NovelToon NovelToon

Canda Pagi Dinanti

CPD1. Perkenalan

Apa sih yang kalian pikirkan, saat posisi kalian adalah kakak ipar dari mantan kekasih kita?

Ya, di satu sisi aku tertekan berada di posisi itu. Karena aku dan mantan kekasihku masih belum memiliki hubungan yang baik. Ada sesuatu, yang menghalangi hubungan kekeluargaan kami. Meski aku telah memiliki suami dan anak, dia pun sudah memiliki istri dan anak. Tapi, aku dan dia masih belum baik-baik saja. Meski mulutnya beberapa kali mengatakan, bahwa dirinya sudah tidak pernah mempermasalahkan perpisahan kita dulu.

Aku Canda Pagi Dinanti, wanita yang dipinang karena kesalahan kakak dari mantan kekasihku. Sebelumnya, aku memiliki latar belakang keluarga yang cukup rumit. Di mana, perceraian menyelimuti rumah tangga orang tuaku saat aku dilahirkan.

Nama unik untukku, disematkan oleh ibuku. Ia berharap, kehadiranku mampu memberikan suasana hangat di rumah tangganya yang retak. Nyatanya, saat aku dilahirkan. Ayahku tetap memilih untuk meninggalkan ibuku dan aku, karena ia lebih memilih wanita lain. Yang menurutnya, jauh lebih baik dari ibuku.

Himpitan ekonomi dan biaya hidup kami berdua, membuat ibuku memilih untuk menjadi pahlawan devisa negara. Ia mengadu nasib, sebagai asisten rumah tangga di negeri Petro Dollar. Arab Saudi menjadi tujuannya, karena saat itu begitu mudahnya seleksi untuk terbang ke negara itu.

Hingga saat aku besar, ibuku sudah tidak pernah pulang kembali. Hanya uang kiriman, untuk kebutuhan hidupku yang sampai di tangan bibiku.

Mau tidak mau, aku memilih mondok di salah satu pesantren di kota Cirebon. Karena aku benar-benar butuh hidup yang lebih baik, bukan hanya tentang uang. Namun, ilmu dan pengajaran pun harus aku miliki.

Dari kabar terakhir yang aku dapatkan dari bibiku, ibuku di sana telah menikah kembali dengan TKI laki-laki yang bekerja sebagai supir di rumah majikan yang sama. Entahlah, aku hanya ingin ibuku sehat dan bahagia saja. Karena aku sudah amat kebingungan sekali, memikirkan nasibku yang tidak dapat keadilan sama sekali.

Ketabahanku diuji kembali, saat hadirnya seorang gadis kecil. Hasil kelakuan suamiku dengan mantan pacarnya, sebelum kami menikah dulu. Ia tumbuh dipenuhi kasih sayang dari seluruh anggota keluarga, terlebih lagi adik iparku yang merangkap menjadi mantan kekasihku.

"Ck.... Ditlateni makannya, biar tak kurus betul anak kau!" aku teringat kembali ucapannya sore tadi, adik ipar dan mantan kekasihku yang banyak komentar.

Aku memahami, kenapa ia begitu menyayangi Mikheyla. Mikheyla adalah, anak suamiku dan mantan pacarnya. Karena Ghifar adalah orang yang mau bertanggung jawab untuk biaya dan perhatian, saat mantan pacar suamiku mengandung Mikheyla. Ghifar menyembunyikan Fira, lantaran ia berharap suamiku bisa membahagiakan aku. Yang notabene adalah mantan kekasihnya, ia berharap aku bahagia dengan kakaknya.

Nyatanya, tidak demikian.

Kebahagiaanku hilang, saat akad nikah berlangsung. Suamiku tak selembut memperlakukan adik perempuannya dan ibunya. Ia begitu kasar, egois dan sering membentakku.

Meski ia yang selalu aku doakan kesehatan, keselamatan dan kelancaran rezekinya. Nyatanya, aku malah mengharapkan bintang Korea di setiap khayalanku.

Aku bukan istri yang baik.

Aku bertahan sejauh ini, karena aku tidak tahu ke mana aku harus pulang jika berpisah dengan suamiku. Bodohnya aku, sekarang aku malah mempersiapkan diri dan batinku. Jika memang, perpisahan itu akhirnya terjadi juga.

