NovelToon NovelToon

My Name Is Virus

Awal Kisah

NOTE : KARYA INI DI TERBITKAN OLEH NOVELTOON

Di sebuah desa terpencil jauh dari kota, hiduplah seorang wanita bernama Ratih. Ia hamil tanpa memiliki suami, sehingga menjadi cemoohan masyarakat bahkan dikucilkan. Meski begitu, ia tetap bertahan dan terus berjuang untuk mempertahankan bayinya.

"Terus Bu teruus, sedikit lagi ....," ucap Bidan yang membantu persalinannya di rumah kecilnya.

Tak pantas disebut rumah, lebih mirip sebuah gubug. Terbuat dari anyaman bambu dan beratap pohon ijuk, yang sewaktu-waktu akan roboh jika diterpa angin kencang.

"Oek...oek...," suara bayi pun terdengar hingga ke rumah tetangganya.

"Selamat Bu Ratih, anaknya laki-laki, kulitnya bersih putih dan sehat. Saya bersihkan dulu ya," ucap Bidan Tami yang kemudian membersihkan bayi serta merapikan tempat persalinannya.

Bidan itu dibantu oleh asisten kecilnya yang tak lain adalah anaknya sendiri. Dewi, anak bidan tami baru saja lulus menyelesaikan sekolah keperawatannya dan bekerja di sebuah rumah sakit kecil di desa, tetapi sesekali ia membantu Ibunya jika ada persalinan selama tidak mengganggu pekerjaannya.

Setelah Bayi dibersihkan kemudian diberikan pada ibunya. Sang Ibu menggendongnya dan mencium tangan kecilnya. Ratih menangis haru, anak yang selama ini ia perjuangkan akhirnya terlahir dengan sehat.

"Maaf Bu Ratih, suaminya dimana ya? Biar nanti kami bantu untuk menghubunginya," Tanya Dewi yang tidak tahu persoalan kehidupan pasiennya itu.

Kemudian Bidan Tami menginjak kaki Dewi dengan segera pertanda agar berhati-hati jika berucap. Dewi lantas meringis kesakitan.

"Ahh sakit Bu," ucapnya sembari mengusap kaki yang diinjak dengan sengaja.

"Maafkan anak saya Bu Ratih. Oh iya anaknya mau diberi nama siapa? Biar saya buatkan surat kelahirannya," Tanya Bu Bidan sembari menyiapkan selembar pengantar surat kelahiran agar bisa di buat akta kelahirannya segera.

"Ayahnya pernah memberiku pesan untuk menamainya Virus, tetapi apakah tidak apa jika ku berikan nama itu padanya. Tidak apalah toh ini anaknya, Aku juga sudah berjanji," batinnya Ratih.

"Saya akan menamainya Virus," ucap Ratih dengan tersenyum lelah.

Bidan Tami dan Anaknya saling berpandangan mengernyitkan dahi mereka. Ibu mana yang menamakan Anaknya sebuah nama yang sangat tidak disukai orang.

"Virus? Apa Ibu ini sudah gila," batin Dewi.

"Astaga seperti tidak ada nama yang bagus saja," ucap Bu bidan seraya menggelengkan kepalanya.

"Itu sudah menjadi keinginan Ayah anak ini," jawab Ratih tersenyum simpul.

(NOTE : KARYA INI DI TERBITKAN OLEH NOVELTOON)

"Ayah? Jadi dia tahu dimana Ayah anak ini? Atau jangan-jangan dia seorang selingkuhan. KTPnya saja masih berstatus single, Bagaimana bisa dia membuatkan surat kelahiran nantinya," batin Bidan Tami yang doyan akan gosip di desanya itu.

Sebenarnya dia kasihan dengan Ratih, tetapi dia juga penasaran akan kehidupan pribadinya yang hamil tanpa menikah. Ratih bekerja di luar negeri dan saat pulang ke desa ia sudah berbadan dua.

Tidak ada yang tahu jika dirinya sudah menikah atau belum, karena Ratih tidak mempunyai bukti kuat seperti surat pernikahan atau foto pernikahan. Hingga akhirnya Ratih merasa tersudut dan memilih diam.

Setelah membuat surat pengantar kelahiran dan memberikan pengarahan kecil tentang merawat bayi, Bidan Tami dan anaknya Dewi pamit pulang dengan senyum yang terlihat dibuat-buat. Ratih juga tak menyukai mereka namun ia bersyukur masih ada orang yang mau membantu persalinannya secara gratis.

