NovelToon NovelToon

Jerat Cinta CEO Arrogant

Prolog

Sena

Ternyata kisah ibu tiri yang kejam itu bukan hanya dongeng isapan jempol semata. Karena aku memang mengalaminya sendiri. Mama-ku meninggal ketika melahirkan diriku. Kemudian Papa-ku menikah dengan adik kandung dari Mama-ku, turun ranjang kalau kata orang.

Di depan Papa-ku, mama tiri-ku akan bersikap baik padaku, seolah-olah menyayangi diriku seperti anak kandungnya sendiri. Tapi di belakang Papa-ku, mama tiri-ku sering berbuat semena-mena terhadap diriku.

Dulu, awalnya Papa menolak usulan perjodohan dadakan itu. Karena bagi Papa, tidak ada yang bisa menggantikan posisi Mama di hati Papa. Tapi karena desakan dari pihak keluarga, dan diriku yang memang membutuhkan sosok dan kasih sayang seorang ibu saat itu, akhirnya Papa bersedia menerima perjodohan dadakan itu.

Lagian, yang akan dinikahi oleh Papa-ku adalah adik kandung dari Mama-ku, jadi dia pasti juga akan menyayangiku seperti anaknya sendiri, begitu mungkin yang ada di pikiran Papa-ku saat itu.

Namaku Sena Andriyana dan saat ini umurku sudah 20 tahun. Dan aku memiliki dua orang adik dari mama tiri-ku, Shavira Ardhania ( 18 tahun ) dan Azka Azzaki ( 15 tahun ).

Berbeda dengan mama tiri-ku yang sering berbuat semena-mena terhadapku di belakang Papa, kedua adikku justru sangat menyayangiku. Hubungan persaudaraan di antara kami bertiga sangat kuat, karena didikan yang tepat dari Papa kepada kami. Aku pun juga sangat menyayangi kedua adikku itu.

Sebenarnya aku juga sayang dengan mama tiri-ku. Meskipun dia sering berbuat tidak adil kepadaku dan sering membedakan aku dengan kedua adikku, tapi dia juga yang sudah merawat dan membesarkanku, meski mungkin tidak dengan sepenuh hati.

Tapi terkadang aku memiliki titik jenuh juga. Merasakan ketidakadilan Mama terhadap diriku. Aku sering berpikir lebih baik kalau aku pergi saja. Tapi kedua adikku menjadi alasanku untuk tetap bertahan. Mereka yang menyayangiku dengan tulus. Dan seringkali mereka juga membutuhkan perlindungan dariku yang memang sudah menguasai ilmu bela diri sejak kecil.

Sejak masih kecil aku sudah menyibukkan diri dengan sering ikut Papa ke markas Om Steven. Sejujurnya, awalnya itu hanyalah sebuah alasan agar aku bisa pergi dari rumah. Kadang merasa iri juga ketika melihat Mama memperlakukan kedua adikku dengan penuh sayang, sementara kepada diriku berbeda.

Papa adalah ahli komputer yang juga dipercaya oleh Om Steven untuk menjadi pemimpin di markas miliknya tersebut. Dan disanalah aku belajar bela diri dan ilmu-ilmu mempertahankan diri yang lainnya.

Vira dan Azka tidak diperbolehkan oleh Mama untuk ikut Papa ke markas. Mama takut mereka berdua bisa terluka. Tapi diam-diam Azka sering juga datang ke markas bersama Papa. Azka ingin belajar untuk bisa melindungi dirinya sendiri dan juga orang-orang yang dia sayangi. Tentu saja Papa setuju, karena menurut Papa, Azka adalah anak laki-laki jadi dia harus kuat untuk bisa melindungi dirinya sendiri dan juga orang-orang yang dia sayangi nanti.

🌺🌺🌺

Syafiq

Namaku Syafiq Aquila Setyo Aji, saat ini umurku 24 tahun. Aku adalah putra kedua dari salah satu pengusaha yang cukup sukses di negara ini, Steven Alvaro Setyo Aji, dan bunda-ku yang cantik dan baik hati, Sheila Ayudia Mahendra. Aku memiliki seorang kakak laki-laki, Sean Ravindra Setyo Aji ( 27 tahun ), dan juga seorang adik perempuan, Safaniya Aulia Setyo Aji ( 21 tahun).

