NovelToon NovelToon

Cinta Yang Terpendam

Apartemen

Sore hari di jalanan ibukota, kemacetan yang terjadi hampir di setiap ruas jalan, terlebih di jam jam rawan seperti di jam pulang kerja seperti sekarang.

 

Sebuah mobil terus melintasi jalanan yang semakin padat, setelah menempuh waktu yang cukup lama sampailah mobil tersebut di parkiran bawah tanah gedung sebuah apartemen.

Seorang pria dengan pawakan tinggi gagah keluar dari mobil dan bergegas membuka pintu lainnya. Dengan sopan pria itu meletakkan tangannya di samping atap mobil, mempersilahkan penumpangnya untuk turun dengan hati-hati agar kepalanya tak membentur atap mobil, kemudian turunlah seorang wanita sambil membetulkan letak rok nya yang terlihat kusut. Gadis itu memberikan sedikit senyuman yang tertahan, terlihat gugup.

Sultan kemudian menutup kembali pintu mobil lalu berjalan menuju bagasi, mulai mengeluarkan satu per satu barang dari sana. Keduanya berjalan beriringan menuju lobby lalu naik lift menuju lantai tujuh gedung itu. Tak ada percakapan yang terjadi antara keduanya.

Hening.

Sampai keduanya tiba.

"Biar aku tunjukkan padamu, ini ruang tamu, dapurnya ada di sebelah sana!" Sultan menunjuk sebuah ruangan di bagian ujung.

Mereka berjalan mengelilingi setiap ruangan, terlihat sang pria sambil menjelaskan sementara istrinya hanya mengangguk.

"Ini kamar utamanya, maaf ... hanya ada satu kamar disini karena memang awalnya aku tinggal sendiri, kamu bisa istirahat disini," ucap Sultan.

Hanum melemparkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan, desain interiornya terlihat sangat manly di dukung dengan semua aksesoris dan perabot yang ada. Perlahan gadis itu mulai berjalan mendekati peraduannya kemudian duduk di tepi ranjang sambil melihat Sultan melepas dasinya.

"Istirahatlah! Kamu pasti lelah setelah seharian menempuh perjalanan jauh." Sultan baru saja bangkit dari sofa yang terletak di samping pintu kamar.

"Aku mau mandi dulu Mas, badanku rasanya sudah lengket semua," balas Hanum.

Sultan membalikkan badannya tepat di depan pintu ketika akan keluar kamar.

"Ya, aku ada di ruang kerja. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, panggil saja kalau kamu perlu sesuatu."

"Terimakasih banyak Mas."

"For what? " Sultan menatap wajah istrinya.

"Semuanya, terimakasih untuk semua yang sudah Mas Lakukan untukku," lirih gadis itu.

Sultan mengangguk, kemudian membuka pintu dan segera meninggalkan kamar sementara Hanum bergegas ke kamar mandi, merasa sudah sangat ingin membersihkan diri.

Hanum Salsabiela Himawan, gadis berusia dua puluh dua tahun yang beberapa waktu lalu sempat menjadi janda. Suaminya tewas dalam bertugas menjaga perbatasan negara akibat terjadinya kerusuhan disana.

Sakti, nama mendiang suaminya yang meninggal setelah mendapatkan perawatan intensif selama tiga hari di rumah sakit khusus tentara. Hanum merasa sangat hancur saat itu karena dia belum sempat merasakan manisnya menjadi pengantin baru dan sudah langsung di tinggal kan oleh suaminya untuk pergi bertugas, sehari setelah upacara pernikahan.

Sakti memberikan wasiat terakhir kepada Sultan, kakak kandungnya agar pria yang lebih tua tiga tahun darinya itu mau menggantikannya menjaga wanita yang sangat dicintainya dengan cara menikahi Hanum setelah kepergiannya. Merasa hanya Sultan lah satu-satunya orang yang tepat untuk itu.

Lima bulan setelah masa berkabung, Sultan dan Hanum telah resmi menikah atas restu dari seluruh keluarga besar. Dan tepat pada hari itu juga, Sultan membawa istrinya ke Ibukota karena alasan pekerjaan, meninggalkan Semarang, kota dimana keluarga besarnya tinggal.