Malam itu, Virus anaknya terus menangis karena kelaparan. Sedangkan air susu ibunya belum keluar juga. Ratih segera keluar membeli susu formula untuk bayinya. Ia ke warung terdekat seraya menggendongnya

"Bu saya mau beli susu formula untuk bayi baru lahir, apakah ada?" Tanya Ratih seraya berusaha menenangkan bayinya.

"Beli atau utang?" Tanya tetangganya terlihat jutek.

"Heemm beli Bu," ucap Ratih seraya menyodorkan uang dua puluh ribuan.

"Nih, cuma dapat kemasan yang kecil ya, memangnya situ sudah punya dot?" Tanya si penjual seraya memberikan kemasan susu kemasan kecil.

Ratih menggelengkan kepala tanda tidak punya sembari terus mengayun-ayunkan bayinya agar terdiam.

"Huh gimana sih, punya bayi tapi kok semua kebutuhannya tidak dicukupi?"

Ratih segera pergi, ia malas mendengar ocehan penjual itu. Sesampainya di rumah, susu yang baru saja dibelinya itu segera di buat dalam gelas kecil.

Ratih meminumkan susu itu dengan sendok kecil ke dalam mulut anaknya. Perlahan bayi itu berangsur tenang.

"Maafkan Ibu ya nak, hiks... Ibu tidak dapat memberikan mu kehidupan yang layak, hiks....kelak suatu saat kamu akan menjadi anak yang baik dan membasmi semua kejahatan ya nak?" Ucap Ratih seraya menangis.

Setelah menghabiskan seperempat susu dalam gelas kecil, Ratih merebahkan anaknya yang telah tertidur pulas di atas kasur. Kemudian wanita itu pergi ke kamar mandi dengan terburu-buru. Rupanya ia sudah menahan air kencingnya sedari tadi sehingga terburu-buru saat masuk kedalam kamar.

Syuuut Bruk

Tak disangka Ratih terpeleset di kamar mandinya yang kecil dan terjatuh keras ke lantai hingga kepalanya terbentur sebuah batu. Ratih tewas seketika.

Tidak ada yang tahu Ratih tewas saat itu, jika suara tangisan bayi itu tidak kembali terdengar. Tetangga dekat rumahnya merasa terganggu karena mengusik waktu istirahat malamnya .

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu terdengar keras namun tidak kalah keras dengan tangisan suara bayi yang memecahkan seluruh ruangan. Karena lama tak kunjung di buka akhirnya sang tetangga mendobrak paksa pintu itu.

BRAAAK

Tetangga itu melihat sang bayi menangis di atas ranjang Ratih segera ia menggendongnya seraya mencari keberadaan Ratih.

"Ratiiih, kamu dimana? Anakmu menangis sedari tadi tak ... Aaaa... Ratih? Ratiiih!" Pekik tetangga yang kemudian melihat Ratih sudah tergeletak di depan kamar mandi dengan lantai yang bersimbah darah.

Malam itu membuat seluruh warga desa berdatangan ke rumah Ratih, mereka ribut akan permasalahan bayi yang kini hidup sebatang kara.

Setelah mengurus mayat Ratih, semua warga berkumpul di balai desa tentang persoalan siapa yang akan merawat anak bayi itu.

"Bagaimana Bapak Ibu sekalian, anak ini tidak memiliki siapa pun. Orang tuanya hanya meninggalkan rumah gubug dan sedikit uang. Saya harap keikhlasan bapak ibu sekalian," ucap kepala desa pada warganya yang saling berbicara satu sama lain.

"Saya mau-mau saja merawat anak itu karena saya sudah lama tidak mempunyai keturunan tetapi nama pemberian orang tuanya itu loh, kok Yo Virus, gimana bapak kades apakah boleh saya rubah namanya?" Ucap Marni seorang wanita yang sudah lama menikah tetapi belum juga mendapatkan momongan.

"Sebaiknya jangan dirubah Bu Marni, karena Ratih mengatakan jika nama Virus itu adalah nama pemberian Suaminya, jika suatu saat suaminya ke desa ini bagaimana?" ucap Bu Bidan memberi saran.

"Jika memang begitu kita tidak bisa merubah nama anak ini. Biarlah namanya yang tertera dalam surat ialah Virus. Jika kita ingin merubahnya maka hanya bisa merubah nama panggilannya saja. Bagaimana Bu Marni," tanya bapak Kades.