Setiap hari aku menjalani kehidupan yang cukup bahagia. Dengan keluarga yang sangat harmonis dan saling menyayangi. Dan juga pekerjaan yang sudah cukup mapan di perusahaan milik Opa Ricko yang memang sudah dialih-namakan atas nama diriku dan juga sahabatku, Alvin Aditya Pamungkas.

Jangan tanya tentang masalah percintaan, karena aku sama saja dengan Bang Sean, kakak laki-laki ku itu. Pertama kali menyukai seorang gadis tapi justru ditinggalkan karena orang lain yang lebih segala-galanya dari kami. Jadi, yah, biarkan saja semuanya mengalir seperti air.

Lagipula aku juga yakin dan percaya kok, kalau Allah SWT pasti sudah menyiapkan seseorang yang pasti pas untuk menjadi jodohku nanti. Tinggal aku tunggu dan nikmati prosesnya aja. Karena seringkali rencana takdir dari Allah SWT itu benar-benar diluar dugaan. Contoh yang paling real ya Abang-ku itu, Bang Sean.

Dalam semalam, dan hanya karena jebakan para pemuda tidak bertanggung jawab, sampai akhirnya Bang Sean dinikahkan secara mendadak oleh warga. Dan hebatnya lagi, gadis yang dinikahi oleh Abang-ku itu adalah orang yang sudah berhasil mencuri perhatian Bang Sean sejak pertama kali mereka bertemu. See, rencana Allah SWT tidak akan pernah keliru, meski terkadang caranya tidak terduga.

🌺🌺🌺

Author POV

Bagaimana jika kedua anak manusia itu tiba-tiba disatukan karena takdir dari Allah SWT yang selalu tidak terduga itu?

Sena, yang sebenarnya sejak kecil memang sudah jatuh hati kepada Syafiq, sosok penyelamat-nya ketika diganggu anak-anak nakal. Dan karena jebakan mama tiri-nya yang berakhir kacau, sampai akhirnya Sena terpaksa harus menikah dengan Syafiq.

Haruskah Sena merasa bahagia karena akhirnya bisa menikah dengan orang yang sudah mencuri hatinya sejak kecil itu? Haruskah Sena merasa senang karena akhirnya bisa keluar dari rumah yang tidak pernah membuatnya merasa nyaman itu?

Sementara di sisi lain, setahu Sena, Syafiq adalah laki-laki yang disukai oleh Vira, adiknya. Tapi kenapa justru Syafiq yang sangat ngotot untuk bisa menikahi Sena?

Sementara Syafiq, ternyata nasibnya pun tidak jauh berbeda dengan nasib yang dialami oleh abangnya. Tiba-tiba harus menikah secara mendadak. Dan dengan sangat terpaksa harus menyembunyikan dulu pernikahannya itu dari keluarganya. Alasan apa yang membuat Syafiq begitu kekeuh untuk bisa menikahi Sena?

...........

*Hai semuanya, berjumpa kembali kita di karya kedua ku ini. Semoga novel ini juga bisa mendapatkan tempat spesial di hati para pembaca nantinya 😊

FYI, novel ini merupakan sequel dari novel pertama ku 'Cinta Sheila',,, jadi bagi yang belum membaca novel pertama ku itu sangat disarankan untuk membacanya juga, karena novel ini akan berhubungan dengan novel tersebut 😉

Terima kasih untuk kalian semua yang sudah berkenan mampir di karya receh ku ini. Dan semoga kalian semua suka dengan coretan author amatir ini.

Salam sayang

iin nuryati 😘*

Daily Routine

Sena Andriyana

"Sena, buruan turun terus masak buat sarapan pagi," kata Mama Bella dari balik pintu kamarku.

"Iya Ma," balasku dari dalam kamar, tidak ingin membantah sama sekali.

Kemudian aku mendengar langkah kaki Mama Bella yang menjauh dari pintu kamarku. Beliau adalah Mama Bella, mama tiri-ku, adik dari Mama kandungku Mama Arini yang sudah meninggal ketika melahirkan diriku ke dunia ini.