Lima belas menit berlalu, Hanum keluar sudah mengenakan piyama lengan pendek berwarna maroon yang terlihat sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Rambutnya di ikat tinggi kuncir kuda, dia berjalan sambil meratakan moisturizer di wajahnya.

Gadis cantik yang baru saja menikah pada pagi tadi itu berhenti tepat di depan pintu ruang kerja suaminya, baru saja dia berniat membuka pintu tapi alangkah terkejutnya dia karena mendadak pintunya terbuka.

"Oh, kamu sudah selesai?" Sultan juga terkejut mendapati Hanum muncul di depannya.

"Ya Mas, lekas mandi! Aku akan menyiapkan makan malam," balas Hanum.

"Baiklah."

"Oh ya, apa ada makanan yang ingin kamu makan?" tanya Hanum.

"Terserah kamu saja, aku bisa makan apa saja karena aku bukan pemilih makanan," jawab Sultan.

"Baiklah kalau begitu." Hanum mengangguk.

Segera gadis itu menuju dapur, membuka kulkas lalu menghela nafas panjang begitu melihat isi kulkas. Hanya ada beberapa sayuran, daging ayam, makanan ringan dan minuman kaleng yang tersusun rapi di tempat nya.

Setelah sejenak berpikir dirinya hendak memasak apa, tak lama kemudian Hanum mulai lincah meracik bahan makanan, menyalakan kompor dan mulai sibuk dengan spatula. Memotong sayur sambil sesekali mengaduk-aduk isi wajan.

Aroma wangi masakan yang menyeruak ke seluruh penjuru ruangan membuat Sultan merasa lapar, lelaki itu mulai berpikir apa yang sebenarnya sedang dimasak oleh istrinya karena baunya saja sudah sangat menggugah selera.

"Apa ada yang bisa aku kerjakan?" tawar Sultan.

Hanum menoleh dan mendapati suaminya sudah berada di sampingnya, pria itu terlihat berbeda dengan pakaian kasual. Ini pertama kalinya Hanum melihat suaminya tanpa setelan formal.

"Tidak perlu, ini sudah selesai. Duduk dan tunggulah sebentar biar aku siapkan," timpal Hanum.

Sultan menarik bangku dan duduk disana sambil memperhatikan istrinya sibuk menyelesaikan masakannya. Sudah ada ayam goreng mentega, capcay dan bakwan jagung manis diatas meja. Hanum mengambil piring, mengisinya dengan nasi lengkap dengan lauknya lalu menyodorkan pada suaminya, tak lupa pula ia menyodorkan segelas air.

Mereka makan dalam diam, hanya suara sendok yang beradu dengan piring yang terdengar memenuhi ruangan tersebut.

Selesai makan malam, kini keduanya sudah berada di dalam kamar sekarang. Mereka sama-sama canggung, bingung mesti berbuat apa.

Sultan berjalan ke arah kasur dan mengambil bantal lalu meletakkannya di sofa. Dia merebahkan badannya yang sudah amat penat.

"Tidurlah, sudah malam," ucap Sultan

"Tapi ...,"

"Aku tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak padamu, aku tahu kita menikah karena keadaan. Aku tidak akan melakukan sesuatu tanpa ijin darimu, percayalah," ucap Sultan seolah mengerti dengan apa yang sedang ada di pikiran istrinya.

"Bukan itu maksudku, tapi ...," sergah Hanum.

"Tidak perlu berpikiran macam-macam! Tidak apa-apa." Sultan mulai memejamkan matanya ketika melihat istrinya mulai terbaring.

Hanum menarik selimutnya sampai menutupi sebagian tubuhnya, gadis itu berusaha memejamkan matanya. Berguling, gelisah sampai berganti posisi namun nihil, dia sama sekali tidak mengantuk.