Bu Marni terlihat berfikir matang-matang. Melihat bayi tampan seperti bule itu ia pun jadi ingin merawatnya. Akhirnya Marni menyetujuinya. Virus pun akhirnya di rawat oleh Marni.

***

NOTE : KARYA INI DI TERBITKAN OLEH NOVELTOON

Bagaimana kisah selanjutnya, apakah nama Virus akan terus menjadi bahan olok-olokan hingga ia besar nanti?

Julukan Baru

12 Tahun Kemudian

"Dimas ... Dimas ... Dimas..." gemuruh suara anak-anak menyemangati Dimas yang ingin bertanding berkelahi melawan Virus. Perkelahian itu diadakan di halaman sekolah saat mereka sudah pulang sekolah. Sehingga tidak banyak guru yang ada disitu.

Semua terjadi karena Dimas terus menerus menghina nama Virus. Itu terjadi tidak sekali melainkan berkali-kali sejak mereka duduk di bangku kelas dua.

Virus menatap Dimas dengan tatapan tajam. Tatapan itu lebih mengerikan dari pada tatapan sebelumnya. Seperti dendam yang lama di pendam kemudian memuncak dan kini tiba saatnya hari pembalasan.

Dimas balas menatap Virus, ia terlihat berani namun di dalam hatinya terlihat menciut saat dipandangnya lekat sorot mata tajam seperti mata seorang pembunuh. Seketika peluh di dahinya berkeringat.

Agar tidak terlihat dirinya ketakutan ia terus meminta para pendukungnya untuk bersorak memanggil namanya seraya melambaikan tangan untuk terus bersorak-sorai. Setelah itu ia kembali berdiam ditempatnya karena pertandingan perkelahian itu akan dimulai.

Temannya mendekat mengambil posisi tengah untuk memberikan aba-aba tanda dimulai. Dimas menelan salivanya sebelum aba-aba terakhir terlontar.

"Satu... Dua....Tiga....," ucap Tio sang pemberi aba-aba dimulainya perkelahian.

Dimas terlihat memasang kuda-kuda bak seorang peninju yang maju sedikit-sedikit seraya berloncat pelan. Sedangkan Virus, ia tenang dengan tubuhnya yang kaku.

Dimas mulai mengayunkan tinjunya ke depan, Virus menepisnya kemudian berbalik mencengkeram lengannya dan memutarnya ke belakang. Dimas mengerang kesakitan, Virus pun sengaja melepaskan.

Dimas memundurkan langkahnya sedikit seraya memegangi tangannya. Virus berlari kecil dan menendang dada Dimas dengan kaki kiri kanan bergantian seperti berjalan diatas dada kemudian ia melompat dan menendang kepala belakang Dimas. Setelah itu Virus melakukan salto dan mendarat di belakang Dimas.

Dimas terhuyung-huyung dan terjatuh karena mendapat tendangan dari Virus tepat di kepala belakang. Seketika para pendukung Dimas yang bersorak-sorai menyemangati kemudian terdiam.

"Arghh aku tidak boleh kalah dengan anak haram itu!" Gumam Dimas dengan geram

Kemudian Dimas segera bangkit berdiri dan berbalik akan menyerang Virus. Dimas meninju dan menendang dengan emosi yang membesar. Namun Virus dapat mengelak.

Virus meraih rambut Dimas dan menariknya kemudian mengantukkan kepalanya ke dinding. Virus meraih kembali rambut pria yang sudah 5 tahun menghinanya kemudian menariknya ke hadapannya dan ditinjunya dua kali perutnya. Dimas mengerang kesakitan dan menyerah.

Temannya lantas memberi aba-aba untuk selesai namun Virus mendaratkan sekali lagi tinjunya dengan mengumpulkan tenaga dalam yang ia punya.

Duug.

"Aaaa...." Teriakan Dimas melengking hingga terjatuh bukan pingsan melainkan tewas seketika.

Teman-teman yang melihat kejadian itu terdiam menyaksikan Dimas dipukuli hingga mati. Beberapa anak perempuan berbisik dan berteriak kecil karena ketakutan. Beberapanya hanya melongo.

Virus mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan dengan keringat di sekujur tubuhnya. Ia tak menyangka telah membunuh temannya itu. Virus pun melihat sekelilingnya, teman-teman yang bersorak-sorai menyemangati Dimas kini terdiam dalam keheningan dan ketakutan.