Aku memulai bisnis kecil, menjajal sovenir pernikahan yang Winda geluti. Winda adalah menantu di rumah megah ini juga, ia adalah istri dari salah satu adik iparku. Aku memiliki banyak ipar, keluarga suamiku adalah keluarga besar.

Suamiku adalah sulung di rumah ini, sayangnya ia adalah anak dari mantan suami ibu mertuaku. Membuatnya tidak mendapat bagian rata, dari kakek ayah mertuaku di sini.

Lalu Ghifar, selain dia adalah mantan kekasihku. Dia adalah pewaris yang memiliki banyak bagian, karena ia adalah anak pertama ayah mertuaku.

Lalu Icut, dia adalah anak dari mantan istri mudanya ayah mertuaku. Dia bukan anak ayah mertuaku, tetapi mereka begitu berbaik hati membesarkan Icut sampai ia memiliki suami idamannya. Ia telah bahagia dan hidup sejahtera di kota tetangga, dengan anak-anak dan suaminya.

Ghava dan Ghavi, si kembar yang memiliki sikap berbanding terbalik. Ghava begitu kasar dan tempramental, sedangkan Ghavi ia begitu lembut dan santai.

Mereka berdua telah memiliki istri masing-masing. Ghava merintis usaha fotografer wedding, dengan Winda yang selalu mengajukan diri untuk memenuhi kebutuhan sovenir pernikahan. Aku pun ikut dalam kerepotan Winda, agar aku mendapat upah untuk tabunganku sendiri.

Aku begitu buruk, aku menabung untuk persiapan jika aku diceraikan oleh suamiku. Perasaanku padanya sudah mati, aku hanya mencintai diriku sendiri dan anak-anakku. Meski Mikheyla bukanlah anak kandungku, tapi aku begitu sayang padanya. Aku tak pernah membedakan Mikheyla Alreen Rishani, anak suamiku dan Fira. Maupun dengan Teuku Chandra Andiyana, anak kandungku.

Suamiku memberi nama anak kami dengan nama Chandra, karena anak itu begitu mirip denganku. Sedangkan, aku sendiri menambahkan nama Andiyana. Karena itu adalah gabungan nama mertuaku, hanya mereka yang selalu mengasihiku. Sayangnya, mereka memilih untuk membesarkan produk kopi hasil ladangnya di Brazil.

Mereka membawa dua anak mereka yang masih kecil, untuk merintis usaha tersebut yang sebelumnya dikelola oleh pihak lain. Namun, sekarang mereka benar-benar mengetahui bahwa produknya benar dinikmati oleh para penduduk Brazil.

Gavin berusia sepuluh tahun sekarang, Gibran berusia delapan tahun. Mereka ikut dengan ayah dan ibu mertuaku, karena hanya mereka yang belum berumah tangga.

Tanpa diduga, Ghavi bujang satu-satunya selepas Ghifar menikah. Ia memilih menikahi wanita yang Ghifar boyong ke rumah. Saat merantau ke Bali, Ghifar terlibat kecelakaan maut. Di mana mobil yang saling bertabrakan tersebut, menewaskan orang tua dari dua anak perempuan. Membuat Ghifar terpaksa mengemban tanggung jawab, sampai anak gadis itu menikah.

Ghavi menikah dengan Tika. Seorang perempuan yang telah memiliki seorang anak laki-laki. Yang mana dalam pernikahannya bersama Ghavi, ia kembali diberi kepercayaan untuk melahirkan bayi kembar. Kini ia sudah memiliki tiga anak laki-laki.

Keturunan perempuan satu-satunya dari ayah mertuaku, ia tengah diberi titipan dalam rahimnya. Beruntungnya nasib Giska, meski suaminya tengah berada di fase kesulitan untuk mengais rezeki. Ladang bagiannya mendapat hasil panen yang cukup fantastis, membuat suami Giska kini menjadi laki-laki yang fokus untuk memperbanyak lahan seperti ayah mertuaku.

Ghifar mendapat istri dalam kekeluargaan kami. Istri Ghifar adalah, anak angkat keluarga mertuaku. Kinasya adalah seorang dokter yang kini berhenti bekerja, karena Ghifar melarangnya.

Terkadang aku iri dengan Kinasya, yang tidak pernah kekurangan kasih sayang, perhatian, maupun tentang uang.