Aku kemudian melipat mukena dan sajadah yang baru saja selesai aku gunakan untuk sholat subuh. Berdiri, meletakkan perlengkapan sholatku kembali ke tempatnya, kemudian beranjak keluar dari kamar. Segera aku menuruni anak tangga dan menuju ke arah dapur. Aku kemudian segera memasak untuk sarapan pagi hari ini.

Di rumah ini aku tinggal bersama Papa Bima, Mama Bella, dan kedua adikku, Vira dan Azka. Ada juga seorang pembantu yang membantu mengurus pekerjaan rumah, Bik Prapti namanya.

Tapi memang setiap hari Mama Bella pasti menyuruhku memasak dan melakukan beberapa pekerjaan rumah yang lainnya, jika aku ada di rumah. Karena terkadang, kalau Papa menginap di markas, maka aku juga lebih memilih untuk menginap di markas bersama Papa. Intinya, sebisa mungkin aku menyibukkan diri dengan aktivitas di luar rumah.

Bukannya ingin lari dari pekerjaan di rumah. Hanya saja terkadang aku merasa iri juga ketika melihat Mama begitu menyayangi dan memanjakan Vira dan Azka, berbeda dengan perlakuan Mama kepadaku. Manusiawi bukan kalau aku merasakan perasaan ini? Itu kenapa aku lebih memilih untuk menghindar.

🌺🌺🌺

Saat ini semuanya sudah berkumpul di meja makan dan sedang sarapan pagi bersama.

"Mmm, masakan kakak selalu juara," puji Vira di sela mengunyah sarapan paginya.

"Iya, kak Vira benar. Masakan kak Sena selalu delicioso," imbuh Azka dengan mengecup pucuk ibu jari dan jari telunjuk yang disatukan, udah kayak iklan kopi yang krimer-nya nempel di hidung itu.

Aku dan Papa tersenyum menanggapi ucapan Vira dan Azka. Sekilas aku bisa melihat raut wajah kesal dan tidak suka dari Mama. Tapi biarlah, yang penting aku tidak membuat masalah apalagi keributan.

"Udah, makan dulu yang bener. Jangan sambil ngomong, nanti keselek," tegur Mama dengan intonasi yang dibuat sebiasa mungkin.

"Iya Ma," balas Vira dan Azka bersamaan.

Kemudian kami pun menyelesaikan sarapan pagi kami dalam diam. Soalnya kalau Mama sudah dalam mode dingin kayak gitu, jangan coba-coba untuk mencari masalah kalau tidak ingin berakhir dengan pelototan garang, omelan, atau bahkan hukuman.

Selesai sarapan aku dan Vira membereskan meja makan dengan dibantu oleh Bik Prapti. Mama membantu Papa dan Azka untuk bersiap. Aku, Vira, dan Azka kemudian berangkat lebih dulu. Yup, aku bawa mobil sendiri sekalian nganterin dua adikku itu.

Kami bertiga pun kemudian berpamitan dan mencium punggung tangan kanan Papa juga Mama. Setelah itu kami pun berangkat. Terlebih dahulu aku dan Vira mengantarkan Azka ke sekolahnya. Baru setelah itu aku dan Vira menuju ke kampus kami.

Aku dan Vira kuliah di universitas yang sama, hanya berbeda jurusan saja. Setelah sampai di kampus aku dan Vira berpisah di parkiran. Kalau untuk masalah pulang kita fleksibel aja. Kalau pas bisa bareng ya bareng, kalau enggak bisa ya kita pulang sendiri-sendiri, saling ngabarin aja sih.

Begitulah rutinitasku hampir setiap hari. Rasanya tidak ada yang spesial dan menarik. Sedikit membosankan. Atau mungkin aku yang kurang bersyukur? Entahlah. Apakah hal seperti ini hanya aku saja yang mengalaminya? Atau memang ada juga di antara kalian yang merasakan hal yang sama seperti diriku saat ini? Terkadang, ingin rasanya aku keluar dari rutinitas membosankan ini.

🌺🌺🌺

Syafiq Aquila

"Kakak berangkat duluan ya Bun, Yah," pamitku kepada Bunda dan Ayah yang masih sarapan di meja makan.

Aku mencium punggung tangan kanan Bunda dan Ayah bergantian. Kemudian beralih ke adik perempuanku, si bungsu, Safa.