Temannya yang balas menatap Virus kemudian memundurkan badannya semakin menjauhinya. Dimas di angkat beberapa temannya dan melaporkan kejadian itu pada guru yang masih berada di sekolahan.

Tak berapa lama Virus dipanggil ke ruang guru. Semua anak-anak yang ada dihalaman itu pun satu per satu pulang. Hanya beberapa yang masih di sekolahan untuk dimintai sebagai saksi.

Semuanya menyalahkan Virus tidak ada yang membelanya, tidak ada yang bertanya kepadanya kenapa ia sampai berkelahi hingga menewaskan temannya.

Tiga tamparan mendarat di pipi kiri dan kanannya. Virus tak menangis ia hanya duduk diam seraya menggemeretakkan giginya.

Tak berapa lama orang tua Dimas dan Orang tua angkat Virus datang bersamaan mereka menyalahkan Virus. Orang tua angkatnya pun ikut menyalahkan anak angkatnya.

"Saya sebagai kepala sekolah disini harus mengeluarkan Virus dari sekolah ini. Meskipun ada unsur ketidaksengajaan tetapi dia tetap membunuh," ujar Kepala Sekolah

"Mau jadi apa dia masih kecil sudah membunuh! Lebih baik keluarkan saja dari desa kita!" Hardik Orang tua Dimas.

Marni selaku ibu angkat Virus tertunduk malu. Pasalnya dia adalah orang terkaya di desa itu dan orang yang disegani. Tetapi anak angkatnya malah membuat perkara besar yang dapat mempermalukan keluarga besar Marni.

"Benar Marni usir saja dia dari kampung kita. Toh dia bukan anak kandungmu kan?" Pekik Ayah Dimas yang juga murka terhadap perbuatan Virus.

Marni terus tertunduk malu dan berkata sesuatu yang menyayat hati Virus.

"Saya tidak mungkin salah mendidiknya, karena saya menyekolahkannya di sekolahan terbaik disini. Tetapi mungkin saja sifat pembunuhnya itu berasal dari orang tua kandungnya. Buktinya Ayah kandungnya sampai sekarang tidak kelihatan. Tidak tahu siapa Ayahnya. Benarkan? Mulai saat ini dia akan saya usir," sahut Marni yang mencoba membela diri.

Virus sudah tahu jika Marni adalah Ibu asuhnya tetapi wanita itu tidak pantas mengatai orang tua kandungnya yang dia sendiri tidak tahu siapa.

Setelah meminta maaf dan bertanggungjawab atas kematian Dimas juga menyelesaikan administrasi di sekolahan itu. Virus resmi dikeluarkan dengan alasan pembunuhan.

Tentu saja ia tidak dimasukkan kedalam penjara karena usianya yang sangat muda. Virus harusnya masuk kedalam tempat rehabilitasi tetapi orang tua asuhnya tidak mau mengantarnya justru malah mengusirnya.

Marni dan Virus telah sampai di rumah, tetapi berita heboh itu sudah menggemparkan satu desa. Semua menatap ke arah Virus dengan tatapan tak suka dan sinis.

"Cepat mandi, makan dan kemasi barangmu! Mulai saat ini Urus saja dirimu, menyusahkan saja," ucap Marni yang kemudian menyiapkan makanan untuk Virus.

Virus yang masih kecil menurut dan mulai melakukan perintah Marni.

Tak berapa lama suami Marni pulang ke rumah setelah mendengar keributan yang menggemparkan satu desa itu.

"Sayang, apakah benar Virus telah membunuh temannya?" Tanya Aryo Ayah angkatnya.

"Iya benar! Dia anak tidak tahu di untung. Disekolahkan di sekolah mahal tapi apa yang dibuat malah jadi pembunuh. Aku tidak mau lagi mengurusinya. Antarkan dia ke kota dan tinggalkan dia disana," perintah Marni.

Aryo sebenarnya kasihan dengan Virus, ia sudah menganggapnya seperti anak kandungnya sendiri. Tetapi Marni sudah bulat dengan keputusannya apalagi pihak desa sudah memintanya untuk mengusir Virus.

Setelah membersihkan dirinya dan berganti pakaian Virus bercermin dan menatap dirinya sendiri di depan kaca itu.

"Aku pembunuh? Saat ini mereka menjuluki ku sebagai seorang pembunuh? Mereka yang berani membully ku kini menjadi takut padaku? Haha..." gumam Virus yang tertawa kecil ketika teringat mereka yang berani membullynya seketika menjadi penakut.