Kini ia tengah mengandung anak keduanya, karena Ghifar tak mengizinkan istrinya untuk ikut KB. Berbeda denganku, KB adalah pilihanku. Karena aku benar-benar sudah memikirkan untuk perpisahan kami, aku tak ingin memiliki keturunan dari suamiku lagi.

Perasaanku sudah mati padanya. Karena aku merasa, ia hanya mencintai kehidupannya sendiri. Ia tidak lebih peduli tentangku, ketimbang gadis kecilnya.

Aku hanya seorang istri, yang ia perlukan untuk mengurusi biologisnya, pakaiannya, makanannya dan anaknya.

Ia adalah rupa egois yang sebenarnya.

...****************...

Baru nih, kalian harus bantu sundul ya 🤭

Ini season 4, Kak. Baca berurut, biar gak bingung 😁

Sang Pemuda

Belenggu Sang Pemuda

Belenggu Delapan Saudara

Canda Pagi Dinanti

Tokoh cerita, seputar tentang mereka. Dijamin deh, gak bosenin. Meski nama tokohnya masih itu-itu aja 🤗

CPD2. Rutinitas

*Kejadian Canda direnggut kesuciannya itu ada novel Belenggu Delapan Saudara 😁

"Kau mesti bangun lebih dulu, dari suami kau. Kalau kau bangun kesiangan terus, gimana nanti anak-anak kita sarapan? Aku sarapan? Kau harus pandai atur waktu coba!" aku tidak menyukai pagi ini.

Padahal, aku kesiangan pun. Karena malamnya bergelut dengannya, ia membuatku kelelahan.

Dasar, suami tak tau terima kasih.

Aku selalu memakinya dalam hati, karena aku tidak berani memakinya secara langsung.

Aku bergegas membersihkan diri, kemudian langsung menunaikan ibadahku.

Rutinitas seperti biasa, aku membuatkan sarapan. Berharap bisa menekan pengeluaran setiap hari, karena aku memasak sekalian untuk makan siang dan malam. Jika harus membeli sarapan, tentu akan mengeluarkan biaya tambahan.

"Kak..." aku menoleh saat seseorang menyebut sematan panggilan untukku, sebagai kakak ipar tertua di rumah ini.

"Tak usah masak, aku udah masak banyak dari jam tigaan tadi. Aku susah tidur lagi, lepas Kal minta ASI." dialah istri Ghifar, Kinasya. Rupa wanita idaman, untuk semua laki-laki.

Ghifar baru memiliki seorang anak berumur enam bulan, tetapi Kinasya sudah mengandung kembali. Usia kandungan Kinasya sekitar tiga bulan.

Anakku Chandra, terpaut enam bulan dengan usia Cut Dinda Kalista. Nama unik, yang mengandung selipan nama ibu mertuaku lagi.

"Minta nasi dong! ASI kosong, kantongnya kempes." Tika muncul dengan cengengesan.

Tika menyusui bayi kembar, wajar saja ASInya cepat terkuras. Teuku Ghaffar dan Teuku Ghaffur, adalah nama bayi kembar Tika dan Ghavi yang satu bulan lalu dilahirkan.

"Nih, makanlah banyak-banyak! Tak usah masak, aku udah masakin banyak." Kinasya menunjukkan hasil masakan subuh pagi ini.

"Aduh, makasih Iparku yang paling berisik." Tika begitu girang langsung menyambar makanan.

"Bilang makasih, tapi malah ngatain!" gerutu Kinasya terdengar begitu lucu.

"Aku masak aja lah, nanti mas Givan ngomong." aku meraih wadah untuk mencuci beras milikku sendiri. Di dapur ini, memiliki beberapa penanak nasi untuk masing-masing keluarga. Kami biasa masak nasi dan lauk pauk untuk keluarga masing-masing.

"Diomong balik lah! Ghifar sih udah aku sengkak. Suami tukang komplen, udah aku bogem-bogem pipinya." Kinasya gambaran istri yang tidak takut suami, mungkin karena badannya yang tinggi besar.

Kami tertawa geli di dapur ini. Sedangkan Tika, ia asik bersantap untuk memenuhi kebutuhan menyusuinya.

"Nasi aku masak banyak, Kak. Tak perlu masak lah! Simpan aja uang belanjanya, buat keperluan lainnya." meski Kinasya sudah tidak bekerja sebagai dokter, tapi gaji dari suaminya begitu besar.