"Dah jelek, kakak ganteng berangkat dulu ya," pamitku menggoda Safa dengan mengacak-acak rambut adikku itu.

"Kakak tuh yang jelek, bukan aku," balas Safa kemudian menepis tanganku dari kepalanya.

"Ihhh, tuh kan jadi berantakan lagi. Ayah, Bunda, lihat tuh kelakuan kak Syafiq," adu Safa dengan bibir mengerucut lucu dan tangan yang berusaha merapikan kembali rambutnya.

Aku tertawa melihat raut wajah adikku yang menggemaskan itu.

"Kakak, udah dong. Suka banget sih gangguin adikmu itu," tegur Bunda dengan suara lembut seperti biasanya.

"Kamu kayak nggak hafal aja Bun kelakuan anak kamu itu. Belum lengkap hari Syafiq kalau belum gangguin Safa dulu," kata Ayah santai masih dengan menyuap sarapan paginya.

"Uhh, Ayah the best deh," balasku dengan mengacungkan jempol tangan kanan dan kiriku bersamaan.

"Aaahhh, Ayah nggak asik ah," gerutu Safa kesal dengan wajah cemberut.

Aku semakin tertawa melihat wajah kesal adikku itu.

"Awas aja ya kak, nanti kalau aku udah nikah terus ikut tinggal sama suami aku, kakak pasti bakal kesepian dan jadi kangen berat sama aku. Lihat aja nanti, nggak bakal ada lagi orang yang bisa kakak gangguin. Kakak bakal merana dan tersiksa," sumpah serapah Safa berapi-api.

"Wohoo, bangun dulu Non, udah siang ini, jangan kelamaan mimpi," cibirku. "Sebelum kamu yang nikah, kakak yang akan lebih dulu nikah daripada kamu. Jadi nanti bukan kakak yang kangen sama kamu, tapi kamu yang akan kangen sama kakak. Kangen kakak gangguin lagi. Kangen berantem sama kakak kamu yang ganteng ini," balasku ikut menyumpahi.

"Idih, amit-amit jabang bayi. Najis deh aku kangen sama kak Syafiq yang super usil kayak gitu," sewot Safa.

"Hei, udah dong. Kalian berdua ini ya, astaghfirullah hal adziim," lerai Bunda dengan diakhiri istighfar.

"Hahaha, oke deh Bun. Kakak juga mau berangkat sekarang, ada meeting pagi soalnya. Assalamu'alaikum semuanya," pamitku lagi setelah tertawa singkat.

"Wa'alaikumsalam," balas Ayah, Bunda, dan Safa.

"Hati-hati ya kak," pesan Bunda.

"Siap Bun, pasti itu," jawabku.

Aku kemudian berbalik dan melangkah menuju ke luar rumah. Membuka pintu mobil kemudian masuk ke dalam. Aku pun segera melajukan mobil Porsche 911 Turbo S warna Rhodium silver metallic milikku. Mobil coupe 4 kursi yang dibekali dengan mesin boxer 3.800 cc twin-turbocharger, yang diklaim mampu menghasilkan tenaga 641 dk dan torsi maksimal 800 Nm.

Mesin 'gahar' yang dipadukan dengan transmisi PDK 8-percepatan, yang diklaim bisa membuat 911 Turbo S milikku ini melesat dari 0-99 Km/jam hanya dalam 2,7 detik serta dapat dipacu hingga 330 Km/jam. Mobil seharga hampir 6 M ini aku beli dengan hasil kerja kerasku sendiri, oleh karena itu aku sangat membanggakannya.

Tidak butuh waktu yang lama, aku pun sudah sampai di perusahaan. Perusahaan ini milik Opa Ricko, tapi sekarang sudah dialih-namakan atas nama diriku dan sahabatku Alvin. Tentu saja kami berdua masih di bawah pengawasan langsung Ayah Andika, ayah Alvin, selaku tangan kanan Opa Ricko.

Turun dari mobil dan memasuki area lobi kantor, para security sudah menyambutku dengan salam hormat dan senyuman mereka, yang aku balas dengan anggukan kepala. Begitu pun juga setelah masuk ke dalam kantor. Setiap karyawan yang berpapasan denganku selalu menganggukkan kepalanya dan menyapa dengan hormat.

