Rani menimpali.
"Masa? Orang juteknya gak ketulungan gitu, masa iya ada yang mau?" balas Bagas lagi yang mendapat tawaan dari Rani.
"Emang bosnya yang mana sih, Mbak?" Kali ini giliran Mutia yang bertanya.
"Kamu belum ketemu, Si bos? Lah kemarin imterview sama siapa?"
"Ya, ada orang laki-laki, sih. Om-om gitu mukanya."
"Om-om?" tanya Rani dan Bagas bersamaan. Mutia pun mengangguk, tapi Rani dan Bagas justru tertawa terbahak.
"Tapi Ganteng, kan?" tanya Rani setelah berhenti tertawa.
"Ganteng, sih, Mbak. Kayak Lee Min Ho." Mendengar jawaban polos Mutia, Bagas dan Rani pun tertawa lagi.
"Ya, itu Pak Denis, bos yang kata kamu kayak Lee Min Ho," jawab Bagas masih dengan tawanya. Mutia hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal sembari nyengir tanpa dosa.
Waktu kian berlalu, tanpa terasa waktu sudah menunjukan jam istirahat. Mutia bersyukur, Rani dan Bagas memperlakukannya dengan baik, mereka juga sangat telaten mengajari Mutia. Belum lagi, Bagas adalah orang yang gemar bercanda, itu membuat hari mereka berlalu tanpa terasa.
"Ran, kamu ajak Mutia istirahat dulu aja, deh. Dia pasti belum tau makanan enak di sini. Aku nanti aja pas jam kedua," ucap Bagas yang mendapat anggukan oleh Rani.
Di sini, sistem istirahat memanglah bergantian. Sebagai toko pakaian yang cukup besar, toko ini jarang sekali sepi, itulah sebabnya tidak semua karyawan istirahat bersamaan.
"Mut, doyan mie ayam gak? Kalau mau kita makan di depan sana, tapi kalau gak mau mie, di sana juga ada nasi kok, kamu tinggal pilih aja," ucap Rani sembari menunjuk ke deretan kaki lima depan toko.
"Aku mah, pemakan segala, Mbak. Yang penting halal," jawab Mutia yang mendapat senyuman dari Rani.
Seusai makan siang, Mutia berpamitan untuk melakukan salat duhur.
"Mau kemana, Mbak Mut?" Sapaan di belakang membuat Mutia melonjak kaget.
"Eeh ... mau salat, Pak. Tapi saya gak tau di mana mushollanya," jawab Mutia dengan tertunduk.
"Mau saya antar?"
"Gak usah, Pak. Bapak tinggal tunjukin arahnya saja."
"Sayangnya, saya cuman tau arah ke KUA, mau ikut gak?" jawab Denis dengan senyum mengembang. Sekilas Mutia terbengong mendengar penuturan bosnya itu.
"Ehh ... anu, Pak. Eh saya ...," Mutia mendadak gugup mendapatkan pernyataan yang tiba-tiba. Denis makin tertawa melihat tingkah Mutia.
"Kamu lucu kalau salting gitu, Musholla ada dilantai tiga, kamu naik aja. Sayangnya aku baru aja salat, tau gitu kita barengan tadi, sekalian belajar buat jadi imam kamu nanti," jawab Denis lagi yang membuat Mutia nyengir dan buru-buru meninggalkannya tanpa mengucapkan terima kasih.
Dasar sinting. Sudah om-om gitu masih aja ganjen. Untung ganteng. Eeh ... tapi biarpun gitu ogah juga digombalin sama dia, emang aku cewek apaan? Mutia terus saja menggerutu hingga ia menemukan musholla yang ia cari.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Semua karyawan sudah bersiap-siap untuk tutup toko. Sebelum pulang pun ada briefing malam yang harus mereka ikuti. Hingga kini saatnya seluruh karyawan pulang ke rumahnya masing-masing.
Mutia yang baru sekali merasakan bekerja merasakan tubuhnya remuk redam. Meskipum ia hanya duduk dan menghitung stok, tapi tak ayal kerjaannya itu membuat punggungnya meronta. Dia berjalan lunglai menuju parkiran motor, hingga suara sapaan mengaggetkanya.
"Mau pulang, Mbak Mut? Mau saya antar?"
Mutia memutar bola matanya malas, untuk sekarang ini dia ingin segera pulang tanpa mendengar gombalan yang membuat perutnya akan semakin lapar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!