Hobinya masak, tak jarang ia selalu memenuhi perut seluruh anggota keluarga.

"YANG....." Kinasya enyah dari dapur ini, suara lepasnya kembali menyanjungkan panggilan sayangnya untuk suaminya.

"Biyung....." aku mendengar suara anak sulungku, rupanya kesayangan suamiku sudah bangun.

"Di dapur, Key." sahutku sedikit berseru.

Gadis kecil usia empat tahun itu muncul, garis matanya tertarik karena Mikheyla tersenyum padaku.

"Biyung... Aku udah bangun, aku nyariin." ia berjalan menghampiriku yang tengah mencuci beras.

"Ayah udah bangun, gih sama ayah. Biyung mau masak dulu ya?"

Aku tidak mengerti dengan tubuh Mikheyla, ia terlihat kurus meski makan rutin. Pernah terlintas pertanyaan, apakah gizinya tak tercukupi? Tapi, aku harus sadar diri dengan hasil masakanku setiap hari. Jika aku menanyakan hal itu pada diriku sendiri.

Meski toko material suamiku telah berkembang, tetapi tetap saja tidak bisa memenuhi segala kebutuhan hidup. Entah karena perasaanku pada mas Givan yang telah sirna, membuat rezeki kami begitu seret? Atau karena memang yang kuasa telah memberi hanya untuk menutupi beberapa kebutuhan hidup saja? Membuat aku lebih sering memasak sayuran, yang harganya terjangkau. Ketimbang untuk membeli daging, yang harganya tak mampu kuraih dengan uang belanjaku.

Perhari aku dijatah lima puluh ribu rupiah. Bukannya aku tidak bersyukur, aku sangat bersyukur karena ada pemasukan setiap harinya. Tidak seperti perekonomian kami dulu, yang selalu mengandalkan orang tua. Hanya saja, lima puluh ribu jatah uang belanjaku harus disisihkan untuk memberi kental manis untuk Mikheyla, diapers dan juga beras untuk kebutuhan makanan keluarga kecilku.

Anak gadisku harus beralih ke krimer kental manis seharga lima belas ribu, karena kesombongan ayahnya. Mas Givan selalu menolak susu formula pemberian Ghifar untuk Mikheyla. Ia pun memberikan kembali diapers yang dijatah oleh Ghavi untuk Chandra dan Mikheyla. Padahal aku membutuhkan itu, untuk keperluan anak-anakku.

Tapi dengan sombongnya, suamiku menolak itu semua karena dirinya merasa harga dirinya diinjak-injak sebagai seorang kepala keluarga.

Entahlah, pemikiran dari mana itu. Aku tetap tak setuju dengan pemikiran suamiku.

Meski hidup di hunian mewah milik mertuaku, aku tetap saja merasa miskin dan kekurangan segalanya.

Sekali lagi, bukannya aku tidak bersyukur.

"Minta tolong bikinin susu, Biyung." suamiku cukup galak. Ia mengajarkan Mikheyla harus membutuhkan kalimat minta tolong, setiap kali gadis kecil itu membutuhkan tenaga orang tuanya.

Semoga aku tidak berdosa, karena Mikheyla meminta susu. Namun, aku malah menyeduhkan krimer kental manis untuknya.

Hal ini, sudah terjadi sejak mertuaku pindah ke Brazil. Sekitar dua bulan yang lalu. Aku terpaksa, karena tidak ada opsi lain untuk susu formula Mikheyla. Dari lima puluh ribuku, aku tidak mampu menyisihkan untuk susu formula Mikheyla seharga enam puluh ribu untuk ukuran kecil.

"Ok." aku menyanggupi permintaan anakku.

"Yang.... Kal minta ASI." suara Ghifar khas bangun tidur, terdengar cukup menggoda imanku.

Adik ipar, kenapa kau selalu lebih unggul di hatiku ketimbang suamiku?

"Eh... Mana itu betina?" Ghifar memperhatikan aku dan Mikheyla dengan bingung, saat tak mendapati istrinya di sini.

"Kan ke atas, abis dari dapur dia manggil-manggil kau Far." kami jarang berbicara.

Namun, sepertinya ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Aku memperhatikan penampilanku. Kemudian aku mengalihkan pandanganku, untuk melihat Mikheyla yang tengah meneguk susunya dalam gelas.

Tangannya terulur, menunjuk sesuatu di dekatku.