Di mata para karyawan, aku adalah CEO yang dingin dan tegas, tapi memperhatikan kesejahteraan karyawan dengan baik. Oleh karena itu mereka sangat menghormatiku. Dan ya, aku memang selalu berusaha untuk bisa bekerja sebaik mungkin dan memajukan perusahaan RSA Group ini. Aku tidak ingin mengecewakan Opa Ricko yang sudah memberikan kepercayaan untuk memimpin perusahaan ini kepadaku.

Begitulah aku menjalani kehidupanku setiap hari. Cukup menyenangkan, meski terkadang masalah pekerjaan sering membuatku pusing. Tapi aku memiliki keluarga dan sahabat-sahabat sebagai tempatku berkeluh kesah, menghilangkan segala kepenatan.

Terkadang terlintas di dalam pikiranku, bagaimana jika aku menikah nanti? Memiliki seseorang yang menemaniku dalam menjalani kehidupanku sehari-hari. Kira-kira akan seperti apa orang itu? Bagaimana sifat dan kepribadiannya? Apakah akan membawa perubahan yang signifikan pada kehidupanku nantinya?

Tapi jujur saja, aku ingin sekali memiliki seorang istri yang bisa aku jadikan partner dalam menjalani kehidupan ini. Bukan tipe gadis penurut dan lemah. Seorang gadis yang penyayang tapi juga mampu melindungi secara bersamaan. Sedikit keras dan mandiri, pasti akan sangat menyenangkan. Menaklukkannya pasti akan menjadi tantangan yang menarik untukku. Adakah gadis seperti itu? Bisakah aku menemukannya suatu saat nanti?

Dejavu

Sena POV

Ini adalah malam minggu. Aku yang memang tidak memiliki kegiatan diluar hanya bisa menghabiskan waktuku di rumah saja. Karena kebetulan Papa juga sedang ke luar kota untuk mengurus masalah pemasok barang. Ya, selain bekerja kepada Om Steven, Papa juga memiliki sebuah toko bahan bangunan.

Tapi toko Papa itu dikelola oleh Om Candra, adik Mama. Papa hanya akan datang mengecek pada saat-saat tertentu. Dan juga kalau ada masalah seperti ini, baru Papa yang turun tangan membereskannya. Biar lebih cepat selesai, begitu kata Papa. Tentu saja itu karena para pemasok tersebut sangat segan terhadap Papa.

Saat ini aku sedang duduk menonton televisi bersama Azka. Lalu tiba-tiba aku melihat Vira menuruni anak tangga. Vira kelihatan sangat cantik dan rapi, sepertinya dia bersiap untuk pergi.

"Mau pergi ya Vir?" tanyaku setelah Vira sampai di dekat sofa.

"Iya nih kak. Ada acara sebentar di luar," jawab Vira mendudukkan tubuhnya di sebelahku.

"Kemana? Sama siapa?" tanyaku lagi penasaran.

"Sama ---"

Belum sempat Vira melanjutkan perkataannya tiba-tiba Mama datang.

"Udah siap kamu nak? Syafiq belum datang ya?" tanya Mama seraya berjalan mendekat ke arah kami.

Aku mengernyitkan kening mendengar Mama menyebut nama Syafiq. Apa ini kak Syafiq yang sama dengan orang itu?

"Belum Ma, mungkin sebentar lagi. Tadi sih dia bilang udah di jalan," jawab Vira.

"Oh, ya sudah kalau gitu," balas Mama. "Sena, kamu pergi belanja ke supermarket sekarang. Ini uang dan daftar belanjaannya," lanjut Mama memerintahku dengan menyodorkan sejumlah uang dan kertas berisi daftar belanjaan ke arahku.

Aku bangun dari dudukku dan segera menerima uang beserta daftar belanjaan yang lumayan panjang itu dari tangan Mama. Vira kemudian ikut berdiri dan melirik daftar belanjaan yang ada di tanganku.

"Nggak bisa besok aja gitu Ma? Ini kan udah malem, supermarket juga jauh, dan juga mobil kak Sena kan lagi masuk bengkel. Belanjaan sebanyak itu kan repot kalau pake motor," kata Vira panjang lebar mencoba bernegosiasi dengan Mama.