Hanum bisa melihat dengan jelas wajah tampan pria yang saat ini telah resmi menyandang status sebagai suaminya, ketika dirinya dalam posisi saling berhadapan. Terdengar dengkuran halus dari bibir Sultan, menandakan jika pria itu telah memasuki alam mimpinya. Gadis itu kemudian menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, berjalan menuju almari. Dicarinya kain tebal yang bisa dia gunakan untuk menghangatkan tubuh Sultan.

Dibentangkannya kain berwarna biru muda, mungkin Sultan begitu lelah akibat kesibukan selama beberapa hari yang lalu ketika berada di Semarang sehingga tidurnya terlihat begitu pulas.

Hanum kembali merebahkan diri di atas kasur, meraih remote pengatur suhu udara, mengaturnya agar tak terlalu dingin.

Itulah yang dia lakukan di malam pertama pernikahannya.

.

Tbc ❤️

Pergi berbelanja

Sinar matahari pagi terasa hangat menerpa wajah Hanum melalui sela-sela jendela. Beberapa kali dia mengerjapkan matanya, melirik jam dinding yang menunjukkan sudah pukul setengah enam pagi.

"Astaga! Ya ampun bisa-bisanya aku bangun kesiangan." Hanum segera beranjak menuruni ranjangnya, setengah berlari menuju kamar mandi.

Setelah menyelesaikan ritual mandinya, dia bergegas menuju dapur bermaksud untuk membuat sarapan. Langkahnya terhenti sesaat untuk melihat suaminya yang masih terlelap kemudian membuka pintu perlahan agar tak membangun pria itu.

Lagi, Hanum mendesah panjang manakala melihat isi kulkas yang hampir kosong, hanya ada beberapa butir telur, sosis dan minuman kaleng. Berpikir sejenak, bingung mau memasak apa, dia ingat betul beras juga sudah habis, hanya tersisa sedikit itupun sudah dimasaknya semalam.

Tak lama Sultan keluar dari kamarnya, lelaki itu berjalan sambil memegangi tengkuknya yang terasa sakit karena semalaman tidur di sofa yang bahkan tidak muat untuk tubuhnya yang tinggi.

"Kamu sedang apa?" tanyanya pada Hanum.

"Eh, sudah bangun? duduklah dulu, sebentar lagi sarapanmu telah siap," kata Hanum sambil meletakkan ommelet ke dalam piring.

Dia mendekati meja makan kemudian meletakkan piring berisi telur berbumbu itu ke hadapan suaminya. Menuangkan segelas susu dan menaruhnya tepat di sebelah kiri piring.

"Maafkan aku, hanya ini yang bisa aku buat, stok bahan makanan di kulkas habis," jelas Hanum.

"Baiklah kalau begitu, nanti kita bisa pergi berbelanja setelah sarapan," timpal Sultan.

Hanum mengangguk kemudian menarik sebuah bangku, duduk manis dan bersiap menghabiskan sarapan bersama setelah pergantian statusnya itu.

.

Sultan berjalan menyusuri tiap lorong supermarket sambil memegang troli sementara Hanum sibuk memilih bahan makanan yang akan dibelinya sambil sesekali melihat catatan di tangannya.

Mereka terus berjalan sampai akhirnya mereka tiba di depan kasir dengan keranjang penuh barang belanjaan. Kasir wanita yang sedang bertugas itu tersenyum dan menyembutkan nominal yang harus dibayar oleh hanum. Gadis itu menoleh ketika Sultan memberikan sebuah kartu kredit, dia dengan canggung menerimanya.

Mereka sampai di apartemen sore harinya, Sultan dengan cekatan membantu istrinya menata bahan makanan di kulkas. Membereskan beberapa barang dan menaruhnya pada tempatnya.

Selang beberapa menit kemudian.

Hanum meletakkan segelas jus jeruk di meja setelah melihat suaminya begitu kelelahan. Dia mengambil dompet dalam tasnya lalu mengeluarkan kartu kredit dan mengembalikan pada suaminya.

"Kenapa?" tanya Sultan, pria itu mengernyitkan dahinya, bingung.

"Aku kembalikan kartumu," cicit Hanum.