"Kau kasih Key larutan gula?!" pertanyaannya terdengar seperti tuduhan.

Sungguh, aku langsung gemetar jika aku disudutkan seperti ini.

"Kakak ipar... Kau kasih Key larutan gula?" ia berjalan mendekat ke arahku, dengan menggendong bayi usia enam bulan yang tengah mengenyot ibu jarinya sendiri.

"Hmm..." aku menunduk gemetar.

"Ya Allah, Kakak ipar!" Ghifar telah sampai di depanku, ia menggelengkan kepalanya dengan tatapan marahnya.

Aku masih menunduk, aku takut berhadapan dengannya dan tuduhannya.

Kenapa sekalinya kami terlibat argumen, selalu saat dia mendapat cela untuk menghakimiku? Aku ingin berbicara baik-baik dengannya. Kalau bisa, untuk menyelesaikan yang selama ini menjadi jarak di antara kami.

Tubuhku sedikit terguncang.

Tak disangka, Ghifar berani mengguncangkan bahuku.

Aku menatap lurus wajahnya, perasaanku campur aduk.

"Heh, Kakak ipar! Kau kasih Key larutan gula?!!" kembali ia mengatakan hal itu.

"Kau tak tau masalah ekonomi kami, Far. Ini pun, atas izin mas Givan."

Aku langsung menutup mulutku. Kenapa aku malah membela diri? Bukannya mengakui kesalahanku seperti biasa?

"Ck... Ekonomi kau sangkut pautkan! Tujuh juta sebulan, hasil laba toko kau Kak. Kau tak mampu, ketimbang sisihkan seratus untuk susu anak kau?!"

Ucapan Ghifar, membuatku bungkam.

Aku tidak mengetahui sama sekali tentang tujuh juta itu.

Apa jangan-jangan.....

...****************...

Like perepisode 😆

tap ❤️, rate ⭐⭐⭐⭐⭐, vote, hadiah.. kasih kuota pun boleh, dari pada author beli ketengan terus kan 😝

CPD3. Perawatan

Keuntungan dari toko material kami hanya dua juta yang aku tahu. Satu juta lima ratus ribu, bang Givan berikan padaku setiap hari lima puluh ribu untuk jatah uang belanjaku. Lalu lima ratus ribu, mas Givan bayarkan untuk hutang Bank.

Aku memiliki hutang di Bank, dengan jaminan BPKB motor kami. Kami terpaksa mencari hutang, karena butuh untuk pegangan saat masa persalinanku.

Meski segala sesuatunya dibiayai oleh mertuaku, tapi tetap saja kami harus memiliki uang untuk keperluan lainnya.

Akhirnya aku dan mas Givan memutuskan untuk hutang pada pihak Bank, untuk mengurus biaya yang tidak diketahui oleh kedua mertuaku. Apa lagi, mas Givan selalu menolak jika memang mertuaku memberikan padanya langsung.

"Maaf." kini hanya kata itu, yang keluar dari mulutku.

Aku tidak berani lagi, untuk mengungkapkan yang ada di benakku.

Bahkan, perihal tujuh juta laba dari penjualan. Aku tidak mengetahui sama sekali.

Jika aku mengatakan, bahwa aku tidak mendapat tujuh juta tersebut pada Ghifar. Pasti jika mas Givan tahu. Ia akan memarahiku, kemudian menyangka bahwa aku terlalu banyak bercerita pada mantan kekasihku ini.

Biar nanti kucoba membuka obrolan, saat mas Givan pulang dari toko sore nanti.

"Paling tak sukanya aku sama kau tuh ini! Kau gampangkan kebutuhan anak, kau beri barang yang tak layak untuk anak kau. Susu formula, bukan larutan gula!" Ghifar memarahiku dengan nada suara yang ditekan.

"Kenapa sih kau? Tak suka betul rupanya sama Key?! Apa karena Key anak Fira? Bukan anak kau! Setengah hati ya rupanya?!"

Aku ingin sekali berbicara baik-baik dengan Ghifar, tentang masalah yang ada pada kami. Sampai mulutnya selalu menuduhku segala hal, semua kesalahanku ia bawa untuk menghakimiku dan memarahiku.

Aku hanya tertunduk, karena air mataku jatuh tak tertahankan. Aku paling tidak bisa dibentak dan dimarahi seperti ini, aku cukup rapuh menyangga semuanya seorang diri.