"Kekuatan ini, aku rasa aku tidak menggunakan banyak kekuatan, namun kekuatan ini berasal dari dalam diriku. Sungguh aku tidak menggunakan banyak kekuatan, atau aku sebenarnya memiliki kekuatan?" Tanya Virus pada dirinya sendiri seraya melihat kedua tangannya dan kemudian kembali bercermin.

Ia pun mencoba kekuatan yang ia dapat dengan mempraktekkannya di depan cermin. Virus meninju cermin itu.

Praang

Cermin pun retak, tidak hanya retak melainkan hancur dan berjatuhan kemudian.

Sebuah Janji

Setelah memukul kaca itu anehnya tangan Virus tak terluka. Ia benar-benar memiliki kekuatan dari dalam. Tidak memakai tenaga saja bisa pecah apalagi dengan menggunakan semua tenaganya. Pantas saja Dimas sampai meninggal.

Lalu ia mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Koper itu sudah ada diatas ranjang ketika Virus telah selesai membersihkan dirinya. Pakaian dan beberapa perlengkapan miliknya dimasukkan ke dalam koper. Kemudian ia mengambil kotak peninggalan milik Ibu Kandungnya dari dalam lemari. Dikeluarkannya sebuah foto dari dalam kotak itu. Virus menatap wanita yang masih berwajah belia, wanita itu Ratih, Ibu kandungnya.

Virus tak sempat menatap ibunya secara langsung bahkan merasakan kasih sayang dari wanita yang telah melahirkannya. Tetapi saat ia memandangi foto itu, rasa teduh menyelimuti hatinya. Virus yang sedari tadi tak menangis akhirnya menitikkan bulir bening dari pelupuk matanya.

"Viruuus!" Teriak Marni

Segera ia seka airmatanya dengan kaos di lengan dan buru-buru menaruh foto Ibunya di dalam saku bajunya. Kotak milik Ibunya itupun ia taruh ke dalam koper kemudian mengemasi pakaiannya dengan cepat.

Virus keluar dari kamar dengan membawa tas dan koper ditangan kanan dan kirinya. Marni tengah menyiapkan makan siang yang sudah terlambat itu. Meskipun ia marah pada Virus, ia masih memberinya makan.

"Ini makanlah," ucap Marni seraya memberikan piring berisi makanan pada Virus.

Virus menyantap makanannya dengan pelan. Dia benar-benar tidak berselera.

"Cepat habiskan! Kenapa loyo hah? Kau tidak punya tenaga? Sudah terkuras habis karena membunuh tadi?" ucap Marni yang ceplas-ceplos. Virus tidak menjawab dan terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan santai.

"Aku menyesal merawat mu, anak pembawa sial," ucap Marni seraya menoyorkan telunjuknya ke kepala Virus.

"Lihat hidup ku sekarang. Ikut menjadi bahan gunjingan satu desa. Mungkin saja itu yang dirasakan ibumu, saat mengandungmu! Anak haram yang terlahir tanpa Ayah. Jangan-jangan ibumu itu pelacur jadi tidak tahu siapa Ayahmu,"

Praaaang

Virus melemparkan piringnya dan terlempar ke dinding tepat disamping Marni yang berdiri di depan mejanya. Pecahan piring itu berserakan bersamaan dengan isi didalamnya. Marni yang sedari tadi terus mengoceh hal buruk padanya akhirnya diam membisu. Virus menatapnya tajam seperti mata seorang pembunuh. Marni pun takut juga pada anak kecil itu.

Aryo, suaminya tidak dapat berbuat apa-apa, ia juga takut jika anak itu nekat dan tidak dapat dikendalikan.

"Terimakasih sudah mau merawat ku sampai sekarang, tapi jangan pernah kau hina Ibu kandungku!" Ucap Virus seraya menudingkan telunjuk ke wajah Marni. Setelah itu ia pergi keluar.

"Virus ... Tunggu!" Panggil Aryo yang berniat ingin mengantarnya.

"Aku pergi dulu mengantar Virus," pamit Aryo pada Marni kemudian berlari kecil menyusul Virus tetapi lengannya ditahan oleh Marni.

Marni kemudian mengambil dompet Aryo dan mengeluarkan ATM beserta uang tunai di dalamnya. Ia hanya meninggalkan kartu identitas dan uang duapuluh ribu didalam dompet. Dompet itu lalu dikembalikan kepada suaminya.