"Tidak perlu, kenapa mesti di kembalikan? Kamu kan istriku, kamu berhak mendapatkan nafkah dariku. Pegang saja, belilah apapun yang kamu mau dan tidak perlu sungkan. Uangku uangmu juga." Sultan kembali menyodorkan kartu kreditnya.

Melihat Hanum yang masih tak bergeming menimbulkan tawa kecil pada pria tampan itu.

"Pegang saja! Mulai sekarang ini telah menjadi milikm," imbuh Sultan saat melihat ekspresi canggung istrinya.

Dengan ragu Hanum menerima kembali kartu kredit tersebut, percuma dia menolaknya karena Sultan pasti akan memaksanya untuk tetap menerimanya.

"Oh ya, besok malam aku akan mengundang beberapa teman dan rekan kerjaku, aku harus memperkenalkanmu pada mereka sekaligus memberitahukan kalau kita sudah menikah, kamu tidak keberatan kan?" tanya Sultan.

"Tentu saja tidak, hm ... berapa orang kira-kira yang akan datang biar aku bisa mempersiapkan makanan untuk besok?"

"Tidak perlu repot-repot, aku akan memesan dari restoran tempat biasa aku pesan, hanya sepuluh orang kira-kira," Sultan menjelaskan.

"Ya sudah kalau begitu."

Hanum berlalu dan menuju kamar untuk kemudian mandi, dia merasa lelah setelah seharian berjalan kaki mengelilingi pusat perbelanjaan.

.

Sultan Chandra Pradipta, pria berusia dua puluh tujuh tahun dengan tinggi badan seratus delapan puluh tujuh centi meter. Tuhan menganugerahkan wajah yang tampan menawan lengkap dengan mata sedikit sipit, alis yang hitam lebat, bulu mata yang juga lentik yang diwariskan dari ibunya, hidung mancung dan bibir tipis dengan rahang yang tegas membentuk mukanya dengan sempurna. Membuat setiap kaum hawa terpesona ketika melihatnya. Sultan tipikal pria yang pendiam dan tertutup, dia diketahui belum Pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita sekalipun. Mauryn, satu-satunya wanita yang dekat dengan Sultan. Keduanya berteman sejak kecil, Mauryn sangat bergantung juga sangat dekat dengan Sultan terlebih ketika kedua orang tuanya meninggal dunia karena kecelakaan, hubungan mereka menjadi sangat dekat.

Setahun yang lalu Mauryn pergi ke Amerika mengikuti suaminya yang bertugas disana, perlu diketahui, suaminya itu seorang diplomat.

.

Sultan mulai sibuk dengan laptopnya, meneliti beberapa file yang belum sempat dilihatnya karena beberapa hari dia tinggalkan. Pernikahannya yang berlangsung di Semarang telah menyita banyak waktunya.

Keringat meluncur di dahi lelaki itu, dia melirik sekitar lalu meraih remote control air conditioner di atas nakas kemudian menyesuaikan suhunya agar dia terganggu ketika meneruskan pekerjaannya.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam, Sultan berulang kali memijat tengkuknya merasa sangat lelah juga karena efek tidur di sofa yang begitu sempit. Dia menggeliatkan badannya kemudian bangun untuk segera mandi.

Berjalan sambil terus menggerutu merasakan jam yang dirasanya sangat cepat berjalan, dia merasa baru saja bekerja dan tiga jam berlalu begitu saja sementara pekerjaannya masih belum juga selesai.

Sultan membuka pintu kamar dan melihat Hanum sedang duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya, gadis itu kemudian bangkit dari ranjang lalu mendekat ke arah suaminya.

"Mau aku siapkan air hangat untuk mandi?" tawar gadis itu.

"Tidak usah, aku akan mandi air dingin saja. Aku rasa cuaca akhir-akhir ini sangat panas," tolak Sultan, halus.