"Papah... Jangan marah-marah aja!" Key menarik tangan Ghifar, mungkin ia merasa kasihan padaku karena dimarahi oleh seseorang yang ia sebut papah tersebut.

Ghifar disebut papah oleh Mikheyla, karena sebelumnya Mikheyla selalu diurus oleh Ghifar. Saat Mikheyla belum dipertemukan dengan ayah kandungnya, suamiku mas Givan.

"Kasih gelasnya, ayo ikut Papah." Ghifar membawa Mikheyla pergi dari jangkauanku.

Anak itu menurut. Saat baru bangun tidur seperti ini, Key terlihat begitu alim dan pendiam. Namun, jika nyawanya sudah terkumpul sempurna. Ia akan berubah menjadi kupu-kupu yang berterbangan.

Ia hinggap ke sana dan kemari, membuat keadaan rumah menjadi kacau balau. Luka lebam dan luka gores, sudah biasa dapatkan hasil kegiatannya berlarian tak tentu arah. Ia adalah gadis kecil yang tangguh, sayangnya suamiku sering memanjakannya.

Aku menatap punggung telan*ang itu semakin menjauh. Andai waktu bisa berputar kembali, aku akan berusaha mendapatkannya kembali. Sayangnya, nasib buruk berpihak padaku.

"Canda... Chandra BAB, kau bersihkan dia dulu. Sekalian mandikan." perintah mas Givan terdengar kembali.

Ghifar tak pernah berisik jika Mikheyla atau Kalista buang air besar, ia langsung membersihkannya sendiri.

Stop Canda! Kau tak boleh selalu membandingkannya dengan Ghifar. Bisa-bisa dosa kau terus bertambah, jika selalu menyeret nama Ghifar untuk menjadi bahan perbandingan dengan suami sendiri.

Aku menguatkan diriku sendiri, karena aku tak mau aku selalu memikirkan Ghifar.

Aku meninggalkan kegiatanku mengupas bawang, lalu segera mencuci tangan.

Setelahnya, aku menuju ke kamarku. Chandra terlihat risih, dengan kakinya yang terangkat semua.

"Ihh, udah bangun sih Nak? Mau ke mana sih? Pagi-pagi udah bangun aja, pasti mau jalan-jalan ya?" aku seperti orang gila, yang selalu mengajak berdialog bayi satu tahun ini.

Ocehannya terdengar seperti kicauan burung peliharaan ayah mertuaku, yang masih begitu subur beranak pinak bertambah banyak. Zuhdi begitu telaten, menjaga dan mengurus titipan ayah mertuaku tersebut.

Aku segera melepas diapersnya dan memandikannya. Setelahnya, aku langsung menyulapnya dengan bau minyak telon dan pakaian yang memiliki karakter gajah.

Chandra tidak gemuk, ia pun tidak terlihat kurus. Kadang aku iri, jika melihat paha berlipat milik Adiyaksa Karunasankara. Namanya mirip dengan keluarga ibunya asal Bali, dipadukan dengan nama ayah mertuaku yang mengadzhani Aksa selepas dilahirkan.

Tika pun setelah nifas, langsung memeluk agama Islam. Bukan lain, itu adalah bujuk rayu dari Ghavi. Membuat gadis keturunan Hindu tersebut, menjadi mualaf bersama anaknya.

Anak sulung Tika, dilahirkan lima bulan lebih dulu dari anakku. Meski Aksa sudah besar, tetapi badannya terlihat gempal dan sehat. Aku merasa iri, karena anakku tidak segemuk Aksa.

Namun, jika diselami lebih dalam. Cucu-cucu baru di keluarga ini, mengandung nama kakek neneknya. Sosok terbaik dan tersayang untuk semua orang.

Uhh, aku jadi bersedih hati jika sudah teringat akan mereka yang sekarang jauh berada di negeri orang.

Entah apa yang membuat mereka memutuskan untuk pindah ke Brazil. Padahal sebelumnya, ayah mertuaku begitu mencintai kampung halamannya.

"Mas, tolong pegangin Chandra dulu." aku mendekati suamiku yang berada di ambang pintu samping rumah ini.

Ohh, rupanya suamiku tengah menyambungkan telepon dengan seseorang.