"Persediaan di rumah semua udah habis. Mama butuh bahan-bahan itu besok pagi buat masak. Jadi harus sekarang," tolak Mama tegas.

"Tapi kan Ma,,,"

"Udah Vir, nggak pa-pa kok. Nggak masalah buat kakak belanja pake motor," aku memotong perkataan Vira.

Aku tau niat Vira sebenarnya baik. Dia kasihan padaku yang harus pergi malam-malam begini, naik motor pula. Tapi aku juga tidak mau kalau sampai masalah kecil ini membuat Mama dan Vira jadi berdebat, karena pasti aku pun akan terkena imbasnya juga nanti. Mama pasti mempersalahkan diriku karena Vira yang terus membelaku.

"Sena ambil jaket sama tas dulu ya Ma, habis itu Sena langsung berangkat," pamitku.

Mama menganggukkan kepalanya. Aku kemudian bergegas naik ke kamarku di lantai dua. Mengambil jaket dan tas selempangku. Aku pun lalu kembali turun ke bawah.

"Sena berangkat sekarang Ma, assalamu'alaikum," pamitku kemudian mencium punggung tangan kanan Mama.

"Wa'alaikumsalam," balas Mama, Vira, dan Azka.

"Hati-hati ya kak," pesan Azka setengah berteriak.

Aku hanya mengangkat tangan kananku dengan menyatukan ujung ibu jari dan jari telunjukku membentuk lingkaran. Sekilas aku dapat melihat wajah Vira yang nampak khawatir. Aku pun tersenyum lembut kepada Vira. Meyakinkan Vira bahwa aku akan baik-baik saja.

Aku kemudian pergi ke garasi. Mengambil sepeda motor matic hitam di dalam garasi. Setelah mengenakan helm dan menyalakan mesinnya, aku pun mulai melajukan sepeda motorku keluar dari halaman rumah. Di depan gerbang rumah aku kebetulan berpapasan dengan seseorang yang sangat aku kenal, kak Syafiq, yang baru saja turun dari mobilnya.

Ah, ternyata benar, Vira mau pergi dengan kak Syafiq-ku. Aku mengesah pelan. Eh, apa-apaan sih aku ini? Kok jadi sembarangan berpikir kayak gini? Seenaknya aja ngakuin kak Syafiq sebagai milikku. Hadehhh.

"Kamu mau kemana malam-malam begini Sen?" tanya kak Syafiq padaku.

Aku pun menghentikan laju motorku sebentar.

"Ke supermarket kak," jawabku.

"Malam-malam begini? Pakai motor? Supermarket kan lumayan jauh," tanya kak Syafiq lagi.

Entah hanya perasaanku saja, atau aku memang mendengar nada khawatir dalam perkataan kak Syafiq tadi? Haish, cukup Sena, jangan berangan-angan yang tidak mungkin.

"Nggak masalah kak. Aku pergi dulu. Assalamu'alaikum," jawabku sekaligus berpamitan.

Tanpa menunggu jawaban dari kak Syafiq, aku segera melajukan kembali sepeda motorku. Meneruskan perjalananku menuju ke supermarket yang memang letaknya lumayan jauh dari rumah.

🌺🌺🌺

Astaga, ternyata benar kata Vira tadi, belanjaan ini sangat banyak. Pasti sedikit repot nanti aku membawa semua belanjaan ini kalau hanya menggunakan motor.

Di parkiran aku menata semua barang belanjaanku sedemikian rupa. Dua kardus aku ikat di jok belakang, dan dua kantong plastik lumayan besar aku taruh di bordes depan. Huft, susah juga ya kalau nggak ada mobil kayak gini. Sayang sekali mobil kesayanganku itu sedang diservis di bengkel saat ini.

Aku mengendarai sepeda motorku meninggalkan parkiran supermarket tersebut. Entah kenapa aku merasa sangat lelah saat ini. Sepertinya aku sedikit kurang enak badan. Kepalaku juga sedikit berat rasanya, agak terasa pusing.

Hari yang mulai beranjak larut dan jarak yang lumayan jauh, belum lagi barang bawaan yang cukup banyak. Tenagaku juga sudah lumayan terkuras karena berkeliling mencari barang-barang yang mau aku beli tadi. Ah, rasanya aku pengen cepet-cepet sampai di rumah dan segera istirahat.