Hanum memberikan handuk yang baru saja diambilnya di lemari kemudian mulai memilih baju ganti untuk suaminya setelah Sultan masuk ke dalam kamar mandi. Terdengar gemericik air dari dalam sana, Sultan merasa sangat segar setelah sekujur badannya tersentuh air. Mulai sibuk dengan shampo dan berulang menggosok rambutnya, lalu menuju wastafel untuk kemudian gosok gigi. Pandanganya terhenti pada sikat gigi baru berwarna pink yang bertengger di samping sikat gigi miliknya. Seulas senyum terbit di bibirnya manakala membayangkan dia sudah menikah dengan cara tak lazim seperti ini.

Dalam hati bersyukur karena mendiang adiknya mempercayakan mantan istrinya kepada dirinya. Dia juga kembali teringat bagaimana Mami, Papi dan juga kakeknya memaksanya untuk segera melepas masa lajang mengingat adiknya telah menikah terlebih dulu.

Sultan bingung karena dia belum memiliki kekasih sampai saat itu dan seketika terjadilah pernikahan instan, itupun dengan janda muda adiknya.

Sultan menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan, berpikir akan menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik meskipun dia tahu tak ada cinta sedikitpun dari istrinya. Dia merasa apa yang terjadi memang sudah suratan Tuhan dan dia hanya berharap takdir cintanya akan berakhir dengan manis dan indah. Pria itu mengusap wajahnya untuk menghilangkan sekelebat bayangan yang baru saja muncul di benaknya.

Hanum gadis ceria yang cantik, itu yang ada dalam pikiran Sultan. Terkadang dia tidak tahu harus berbuat apa ketika berhadapan dengan istrinya itu.

Sultan keluar dari kamar mandi dengan handuk terlilit dipinggangnya, masih terlihat jelas tetes-tetes air yang jatuh dari rambutnya.

Hanum tertegun melihat suaminya yang terlihat sangat seksi menurutnya,perut kotak-kotak dengan dada bidang yang ditumbuhi sedikit bulu rambut disana. Gadis itu lalu mengalihkan pandangannya, takut tidak bisa menahan diri, saat ini saja dirinya sudah sangat gugup.

Hanum memberikan kaos berkerah warna maroon dan celana pendek warna mocca beserta underwear nya.Sultan menerimanyanya lalu pergi ke ruang ganti setelah mengucapkan terimakasih.

Warna yang pas dipadupadankan Hanum dengan baik sehingga terlihat sangat cocok di badan suaminya. Sultan berkaca, melihat tampilannya yang kini dirasa sudah sempurna. Hatinya bergetar dengan tiba-tiba jika dia memikirkan Hanum, darahnya terasa berdesir. Ada sekelumit rasa yang membingungkan yang dia sendiri tak tahu apa penyebabnya.

Sultan menghembuskan nafas panjang sebelum keluar dari ruang ganti. Dia bingung harus bagaimana melewati malam ini.

Pada saat pria itu ketika keluar, dia sudah mendapati Hanum membawakan secangkir kopi yang masih mengepul di atas nampan.

Ah ... lagi-lagi dia bingung harus bagaimana, dia merasa sangat canggung, kenapa juga jantungnya tidak bisa dikendalikan setiap kali berdekatan dengan Hanum.

"Mas, suka kopi kan?" suara Hanum membuyarkan lamunannya.

"Ah, iya ... terimakasih," jawab Sultan gugup.

Lelaki itu meraih cangkir kopinya kemudian duduk di sofa sementara Hanum menaruh nampan di atas nakas lalu mendaratkan bokongnya diatas kasur.

"Hm ... ternyata kamu bisa memasak dan mengurus rumah tangga dengan baik," celetuk Sultan, berusaha memecah keheningan.

"Ya, aku terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga sejak kecil, Ayah dan Bunda sama sekali tidak pernah memanjakanku meskipun aku putri tunggal," papar Hanum.

"Lalu kenapa kamu sampai berakhir dengan tinggal di panti asuhan?"

Sultan meletakkan cangkirnya setelah menyesap kopi hitam yang terasa sangat nikmat itu lalu menoleh, melihat wajah yang tertunduk diam.

"Maaf ...." sesal Sultan.