"Jangan memberinya uang, sudah sana antarkan dia ke kota," ucap Marni.

Aryo hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir pada sikap istrinya, kemudian pria itu menyusul langkah Virus.

"Hey nak, akan ku antar kau ke kota," ucap Aryo menawarkan diri dan tersenyum ke arah Virus. Hanya pria itu yang berbaik hati pada Virus, anak itu pun menuruti dan masuk ke dalam mobil.

Selama perjalanan Virus diam dan menatap ke depan. Aryo juga ikut diam, ia tidak terlalu dekat dengan Virus. Anak itu pendiam sehingga karakternya sulit di tebak. Hingga tak terasa mereka sudah sampai di kota.

Aryo mencari sebuah rumah yang disewakan. Meskipun tidak membawa uang saat itu ia berniat untuk kembali lagi dan melunasinya.

"Saya tidak terima jam ini, Saya ingin uang tunai sebagai DPnya," ucap pemilik rumah.

"Saya mohon, besok saya kembali lagi kemari dan melunasi biaya sewanya, dompet saya tertinggal di rumah," ucap Aryo sedikit berbohong.

Dengan sedikit berpikir si pemilik rumah pun mengambil jam itu sebagai jaminan.

"Baiklah besok sore, saya tunggu pelunasannya," ucap si pemilik rumah seraya memberikan sebuah kunci rumah yang ia sewakan.

Aryo menerima kunci itu dan berterimakasih kemudian segera masuk kedalam rumah itu. Ia pun mendudukkan Virus di kursi dan berpesan kepadanya.

"Untuk sementara tinggallah disini, besok aku akan kembali dan melunasi biaya sewanya. Aku pulang dulu ya sudah malam," ucap Aryo.

"Terimakasih ... Papa,"

Aryo terkejut dengan panggilan Papa, yang sudah lama tak ia dengar. Virus tak menyebutnya dengan panggilan papa lagi sejak ia tahu jika keluarga itu bukan orang tua kandungnya. Pria itu kemudian memeluk Virus sebelum pergi meninggalkannya.

Virus menatap mobil Aryo yang semakin menjauh. Direbahkan tubuhnya di kasur meski tidak senyaman dirumahnya dulu tetapi sangat tenang. Kini ia sendirian di kota, di rumah sewaan yang kecil dan jauh dari orang-orang.

***

Keesokannya si pemilik rumah menunggu kehadiran pria semalam. Sudah malam Aryo itu tak kunjung datang. Virus sudah bersiap pergi jika pria itu benar-benar tak kembali.

"Huh rupanya kau adalah anak yang di buang, lihat mana orang tuamu?" ucap sang pemilik rumah sewa.

Virus mengambil tasnya dan keluar dari rumah sewaan itu, tetapi tak berapa lama datang sebuah mobil dan seorang pria yang turun dengan tergesa-gesa. Virus tersenyum ternyata pria itu menepati janjinya.

"Maaf perjalanan dari desa sangat macet, ini uang sewa untuk sebulan bulan kedepan," ucap Aryo seraya menyerahkan uang itu kepada pemilik rumah, setelah menghitungnya pemilik rumah itu pun pergi.

"Virus maaf papa tidak bisa membayarnya untuk setahun penuh karena Marni akan mencurigainya ia terus menghitung penghasilanku, jika ia tahu ia akan marah," ucap Pria itu

"Aku akan bekerja besok, sehingga papa tidak perlu repot-repot membiayai hidupku," ucap Virus yang sudah menemukan sebuah pekerjaan untuknya.

"Kerja? tidak kau masih kecil, besok aku kembali lagi. Aku akan mencari alasan untuk kemari dan kita akan mencari sekolah terbaik untukmu," ucap Aryo seraya menepuk lengan Virus pelan. Ia pamit kemudian karena tidka bisa lama di kota itu.

Keesokan harinya sosok Aryo tidak kunjung datang, janji yang telah terucap hanya menjadi sebuah janji tanpa makna. Hingga tiga purnama berlalu, Aryo tak juga datang. Virus pun tak dapat sekolah, ia hanya bekerja menjadi tukang parkir disebuah toko.

Karena telat membayar sewa, akhirnya si pemilik rumah mengusir Virus. Anak itu pun keluar meninggalkan rumah dan tak akan mengharapkan janji manis dari manusia manapun. Virus kini membenci kata janji. Kini dirinya benar-benar terlantar, hidup sebatang kara di kerasnya kota.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!