Dan sayangnya, nasib buruk justru menghampiriku di saat kondisi tubuhku tidak begitu fit seperti saat ini. Beberapa orang preman menghadang perjalananku ketika aku melewati jalanan yang lumayan sepi. Aku pun terpaksa menghentikan laju sepeda motorku.

"Mau apa kalian?" tanyaku tanpa turun dari sepeda motor.

"Pajak lewatnya dong, cantik," jawab salah seorang preman tersebut.

Setelah aku hitung ternyata ada tujuh orang yang sedang menghadangku saat ini. Astaga, dengan kondisiku yang sekarang, sepertinya aku akan sedikit kewalahan. Mau manggil bantuan juga kayaknya nggak bakalan sempat nih. Huft, tolong hamba Ya Allah, beri hamba kekuatan.

"Pajak lewat apaan?" tanyaku kepada mereka.

"Serahkan barang-barang berharga kamu sama kita!" perintah preman yang berbadan paling besar, sepertinya dia ketua di antara mereka.

"Tapi bos, gadis ini cantik juga, lumayan lah buat nemenin kita malam ini," celetuk salah seorang preman lainnya.

Dan terdengar yang lain pun tertawa menanggapi usulan preman tadi.

"Hmm, boleh juga," kata si ketua preman yang berbadan paling besar tadi.

Ketua preman itu menggerakkan tangannya ke depan, memberi kode untuk anak buahnya maju. Para preman itu kemudian mulai bergerak maju, mendekat ke arahku. Aku pun akhirnya turun dari motorku.

'Bismillaah. Tolong bantu hamba Ya Allah,' do'aku dalam hati.

Salah satu di antara mereka maju dan hendak menyentuhku. Dengan sigap aku langsung memukul wajah preman yang mencoba memegang pundakku itu sehingga membuatnya terhuyung ke belakang.

"Brengsek," umpat preman itu kesakitan sambil memegangi hidungnya yang kupukul tadi.

"Wow, ternyata ni cewek bisa ngelawan juga. Ayo semuanya, serang dia," ajak salah seorang preman yang lainnya.

Perkelahian pun tidak dapat dihindari. Benar saja, aku kewalahan menghadapi enam orang preman sekaligus, apalagi dengan kondisiku yang tidak fit ini. Tapi sebisa mungkin aku tetap bertahan melawan keenam preman itu. Dan sayangnya aku berakhir tumbang. Aku merasa kondisi tubuhku semakin melemah dan kepalaku juga semakin pusing.

Aku melihat ketua preman itu mulai berjalan mendekatiku. Anak buahnya yang lain pun tertawa melihatku yang sudah tidak berdaya lagi. Habislah aku kali ini. Aku benar-benar mengharapkan keajaiban dari Allah SWT saat ini.

Dan tiba-tiba saja, saat aku benar-benar sudah hampir menyerah, aku melihat sorot lampu mobil yang mendekat dengan cepat. Tidak lama kemudian mobil itupun berhenti tepat di belakang para preman itu. Aku melihat seorang laki-laki nampak melonjak turun dari mobil tersebut.

"SENA!!!"

'Suara itu??? Aku mengenali suara itu.'

"Kak Syafiq," lirihku.

Sedetik kemudian aku melihat kak Syafiq berkelahi dengan para preman itu. Tidak butuh waktu yang lama, kak Syafiq dengan mudah dapat mengalahkan ketujuh orang preman itu.

Ketujuh orang preman itu kemudian kabur setelah kalah dari kak Syafiq. Kak Syafiq kemudian bergegas menghampiriku.

"Kamu nggak pa-pa kan Sen?" tanya kak Syafiq sembari membantuku untuk berdiri.

"Aku nggak pa-pa kok kak. Makasih," jawabku.

"Lain kali kamu harus lebih berhati-hati lagi. Kamu itu cewek, sasaran yang paling mudah buat dijahatin sama orang lain. Jangan pernah pergi sendiri kalau kamu belum mampu melawan dan melindungi diri kamu sendiri," nasehat kak Syafiq.

Aku tertegun. Kata-kata ini, aku pernah mendengarnya juga dulu. Dejavu, aku seakan kembali ke masa itu. Kenanganku sebelas tahun yang lalu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!