"Ayah dan Bundaku meninggal dalam kecelakaan pesawat sewaktu melakukan perjalanan bisnis ke Jepang. Seminggu sesudahnya aku tiba-tiba diusir dari rumahku sendiri oleh Tante, adik dari Ayahku. Aku belum begitu mengerti saat itu karena aku masih berusia dua belas tahun." Hanum mengirup oksigen sebanyak mungkin, berharap dadanya tak lagi sesak ketika udara masuk ke dalam paru-parunya.

"Lalu?"

"Lalu aku tinggal dengan keluarga Tante sampai aku lulus SMA, kemudian secara tiba-tiba mereka mengatakan niatannya untuk menikahkan aku dengan anak rekan kerja mereka. Aku bersikeras ingin kuliah, mereka tetap memaksaku sampai suatu hari sepulang dari kampus, aku mendengar percakapan orang-orang itu dan aku mengetahui kebenaran bahwa mereka telah menjual rumah dan beberapa properti milik ayah yang sebenarnya ditinggalkan untukku. Saat itu aku baru tahu alasan mereka menyuruhku untuk segera menikah."

"Agar ada lelaki yang akan menjagamu?" tebak Sultan.

Hanum menggeleng.

"Tebakanmu salah," Hanum menatap wajah suaminya. "Agar supaya mereka bisa dengan leluasa menguasai harta almarhum ayahku dan berusaha mengekangku dengan pernikahan yang sudah mereka rencanakan. Keluarga tanteku membuat hari-hariku disana seperti di neraka, mereka memperlakukan aku dengan tidak manusiawi." Hanum menyeka air mata yang mulai deras membasahi pipinya.

Sultan beranjak dari duduknya mendekati Hanum,meraih kepala gadis itu dan membenamkan di dadanya.

"Sudah cukup, tidak perlu di teruskan," bisik Sultan sambil membelai lembut rambut istrinya. "Kamu tidak perlu menceritakan tentang masa lalumu kalau hal itu hanya akan membuatmu merasa sakit hati."

Hanum mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Gadis itu menggeleng pelan, mulai melanjutkan lagi menceritakan kisah kelam yang menimpanya.

Hal yang membuatnya harus berakhir dengan tinggal di panti asuhan. Kisahnya dengan Sakti, mendiang suami juga adik kandung Sultan dimulai dari sana.

Hanum menceritakan tentang semua kisah hidupnya dengan jelas, tak satupun yang terlewatkan. Sultan tak berhenti mengusap lembut rambut istrinya, berusaha memberikan kekuatan untuk Hanum ketika gadis itu menceritakan kisah masa lalunya yang kelam. Sultan berpikir dengan begitu akan membuat Hanum lega.

Malam kedua mereka sebagai suami istri dilewati dengan saling menceritakan tentang kehidupan mereka masing-masing. Sampai larut malam, dan sekarang Hanum terbaring di atas kasurnya. Sultan menyelimuti tubuh kurus istrinya, menyibak anak rambut yang menutupi wajah cantik Hanum. Mematikan lampu kemudian dia beranjak menuju ruang kerja nya.

.

Tbc ❤️

Kunjungan rekan kerja

"Apa tidak enak?" tanya Hanum saat melihat ekspresi suaminya ketika tengah menyantap sarapan paginya.

"Enak kok," jawab Sultan singkat.

"Lalu kenapa kamu terlihat seperti sedang berpikir?" telisik Hanum.

"Aku hanya belum terbiasa saja, rasanya seperti mimpi. Saat ini ada orang yang mengurus segala keperluanku dan juga memasak untukku." Sultan tersenyum sambil mengunyah makanannya.

Hanum melemparkan senyumnya, lalu mengangguk.

"Hm, kamu kerja dimana mas? Aku bahkan tidak tahu sedikit pun tentangmu?" Hanum menggelengkan kepalanya, payah.

Tiba-tiba Sultan tersedak membuat Hanum gerak cepat memberikan segelas air padanya, Sultan mereguk habis sampai isi dalam gelas kaca itu tandas.

"Pelan-pelan mas, kenapa sampai tersedak?"

"Hm." Sultan mengangguk. "Aku bekerja di kantor Dinasty Group," imbuhnya.