"Ya, siang nanti aku berangkat. Biar malam nanti udah di tempat." mas Givan buru-buru mematikan sambungan teleponnya.

"Mas mau ke mana?" aku tak bisa menahan diri untuk bertanya.

Mas Givan menyunggingkan senyumnya, ini adalah hal yang tidak wajar.

Ia mengambil alih Chandra, kemudian mendaratkan kecupan di pipi kiri Chandra.

"Mas siang nanti mau berangkat ke Medan, ada reuni kawan kuliah dulu."

Sudah kuduga, di balik senyumnya ada sesuatu yang tidak terduga.

"Tapi...." ia menggantung kalimatnya.

Sepertinya ini tentang aku dan anak-anak kami, pasti ia tidak ingin mengajakku dan anak-anak.

"Tapi kau tak bisa ikut, hanya alumni tanpa pasangan masing-masing."

Sebenarnya aku sudah biasa saja dikecewakan seperti ini. Hanya saja, aku takut ia bertingkah. Lebih tepatnya, tentang teman wanitanya. Aku khawatir, ia menjalin perasaan baru dengan teman lamanya.

Aku mengangguk pada mas Givan, "Yang penting jangan ngesave kontak baru, pas balik dari reuni itu."

Terlihat ia tersenyum canggung. Aku memahami, ia ragu untuk syarat dariku ini.

"Mas tipe laki-laki setia, Canda." suamiku bertutur halus, jelas ini ada maksud terselubung.

"Ya, terserah Mas aja." aku meyakini tentang ini.

Sejauh ini, kami baik-baik saja tanpa pihak ketiga.

Aku meninggalkannya dengan Chandra, memilih untuk melanjutkan aktivitasku untuk menumis sayuran yang telah aku beli kemarin.

Biasanya aku belanja hari ini, tetapi aku memasaknya hari esok. Selalu seperti itu, siklus stok sayuranku setiap hari.

Sebenarnya, suamiku tidak pemilih tentang menu makanan. Hanya saja, aku jarang makan masakan sendiri. Karena aku bosan dengan menu yang ada.

Tubuhku pun sekarang terlihat lebih kurus, sama seperti saat aku di pesantren dulu. Lepas melahirkan, lemakku luruh besar-besaran. Namun, pada bagian part belakang masih terlihat menonjol. Karena, saat aku mengusahakan untuk hamil. Aku rutin olahraga bersama ibu mertuaku, ia mengajarkanku berbagai macam gerakan untuk pembentukan part belakang.

Rasanya aku ingin merawat diri, seperti yang Kinasya ceritakan.

Cantiknya Kinasya ternyata tidak natural. Ternyata, di balik perempuan cantik. Ada modal dan usaha yang selangit.

Aku pernah diajaknya untuk perawatan wajah, perawatan wajahku pun disanggupi olehnya.

Namun, rupanya Kinasya tidak hanya perawatan kecantikan seperti aku. Dagu dan hidungnya ternyata disuntikkan sesuatu. Aku cukup takut melihatnya, tapi hasilnya langsung terlihat.

Dagunya seperti memiliki belahan, rampingnya tulang hidungnya ternyata masih ditambahkan sesuatu di pangkal hidungnya. Pantas saja ia terlihat begitu sempurna. Ia sudah cantik, tetapi ia buat wajahnya bak bidadari.

Pantas saja Ghifar rajin menghamili Kinasya.

Akhirnya, masakanku sudah siap. Aku memanggil mas Givan, untuk segera mengisi perutnya.

Kemudian, aku mengurus Mikheyla. Memandikannya dan memakaikan baju yang gadis kecil itu inginkan.

Satu bulan sekali pun, Mikheyla tak pernah dibelikan pakaian. Mikheyla mendapat pakaian dari paman-pamannya saja, itupun aku menutupinya dari mas Givan.

Aku tidak mengerti dengan isi pikiran mas Givan, tapi ia pasti marah besar jika mengetahui kebenaran ini.

"Makan belum, Kak? Biar Key sama Chandra aku yang jaga, Akak sarapan dulu aja." Winda baru turun dengan penampilan urakan.

Winda adalah menantu yang sering dimarahi oleh ibu mertuaku.

Mungkin karena tingkahnya yang suka menggerutu, juga sedikit berbeda dengan perempuan yang ada di rumah ini.

...****************...

Kalau ada pertanyaan dari Canda, tolong jawab ya 😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!