"Astaga, itu kan perusahaan bonafid, pasti sangat sulit untuk masuk kesana, benar kan?" seru Hanum, dia merasa sangat terkejut karena suaminya bekerja di perusahaan raksasa yang hampir beroperasi di segala bidang.

"Lalu ... kamu bekerja sebagai apa?"

Sultan kembali meraih gelasnya, meminum beberapa teguk. Bola matanya liar, pria itu begitu gelisah, bingung hendak menjawab apa.

"Aku, hm ... itu, sebagai ...," Sultan memijit pelipisnya. terlihat sekali jika dirinya tengah kebingungan.

"Ya, mas kerja disana sebagai apa? Kamu di departemen apa? Staf atau ...," Hanum semakin penasaran.

"Ehhmm, itu ... manager," cetusnya. "Ya, aku jadi manager keuangan."

"Wah, keren sekali, pasti gajimu lumayan ya?Aku pernah dengar kalau menjadi staf disana saja gajinya sudah sangat menggiurkan apalagi menjadi manager ya? Pemilik perusahaan juga katanya sangat royal dan memperhatikan kesejahteraan karyawan nya. Lantas, sudah berapa lama Mas kerja disana?"

"Tiga tahun lebih mungkin."

Sesekali Sultan melirik istrinya yang masih tersenyum mendengar penjelasannya, untuk pertama kalinya dia melihat Hanum tertawa begitu lepas.

.

Matahari semakin naik,udara makin panas. Kedua pasangan suami istri itu kini tengah sibuk membersihkan rumah, menyapu lantai, mengepel, membersihkan debu-debu di sekitar perabotan.

Hanum mengganti gorden dengan warna pastel, mengubah letak sofa dan menata ulang, menaruh vas bunga di meja dan seketika ruangan itu berubah menjadi lebih segar dan ceria.

Sultan mengambil botol air dingin dari dalam kulkas, meneguk sampai setengah badan botol itu habis, kemudian berjalan pelan dan memberikan pada istrinya.

"Kamu mau minum?" tawarnya.

Hanum meraihnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, meletakkan botol yang telah kosong itu di meja.

"Terimakasih," ucap gadis itu sambil merosotkan tubuhnya di sofa.

Sultan juga ikut duduk, dia menoleh ketika melihat keringat yang meluncur dari dahi menuju leher jenjang istrinya yang begitu putih.

Kenapa dia begitu seksi, batin Sultan.

Pria itu terus menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pikiran nakal yang mulai menguasai pikirannya.

.

Malam hari tepat pukul tujuh, Hanum terlihat sibuk menata beberapa makanan ringan di meja sementara Sultan mulai menuang sirup dalam beberapa gelas.

Tak lama bel berbunyi, Sultan menaruh pitcher di atas meja, menghentikan sejenak pekerjanya lalu setengah berlari menuju pintu, muncullah teman-temannya begitu daun pintu terbuka lebar.

"Selamat malam Pak, kami datang," ucap seorang pria sambil memeluk Sultan.

"Selamat atas pernikahan mu," pria lain menimpali sambil memberikan sebuah pelukan juga kepada Sultan.

"Terimakasih semuanya, ayo silahkan masuk! Silahkan duduk," titah Sultan.

Mereka semua masuk dan mulai mengambil posisi duduk di tempat masing-masing yang membuat mereka nyaman. Hanum berdiri sambil memberikan senyum ramah mempersilahkan tamunya untuk duduk dan menikmati jamuan yang telah di sediakan.

"Perkenalkan, dia Hanum. Istriku." Sultan mendekati istrinya, menyentuh bahu Hanum. "Dan Hanum, kenalkan! Mereka rekan kerja juga teman-temanku," imbuh Sultan.

"Ini Raka, dia asistenku di kantor." orang yang di tunjuk Sultan tersenyum sambil menunduk kan kepalanya kemudian menjabat tangan Hanum.

"Ini Mira, Audi, Sekar, dan disebelahnya ada Akbar, rekanku di kantor. Dan yang di sebelah sana, Adam dan Reno, kami berteman sejak masih SMP," terang Sultan.

Jadi ini gadis itu, cantik sekali ... wajar Sultan begitu tergila-gila padanya. Pria bernama Adam membatin sambil terus mengamati wajah ayu dari istri sahabatnya.

Kenapa bisa secantik ini dia sekarang, di foto yang sempat ditunjukkan Sultan dulu, dia terlihat sangat imut dan juga polos. Kecantikannya tidak berubah, malah semakin bertambah seiring bertambahnya usia. Cantik matang khas wanita dewasa, body nya juga bagus. Reno pun tak berhenti melihat Hanum yang terlihat sempurna dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Mereka semua terlihat senang, berbincang di selingi candaan yang membuat tawa mereka pecah sesekali. Suasana sangat riuh malam ini, mereka melanjutkan jamuan makan malam kemudian bercengkrama lagi hingga larut malam.

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, acara baru saja selesai. Sultan menyuruh Raka dan kawan-kawan untuk mengantarkan para wanita pulang ke rumah masing-masing.

Kini suasana sepi kembali setelah kepergian tamu mereka, tinggalah pasangan pengantin baru itu sibuk membereskan sisa-sisa acara tadi. Merapikan piring dan gelas yang berserakan, mencucinya dan meletakkan di tempatnya.

Sultan tengah menyapu di ruang tamu, dia terus tersenyum saat mengingat orang-orang dengan jelas memuji istrinya.

Bahkan Adam terang-terangan mengatakan kalau Hanum sangatlah cantik. Sultan senang mendapat tanggapan positif dari teman-temannya tentang Hanum. Masih terngiang saat Mira dan Audi berbisik memuji kecantikan istrinya.

Ah ... entahlah, Sultan merasa sangat bahagia saat ini, dia serasa melambung begitu teman-temannya melontarkan begitu banyak pujian untuk istrinya.

.

Di dalam kamar tidur, Sultan yang telah selesai berganti pakaian kemudian duduk di sofa, mulai sibuk dengan laptopnya di temani secangkir kopi hitam buatan Hanum.

Beberapa kali pria itu melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat meski Hanum sudah masuk kesana lima belas menit yang lalu.

"Mas ...." panggil Hanum dari dalam kamar mandi.

Sultan segera meletakkan laptopnya dan menghambur ke kamar mandi.

"Ada apa?" tanyanya, lalu pintu pun terbuka.

"Tolong bantu aku melepaskan resleting bajuku, ini tersangkut," ucap Hanum sambil membalikkan badannya kemudian menyibakkan rambutnya yang panjang dari punggungnya.

Sultan terlihat sangat gugup.

"Mas, ayo tunggu apa lagi!" seru Hanum.

"Ah, iya baiklah."

Perlahan Sultan mulai membuka resleting baju istrinya, tangannya gemetar seiring dengan keringat yang bercucuran. Ketika resleting terbuka dengan sempurna dan menampilkan punggung mulus istrinya, pria itu menutup matanya, dengan susah payah ia menelan salivanya.

Godaan apa ini Tuhan? batin Sultan.

"Sudah," ucap Sultan hampir tak terdengar.

"Terimakasih Mas." Hanum kembali menutup pintu kamar mandi.

Sultan melirik Hanum yang sudah terlelap dalam alam mimpinya, gadis itu segera naik ke atas ranjang begitu selesai mengganti baju. Dia tidur dengan begitu lelapnya, membiarkan Sultan tersiksa menahan hasrat kelelakiannya yang sempat muncul tadi. Sultan terus memperhatikan wajah cantik istrinya tanpa berkedip lalu menghembuskan nafas kasar.

Astaga ... aku yakin aku tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini. Sultan mengeluh.

Pria itu lalu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi, mandi air dingin dilakukannya semata untuk meredam hasratnya yang semakin tak terbendung. Akan sangat berbahaya kalau ini tidak segera dihentikan.

tbc ❤️

.

Mohon maaf jika ada kekurangan atau typo ya soalnya Author masih belajar.Ini karya pertama author. Mohon dukungannya 🙏🙏🙏

Love you all ❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!